KONSEP DASAR TENTANG ORGANIZATIONAL TRUST*)
A. Pengertian Kepercayaan Kepercayaan ( Trust ) Kata trust berasal dari bahasa Jerman, trost yang berarti nyaman (comfort ), ), dan berawal dari assessment terhadap kemampuan atau karakter orang lain. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, kita akan memberikan kepercayaan (trust ( trust ) kepada pihak lain yang membuktikan bahwa mereka dapat dipercaya. Berbeda dengan trust , confidence muncul sebagai hasil dari pengetahuan khusus; yang dibangun berdasarkan alasan dan fakta yang didapat dari pengalaman masa lalu. Sebaliknya, trust sebagian trust sebagian berasal dari keyakinan (faith ( faith). ). Namun demikian, trust bukanlah suatu keyakinan ( faith) faith) yang absolut. Dalam bentuk yang paling ekstrim, faith dapat dikatakan sebagai keyakinan yang kebanyakan bersifat immun (kebal) terhadap informasi atau peristiwa yang kontradiktif. Keyakinan yang murni kadangkadang tidak masuk akal; orang-orang yang mempunyai keyakinan terhadap sesuatu dapat menerima suatu pandangan atau peristiwa walaupun bertentangan dengan pandangan dari dunia mereka; hal mana disebut sebagai keyakinan buta (blind ( blind faith). faith). Faith biasanya tahan terhadap perubahan meskipun harus dibayar mahal oleh para penganutnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa trust lebih trust lebih kuat dari sekedar confidence, confidence, namun lebih lemah dibandingkan faith1.
Berikut
gambaran sistematis perbedaan antara confidence, confidence, trust dan trust dan faith :
*)
Sutopo Patria Jati
1
Reason and fact
PAST
BLIND
EXPERIENCES
FAITH
Specific knowledge
CONFIDENCE
TRUST
FAITH
Gambar 2.1 : Perbedaan Confidence, Faith dan Trust
Kepercayaan (Trust ( Trust ) adalah suatu konsep yang kompleks dan sulit untuk dijabarkan karena menyangkut banyak faktor, bervariasi sesuai dengan harapan yang ada dalam berbagai bentuk hubungan, dan berubah-ubah sepanjang perjalanan suatu hubungan. Para peneliti mempunyai penekanan dan pendapat yang bervariasi tentang definisi kepercayaan. Selama empat dekade terakhir telah banyak dikemukakan berbagai definisi tentang kepercayaan, dan masih belum jelas apa arti kepercayaan sebenarnya. Studi empiris tentang kepercayaan dimulai pada akhir tahun 1950-an dengan tujuan mengatasi peningkatan kecurigaan pada Perang Dingin dan m ahalnya adu persenjataan akibat dari ketegangan yang ditimbulkan. Definisi kepercayaan dalam terminologi perilaku, menunjukkan adanya kepercayaan jika seorang pemain melakukan gerakan kooperatif di mana ada risiko potensial untuk kalah bila perilaku kooperatif salah satu pemain dieksploitasi oleh lawan; dibandingkan keuntungan potensial yang didapat bila kedua pemain sama-sama bersikap kooperatif. Akhir tahun 1960-an, muncul definisi kepercayaan dalam konteks komunikasi, dengan menggambarkannya menggambarkannya sebagai suatu harapan bahwa kata,
2
janji, pernyataan lisan maupun tertulis dari individu atau kelompok lain dapat dipercaya. Terjadi pembahasan tentang sikap ( attitude) attitude) kepercayaan secara umum, pada tahun 1970-an dan definsi k epercayaan sebagai suatu penilaian khusus mengenai karakter seseorang yang terpercaya ( trusted person). person). Kepercayaan merupakan sebuah harapan dari suatu individu bahwa perilaku dari orang atau kelompok lain akan bersifat altruistic (mendahulukan kepentingan orang lain) dan bermanfaat bagi pribadinya ( personally ( personally beneficial ). ).
Mereka
menyatakan
bahwa
suatu
individu
cenderung
mempercayai orang lain bila (a) ia meyakini bahwa orang lain tidak mendapatkan keuntungan dari perilaku yang tak dapat dipercaya, (b) bila ia mengerti bahwa ia mampu mengendalikan outcome dari orang lain, dan (c) bila terdapat suatu kepercayaan dalam derajat tertentu mengenai sikap altruisme dari orang yang dipercaya tadi. Peneliti-peneliti tersebut diatas mendefinisikan kepercayaan lebih sebagai sikap ( attitude) attitude) atau penilaian ( judgement ) judgement ) daripada sekedar perilaku. Pada tahun 1980-an, dengan peningkatan angka perceraian dan perubahan radikal dalam keluarga Amerika, penelitian tentang kepercayaan bergeser ke arah hubungan interpersonal. Sedangkan di tahun 1990-an, dengan adanya transisi teknologi dan kemasyarakatan, kepercayaan menjadi subyek penelitian bidang sosiologi, bidang
ekonomi
dan
ilmu
keorganisasian.
