BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa. Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menetukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di Negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974, cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga s ehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on immunization (EPI) immunization (EPI) dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun, minimal 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750 ribu anak terhindar dari cacat. Namun demikian, satu dari 4 orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan 2 juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat ini terbukti dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian bayi. Angka kesakitan bayi menurun 10% dari angka sebelumnya, sedangkan angka kematian bayi menurun 5% dari angka sebelumnya 1,7 Juta kematian setiap tahunnya di Indonesia. Desa atau Kelurahan UCI adalah gambaran suatu desa atau kelurahan dimana minimal ≥80% bayi yang sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Cakupan desa atau kelurahan UCI pada sembilan tahun terakhir mengalami peningkatan secara perlahan meskipun pernah turun pada tahun 2008, namun kemudian kembali meningkat. Cakupan terakhir sementara pada tahun 2015 sebesar 82,2% sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Walaupun cakupan tersebut meningkat, cakupan desa atau kelurahan UCI tidak pernah mencapai target renstra tahun 2010-2014. 1
1
1.2. Tujuan Umum 1. Meningkatkan cakupan imunisasi di Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2. 2. Berkurangnya angka kejadian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
1.3. Tujuan Khusus 1. Melakukan intervensi untuk meningkatkan cakupan imunisasi di Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2 2. Adanya perubahan perilaku orang tua sehingga imunisasi anak dapat terlaksana minimal imunisasi dasar 1.4. Manfaat 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 2. Bagi Pengembangan Ilmu Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam upaya pengembangan penelitian khususnya yang berkaitan dengan masalah program imunisasi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi 2.1.1. Definisi Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun. Kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan z at anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.2-4 2.1.2 Tujuan Imunisasi Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain : 5 1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu di dunia. 2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. 3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. 4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri. 5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatiti s B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya. 6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit pada 3
sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.
2.1.3. Manfaat imunisasi Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan kematia n, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak dan temanteman disekitarnya. Dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara. 6 2.1.4. Macam-macam Imunisasi Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja. 3 a. Imunisasi aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin yang mengandung : -
Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera – typhoid / typhus abdominalis, paratyphi ABC, vaksin pertusis batuk rejan).
-
Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap tuberkulosis).
-
Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : vaksin campak, vaksin polio)
-
Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri, toxoid tetanus).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut. maka pada pemberian vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti terhadap penyakit yang bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap penyakit tersebut. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi. Untuk itu dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam setiap vaksinnya, antara lain : 3 Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat berupa poli sakarida, toxoid, atau virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan. 4
a. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan. b. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen. c. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk imunogenitas antigen. b. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. 3
2.2. Imunisasi Dasar 2.2.1. Imunisasi BCG Imunisasi BCG termasuk salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan. Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan bakteri Tubercel bacilli yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa agar memiliki kekebalan aktif dimasukkanlah jenis basil tidak berbahaya ke dalam tubuh, atau vaksinasi BCG (Bacillus Callmete Guerin). Imunisasi BCG wajib diberikan seperti diketahui di Indonesia termasuk negara endemis TB dan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet , yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam, berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Jumlah pemberian vaksin BCG cukup 1 kali saja tak perlu diulang (booster). Sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, sehingga memerlukan pengulangan. Imunisasi BCG diberikan dibawah usia 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasikan BCG. Imunisaisi BCG biasa disuntikan di lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
