BAB I
PENDAHULUAN
Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum itu antara lain:
Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebelli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan quartus.
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon); mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons) dan mielensefalon (medulla oblongata).
Gambar 1. Lapisan Otak
1.2 Definisi Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.1
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d'entrée utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.1
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Agen infeksi meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitides dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumps virus, Echovirus, dan Coxsackievirus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan entero virus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (viral).1
Gambar 2. Gambaran Meningitis
1.3 Definisi Ensefalitis
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikrorganisme seperti bakteri, virus, parasit, jamur dan riketsia. Secara umum gejala ensefalits berupa demam,kejang dan kesadaran menurun.Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.2
BAB II
MENINGOENSEFALITIS
2.1 PENDAHULUAN
Meningoensefalitis adalah suatu kondisi pembengkakan (inflamasi) dari selaput otak (meningen) dan meliputi bagian jaringan syaraf otak.3
Pada tahun 1958, Clyde Culbertson menemukan bahwa kontaminasi amuba pada vaksin polio yang terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit yang menyerang sistem syaraf dengan model hewan tikus dan kera. Awalnya timbul dugaan bahwa hal ini disebabkan oleh virus polio yang masih hidup dalam vaksin karena virus polio juga menyerang syaraf. Namun hal ini tidak mungkin, sebab kematian dan lesi yang cepat dan bersamaan pada susunan syaraf pusat. Gejala pada susunan syaraf pusat adalah pendarahan dan nekrosis(kematian sel atau jaringan). Pada tahun 1966 Butt menamakan penyakit ini Primary Amebic Meningoenchepalitis.3
Meningoensefalitis juga dapat disebabkan oleh virus. Proses penyakit ini berupa radang akut dari jaringan selaput otak hingga jaringan otak. 80% kasus disebabkan oleh enterovirus, namun pada kasus-kasus lain arbovirus dan herpes virus juga dapat menyebabkan penyakit ini. Arbovirus yang merupakan zoonosis akan menginfeksi manusia melalui vektor artropoda, seperti nyamuk dan kutu. Enterovirus adalah virus dengan genom berupa RNA dan memiliki 68 serotipe yang telah teridentifikasi.3
2.2 ETIOLOGI1, 4
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimun dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan usia
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis
Bakteri yang jarang menyebabkan meningitis
Neonatus
Group B streptococcus
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella
Enterococcus faecalis
Enterobacter
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan nontypable
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
H. influenzae type b
Neisseria meningitides
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Tabel 2. Virus penyebab meningitis
Akut
Subakut
Adenoviruses
HIV
Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
Di luar amerika utara
Venezuelan equine encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
JC virus
Prion-associated encephalopathies (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses), enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
2.3 PATOFISIOLOGI
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak yang tidak divaksinasi Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida, yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3 bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
.
Skema 1. Perjalanan Penyakit Meningoensefalitis
2.4 ANAMNESA5, 6
Anamnesis pada meningitis bakterial
Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan fotophobia
Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko mengalami meningoencephalitis viral
Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi jamur
Anamnesis untuk meningitis aseptik
Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs (NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat terjadi dalam beberapa menit menelan obat.
Anamnesis untuk ensefalitis
Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan membantu diagnosis.
2.5 TANDA DAN GEJALA2
Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot melemah, menangis lemah.
Anak-anak, remaja, dewasa : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto phobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif, ptechiae (menunjukkan infeksi meningococal).
Secara umum tanda dan gejala dari meningoencephalitis yaitu:
Panas tinggi
Kesadaran menurun
Kejang fokal maupun umun
Nyeri kepala
Mual, muntah
Mengigau dan berteriak-teriak.
Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
Hipotermia atau mungkin bayi demam
Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig positif dan Brudzinski juga positif)
Gambar 3. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig
tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang berhubungan dengan prognosis yang buruk
Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut, yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
2.6 DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS4
Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah
Kejang demam
Meningitis
Encephalitis
Intracranial abscess
Sekuele dari edema otak
Infark cerebral
Perdarahan cerebral
Vaskulitis
Measles
Mumps
2.7 TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan. Apabila seseorang dicurigai mengalami meningitis, pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat adanya peradangan (misalnya C-reactive protein, perhitungan darah lengkap), serta kultur darahs. Pemeriksaan yang paling penting untuk mengidentifikasikan atau menyingkirkan adanya meningitis adalah analisis likuor serebrospinalis melalui punksi lumbal (LP, spinal tap). Namun, punksi lumbal tidak dianjurkan bila terdapat massa di dalam otak (tumor atau abses) atau tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat, karena bisa menyebabkan herniasi otak. Bila seseorang berisiko karena adanya massa di dalam otak atau peningkataan TIK (cedera kepala baru, gangguan sistem kekebalan tubuh yang sudah diketahui, tanda neurologis lokal, atau bukti peningkatan TIK berdasarkan pemeriksaan), CT scan atau MRI dianjurkan sebelum dilakukan punksi lumbal. Hal ini terjadi pada 45% kasus pada dewasa. Bila CT scan atau MRI diperlukan sebelum dilakukan lumbal punksi, atau bila lumbal punksi terbukti sulit dilakukan, panduan profesional menganjurkan agar antibiotik diberikan dahulu untuk mencegah keterlambatan pengobatan, terutama apabila proses ini mungkin bisa memerlukan waktu lebih dari 30 menit. CT scan atau MRI sering dilakukan pada tahap selanjutnya untuk menilai komplikasi dari meningitis. Pada meningitis yang berat, pemantauan elektrolit darah perlu dilakukan; contohnya, hiponatremia biasa ditemukan dalam meningitis bakteri, karena kombinasi berbagai faktor, termasuk dehidrasi, gangguan ekskresi dari hormon antidiuretik (SIADH), atau infus cairan intravena yang terlalu agresif.
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
Meningitis
Glukosa
Protein
Sel
Bakteri
Rendah
Tinggi
PMN
sering > 300/mm³
Virus
Normal
Normal atau Tinggi
Mononuclear
< 300/mm³
Tuberkulosa
Rendah
Tinggi
Mononuclear dan
PMN < 300/mm³
Pemeriksaan Nonne-Pandy
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test RossJones, menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr : aquadest 100 ml : saring sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Cara : 1. Taruhlah ½ - 1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris tengah kira-kira 7mm.
2. Dengan berhati-hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke dalam tabung itu, sehingga kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
3. Tenangkan selama 3 menit, kemudian selidikilah perbatasan kedua cairan itu.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test pada waktu mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan normal hasil test ini negative, artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Laporan hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena dalam keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada kekeruhan pada batas cairan.
Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml : aquadest 90 ml : simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37oC dengan sering dikocok-kock) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Cara :
1. Sediakanlah 1 ml reagens Pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
3. Segeralah baca hasil test itu dengan melihat derajat kekeruhan yang terjadi.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan memang sering dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan reagen ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil
reaksi yang negatif.
2.8 PENATALAKSANAAN7
Tabel 4. Penatalaksanaan Empiris Meningitis Bakterial Menurut Usia Pasien8
Umur Pasien
Terapi Antimikroba
0-4 minggu
Cefotaxime+Ampicilin
4-12 minggu
Seftriakson+Ampicilin
3 bulan – 18 tahun
Seftriakson/Ampicilin+Kloramfenikol
18-50 tahun
Seftriakson+Ampicilin
>50 tahun
Seftriakson+Ampicilin
Immunocompromised state
Vancomycin+Ampicilin+Ceftazidime
Trauma Kepala
Vancomycin+Ceftazidime
LCS Shunt
Vancomycin+Ceftazidime
Tabel 5. Penatalaksanaan Meningitis Bakterial Menurut Bakteri Penyebab8
Mikroorganisme
Terapi
Haemophilus influenza
Ampicilin, Seftriakson
Neisseria meningitides
Penisilin
Streptococcus pneumoniae
Penicilin, Sefalosporin
Enterobacteriaceae
Seftriakson
Pseudomonas aeruginosa
Ceftazidime
Listeria monocytogenes
Ampicilin
Streptococcus agalactiae
Ampicilin
Staphylococcus aureus
Vancomycin
Staphylococcus epidermidis
Vancomycin
Pada Meningitis TB
2 RHZE – 7 RH
2 bulan pertama
INH : 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid : 15 - 30 mg/kg/hari, oral
Streptomisin : 15 mg/kg/hari, oral
Atau
Etambutol : 15 – 20 mg/kg/hari, oral
7 – 12 bulan berikutnya
INH : 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Jika tidak ada perbaikan:
Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5 hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
Steroid7
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.
2.9 KOMPLIKASI7
Kejang
Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
Hipoglikemia
Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana hipoglikemi
Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak dapat mengakibatkan epilepsi, retardasi mental, dan hidrosefalus akibat sumbatan pada saluran LCS ataupun produksi LCS yang berlebihan.
PROGNOSIS MENINGITIS
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). 50% meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5-10% pernderita mengalami kematian.
Pada meningitis tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian Meningitis TB dipengaruhi oleh umur. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik.
Prognosis Meningoensefalitis adalah
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Sanasonium : dubia ad malam
Ad Fungsionum : dubia ad malam