MITOSIS DAN POLIPLOIDI
Kelas B
Kelompok VII
Selfela Restu Adina (1310422038), Ahmad Efendi (1310422011), Tisa Armalina Syarif (1310421070), Endah Murwandari (1310422018), Cici Arianti (1310421024)
ABSTRAK
Praktikum mitosis dan poliploidi dilaksanakan pada Hari Kamis, 8 Oktober 2015 di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang. Tujuan praktikum ini yaitu utuk mengaplikasikan teknik pembuatan kromosom dan untuk mengamati tahap-tahap pembelahan mitosis, serta mengamati poliploidi pada akar Allium sativum dan Allium ascalonicum. Metoda yang digunakan pada mitosis hewan adalah fiksasi, pewarnaan dan squash, sedangkan metoda yang digunakan pada mitosis tumbuhan dan poliploidi yaitu fiksasi, maserasi, pewarnaan dan squash. Hasil dari praktikum ini yaitu tahapan pembelahan mitosis yang teramati pada A. sativum, A. ascalonicum, dan ekor kecebong Rana sp. yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Terdapat perbedaan pembelahan mitosis pada tumbuhan (akar A. sativum dan A. ascalonicum) dan hewan (ekor kecebong Rana sp.), sedangkan pada poliploidi akar A. sativum dan A. ascalonicum terjadi pembesaran pada sel-selnya.
Keywords: Mitosis, Poliploidi, Fiksasi, Maserasi, Pewarnaan.
PENDAHULIAN
Sel adalah satuan kehidupan terkecil sebagai makhluk hidup. Sifat terpenting sel adalah kemampuan untuk tumbuh dan membelah diri yang menghasilkan molekul-molekul seluler baru dan memperbanyak diri. Di dalam sel terdapat kromosom yang merupakan pembawa sifat keturunan. Kehidupan sel somatis maupun sel gamet melalui dua fase, yaitu interfase dan fase pembelahan (Suryo, 2001).
Mitosis terjadi pada organisme eukariot. Pembelahan sel secara mitosis terjadi pada jaringan somatik. Dalam pembelahan mitosis ini, satu sel membelah menjadi dua sel yang sama persis. Pembelahan mitosis terdiri atas pembelahan inti dan pembelahan sitoplasma. Pembelahan mitosis ini di awali dengan pembelahan inti. Oleh karena itu, bila kita melihat kumpulan sel yang sedang membelah, mungkin kita akan menemukan satu atau beberapa sel yang mempunyai dua inti. Hal ini berarti sel telah selesai melakukan pembelahan inti tetapi belum melakukan penbelahan sitoplasma (Pai, 1992).
Mitosis merupakan periode pembelahan sel yang berlangsung pada jaringan titik tumbuh (meristem), seperti pada ujung akar atau pucuk tanaman. Proses mitosis terjadi dalam empat fase, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Fase mitosis tersebut terjadi pada sel tumbuhan maupun hewan. Terdapat perbedaan mendasar antara mitosis pada hewan dan tumbuhan. Pada hewan terbentuk aster dan terbentuknya alur di ekuator pada membran sel pada saat telofase sehingga kedua sel anak menjadi terpisah. Dengan mitosis terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan organ tubuh makhluk hidup. Tujuan pembelahan mitosis adalah mewariskan semua sifat induk kepada kedua sel anaknya. Pewarisan sifat induk kepada kedua sel anaknya terjadi secara bertahap fase demi fase (Abidin, 2014).
Mitosis terdiri dari interfase, profase, metafase, anafase, telofase, dan sitokinesis. Interfase disebut juga fase istirahat karena tidak menampakkan tanda-tanda pembelahan. Pada fase ini terjadi peristiwa pertumbuhan dan pengumpulan energi yang besar untuk persiapan pembelahan sel. Proses interfase memerlukan waktu yang paling lama. Pada profase, membran inti hancur, kromosom memendek, sentriol bereplikasi dan berpisah, nukleoli (anak inti) menghilang. Pada metafase, sentriol berada pada dua kutub, muncul spindle atau benang-benang gelendong, kromosom berada pada bidang equator, sentromer terbagi dua. Anafase, tiap kromosom terbagi dua, berpisah, masing-masing menuju ke arah kutub berlawanan. Telofase, benang gelendong menyusut, membran inti terbentuk kembali, nukleoli terlihat kembali, kromosom mulai memanjang (Crowder, 1986).