Sebagian
besar
definisi
kontemporer dari kepercayaan mencoba untuk menangkap kompleksitas kepercayaan melalui definisi multidimensional secara eksplisit, menonjolkan menonjolkan banyak sisi dari suatu hubungan saling percaya. Kepercayaan didefiniskan sebagai “suatu keyakinan individu atau keyakinan yang biasa dijumpai dalam
3
suatu kelompok individu bahwa individu atau kelompok lain (a) berupaya sebaik-baiknya untuk berperilaku sesuai dengan komitmen yang ada baik secara implisit atau eksplisit, (b) berlaku jujur dalam negosiasi apapun yang mendahului komitmen tersebut, dan (c) tidak mengambil keuntungan berlebihan dari pihak lain meskipun ada peluang terbuka”.
Peneliti lain
mendefinisikan kepercayaan sebagai “ kerelaan suatu pihak untuk menjadi rentan (vulnerable) terhadap pihak lain berdasarkan keyakinan bahwa pihak lain tadi (a) kompeten, (b) terpercaya, (c) terbuka, dan (d) perduli. Sampai saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan tentang definisi
kepercayaan.
Diantara
perbedaan
pendapat,
ada
beberapa
kesamaan dalam definisi. Definsi kepercayaan yang didasarkan mulai dari teori mikro psikologi sampai pendekatan sosial atau ekonomi yaitu bahwa harapan positif dan kerelaan untuk menjadi rentan merupakan elemen penting dalam mendefinisikan kepercayaan. “Kerelaan untuk menjadi rentan terhadap pihak lain”, merupakan salah satu definisi kepercayaan yang paling banyak
dikutip,
dan
memainkan
peran
sentral
dalam
berbagai
konseptualisasi, beberapa peneliti menggarisbawahi “keputusan untuk percaya” merupakan kerelaan sesorang untuk menjadi rentan dan harapan atau keyakinan bahwa orang lain akan bertindak dengan suatu cara agar menguntungkan, atau setidaknya tak membahayakan suatu hubungan. Peneliti lain menyatakan bahwa kepercayaan menyangkut “harapan positif terhadap orang lain”. Pandangan ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keyakinan umum dan harapan individu tentang perlakuan yang akan mereka terima dari orang lain. Tampaknya sebagian besar definisi
4
kepercayaan terkait dengan pandangan individu terhadap niat/maksud orang lain dan motif yang mendasari perilaku mereka. Berdasarkan review terhadap banyak literatur mengenai kepercayaan, ternyata ada banyak perbedaan definisi tentang kepercayaan, dan hanya satu kesamaan, yaitu bahwa semuanya merupakan definisi dengan banyak sisi (multifaceted). Analisis mereka menghasilkan definisi kepercayaan sebagaimana berikut : “Kepercayaan adalah kerelaan individu at au kelompok untuk menjadi rentan terhadap pihak lain dengan berlandaskan kepercayaan bahwa pihak yang disebutkan terakhir tadi bersifat benevolent (murah hati), reliable (handal), competent, honest (jujur) dan open (terbuka)”.
B. Jenis-jenis Kepercayaan Kepercayaan telah banyak dikenal sebagai faktor fundamental dari suatu kolaborasi. Ketidakpastian dan kecemasan sangat tinggi dijumpai dalam proses pencapaian kolaborasi. Kepercayaan memiliki tiga fungsi. Pertama, kepercayaan
membantu
ketidakpastian,
karena
meningkatkan
prediksi
ia
seseorang mampu
respons.
menyesuaikan
mengurangi
Kedua,
diri
kompleksitas
kepercayaan
dengan dengan
memungkinkan
pergantian dari kontrol eksternal yang memberatkan menjadi kontrol internal. Terakhir,
kepercayaan
mendorong
pengakuan
dan
penerimaan
interdependensi antar stakeholders dalam mencapai tujuan mereka. Berdasarkan pengamatan, makna psikologik dari interpersonal trust tampaknya terus berubah seiring dengan perubahan hubungan antar personil. Ada literatur yang membedakan tiga jenis interpersonal trust
5
1.
Pertama, calculus-based trust (deterrence-based trust ) berarti bahwa orang akan melakukan apa yang mereka katakan, karena takut akan akibat yang timbul apabila tidak melakukannya. Deterrence-based trust tidak hanya dikarenakan takut akan suatu hukuman/sanksi. Bisa saja digerakkan oleh imbalan yang dijanjikan bila mengamankan kepercayaan tadi.
Interaksi
berulang
yang
terus
menerus,
meningkatnya
interdependensi dan hubungan yang multidimensional, serta kebutuhan untuk menjaga reputasi seseorang dapat memperkuat kepercayaan jenis ini. 2.
Kedua,
knowledge-based
trust ,
berlandaskan
( predictability ) tentang pihak lain. Kepercayaan
ramalan/dugaan jenis ini biasanya
diperkuat oleh adanya informasi tambahan tentang pihak lain. Ramalan tersebut akan memperkuat kepercayaan, bahkan “meskipun pihak lain diramalkan tidak dapat dipercaya, kita dapat memprediksi dengan cara apa
pihak
lain
tersebut
akan
merusak
kepercayaan”.
Terakhir,
pemahaman akurat yang tumbuh melalui interaksi berulang dalam hubungan multidimensional dapat m emperkuat trust . 3.