5
Biasanya apabila imunisasi BCG ini berhasil maka akan timbul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut. Efek samping umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri. Imunisasi BCG tak dapat diberikan pada anak berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.3-4 2.2.2. Imunisasi Hepatitis B Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B (VHB), yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan kanker hati. Imunisasi Hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antar suntikan. HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir. HB-2 sampai 4 mulai d ari usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Tingkat kekebalan imunisasi Hepatitis B cukup tinggi antara 94-96 %. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lebih 95 % bayi mengalami respon imun yang cukup. Kejadian ikutan paska imunisasi hepatitis B jarang terjadi. Segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Imunisasi hepatitis B tidak dapat diberikan kepada anak yang sedang sakit sedang atau berat, dengan ataupun tanpa demam.3-4 2.2.3. Imunisasi Polio Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat. Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal. Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang
6
dan daya tahan tubuh anak. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Vaksin polio dapat diberikan dengan 2 cara yaitu bisa lewat suntikan (Inactivated Poli omyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia yang digunakan adalah OPV. Vaksin polio-0 diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik polio maka sesuai pedoman program imunisasi nasional untuk mendapatkan program imunisasi yang lebih tinggi diperlukan tambahan imunisasi polio yang diberikan setelah lahir. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat dieskskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini IPV dapat menjadi alternatif. Polio 1,2,3 pada usia usia 2, 3 4 bulan. Imunisasi polio hampir tidak ada efek samping hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, sakit otot dan kasusnya sangat jarang. Imunisasi ini tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (diatas 38°C), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.3-4 2.2.4. Imunisasi DPT Manfaat pemberian imunisasi DPT adalah untuk menimbulkan kekebalan positif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis, dan tetanus. Di Indonesia vaksin terhadap 3 penyakit ini dipasarkan dalam 3 jenis kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan tunggal khusus bagi tetanus dalam bentuk kombinasi DT (difteri dan tetanus) dan kombinasi DPT dikenal pula sebagai vaksin tripel. Cara imunisasi dasar DPT yaitu diberikan tiga kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi massal tetap harus diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan apabila telah mendapat vaksin DPT sebanyak 3 kali. Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup baik sebesar 80-90% dan daya proteksi tetanus sangat baik yaitu 90-95% sedangkan daya proteksi vaksin pertusis masih sangat rendah yaitu 50-60 %.Oleh karena itu tidak jarang anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan. Reaksi imunisasi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari.3-4 7
2.2.5. Imunisasi Campak Imunisasi campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering dikombinasikan dengan vaksin gondong dan rubella. Campak diberikan sebayak 3 kali yaitu 1 kali pada usia 9 bulan, yang kedua pada usia 18 bulan, dan yang ketiga kali pada usia 6-7 tahun. Dianjurkan pemberian campak yang pertama sesuai dengan jadwal. Karena pada usia 9 bulan antibodi dari ibu sudah menurun dan penyakit campak biasanya menyerang pada usia balita. Jika pada usia 12 bulan belum mendapat campak maka pada usia 12 bulan harus sudah imunisasi MMR (Measles Mump Rubella). Efek samping imunisasi campak umunya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari. 3-4 Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak
2.3.Imunisasi Tertunda Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah disepakati. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi. Vaksin yang sudah diterima oleh anak tidak akan jadi hilang manfaatnya tetapi tetap sudah menghasilkan respon imunologis sebagaimana yang diharapkan tetapi belum mencapai hasil yang optimal. Dengan perkataan lain anak belum mempunyai antibodi yang optimal karena belum mendapat 8