Mitosis selesai dilanjutkan dengan sitokinesis ditandai dengan sitoplasma terbagi dua, pada sel hewan membran sel melekuk, kromosom kembali ke ukuran semula. Pada sel tumbuhan membran sel tidak melekuk, tapi terbentuk lempengan sel di bagian bidang pembelahan (Pai, 1992).
Terdapat senyawa pada tumbuhan yang mampu menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploidi yaitu kolkisin. Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae) (Suryo, 1995).
Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang bersifat poliploid umumnya memiliki ukuran morfologi lebih besar dibandingkan tanaman diploid. Dengan demikian kualitas tanaman yang diberi perlakuan diharapkan lebih baik dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).
Poliploidi adalah kondisi dimana individu memiliki lebih dari dua genom. Poliplodi dikelompokkan menjadi autopoliploidi dan allopoliploidi. Namun, kedua kelompok tersebut masih dapat dibagi lagi menjadi empat kelas yakni autopoliploidi, alloploidi, alloploidi segmental, auto-alloploidi. Autoploliploidi adalah kelipatan jumlah kromosom yang berasal dari genom spesies yang sama. Autoploliploidi memiliki genom yang identik dengan kromosom-kromosom aslinya. Sedangkan alloploidi adalah kelipatan jumlah kromosom yang berasal dari genom spesies yang berbeda. Auto-ploliploidi dapat terjadi secara alami akibat adanya respon tertentu seperti stres dan faktor usia. Autopoliploidi diproduksi dalam reproduksi seksual selama meiosis oleh disjungsi non kromosom homolog dalam metafase I atau pembelahan sel abnormal pada mitosis. Allopoliploidi terjadi karena kombinasi dari genom spesies yang berbeda seperti pada spesies hibrida (Pai, 1992).
Adapun tujuan praktikum ini yaitu mengaplikasikan teknik pembuatan preparat kromosom tumbuhan dan hewan, untuk menentukan fase-fase pembelahan mitosis sel yang teramati pada akar Alium sativum, akar Alium ascalonicum dan ekor kecebong Rana sp. dan mengamati poliploidi pada akar Alium ascalonicum dan Alium sativum.
METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum mitosis dan poliploidi dilaksanakan pada Hari Kamis, 8 Oktober 2015 di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu mikroskop, pipet tetes, lampu bursen, kaca objek, cover glass. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu akar Allium sativum, Allium ascalonicum, kecebong Rana sp., larutan HCl 1 N, carnoys (3 etanol absolut : 1 asam asetat), kolkisin 0,01%, acetoorsein 2%.
Cara Karja
Mitosis pada Tumbuhan
Disediakan akar bawang, dipotong ujung akar bawang dipotong sepanjang 5 mm. Ujung dari akar bawang direndam dengan larutan carnoys 30-60 menit pada suhu 5˚C. Setelah itu dilakukan maserasi, dimana sampel diletakkan pada kaca objek, lalu dititrasi dengan HCl 1 N selama 30 detik pada suhu 60˚C. Lalu ditetesi dengan acetoorcein 2% biarkan 15-30 menit. Setelah itu preparat ditutup dengan cover glass dan disquash. Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop. Diamati proses dari fase-fase mitosis yang terlihat.
Mitosis pada Hewan
Ujung ekor kecebong dipotong, dibiarkan selama satu hari. Kemudian dipotong kembali dan direndam dengan larutan carnoys 30-60 menit pada suhu 5˚C. Lalu ditetesi dengan acetoorcein 2% biarkan 15-30 menit. Setelah itu preparat ditutup dengan cover glass dan disquash. Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop. Diamati proses dari fase-fase mitosis yang terlihat.
Poliploidi
Akar bawang direndam dalam larutan kolkisin 0,01% selama 48 jam. Lalu dibilas dengan aquades. Dipotong ujung akar sepanjang 5 mm. Ujung dari akar bawang direndam dengan larutan carnoys 30-60 menit pada suhu 5˚C. Setelah itu dilakukan maserasi, dimana sampel diletakkan pada kaca objek, lalu dititrasi dengan HCl 1 N selama 30 detik pada suhu 60˚C. Lalu ditetesi dengan acetoorcein 2% biarkan 15-30 menit. Setelah itu preparat ditutup dengan cover glass dan disquash. Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop. Diamati poliploidi yang terlihat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mitosis pada Tumbuhan
Profase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b. c.
