Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (ter. Ali Mustafa Yaqub), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hlm. 176.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 188.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 173.
Mushaf-mushaf tersebut merupakan sebagian dari mushaf primer yang dikemukakan oleh Jeffery (Lihat: Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 174-175).
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 188.
Muhammad Mustafa al-A'zami, The History of The Quranic text: from Revelation to Compilation(terj. Sohiri Solihin, dkk), (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 194.
Muhammad Mustafa al-A'zami, The History of The Quranic text: from Revelation to Compilation(terj. Sohiri Solihin, dkk), (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 196.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 189.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, ..., hlm. 189-191.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 191-192.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Quran, (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013), hlm. 192.
12 Muhammad Mustafa al-A'zami, The History of The Quranic text: from Revelation to Compilation(terj. Sohiri Solihin, dkk), (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 218.
13 Ibid. 218.
14 Syahin, Abdul Shabur. Saat Al-Qur'an Butuh Pembelaan. (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 230.
15 Ibid, hlm. 230-231.
16 Ibid, hlm. 237.
17 Ibid, hlm. 238.
18 Ibid, hlm. 239.
19 Muhammad Mustafa al-A'zami, The History of The Quranic text: from Revelation to Compilation(terj. Sohiri Solihin, dkk), (Jakarta: Gema Insani, 2014), hlm. 220-222
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Al-qur'an adalah kitab suci Agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkaan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril.
Dan sebagai wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW. sebagaimana terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat-1-5. Al-Qur'an merupakan salah satu kitab yang mempunyai sejarah panjang dan sampai sekarang masih terjaga keasliannya. Al-qur'an dalam pengumpulannya memiliki dua tahap, yaitu tahap pertama pengumpulan al-Qur'an dalam arti menghafal al-Qur'an pada masa Nabi, tahap kedua dalam arti penulisan al-Qur'an. Hal ini dinamakan penghafalan dan pembukuan al-Qur'an.
Diantara tugas Nabi Muhammad SAW. adalah menjelaskan maksud al-Qur'an kepada umatnya. Nabi menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an ketika para sahabat memahami makna pada ayat-ayatNya. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. tugas menjelaskan al-Qur'an terus dilaksanakan dan berada di tangan para sahabat. Banyak di antara para sahabat yang memiliki kemauan dan usaha yang gigih untuk menimba ilmu.
Maka dari itu, kami selaku penulis makalah ini akan menjelaskan mushaf salah satu sahabat, yang bernama Ibnu Mas'ud, sebagai contoh salah satu di antara sahabat yang gigih dalam belajar memahami al-Qur'an. Pada makalah ini kami akan menyempitkan pembahasan dengan mengangkat judul; "Mushaf Ibnu Mas'ud dan Tuduhan Ragam Bacaan Di Dalamnya".
BAB II
PEMBAHASAN
Abdullah bin Mas'ud dan Mushafnya
Abdullah bin Mas'ud termasuk orang pertama yang masuk Islam, di samping sebagai tokoh dalam perang Badar, ahli qiraat dan ahli fiqih yang ulung. Beliau diutus ke Kufah oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuk menjadi qadli dan kepala perbendaharaan negara (bayt al-mal). Tampaknya pekerjaan sebagai abdi negara ini tidak begitu sukses ia jalani. Pada masa pemerintahan Usman, ia dipecat dari jabatannya dan kembali ke Madinah. Sampai beliau meninggal di sana pada tahun 32 H atau 33 H dalam usia lebih dari 60 tahun. Menurut versi lain, ia meninggal di Kufah dan tidak dipecat dari jabatannya oleh Usman.
Ibnu Mas 'ud merupakan salah satu otoritas terbesar dalam al-Quran. Hubungannya yang intim dengan nabi memungkinkannya mempelajari sekitar 70 surat secara langsung dari mulut nabi. Riwayat mengungkapkan bahwa ia merupakan salah seorang yang pertama-tama mengajarkan bacaan al-Quran. Ia dilaporkan sebagai orang pertama yang yang membaca bagian-bagian al-Quran dengan suara lantang dan terbuka di Makkah, sekalipun mendapat tantangan dari orang-orang Quraisy yang melemparinya dengan batu. Lebih jauh, sebagaimana yang telah disinggung dalam hadis, ia merupakan salah satu sahabat yang direkomendasikan nabi sebagai tempat bertanya tentang al-Quran. Otoritas dan popularitasnyaa dalam al-Quran memuncak ketika bertugas di Makkah, sebab di sana mushafnya memiliki pengaruh yang sangat luas.