Jenis trust yang ketiga adalah identification-based . Jenis ini menunjukkan internalisasi penuh terhadap keinginan dan maksud/tujuan orang lain, sehingga memungkinkan untuk saling menggantikan satu sama lain tanpa perlu pemantauan atau surveilens. Jenis trust yang terakhir ini diperkuat oleh kesamaan nama/identitas, lokasi berdampingan pada ruang yang sama; penciptaan produk atau tujuan bersama, dan berbagi nilai dasar (shared core values) yang sama. Calculus-based, knowledgebased dan identity-based trust saling berkaitan. Penulisnya, Levicki and
6
Bunker bahkan memandangnya sebagai fase-fase perkembangan kepercayaan. Peneliti lain menambahkan dengan jenis trust yang keempat, institutionbased trust , di mana seseorang menaruh kepercayaan berdasarkan keyakinan
adanya
memungkinkan
struktur
seseorang
non-personal mengantisipasi
pada
tempatnya
keberhasilan.
yang
Umumnya
institution-based trust didukung oleh struktur sosial formal yang menimbulkan kepercayaan, misalnya lisensi atau sertifikat untuk mempraktikkan suatu profesi, atau berupa mekanisme seperti garansi, asuransi, atau kontrak disamping struktur sosial informal menyangkut norma-norma, yang juga membantu menciptakan kepercayaan. Meskipun beberapa penulis menolak pendapat yang menyatakan bahwa
kepercayaan
dapat
berbasis
institusi,
ada
peneliti
yang
mengemukakan tiga sumber institutional trust . (a) Kepercayaan yang didasarkan pada rekaman operasional yang berharga di masa lalu. (b) Person-based trust yang terkait dengan kesamaan antar orang-orang. Hubungan timbal balik disini terbatas pada mereka yang mempunyai kesamaan budaya, dan berbagi latar belakang harapan yang sama.(c) Institution-based trust yang terkait dengan mekanisme formal seperti profesionalisme atau penjaminan pihak ketiga . C. Peranan Kepercayaan (Trust ) Dalam Organisasi Umumnya, perspektif tentang kepercayaan masih sangat sempit, hanya menyangkut kepribadian atau karakter dari orang-orang yang kita percayai dan tidak kita percayai. Tetapi untuk dapat memberikan hasil yang signifikan, kepercayaan harus dianggap sebagai karakteristik struktur dan kultur dalam
7
organisasi. Dari sudut pandang ini, kepercayaan mempengaruhi performansi perusahaan dalam 4 tingkatan yang berbeda : 1. Kesuksesan organisasi : Performansi sebuah firma (perusahaan) membutuhkan kepercayaan untuk memberdayakan para individu, tim, dan kelompok untuk bertindak dalam luas jangkauan tujuan stratejik. 2.
Efektivitas tim : Para tim bergantung kepada kemampuan orangorangnya untuk bekerja secara interdependen guna mewujudkan tujuan bersama. Performansi tim yang tinggi jarang ditemukan tanpa adanya suatu kepercayaan tingkat tinggi (high-trust ).
3.
Kolaborasi orang per-orang : Bekerja sama dengan orang lain secara langsung memerlukan kepercayaan yang cukup satu sama lain untuk dapat berbagi informasi, bersatu tujuan, mengambil risiko yang perlu, dan bernegosiasi secara efektif dengan perbedaan yang ada.
4.
Kredibilitas individual : Sejauh mana seseorang diberikan otonomi, sumber daya, dan dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan performa kerjanya membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Ini berlaku bagi semua anggota organisasi, namun yang paling penting terutama bagi orang-orang yang menempati posisi pemimpin ( leader ). Karena orang cenderung mendukung mereka yang diyakini dapat dipercaya Membangun kepercayaan dalam suatu organisasi membutuhkan
perhatian terhadap setiap aspek dari rancangan organisasi – strukturnya, kebijakan manajemen dan praktiknya, sistem teknologi, budaya informal, nilai-nilai dan harapan para anggotanya, serta perilaku orang-orang yang berkedudukan sebagai pimpinan.
8
Namun tampaknya kepercayaan justru semakin sukar dicari seiring dengan perjuangan organisasi dalam rangka meningkatkan profit. Dalam prosesnya,
banyak
organisasi
yang
secara
dramatis
melakukan
pemangkasan biaya dan merekayasa ulang prosedur operasional. Akibatnya, banyak yang merusak /melanggar “kontrak rasa aman” ( security contract ) yang telah ada antara organisasi dengan para karyawannya, yang berakibat hilangnya kepercayaan.
Dan apabila kepercayaan dalam organisasi telah
hilang, agak sulit untuk mendapatkannya kembali. Telah banyak cerita dan pengalaman perusahaan-perusahaan besar seperti Barings dan General Motors kepercayaan.