Gambar 1. (a) Profase Allium sativum,(b) Profase Allium ascalonicum (c) Profase Allium ascalonicum
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, (b) Dokumentasi kelompok 5D, (c) Abidin (2014)
Dari gambar diketahui bahwa tahap profase pada Allium sativum dan Allium ascalonicum ditunjukkan dengan adanya letak kromosom yang tidak beraturan, serta kromosom yang mulai menebal dan hilangnya nukleus. Hal ini sesuai dengan pendapat Setjo (2004) bahwa profase ditandai dengan hilangnya nukleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat tebal dan benang-benang kromatin yang semakin memendek. Kromosom yang mulai memanjang akan memiliki lengan kromosom yang disebut juga dengan kromatid. Benang-benang spindel mulai terbentuk disitoplasma dan juga terbentuknya mikrotubula didalam plasma.
Profase, merupakan transisi dari fase G2 ke fase pembelahan inti atau mitosis (M) dari siklus sel. Tahap profase merupakan tahap awal dalam mitosis. Proses terjadinya profase ditandai dengan hilangnya nukleus dan diganti dengan mulai tampaknya pilinan-pilinan kromosom yang terlihat. Jumlah kromosom yang tepat merupakan ciri khas dari setiap species, sekalipun pada species yang berbeda dapat mempunyai jumlah kromosom yang sama. Selain itu pada profase salut inti mulai berdegenerasi dan secara perlahan-lahan inti menjadi tidak tampak, dan terjadilah pembentukan spindel mikrotubul (Rukmana, 1994).
Metafase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b. c.
Gambar 2. (a) Metafase Allium sativum,(b) Metafase Allium ascalonicum (c) Metafase Allium ascalonicum
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, (b) Dokumentasi kelompok 5D, (c) Abidin (2014)
Dari gambar diketahui bahwa tahap metafase pada Allium sativum dan Allium ascalonicum ditunjukkan dengan kromosom-kromosom yang berada pada bidang pembelahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana (1994) bahwa pembelahan mitosis pada fase metafase ditandai dengan kromosom yang mulai berjajar di bidang equator. Selama metafase, sentromer dari setiap kromosom berkumpul pada bagian tengah spindel pada bidang equator. Pada tempat-tempat ini, sentromer-sentromer diikat oleh benang-benang spindel yang terpisah, dimana setiap kromatid dilekatkan pada kutub-kutub spindel yang berbeda. Kadang-kadang benang-benang spindel tidak berasosiasi dengan kromosom dan merentang secara langsung dari satu kutub ke kutub yang lain. Pada saat metafase, sentromer-sentromer diduplikasi dan setiap kromatid menjadi kromosom yang berdiri sendiri atau independen.
Anafase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b. c.
Gambar 3. (a) Anafase Allium sativum,(b) Anafase Allium ascalonicum (c) Anafase Allium ascalonicum
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, (b) Dokumentasi kelompok 5D, (c) Abidin (2014)
Dari gambar diketahui bahwa tahap anafase pada Allium sativum dan Allium ascalonicum ditunjukkan dengan tertariknya kromosom pada kutub-kutub yang berlawanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggarwulan, Tikawati, dan Setyawan (1999) bahwa pembelahan mitosis tahap anafase ditandai dengan terjadinya pemisahan sister chromatids membentuk anak kromosom yang bergerak menuju kutub spindel yang berlawanan. Kromosom nampak jelas mengalami penebalan sehingga dapat dilihat jelas dengan mikroskop cahaya sekalipun.
Telofase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b. c.