imunisasi yang lengkap, sehingga kadar antibodi yang dihasilkan masih dibawah kadar ambang pelindung (protective level) atau belum mencapai kadar antibodi yang bisa memberikan perlindungan untuk kurun waktu yang panjang (life long immunity) sebagaimana bila imunisasinya lengkap. Dengan demikian kita harus menyelesaikan jadwal imunisasi dengan melanjutkan imunisasi yang belum selesai. 4 2.4.Bahaya Tidak Diimunisasi Kalau anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman berbahaya yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat atau meninggal. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5 % pada balita di Indonesia adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), seperti TBC, dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Balita yang tidak diimunisasi lengkap mempunyai kemungkinan meninggal 14 kali dibandingkan balita yang telah diimunisasi. Sedangkan bila anak sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.7 Menurut penelitian yang dilakukan Kartono, et al ., (2008) seorang anak dengan status imunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap mempunyai risiko menderita difteri 46,403 kali dibandingkan seorang anak dengan status imunisasi DPT dan DT lengkap. 7 2.5.Status Imunisasi Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI), dalam pemberian imunisasi kondisi bayi atau anak harus dalam keadaan sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri kedalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi maka tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap jika bayi atau anak telah mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap meliputi imunisasi BCG ( Bacillus Celmette Guerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi polio, imunisasi campak, dan imunisasi hepatitis B.4
9
2.6.Peran Orang Tua dalam Imunisasi Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguhsungguh dan berkesinambungan pada orang-orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat sangat diperlukan. Banyak literatur yang menghubungkan antara faktor orang tua dengan penggunaaan sarana kesehatan baik itu untuk tindakan pencegahan atau pengobatan penyakit, namun hanya sedikit penelitian yang secara khusus mencari hubungan antara pengetahuan orang tua dengan imunisasi anak.8 Cakupan imunisasi yang rendah merupakan persoalan yang kompleks. Bukan hanya karena faktor biaya, karena ternyata vaksin gratis ternyata juga tidak menjadi jaminan bagi suksesnya imunisasi. Pada hasil penelitian Becher (1995) yang dikutip oleh Muhammad (2003) mendapatkan bahwa ibu – ibu yang yang anaknya jarang terserang penyakit adalah mereka yang lebih sering memanfaatkan sarana-sarana kesehatan pencegahan. Mereka mengaku bahwa dengan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap sarana pencegahan dan melakukan usaha pencegahan yang teratur, anak mereka dapat terhindar dari sakit.8 2.7. Rapid Convenience Assessment (RCA) Kegiatan evaluasi dilakukan dengan menggunakan format RCA (Rapid Convenience Assesment)/ Penilaian Cepat. Penilaian cepat (RCA) dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh sasaran pada daerah tersebut sudah diimunisasi. Melalui kegiatan ini diharapkan tidak ada puskesmas yang tidak mencapai target cakupan. Melalui “penilaian cepat atau Rapid Convenient Assessment” yang sudah dilakukan di suatu daerah, dapat diketahui alasan tidak terimunisasinya sasaran dan kisaran cakupan di daerah tersebut. Sasaran yang belum mendapatkan imunisasi dirujuk ke pos pelayanan imunisasi atau Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi, dan petugas diminta untuk kembali mencari sasaran lain yang mungkin belum terimunisasi.
10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
: Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2 RT 01-04
RW 04 2. Waktu Pelaksanaan
: Bulan Juli – September 2018
3.3. Sumber Data Sumber data terdiri dari data primer yang diambil dengan wawancara pada warga RT 01 – 04, RW 04, Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat. 3.4. Populasi 3.4.1.Populasi Target Populasi target adalah semua keluarga yang memiliki anggota keluarga yang berusia 0 sampai 5 tahun 3.4.2.Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah semua keluarga yang memiliki anggota keluarga yang berusia 0 sampai 5 tahun yang datang ke posyandu Anggrek setiap bulannya.
11
3.5. Protokol Mini Project Menentukan rumusan masalah dengan Kepala Puskesmas Kelurahan Tegal Alur
Koordinasi kepada pemegang program Imunisasi Dasar Puskesmas Kelurahan Tegal Alur
Melakukan pengambilan data dengan melakukan RCA di RT 0104 RW 04 Tegal Alur
Melakukan pengolahan data
Pelaporan hasil pelaksanaan mini project
3.6. Manajemen Data 1. Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia 0-5 tahun di wilayah RT 01-04, RW 04 Tegal Alur, pada Juli 2018. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara. 2. Pengolahan Data Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa proses editing, verifikasi, data entry, dan cleaning. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program komputer, yaitu program Microsoft Word dan Microsoft Excel. 3. Penyajian Data Data yang didapat disajikan secara tekstular dan ta bular. 4. Pelaporan Data Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan di presentasikan di hadapan Kepala dan staf Puskesmas Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat.