Dalam karya-karya yang ditulis para mufassir dan filolog awal, sering dijumpai pengungkapan atau perujukan kepada vaian-varian pra-utsmani. Terkadang perujukan hanya dikemukakan dalam bentuk ungkapan "mushaf sahabat" atau "sejumlah mushaf lama" atau "dalam bacaan yang awal." Selain itu, rujukan dibuat kepada mushaf yang ada di kota-kota tertentu, seperti "mushaf kota Bashrah." Perujukan kepada mushaf yang berada dalam kepemilikan orang-orang tertentu juga sering ditemukan seperti "mushaf milik al-Hajjaj" atau "mushaf milik kakek dari Malik bin Anas." Namun, yang paling sering ditemukan adalah perujukan kepada mushaf-mushaf pra-utsmani yang populer, seperti mushaf Ibnu Mas 'ud, mushaf Ubay bin Ka 'ab, mushaf Abu Musa al-Asy 'ari, mushaf Ibnu Abbas, mushaf Zaid bin Tsabit, dan lain sebagainya.
Tidak ada informasi yang jelas mengenai kapan Ibnu Mas 'ud mengawali pengumpulan mushafnya. Kelihatannya, ia mulai mengumpulkan wahyu-wahyu pada masa nabi dan melanjutkannya sepeninggal nabi. Setelah ditempatkan di Kufah, ia berhasil memberikan pengaruh mushafnya di kalangan penduduk kota tersebut. Ketika khalifah Utsman mengirim salinan resmi teks al-Quran standar ke Kufah dan mengintruksikan untuk memusnahkan teks-teks al-Quran lainnya, dikabarkan bahwa Abdullah bin Mas 'ud menolak menyerahkan mushafnya. Ia jengkel sebab sebuah teks yang disusun oleh seorang pemula yakni Zaid bin Tsabit lebih diutamakan daripada mushafnya. Padahal, ia telah menjadi muslim sejak Zaid masih dalam keadaan kafir.
Susunan Mushaf Ibnu Mas 'ud
Tak ada satupun dari mereka yang hidup sezaman dengan Ibnu Mas 'ud yang menyebut bahwa mushaf miliknya memuat susunan surat yang berlainan, isu tersebut muncul ke permukaan setelah beliau wafat. An-Nadim mengutip dari al-Fadl bin Syadzan, "Saya melihat susunan surat dalam mushaf Ibnu Mas 'ud sebagai berikut: al-Baqarah, an-Nisa', Ali Imran......(tanpa surah al-Fatihah)." Selanjutnya an-Nadim berkomentar bahwa secara pribadi, ia pernah melihat berbagai mushaf yang dikaitkan dengan Ibnu Mas 'ud, akan tetapi ia tidak pernah melihat dua naskah yang mirip satu sama lain. Ditambah lagi ia juga menemukan satu naskah di abad kedua Hijriah yang memuat surah al-Fatihah. Akan tetapi, karena Syadzan memiliki wewenang keilmuan yang cukup terpandang dalam bidang ini, maka an-Nadim memutuskan lebih baik mengutip daripada mengutamakan observasi sendiri.
Karakteristik Mushaf Ibnu Mas 'ud
Surah pertama dan dua surah terakhir (Surah Al-Fatihah, al-Falaq dan an-Naas), menurut beberapa riwayat, tidak terdapat dalam Mushaf Ibnu Mas'ud. Tampaknya seluruh masalah yang ada sangat meragukan, Jeffery mengawali tulisannya dengan melempat tudingan ragam bacaan dari surah al-Fatihah: arshidna dan bukan ihdina, serta man bukan alladzina. Penyusun Fihrist mengungkapkan bahwa ia telah melihat sebuiah manuskrip mushaf Ibnu Mas'ud yang berusia 200 tahun yang mencantumkan pembuka kitab (surat 1). Tetapi, ia menambahkan bahwa dari sejumlah manuskrip mushaf Ibnu Mas'ud yang telah dia lihat, tidak ada satupun manuskrip Ibnu Mas'ud yang bersesuaian antara satu dengan lainnya.