Mereka
yang menunjukkan pentingnya
menggambarkan
betapa
sulitnya
menjaga
keseimbangan antara terlalu mempercayai dan tidak mempercayai sama sekali, dan menekankan pentingnya membangun dan mempertahankan kepercayaan di lingkungan baru yang kompetitif. Kepercayaan bahkan menjadi semakin penting karena membantu mengatasi kompleksitas, memperkuat kapasitas untuk beraksi, mempermudah kolaborasi, dan meningkatkan pembelajaran organisasi. Namun sampai saat ini belum ada satupun buku pedoman yang baik dalam menumbuhkan kepercayaan . Kepercayaan bukanlah sesuatu yang mudah diubah hanya dengan suatu pernyataan dan niat baik. Salah satu paradoks tentang kepercayaan
adalah bahwa kepercayaan tak dapat
tumbuh bila kita tak berani mengambil risiko untuk tidak mempercayai (distrust ). Dengan kata lain, kita harus mengambil risiko untuk salah dalam menentukan apakah kita telah memberikan kepercayaan dengan benar.
9
Masing-masing orang memiliki ambang kepercayaan yang berbeda berdasarkan pengalaman; pada titik mana trust berubah menjadi distrust tergantung dari individu-individu yang terlibat. D. Kepercayaan Organisasi (Organizational Trust) Organizational
trust didefinisikan
sebagai
tingkat
kepercayaan
individual kepada perusahaan dan kepada kelompok secara bersama-sama, atau sering disebut
institutional trust . Pemimpin merupakan arsitek,
perencana dan pembentuk strategi organisasi, struktur dan mekanisme internal yang mengatur kehidupan organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Dalam rangka menjalankan tugas yang sedemikian pentingnya tersebut, dibutuhkan suatu kepercayaan . Walaupun kepercayaan telah lama diidentifikasi sebagai elemen dasar yang diperlukan untuk keberhasilan suatu organisasi, namun saat ini masih terlalu sedikit upaya yang dilakukan secara fokus untuk membangun kepercayaan. Di sisi lain, banyak pemimpin berasumsi tidak tepat tentang adanya budaya organisasi high-trust . Mereka cenderung memandang organisasi mereka telah mempunyai tingkatan kepercayaan yang cukup tinggi di kalangan para pegawainya dan dalam organisasi mereka. Kecenderungan ini akan berdampak negatip pada moral pegawai,
produktivitas,
efisiensi,
pelayanan
pelanggan
serta
keluar
masuknya pegawai. Organizational trust
lebih dari sekedar penilaian satu dimensi
kepercayaan dan lebih merupakan gabungan faktor-faktor individual, interpersonal dan organisasional. Dengan m enggunakan variabel kontekstual model 7-S penjajaran organisasi dan dengan melalui suatu teknik analisa faktor dalam upaya melakukan eksplorasi hubungan antar variabel
10
kontekstual tersebut, maka dapat dikategorikan menjadi 5 faktor yang ternyata penting dalam membangun kepercayaan . Kelima faktor tersebut adalah participative leadership, direction, people decisions, organizational support, serta performance feedback and improvement opportunities. Participative
leadership
merupakan
suatu
gaya
kepemimpinan
organisasional yang membantu pemberdayaan kemitraan antara pemimpin dan karyawan, dengan keterbukaan melalui komunikasi dua arah, kolaborasi dan struktur partisipatif. Gaya kepemimpinan ini akan melahirkan rasa memiliki
antar
semua
anggota
organisasi.
Pemimpin
dalam
gaya
kepemimpinan ini disyaratkan memiliki ketrampilan interpersonal dalam membina hubungan ke seluruh organisasi . Organizational support adalah suatu dukungan organisasi kepada karyawannya dengan program pendidikan yang kuat, suatu struktur yang mendukung nilai-nilai, sumber daya dan orientasi yang memadai, dan program rekruting karyawan yang kuat untuk mempertahankan staf yang berkualitas.
Organisasi
menghargai
kontribusi
karyawan
sekaligus
memperhatikan k esejahteraannya. Penelitian organizational
Korthuis-Smith trust pada
dari
sebuah
Seattle
University
organisasi
2002
pelayanan
tentang
kesehatan
menghasilkan temuan bahwa variabel-variabel kontekstual dengan model 7S penjajaran organisasi yaitu ; (a) Share values, (b) Strategy , (c) Structure, (d) Systems, (e) Staffing , (f) Skills, dan (g) Leadership Style memiliki korelasi tinggi dengan organizational trust. E. Membangun Kepercayaan Organisasi Apa yang dapat dilakukan untuk memperluas jangkauan kepercayaan dalam organisasi ? Dengan kata lain upaya apa yang dapat dilakukan oleh
11
para pimpinan untuk menciptakan kepercayaan yang dibutuhkan di masa kini, saat pangsa pasar berubah sangat cepat ? Untuk membangun korporasi dengan performa tinggi, kita harus memahami titik kunci yang dapat meningkatkan kepercayaan. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa kepercayaan didapatkan dari beberapa hal penting yang mendasar : achieving results (pencapaian hasil), acting with integrity (bekerja dengan integritas), dan demonstrating concern (menunjukkan perhatian). Untuk mewujudkan kepercayaan tingkat tinggi, faktor-faktor ini harus ditunjukkan dan dipraktikkan secara konsisten.