12
BAB IV HASIL 4.1.Data Umum Kelurahan Tegal Alur terletak di bagian barat Provinsi DKI Jakarta di bawah Kota Administrasi Jakarta Barat, dengan ketinggian dataran antara 0,5 – 1 meter di atas permukaan laut dengan wilayah seluas 496,69 Ha. Kelurahan Tegal Alur memiliki batas wilayah se bagai berikut : •
Utara : Kelurahan Kamal Muara (Jakarta Utara)
•
Timur : Kelurahan Cengkareng Barat
•
Barat : Kelurahan Kamal
•
Selatan : Kelurahan Pegadungan
Gambar 3.2. Peta wilayah Kelurahan Tegal Alur
13
4.2. Jumlah Penduduk Tabel 4.1. Pertumbuhan penduduk di Kelurahan Tegal Alur Tahun
Jumlah Penduduk (orang)
2014
87.928
2015
88.242
2016
89.019
2017
95.984
Tabel 4.2. Jumlah penduduk berdasarkan usia di Kelurahan Tegal Alur Usia (tahun)
Jumlah (orang)
0 – 4
5.464
5 – 9
5.429
10 – 14
5.866
15 – 19
6.046
20 – 24
7.039
25 – 29
6.481
30 – 34
6.598
35 – 39
6.661
40 – 44
6.639
45 – 49
6.880
50 – 54
6.518
55 – 59
6.814
60 – 64
3.629
65 – 69
3.450
70 – 74
2.840
> 75
2.665
Jumlah
89.019
14
Tabel 4.3. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Kelurahan Tegal Alur No
Status Pendidikan
Jumlah (orang)
1
Tidak/Belum Sekolah
10.912
2
SD/Madrasah
25.468
3
SMP/Tsanawiyah
19.289
4
SMA/Aliyah
30.111
5
Akademi/Universitas
3.239
Jumlah
89.019
Tabel 4.4. Jumlah RT/RW di Kelurahan Tegal Alur II No
Rukun Warga (RW)
Jumlah Rukun Tetangga (RT)
1
RW 01
11 RT
2
RW 02
11 RT
3
RW 03
15 RT
4
RW 04
8 RT
5
RW 05
10 T
4.3.Daftar Kegiatan Intervensi Daftar Kegiatan yang dilakukan untuk Intervensi dalam hal menangani Imunisasi Dasar Lengkap pada RT 01 sampai 04 RW 04 adalah sebagai berikut: 1. Pemberitahuan kepada Ketua-Ketua RT. Mengumpulkan Ketua RT atau Wakil RT setempat yang bertujuan untuk memberikan Informasi tentang adanya pendataan imunisasi dasar di wilayah RT 01 sampai RT 04. Kegiatan dilaksanakan di Pos RW 04.
15
2. Kunjungan. Kunjungan ke rumah-rumah warga per RT untuk melakukan wawancara terhadap keluarga yang memiliki anak pada usia 0-5 tahun, dan melakukan pengecekan buku KIA untuk melihat status Imunisasi Anak. 3. Penyuluhan Melakukan penyuluhan perorangan tentang imunisasi kepada keluarga yang memiliki anak usia 0-5 tahun, dan menyarankan untuk datang ke Posyandu atau Puskesmas terutama kepada keluarga yang memiliki anak usia 0-5 tahun yang status imunisasinya belum lengkap. Kegiatan dilakukan bersamaan dengan kunjungan. 4. Observasi Melakukan observasi dengan cara mengikuti kegiatan Posyandu RW 04(Posyandu Anggrek), untuk mengetahui apakah anak yang status imunisasinya belum lengkap datang untuk melakukan imunisasi. 4.4.Hasil RCA Dari RCA yang dilakukan di wilayah RT 01-04 RW 04 Tegal Alur, Jakarta Barat pada tanggal 30 Juli 2018 dan 7 September 2018 didapatkan 70 anak berusia 0-5 tahun dari 4 RT yang dikunjungi. Data imunisasi dasar dari anak tersebut adalah sebagai berikut: Jenis Imunisasi
Jumlah Anak
Persentase
HB-0
69
98.57 %
BCG
66
94.28 %
DPT-HB-HIB 1
69
98.57 %
DPT-HB-HIB 2
69
98.57 %
DPT-HB-HIB 3
69
98.57 %
POLIO 1
69
98.57 %
POLIO 2
69
98.57 %
POLIO 3
69
98.57 %
POLIO 4
69
98.57 %
CAMPAK / MR
65
92.85 %
BOOSTER
61
87.14%
16