Karakteristik lainnya dari mushaf Ibnu Mas 'ud terletak pada susunan surat di dalamnya yang berbeda dengan susunan mushaf Usmani. Terdapat dua riwayat tentang susunan surat dalam mushaf Ibnu Mas'ud, yang secara keseluruhannya bersesuaian antara satu dengan lainnya. Riwayat pertama dikemukakan oleh an-Nadim berdasarkan otoritas Ibnu Syadzan dan riwayat kedua diungkapkan al-Suyuthi yang mengutip dari pernyataan Ibnu Asytah yang bersumber dari Jarir bin Abdul Hamid. Kedua riwayat tersebut dapat disajikan sebagai berikut:
NO
Susunan Surat Menurut Fihrist
Susunan Surat Menurut Itqan
Nama Surat
Nomer Surat
Nama Surat
Nomer Surat
1.
Al-Baqarah
2
Al-Baqarah
2
2.
An-Nisa'
4
Al-Nisa
4
3.
Ali Imran
3
Ali Imran
3
4.
Al-A'raf
7
Al-A'raf
7
5.
Al-An 'am
6
Al-An 'am
6
6.
Al-Maidah
5
Al-Maidah
5
7.
Yunus
10
Yunus
10
8.
Al-Taubah
9
Al-Taubah
9
9.
An-Nahl
16
Al-Nahl
16
10.
Hud
11
Hud
11
11.
Yusuf
12
Yusuf
12
12.
Al-Isra
17
Al-Kahfi
18
13.
Al-Anbiya'
21
Al-Isra
17
14.
Al-Mukminun
23
Al-Anbiya
21
15.
Al-Syu'ara
26
Thaha
20
16.
Al-Shaffat
37
Al-Mukminun
23
17.
Al-Ahzab
33
Al-Syu'ara'
26
18.
Al-Qashash
28
Al-Shaffat
37
19.
An-Nur
24
Al-Ahzab
33
20.
Al-Anfal
8
Al-Hajj
22
21.
Maryam
19
Al-Qashash
28
22.
Al-Ankabut
92
Al-Naml
27
23.
Al-Rum
30
Al-Nur
24
24.
Yasin
36
Al-Anfal
8
25.
Al-Furqan
25
Maryam
19
26.
Al-Hajj
22
Al-Ankabut
29
27.
Ar-Ra'd
13
Al-Rum
30
28.
Saba'
34
Yasin
36
29.
Fathir
35
Al-Furqan
25
30.
Ibrahim
14
Al-Hijr
15
31.
Shad
38
Al-Ra'd
13
32.
Muhammad
47
Saba'
34
33.
Luqman
31
Fathir
35
34.
Az-Zumar
39
Ibrahim
14
35.
Al-Mukmin
40
Shad
38
36.
Al-Zukhruf
43
Muhammad
47
37.
Fushshilat
41
Luqman
31
38.
Al-Ahqaf
46
Al-Zumar
39
39.
Al-Jatsiyah
45
Al-Mukmin
40
40.
Al-Dukhan
44
Al-Zukhruf
43
41.
Al-Fath
48
Fushshilat
41
42.
Al-Hadid
57
Al-Syura
42
43.
Al-Hasyr
59
Al-Ahqaf
46
44.
Al-Sajdah
32
Al-Jatsiyah
45
45.
Qaf
50
Al-Dukhan
44
46.
Al-Thalaq
65
Al-Fath
48
47.
Al-Hujurat
49
Al-Hasyr
59
48.
Al-Mulk
67
Al-Sajdah
32
49.
Al-Taghabun
64
At-Thalaq
65
50.
Al-Munafiqun
63
Al-Qalam
68
51.
Al-Jumu'ah
62
Al-Hujurat
49
52.
Al-Shaff
61
Al-Mulk
67
53.
Al-Jinn
72
Al-Taghabun
64
54.
Nuh
71
Al-Munafiqun
63
55.