Gambar 4. (a) Telofase Allium sativum, (b) Telofase Allium ascalonicum (c) Telofase Allium ascalonicum
Sumber: (a) Dokumentasi pribadi, (b) Dokumentasi kelompok 5D, (c) Abidin (2014)
Dari gambar diketahui bahwa tahap telofase pada Allium sativum dan Allium ascalonicum ditunjukkan dengan mulai terbentuknya dua sel anak, membran inti dan nukleolus muncul, serta benang spindel lenyap. Hal ini sesuai dengan pendapat Schulz-Schaeffer (1980) bahwa tahapan telofase merupakan fase terakhir pada pembelahan mitosis. Pada fase ini nampak adanya dinding pemisah yang berupa sekat yang belum sempurna yang memisahkan kromosom-kromosom yang telah mencapai kutub. Sekat belum sempurna dan sel belum benar-benar terpisah tetapi tanda akan terbentuknya dua sel sudah mulai tampak.
Mitosis pada Hewan
Profase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
b.
Gambar 5. (a) Profase pada ekor kecebong Rana sp. (b) Profase ekor kecebong
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, b. Pribadi (2013)
Dari gambar diketahui tahap profase pada ekor kecebong Rana sp. ditunjukkan dengan kromososm yang mulai menebal dan memendek, serta benang-benang spindelnya memanjang. Hal ini sesuai dengan pendapat Tjio dan Levan (1950) bahwa pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan, mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk benang-benang spindle, yang membentuk seperti bola sepak. Pada sel hewan, mikrotubul lainnya menyebar yang kemudian membentuk aster. Pada saat bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid identik tersebut bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromer.
Metasase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b.
Gambar 6. (a) Metafase pada ekor kecebong Rana sp. (b) Metafase ekor kecebong
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, b. Pribadi (2013)
Dari gambar diketahui tahap metafase pada ekor kecebong Rana sp. ditunjukkan dengan kromososm yang berada pada bidang pembelahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Stack dan Comings (1979) bahwa masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Sementara itu, kromatid bersaudara begerak ke bagian tengah inti membentuk keping metafase (metaphasic plate).
Anafase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b.
Gambar 7. (a) Anafase pada ekor kecebong Rana sp. (b) Anafase ekor kecebong
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 1B, b. Pribadi (2013)
Dari gambar diketahui tahap anafase pada ekor kecebong Rana sp. ditunjukkan dengan tertariknya kromosom ke kutub-kutub yang berlawanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryo (2001) bahwa masing-masing kromatid memisah kan diri dari sentromer dan masing-masing kromosom membentuk sentromer. Masing - masing kromosom ditarik oleh benang kinetokor ke kutubnya masing-masing.
Telofase
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b.
Gambar 8. (a) Telofase pada ekor kecebong Rana sp. (b) Telofase ekor kecebong
Sumber: (a) Dokumentasi kelompok 2B, b. Pribadi (2013)
Dari gambar diketahui tahap telofase pada ekor kecebong Rana sp. ditunjukkan dengan kromosom-kromosom yang telah berada pada kutub-kutubnya dan sel mulai membentuk dua anakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell (1999) bahwa ketika kromosom saudara sampai ke kutubnya masing-masing, mulainya telofase. Kromosom saudara tampak tidak beraturan dan jika diwarnai, terpulas kuat dengan pewarna histologi. Tahap berikutnya terlihat benang-benang spindle hilang dan kromosom tidak terlihat (membentuk kromatin). Keadaan seperti ini merupakan karakteristik dari interfase. Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua anak inti.
Tahap akhir dari mitosis melibatkan membelah aktual sampai dari kromosom menjadi dua bagian yang berbeda, pembersihan dan penguatan membran juga terjadi di sini. Setelah tahap ini selesai, proses mitosis selesai, dan proses sitokinesis kemudian dimulai (Pai, 1992).
Pada sel hewan, sitokinesis terjadi melalui proses yang disebut sebagai cleavage. Terjadinya cleavage yaitu dengan terbentuknya cleavage furrow (lekukan) pada lempeng metafase sebelumnya. Pada sisi yang menghadap sitoplasma, terdapat cincin kontraktil dari mikrofilamen aktin yang bekerjasama dengan molekul protein miosin. Kerjasama antara mikrofilamen aktin dengan molekul miosin menyebabkan kontraksi. Hal ini yang mengakibatkan lekukan (cleavage furrow) akan terus melekuk semakin dalam sehingga membagi sel menjadi dua. Sedangkan pada sel tumbuhan, sitokinesis tidak terjadi lekukan (cleavage furrow). Hal ini digantikan oleh kerja apparatus golgi dalam membentuk vesikel-vesikel yang akan bergerak ke bagian tengah sel pada saat telofase. Vesikel tersebut kemudian bergabung membentuk lempeng sel (cell plate). Dinding yang baru akan terbentuk dari lempeng sel tersebut karena pada saat pembelahan berlangsung, materi penyusun dinding sel akan mengisi vesikel tersebut Tjio dan Levan (1950).