Key Leverage Points
Leadership Practices
Trust Imperatives
Achieving Results : Following through on bussiness
Organizational Architecture
Acting with Integrity : Behaving commitments in a consistent manner
Trust
Organizational Culture
Demonstrating Concern : Respecting the well-being of others
Gambar 2.2. Building Trust (Sumber :Shaw,1997 )
12
1. Pencapaian hasil ( Achieving Results) Kunci pertama dan mungkin yang paling penting guna mendapatkan trust dalam konteks bisnis – atau konteks apapun yang membutuhkan aksi dan hasil – melibatkan performansi seseorang dalam memenuhi kewajiban dan komitmen mereka. Hasilnya merupakan kunci : meskipun motif seseorang ditandai dengan niat baik, namun kita takkan dapat mempercayai mereka bila mereka tidak kompeten atau tak dapat memenuhi harapan kita terhadap mereka. Pada kasus tersebut, kita menganggap mereka tak patut dipercaya bukan karena mereka pendendam, tetapi karena mereka tak mampu memenuhi tugas
Jadi dalam hal ini trust diberikan atas dasar
kompetensi dan kemampuan menghasilkan sesuatu, dan bukan masalah personal ataupun sifat-sifat seseorang. Dalam hal ini trust memerlukan bukti bahwa mereka yang kita percayai dapat memberikan hasil sebagaimana yang kita harapkan. Hasil yang dimaksud dapat bervariasi tergantung organisasi dan tantangan khusus yang dihadapinya. Secara umum, memberikan hasil adalah memberikan apa yang diinginkan oleh orang terhadap kita. Orang-orang tersebut termasuk juga
para
(associates)
pelanggan customers), (
atasan,
dan
saham
para
pemegang
teman
sejawat,
(shareholders).
rekanan
Pelanggan
menginginkan hasil yang mencerminkan mutu produk, servis, dan perceived value dari produk dan jasa. Mereka juga mengharapkan produk dan jasa
13
jenis baru. Hasil yang dicapai di area ini cenderung akan meningkatkan kesetiaan dan kepuasan para pelanggan. Suatu perusahaan yang digerakkan oleh hasil ( results-driven) mempunyai beberapa kelebihan yang membedakannya dengan perusahaan lainnya, yaitu: a) Menetapkan target dengan kinerja yang ambisius dan jelas ( Establish clear, ambitious performance targets) Target yang rinci akan memudahkan masing-masing individu maupun tim dalam organisasi dapat berpartisipasi langsung terhadap keberhasilan perusahaan. Target juga mengklarifikasi konteks kompetitif yang lebih luas pada lahan pekerjaan berikut hasil yang diharapkan tercapai pada masing-masing area dalam organisasi. b) Memastikan pelaksanaan inisiatif yang sangat baik
( Expect superb
execution of initiatives) Persiapkan dukungan (informasi, pelatihan dan sumber daya) untuk membantu
memastikan
sebagaimana
harapan
pelaksanaan dari
para
tugas
dengan
pelanggan,
cara
karyawan
terbaik maupun
pemegang saham. c) Menyiapkan konsekuensi dari keberhasilan maupun kegagalan ( Provide consequences for success and failure) Bersikaplah adil dan konsisten dalam memberikan imbalan sebagai konsekuensi kinerja yang ditampilkan, baik pada level individu, tim maupun organisasi 2. Bekerja dengan Integritas ( Acting with Integrity )
14
Kunci kedua adalah bekerja dengan integritas. Integritas adalah kejujuran ucapan seseorang dan konsistensi tindakannya. Pada sebagian besar kasus, kita mempercayai seseorang yang bersikap konsisten dalam ucapan dan tindakan mereka, orang yang benar-benar hidup dengan semboyan “lakukanlah apa yang kamu bilang akan kamu lakukan”. Bila kita melihat adanya inkonsistensi dalam ucapan maupun tindakan seseorang, kita mungkin menyimpulkan bahwa orang tersebut tidak sesuai dengan kepentingan kita atau orang tersebut gagal memenuhi tanggung jawab profesionalnya. Bahkan anggapan adanya inkonsistensi (yang mungkin tidak mempunyai dasar faktual) dapat menyebabkan rasa tidak percaya ( distrust ). Trust membutuhkan suatu bukti bahwa pada situasi tertentu, harapan kita yang paling penting dapat terpenuhi. Kesenjangan antara yang kita antisipasi dan yang sebenarnya terjadi seringkali menimbulkan distrust . Inkonsistensi menunjukkan bahwa pihak lain mungkin tidak jujur, egois dan tidak bisa dipercaya. Inkonsistensi dalam ucapan dan tindakan adalah salah satu indikator terpenting bagi kita untuk menilai pihak lain inkompeten atau mungkin bertabiat buruk – dan atribut itu pulalah yang menunjukkan bahwa pihak lain tersebut tak akan dapat memenuhi kewajiban mereka terhadap kita. Dampak integritas terhadap trust sangat penting terutama pada awal hubungan, di mana masing-masing pihak menilai seberapa jauh mereka rela mengambil risiko untuk menjadi rentan Dalam hubungannya dengan organizational trust , integritas memiliki dua arti : Pertama, organisasi harus mengembangkan suatu perangkat nilainilai dan praktek (set of values and practices) yang mengukuhkan hak-hak para pelanggan, rekanan ( associates), dan pemegang saham. Ini merupakan