Al-Mujadilah
58
Al-Jumu'ah
62
56.
Al-Mumtahanah
60
Al-Shaff
61
57.
Al-Tahrim
66
Al-Jinn
72
58.
Ar-Rahman
55
Nuh
71
59.
An-Najm
43
Al-Mujadilah
58
60.
Al-Dzariyat
51
Al-Mumtahanah
60
61.
At-Thur
52
Al-Tahrim
66
62.
Al-Qamar
54
Ar-Rahman
55
63.
Al-Haqqah
69
Al-Najm
53
64.
Al-Waqi'ah
56
Al-Thur
52
65.
Al-Qalam
68
Al-Dzariyat
51
66.
An-Nazi'at
79
Al-Qamar
54
67.
Al-Ma'arij
70
Al-Waqi'ah
56
68.
Al-Muddatsir
74
Al-Nazi'at
79
69.
Al-Muzammil
73
Al-Ma 'arij
70
70.
Al-Muthaffifin
83
Al-Mudatstsir
74
71.
'Abasa
80
Al-Muzammil
73
72.
Al-Insan
76
Al-Muthaffifin
83
73.
Al-Qiyamah
75
'Abasa
80
74.
Al-Mursalat
77
Al-Insan
76
75.
An-Naba'
78
Al-Mursalat
77
76.
At-Takwir
81
Al-Qiyamah
75
77.
Al-Infithar
82
An-Naba'
78
78.
Al-Ghasyiyah
88
Al-Takwir
81
79.
Al-A'la
87
Al-Infithar
82
80.
Al-Lail
92
AlGhasyiyah
88
81.
Al-Fajr
89
Al-A'la
87
82.
Al-Buruj
85
Al-Lail
92
83.
Al-Insyiqaq
84
Al-Fajr
89
84.
Al-'Alaq
96
Al-Buruj
85
85.
Al-Balad
90
Al-Insyiqaq
84
86.
Ad-Dhuha
93
Al-'Alaq
96
87.
Alam Nasyrah
94
Al-Balad
90
88.
Al-Thariq
86
Al-Dhuha
93
89.
Al-'Adiyat
100
Al-Thariq
86
90.
Al-Ma'un
107
Al-'Adiyat
100
91.
Al-Qari'ah
101
Al-Ma'un
107
92.
Al-Bayyinah
98
Al-Qari'ah
101
93.
Al-Syams
91
Al-Bayyinah
98
94.
Al-Tin
95
Al-Syams
91
95.
Al-Humazah
104
Al-Tin
95
96.
Al-Fill
105
Al-Humazah
104
97.
Quraisy
106
Al-Fiil
105
98.
Al-Takatsur
102
Quraisy
106
99.
Al-Qadr
97
Al-Takatsur
102
100.
Al-'Ashr
103
Al-Qadr
97
101.
Al-Nashr
110
Al-Zalzalah
99
102.
Al-Kautsar
108
Al-'Ashr
103
103.
Al-Kafirun
109
An-Nashr
110
104.
Al-Lahab
111
Al-Kautsar
108
105.
Al-Ikhlash
112
Al-Kafirun
109
106..
Al-Lahab
111
107.
Al-Ikhlas
112
108.
Alam Nasyrah
94
Keterangan: nama dan nomer surah di atas mengikuti edisi al-Quran Indonesia
Setelah menuturkan riwayat susunan surat di atas, penulis Fihrist menambahkan bahwa jumlah keseluruhan surat yang ada dalam mushaf Ibnu Mas'ud adalah 110 surat. Tetapi, seeperti yang terlihat, jumlah surat yang disebutkan dalam tabulasi di atas hanya mencapai 105 surat. Ini berarti enam surat—jika surat 1;113 dan 114 tidak dihitung—tidak tercantum dalam daftar tersebut, yaitu surat 15; 18; 20; 27; 42 dan 99, yang mungkin terlewatkan secara tidak sengaja dalam periwayatannya atau sekedar kesalahan penulisan. Akan tetapi, surat-surat yang hilang ini semuanya ada dalam daftar surat versi Itqan. Demikian pula, versi Itqan hanya memiliki 108 surat dalam daftarnya. Di samping surat 1;113 dan 114, yang hilang daftar tersebut sebanyak tiga surat—surat 50; 57 dan 69—mungkin dengan sebab yang sama. Namun, ketiga surat tersebut terdapat dalam daftar Fihrist. Jadi, kedua daftar di atas berhubungan cukup dekat antara satu sama lainnya, yang memampukan kita mengisi surat-surat yang hilang dalam masing-masing daftar tersebut.