Poliploidi
Dari pengamatan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. b. c.
Gambar 9. (a) Profase normal Allium sativum (b) Poliploidi tahap profase Allium sativum (c) Poliploidi tahap profase Allium sativum
Sumber : (a) Dokumentasi pribadi, (b) Dokumentasi kelompok 1B, (c) Escadon et al. (2003)
Dari gambar diketahui bahwa poliploidi tahap profase pada Allium sativum ditunjukkan dengan adanya pembesaran sel poliploid. Pembesaran yang terjadi pada sel poliploid berupa meningkatnya ukuran sel sehingga sel poliploid lebih besar dari sel normal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setyowati, Sulistyaningsih, dan Purwantoro (2013) bahwa peningkatan jumlah kromosom berkaitan dengan ukuran sel dan inti sel. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi terjadinya poliploidi. Peningkatan jumlah kromosom disertai dengan peningkatan ukuran sel dan diameter inti sel ujung akar yang lebih besar pada perlakuan kolkisin dibandingkan kontrolnya.
Salah satu cara untuk memperbaiki genetik tanaman adalah dengan induksi poliploidi. Tanaman poliploid merupakan tanaman yang memiliki tiga atau lebih set kromosom dalam sel-selnya. Sehingga sel-selnya besar. Sifat umum dari tanaman poliploid antara lain tanaman menjadi lebih kekar, bagian tanaman lebih besar meliputi akar, batang, daun, bunga dan buah (Escadon et al., 2003).
.
KESIMPULAN
Dari pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa:
Fase pembelahan mitosis yang teramati pada akar A. sativum, A. Ascalonicum yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase.
Fase pembelahan mitosis yang teramati pada ekor kecebong Rana sp. yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase.
Sel poliploidi yang teramati pada A. sativum dan A. ascalonicum terlihat dengan adanya sel yang membesar serta jumlah set kromosom yang lebih dari dua genom.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A.Z. 2014. Studi Mitosis Bawang untuk Pembuatan Media Pembelajaran. Preparat Mitosis. Jurnal BioEdu. Vol. 3. No. 3.
Anggarwulan, E., N. Tikawati, dan A.D. Setyawan. 1999. Karyotipe kromosom pada tanaman bawang budidaya (Genus Allium ; Familia Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 13-19.
Campbell, N.A., Reece, J. B., Mitchell, L. G.. 1999 . Biologi Jilid I Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Escandon, A.S., J.C. Hagiwara, L.M. Alderete. 2006. A new of Bacopa monnieri obtained by in vitro polyploidization. Electronic J. Biotech. 9: 181-186.
Pai, A.C. 1992. Dasar-dasar Genetika Edisi kedua (Penerjemah: M. Apandi). Erlangga. Jakarta.
Pribadi, T.B. 2013. Mitosis Hewan vs Mitosis Tumbuhan. Artikel http://web.unair.ac.id Diakses 9 November 2015.
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Schulz-Schaeffer, J. 1980. Cytogenetics : Plants, Animals, Humans. Springer-Verlag. New York, Heidelberg, Berlin.
Setyowati, M., E. Sulistyaningsih, A. Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi Dengan Kolkisin pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi Araki). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 16 No.1. 58 – 76.
Stack S. M., and D. E. Comings. 1979. The cromosomes and DNA of Allium cepa. CHROMOSOMA. 70:161 –181.
Stejo, H.M. 2004. Anatomi Tumbuhan. Bumi Aksara. Jakarta.
Suprihati, D., Elimasni, E. Sabri. 2007. Identifikasi karyotipe terung belanda (Solanum betaceum Cav.) kultivar Brastagi Sumatera Utara. Jurnal Biologi Sumatera Utara. 2(1): 7 –11.
Suryo. 2001. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tjio J-H and Levan A. 1950. The use of oxyquinolin in chromosome analysis. Anales Estacion Exper. Aula Dei (Spain). 2:21-64.