4.5.Analisis Hasil RCA Dari hasil RCA yang telah dilakukan, didapatkan bahwa cakupan imunisasi dasar tidak sampai 100%, cakupan imunisasi tertinggi adalah 98.57% yaitu pada cakupan imunisasi HB-0, DPTHB-HIB1, DPT-HB-HIB2, DPT-HB-HIB3, Polio 1, Polio 2, Polio 3, Polio 4. Dan cakupan imunisasi tertinggi kedua yaitu pada imunisasi BCG yaitu 94.28%, dilanjutkan dengan imunisasi Campak/MR dengan 92.85%, dan imunisasi Booster dengan 87.14%. Kurangnya cakupan imunisasi dasar lengkap dipikirkan karena tingkat pengetahuan penduduk yang masih kurang, peran kader yang sudah aktif te tapi tidak diresponi dengan baik oleh warga di RW 04, dan terlalu banyaknya tugas yang diberikan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2 sehingga tidak ada tenaga kerja yang tersisa untuk dapat menjalankan program imunisasi dasar lengkap dengan maksimal.
17
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Cakupan Imunisasi dari sampel yang didapatkan di RT 01-04, RW04. Tegal Alur, Kalideres, tidak ada yang mencapai 100%. 2. Cakupan Imunisasi yang tidak mencapai 100% dikarenakan anak yang sedang sakit setiap kali diadakan imunisasi di posyandu, dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap kondisi boleh atau tidaknya imunisasi. 3. Dari populasi target didapatkan 1 orang yang memiliki penyakit kongenital sehingga tidak diperbolehkan untuk melakukan imunisasi sama sekali. Dan 1 orang yang tidak melanjutkan imunisasi booster dikarenakan sedang menjalani pengobatan penyakit kronis. 5.2.Saran 1. Diharapkan dapat dilakukan RCA pada wilayah lain yang dipikirkan memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah. 2. Diharapkan dapat dilakukan penguatan imunisasi rutin (bayi,baduta dan BIAS) di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2 sehingga tercapai cakupan imunisasi yang tinggi dan dapat memutus rantai penularan PD3I di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tegal Alur 2. 3. Diharapkan kader masing – masing RT di walayah RW 04 pro aktif mencatat namanama anak yang status imunisasinya menunda oleh karena dalam kondisi sakit kemudian memantau bila kondisi anak tersebut sehat, kader dapat mengingatkan orangtua sang anak untuk dilakukan penyuntikan ke puskesmas. 4. Diharapkan agar pada setiap bulannya para petugas kesehatan memberikan arahan kepada setiap orang tua yang datang ke posyandu atau puskemas agar dapat mengerti kondisi anak yang boleh dan tidak boleh mendapatkan imunisasi. Sehingga tidak ada anak yang melewati jadwal imunisasi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. InfoDATIN, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Status Imunisasi di Indonesia Tahun 2007-2015;2016. 2. Soekidjo, N. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta:PT. Rineka Cipta;2003. 3. Alimul HA, A. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika;2008. 4. Ranuh, I.G.N., dkk. Pedoman imunisasi di Indonesia, Edisi ketiga Tahun 2008. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008. 5. Anik, M.Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info;2010. 6. Proverawati, Atikah, Citra SA. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Offset;2010. 7. Idwar. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Hepatitis B pada Bayi(0-11 bulan) di Kabupaten Aceh besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh: Perpustakan
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;1999.
http://digilit.litbang.depkes.go.id 8. Muhammad, A. Pengetahuan, Sikap dan perilaku Ibu bekerja dan tidak bekerja tentang imunisasi.Medan:Tembung;2002. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19172/5/Abstract.pdf
19