Dari segi ortografi, bisa ditemukan sejumlah kecil perbedaan antara mushaf Ibnu Mas'ud dengan teks standar edisi Mesir. Kata kullama (كلّما) dalam keseluruhan al-Quran—misalnya 2:20,87; 3:37; 4:56; 11:38; dan lain-lain—dalam mushaf Ibnu Mas'ud dipisahkan penulisannya (كلّ ما). Demikian pula, penyalinan kata syay' (شيئ) dalam kasus marfu' dan majrur ditulis secara terpisah ( شائ). Ungkapan hina idzin (حينئذ) dalam 56: 84, juga disalin secara terpisah (حين إذ). Hal seperti itu terjadi juga pada huruf-huruf muqatha 'ah di permulaan sejumlah surat, misalnya (طسم) disalin terpisah (ط س م ). Sebaliknya, sejumlah kata yang dipisahkan penulisannya dalam teks Usmani, disatukan penulisannya dalam teks Ibnu Mas'ud. Contohnya adalah n5ungkapan min ba'di him min ( من بعد هم من) dalam 2: 253, yang menyatukan penulisan dua kata terakhir ) همن); dan ungkapan man dza ( من ذا) dalam 57: 11, disatukan menjadi mandza (منذا). Kasus-kasus semacam ini hanya merupakan varian ortografis dan tidak memiliki pengaruh apapun terhadap substansi dan makna secara keseluruhan.
Teks yang Berbeda dengan Mushaf Kita
Perlunya kepastian tentang Mushaf Ibn Mas'ud. Ketika meneliti berbagai ragam bacaan, Abu Hayyan an-Nahawi menemukan kebaayakan riwayat dikaitkan dengan Ibn Mas'ud, mengambil sumber dari kelompok Syiah. Sementara para ilmuwan Sunni di sisi lain menyatakan bahwa bacaan Ibn Mas'ud senada dengan bacaan seluruh umat Islam. Oleh karena itu, pengaruh dari sumber itu tidak dapat mengubah keyakinan dan pengetahuan kita. Pada halaman 57-73 Kitab al-Masahif (yang disunting oleh Jeffery), dalam bab "Mushaf `Abdullah bin Mas'ud," kita mendapat koleksi ragam bacaan yang panjang itu, semuanya bersumber dari al A'mash (w. 148 H.). AI-A'mash bukan saja tidak memberi referensi untuk hal itu - dan yang lebih mengejutkan, kesukaannya melakukan tadlis (menggelapkan sumber infotmasi), ia juga dianggap memiliki kecenderungan terhadap Syiah. Banyak contoh yang dapat menguatkan kesimpulan Abu Hayyan mengenai hubungan Syiah itu. Dalam bukunya, Jeffery mengaitkan bacaan berikut terhadap Ubayy dan Ibn Mas`ud (walaupun tanpa referensi): 12
والسابقون بالايمان باالنبي عليه السلام فهم علي وذريته الذين اصطفاهم الله من اصحابه جعلهم الموالي على غيرهم. الئك هم الفائزون الذين يرثون الفردوس هم فيها خالدون.
"Dan mereka yang paling dulu percaya terhadap Nabi Muhammad, alaihis salam, adalah 'Ali dan keturunannya yang Allah telah pilih dari kalangan para Sahabat dan dijadikannya mereka sebagai pemimpin atas yang lain. Mereka itulah orang-orang yang menang dan yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal selama-lamanya."13
Sementara yang disebut dalam AI-Qur'an والسابقون السابقون dan الئك المقربون.
('Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu [masuk surga]. Mereka itulah orang yang didekatkan [kepada Allah.]) Penghormatan yang berlebihan pada keturunan 'Ali, tanpa diragukan, menyimpan perasaan membela Syiah. Melibatkan diri dalam penelitian, memerlukan dasar pijakan yang kuat. Namun dalam hal ini, kita menemukan mereka tenggelam dalam arus kabar angin yang hampir sama sekali tidak punya jaringan mata rantai transmisi, dan gagal dalam menyajikan pendapat logis mengenai apa yang dikatakan sebagai 'Mushhaf Ibn Mas'ud' itu. Dalam keadaan seperti ini, pendekatan dan penemuan Jeffery, seperti yang dapat kita lihat, pada intinya sangat naif.14
Menurut DR. Abdul Shabur Syahin, ungkapan tersebut tidak sama sekali tidak berkaitan dengan Ibnu Mas'ud, karena ungkapan tersebut ialah palsu. Para pemalsu sengaja menjadikan Ibnu Mas'ud sebagai tameng dan mereka bersembunyi di baliknya. Tidak mungkin Ibnu Mas'ud mengatakan ungkapan semacam ini, karena ia sudah wafat sebelum fitnah tersebut terjadi di tengah-tengah masyarakat Islam. Seandainya kita menerima bahwa Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang paling dini masuk Islam (beriman), tetapi bagaimana dengan keturunannya, padahal Ali sendiri masuk Islam ketika ia berusia delapan tahun. Jadi, uangkapan tersebut hanyalah kebohongan para pemalsu.14
Dari sisi lainnya jika ditinjau dari segi periwayatan, riwayat yang dinibatkan kepada Ibnu Mas'ud ini hanya dari jalur 'Amasy sendiri. Sedang dari segi rawi, yakni 'Amasy, buku-buku tentang Jarah wa Ta'dil menyebutkan kalau ia adalah seorang rawi yang tsiqah, hafizh, ahli baca al-Qur'an, wira'i, tapi ia sering melakukan tadlis pemalsuan.15
Ragam Dialek Dalam Bacaan Ibnu Mas'ud
Ibnu Nas'ud berasal dari suku Hudzail, karena itu tidak aneh bila tampak corak-corak dialek tertentu dalam riwayat-riwayat tentang bacaan al-Qur'an yang dinisbatkan
kepadaIbnu Mas'ud. Dalam suku Hudzail dikenal corak dialek "fahfahah", di mana
mereka mengganti huruf "ha" menjadi huruf "'ain" . 16
Pada dasarnya, sikap Ibnu Mas'ud terhadap corak dialek "fahfahah" ini masih perlu dicermati kembali. Bila corak dialek ini berarti mengganti huruf "ha" menjadi "'ain", maka riwayat yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud yang dialeknya seperti corak ini hanya terbatas pada kata "hatta"dalam firman Allah "hatta hin", yang dibaca oleh Ibnu Mas'ud dengan bacaan "'atta hin". Dalam hal ini, Ibnu Mas'ud tetap membiarkan huruf "ha" pada kata "hin" tanpa menggantinya dengan huruf 'ain". Diriwayatkan juga, bahwa Ibnu Mas'ud membaca firman-Nya dalam Q.S.56: 26: "wa thahin mandhuhin" menjadi "wa thal'in manduhin". Menurut Ibnu Sayyidah, kata "thalhun dan thal'un" adalah sinonim.17
Ibnu Mas'ud juga menggunakan corak dialek Tamm, di anataranya ialah corak idhgam. Hal ini mencakup peniadaan bunyi huruf dalam bunyi huruf lain atau menempatkan bunyi huruf lain, karena adanya hubungan antara keduanya. Misalnya, Ibnu Mas'ud membaca Q. S. 4: 110: "wa man ya'mal su'an" dengan idhgam. Bacaan ini sama dengan bacaan Hamzah, al-Kisa'i, dan Hisyam. Demikian pula dengan bacaan Ibnu Mas'ud terhadap Q.S. 13: 16: "afatakhtum" dengan idhgam yang bacaan aslinya "afattakhdtzum".18
Analisis Isi Kandungan Mushaf Ibn Mas'ud Asal usul munculnya penghapusan dua surah; 113 dan 114, urutannya dapat dibuat sebagai berikut; dalam hal ini jaringan mata rantai transmisi mendahului setiap riwayat.19
'Asim-Zirr (salah seorang murid Ibn Mas'ud)-Ibn Mas'ud: riwayat membuat tudingan bahwa ia tidak menuliskan dua surah (no. 113 dan 114) dalam Mushafnya.