15
“outer core” atau anggapan konvensional
tentang integritas. Kedua,
integritas memerlukan kerjasama antara organisasi dan para pimpinannya untuk mengembangkan suatu pendekatan yang konsisten dan kohesif terhadap bisnis. Dalam hal ini integritas berarti bahwa pada berbagai bagian organisasi,
mulai
dari
nilai-nilai
yang
dianut
sampai
dengan
yang
dipraktekkan dalam pekerjaan, sudah sesuai dengan suatu pendekatan yang koheren. Ini merupakan “inner core” dari integritas yang mungkin merupakan faktor penting dalam m embangun trust Integritas dalam organisasi dan trust yang dihasilkannya dilandasi oleh beberapa tindakan penting seperti :
Definisikan tujuan dengan jelas (Define a clear purpose) Terangkan serinci mungkin dan ulangi terus menerus visi stratejik yang jelas, target penampilan, dan serangkaian prinsip operasional dalam organisasi. Pedoman prinsip tersebut akan sangat berguna dalam membangun trust karena orang memahami apa yang dianggap penting dan bagaimana mereka akan dinilai dalam organisasi, sehingga meskipun berada pada area dan tingkatan yang berbeda, mereka memiliki aturan yang sama. Hal ini akan mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan trust . Dua macam konsistensi yang cukup penting berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi adalah : konsistensi seputar prioritas strategi dan konsistensi seputar nilai-nilai dasar operasional ( core operating values) .
Hadapi realita (Confront reality )
16
Bersikaplah terbuka untuk berbagi dan menerima informasi penting berkaitan dengan status bisnis anda di masa kini dan kemungkinan yang ada di masa depan. Dalam hal ini integritas berarti kerelaan untuk menghadapi kenyataan yang sebenarnya mengenai situasi kompetitif organisasi pada saat ini dan kemungkinan keberhasilan di masa depan. Untuk ini diperlukan kejujuran, yang saat ini sukar didapatkan dalam berbagai perusahaan, dalam menilai penampilan organisasi berikut anggotaanggotanya dan kemungkinan peningkatan di masa depan.
Milikilah agenda terbuka (Have open agendas) Dalam berhubungan dengan orang lain, lakukanlah dengan sikap berterusterang dengan menunjukkan motif yang sebenarnya serta hasil (outcomes) yang diharapkan. Pada
perusahaan
dengan
budaya
low-trust ,
orang
menyembunyikan tujuan mereka yang sebenarnya sehingga kadang mengecoh orang lain. Organisasi dengan budaya low-trust biasanya sarat dengan agenda tersembunyi dan perilaku politik yang ruwet (complicated ). Sebaliknya, pada budaya high-trust , sedikit sekali dijumpai perilaku politis dan semua orang mengatasi masalah secara terbuka atau terus terang. Oleh karena itu sangat penting untuk menyeimbangkan antara kebutuhan untuk merangsang keterbukaan dengan kebutuhan untuk menerapkan sangsi berdasarkan kinerja. Sementara mereka perlu mempertahankan orang-orang yang dapat memberikan hasil, para pemimpin juga harus berusaha untuk tidak memberikan reaksi terlalu
17
keras terhadap kegagalan yang akhirnya menutup komunikasi. Sebagai tolok ukur penting bagi keterbukaan dan terutama integritas, dapat dilihat sejauh mana seseorang dalam organisasi memanipulasi orang lain dalam mencapai tujuannya, demi keuntungan pribadi atau demi menutupi kebenaran. Bila hal ini sampai terjadi, betapapun besarnya hasil yang didapat tak akan mampu menghilangkan distrust yang telah ada.
Ikuti terus (Follow through) Junjung tinggi komitmen; dan bila tak memungkinkan, terangkan alasannya kepada pihak-pihak yang terkena dampaknya. Berilah penghargaan
bagi
mereka
yang
telah
memenuhi
komitmennya.
Bersikaplah keras namun dengan sikap wajar dan dapat diterima kepada mereka yang tidak memenuhi komitmennya. Dalam hal ini integritas berarti kita senantiasa menepati janji, baik secara implisit maupun eksplisit, dan mengikuti terus komitmen. Integritas mensyaratkan bahwa apabila kita tak dapat memenuhi komitmen kita, apapun alasannya, kita harus jujur mengakuinya. Perusahaan dan para pimpinannya harus bersikap adil dalam mengakui dan m enghargai kinerja anggotanya. Kegagalan memberikan penghargaan tepat pada waktunya atau gagal bersikap objektif dalam penilaian kinerja dapat menimbulkan mosi distrust . Pimpinan senior akan kehilangan kredibilitas bila mereka gagal memenuhi komitmen yang dibuatnya sendiri. Dan sebagai bagian dari pemenuhan komitmen tadi, pada sebagian besar anggota organisasi ada harapan bahwa mereka akan dihargai sesuai kontribusi mereka sepanjang periode tertentu. Mengikuti terus performa organisasi secara
18
jujur bukan berarti berlaku lunak atau permisif, namun menunjukkan bahwa perusahaan bersikap tegas dalam hal performa kerja pada level individu, tim dan organisasi. 3. Menunjukkan perhatian (Demonstrating Concern) Kunci ketiga adalah menunjukkan perhatian kepada pihak lain. Pada level terendah, kita akan mempercayai orang-orang yang menyayangi atau memperhatikan kita. Kita akan mempercayai mereka yang kita yakini mengerti apa yang menjadi perhatian kita, dan akan bertindak dengan cara yang sesuai atau setidaknya tak bertentangan dengan kebutuhan kita. Perhatian ini meliputi juga sejauh mana kita meyakini pihak lain mendukung kesejahteraan kita atau kesejahteraan semua pihak. Kita mengharapkan orang yang kita percayai untuk tetap setia terhadap kepentingan kita, meskipun di masa mendatang ada rangsangan untuk bersikap sebaliknya. Dengan kata lain, kunci tentang perhatian ini mensyaratkan bahwa mereka yang kita
percayai bertanggung jawab terhadap kepentingan kita bahkan
dalam menghadapi tekanan yang berpotensi menimbulkan konflik. Memang tak perlu sampai mengorbankan kepentingan mereka sendiri, namun kita dapat beranggapan bahwa mereka takkan dengan sengaja menyakiti kita atau memanfaatkan kepercayaan kita t erhadapnya. Perhatian terhadap orang lain sebagai salah satu kunci trust jauh melebihi perhatian kepada individu; namun meliputi juga perhatian kepada kelompok di mana kita termasuk di dalamnya. Kita mengharapkan orang yang kita percayai juga memperluas perhatian mereka terhadap keluarga kita, tim kerja kita, atau perusahaan kita. Perhatian ini sangat penting
19
terutama berkaitan dengan kepercayaan terhadap pimpinan atau pihak yang berwenang Namun demikian, menunjukkan perhatian bukanlah hal yang mudah bila penekanan terhadap profit makin kuat. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam manajemen akan mengikis perhatian dari pimpinan dan sebaliknya juga trust dari para karyawan. Disamping itu, variasi dari harapan individual dalam organisasi sangat beragam sehingga sulit untuk dapat memahami
atau
memenuhi
semua
keinginan
tersebut.
Mengingat
dampaknya yang cukup besar terhadap trust , organisasi harus bekerjasama untuk mendapatkan kesepakatan yang sama mengenai hak dan kewajiban dari para anggotanya di semua level. Perhatian dan trust yang dihasilkan berasal dari beberapa tindakan penting :
Buatlah satu visi dalam satu perusahaan ( Build one vision, one company ). Kembangkan identitas dan esprit de corps pada organisasi yang lebih luas sebagai counterbalances (imbal balik) terhadap perspektif individu, tim, maupun unit.
Tunjukkan keyakinan terhadap kemampuan orang lain ( Show confidence in people’s ability ). Percayalah bahwa anggota-anggota organisasi mempunyai cukup motivasi
dan kemampuan untuk memenuhi tujuan
bisnis perusahaan. Berikan dukungan terhadap anggota organisasi sesuai kebutuhan mereka dan bersikap konsisten terhadap perangkat yang lebih luas tentang nilai-nilai yang dianut seseorang.
Perkuat kekeluargaan dan dialog ( Establish familiarity and dialogue). Menegakkan proses formal dan informal untuk memastikan bahwa orang-
20
orang melakukan cukup kontak satu sama lain serta saling memahami perspektif masing-masing.
Akui kontribusi (Recognize contributions) Ciptakan pendekatan organisasional untuk mengakui dan memberikan penghargaan terhadap kontribusi masing-masing anggota dari berbagai kelompok dan peran. Untuk mempertahankan kepercayaan, organisasi harus memiliki keseimbangan dari ketiga elemen kunci tersebut diatas. Masalahnya, terkadang timbul konflik antar ketiga elemen tersebut. Mengelola ketiganya secara seimbang sangat penting namun seringkali akan sulit untuk diterapkan. Kadang-kadang tindakan dari seorang pimpinan dalam memenuhi kewajibannya secara kompeten cenderung dapat meniadakan perhatian yang seharusnya perlu ditunjukkan. Disisi lain, seorang pimpinan yang perlu merekayasa ulang perusahaannya agar lebih kompetitif harus mem-PHK ribuan pekerjanya. Betapapun suksesnya ia mengelola perusahaan dengan cara barunya tadi, namun ia akan dianggap tidak memperhatikan tenaga kerjanya. Ini menunjukkan pertentangan
antara
elemen
pencapaian
hasil
dengan
elemen
menunjukkan perhatian. Contoh lain adalah elemen tentang integritas. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa kepercayaan akan menurun bila pemimpin bertindak secara inkonsisten dan gagal menunjukkan kelangsungan komitmennya. Padahal situasi bisnis pada masa kini berubah sangat cepat sehingga
21
terkadang
kebijakan
yang
harus
segera
diambil
dapat
sangat
bertentangan dengan strategi dan kebijakan sebelumnya. Hal ini menjadi dilema bila suatu ketika pimpinan harus merubah arah kebijakan mereka guna menyelamatkan perusahaan. Memang
kepentingan
dari
masing-masing
elemen
kunci
kepercayaan tersebut diatas dapat berubah seiring dengan situasi yang ada. Beberapa situasi membutuhkan penekanan yang lebih besar pada salah satu elemen; sebagai contoh, situasi krisis membutuhkan fokus yang lebih besar pada upaya pencapaian hasil dibandingkan dengan menunjukkan perhatian. Namun demikian ketiganya harus tetap ada, dan saling mempengaruhi. Ketiadaan salah satu elemen akan mempengaruhi pula kualitas kepercayaan yang dihasilkan. Pimpinan yang mempunyai pencapaian hasil tertinggi, namun tanpa disertai integritas juga tak akan banyak dipercaya. Formula tersebut di bawah ini juga menunjukkan bahwa kelemahan di salah satu elemen akan dapat teratasi dengan tingginya kedua elemen yang lain. Sebagai contoh, seorang pimpinan masih dapat mengatasi persepsi
orang
tentang
inkonsistensinya
dengan
menunjukkan
pencapaian hasil yang tinggi dan perhatian yang baik terhadap orang lain. Dengan kata lain, kekurangan di salah satu elemen akan dapat diterima apabila penampilan kedua aspek lainnya cukup kuat. Bila kepercayaan diumpamakan sebagai suatu persamaan, maka kita dapat melihat bahwa suatu organisasi harus cukup mempunyai ketiga elemen tadi untuk mendapatkan
dan mempertahankan kepercayaan
(trust).