AI-A'mash-Abu Islury-'Ahdur-Rahman bin Yazid: Ibn Mas'ud menghapus surah Mu'awwidhtain (surah 113 and 114) dari Must afnya dan mcngatakan bahwa keduanya bukan bagian dart Al-Qur'an .
Ibn 'Uyaynah-`Abdah dan `Asim-Zirr: "Saya berkata pada Ubayy, 'Saudaramu menghapus surah 113 dan 114 dari Mushafnya', yang mana ia tidak menolaknya. Ketika ditanya apakah yang dimaksudkan itu adalah Ibn Mas'ud, Ibn `Uyaynah menjawab dengan nada pasti dan menambah bahwa kedua surah itu tidak ada dalam Mushafnya karena ia menganggap sebagai doa perlindungan Ilahi yang digunakan oleh Nabi Muhammad untuk cucunya al-Hasan dan al-Husain. Ibn Mas'ud tetap tidak mengubah pendiriannya, sementara yang lain yakin dan memasukkannya ke dalam AI-Qur'an.
Jadi, dalam riwayat kedua dan ketiga, Ibnu Mas'ud menghapus surah-surah yang sempat masuk dalam Mushafnya, jika demikian mengapa dia menulisnya saat pertama kali? Hal ini tentu tidak masuk akal. Kalau dikatakan Mushaf itu telah ditulis dan memuat dua surah terakhir, sudah tentu keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dari Mushaf yang beredar pada saat itu. Kalau terdapat keraguan, maka menjadi kewajiban Ibnu Mas'ud memastikan masalah yang ada dengan para ilmuwan lain sewaktu di Madinah maupun tempat lain. Dalam satu fatwanya, ia pemah menyatakan bahwa lelaki yang mengawini wanita lalu menceraikan sebelum jima', maka ia boleh mengawini ibu wanita itu. Ketika ia berkunjung ke Madinah dan membahas isu itu selanjutnya, ia mengakui telah bersalah clan kemudian membatalkan fatwanya. Misi pertama saat kembali ke Kufah adalah menemui orang yang pernah minta fatwa dan mengatakan bahwa hal itu tidak benar. Demikianlah sikapnya dalam bidang ilmiah, maka lebih-lebih lagi dalam isu yang jauh lebih penting mengenai AI-Qur'an. Semua bukti yang lebih masuk akal menunjukkan semua cerita yang tidak wajar mengenai dirinya adalah palsu, dan para ilmuwan zaman dulu seperti an-Nawawi dan Ibn Hazm menyatakan bahwa yang ditimpakan pada Ibn Mas'ud itu bohong.
Ibn Hajar, salah satu muhaddithun terkemuka, menolak kesimpulan itu. Selagi Ibn Hanbal, Bazzar, at-Tabarani dan lainnya mengutip kejadian itu melalui jaringan mata rantai riwayat yang sahih, maka ia memberi alasan bahwa tudingam itu tidak dapat dinafikan sesederhana itu; melakukan hal itu berarti menafikan hadith sahih tanpa dukungan sewajarnya. Ibn Hajar berusaha membuat kompromi pada kedua riwayat yang berseberangan dengan berpijak pada penafsiran Ibn as-Sabbagh: dalam ulasan pertama Ibn Mas'ud tetap enggan mengakui kedudukan keduanya sebagai surah AI-Qur' an, tetapi setelah diketahui tidak dipersoalkan oleh umat dan merupakan bagian dari AI-Qur'an, sikap keraguannya semakin mencair dan akhimya percaya seperti yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Solihin, Sohiri, dkk. (Terj). The History of The Quranic Text: from Revelation to Compilation. Jakarta: Gema Insani, 2014.
Adnan Amal , Taufik. Rekonstruksi Sejarah Al-Quran. Tangerang: Pustaka Alfabet, 2013.
Syahin, Abdul Shabur. Saat Al-Qur'an Butuh Pembelaan. Jakarta: Erlangga, 2006.