22
Achieving + results
Acting with integrity
+
Demonstrating concern
=
Level of trust
Gambar 2.3. Achieving and Sustaining Trust Ketiga elemen kunci ini juga membantu kita menilai kembali ( reassessment ) kepercayaan kita terhadap orang lain. Misalnya untuk menilai mengapa beberapa organisasi berhasil membangun kepercayaan pada tingkatan yang diharapkan, sementara organisasi lain terlalu ketat (karena terlalu sedikit mempercayai) atau terlalu rentan (karena terlalu mempercayai) Kepercayaan merupakan elemen penting bagi kesuksesan organisasi. Tingkat kepercayaan yang rendah menimbulkan stress tingkat tinggi, menurunkan produktivitas dan mengekang inovasi dan bahkan menghambat proses pengambilan keputusan. Ketidakpercayaan juga menurunkan moral, meningkatkan absensi dan pergantian ( turnover ) karyawan. Sebaliknya kepercayaan tingkat tinggi meningkatkan moral karyawan, mengurangi absensi, meningkatkan inovasi dan yang paling penting, membantu mengelola perubahan secara efektif. Membangun kepercayaan dimulai dengan menciptakan nilai bersama (shared values) berdasarkan budaya. Memelihara kepercayaan membutuhkan komitmen dalam membangun hubungan interpersonal berlandaskan kejujuran, integritas dan perhatian yang tulus terhadap orang lain. Dalam konteks organisasi , kepercayaan tidaklah buta, namun didapatkan secara perlahan sebagai hasil perilaku konsisten yang
23
dilandasi rasa hormat dan perhatian tulus terhadap kesejahteraan anggota organisasi. Kepercayaan dalam organisasi disebut juga a nondependent trust . Non-dependent trust antara karyawan dan pemilik perusahaan dibangun atas dasar pengertian mutual tentang kewajiban dan tanggung jawab. Non-dependent trust tidak diberikan secara buta tetapi dibangun perlahan sebagai buah dari perilaku konsisten antara kedua belah pihak dalam suatu organisasi. Terdapat beberapa jenis kepercayaan yang berbeda dalam organisasi
manapun.
Suatu
organisasi
yang
sukses
dibangun
berlandaskan kepercayaan lateral, kepercayaan vertikal dan kepercayaan eksternal :
Kepercayaan lateral – hubungan kepercayaan antar sesama atau sejawat
Kepercayaan vertikal – hubungan kepercayaan antara atasan dengan bawahan
Kepercayaan eksternal – hubungan kepercayaan antara organisasi dengan klien atau pemasoknya. Membangun
suatu
lingkungan
dengan
kepercayaan
penuh
melibatkan seluruh anggota organisasi. Para manajer dan karyawan harus
sama-sama
berkomitmen
untuk
membangun
hubungan
berdasarkan kepercayaan. F. Kepemimpinan Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa kepemimpinan itu merupakan gabungan interaksi antar
24
beberapa elemen yang kompleks terutama elemen pemimpin, anak buah dan situasi. 1.
17
Pendekatan Sifat Kepemimpinan Sejak mulai jaman Yunani dan Romawi konsep berlaku konsep bahwa pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat yang dikenal sebagai teori “great man”, dimana seorang itu dilahirkan telah membawa atau tidak membawa beberapa ciri atau sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin.
2.
Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemipin tersebut. Dalam mengelola organisasi ada dua hal yang sangat menonjol, yaitu mengelola organisasi dengan lebih mengutamakan aspek yang berhubungan dengan tugas; atau mengelola organisasi dengan lebih mengutamakan aspek yang berhubungan dengan hubungan antar orang, perasaan, emosi, kebutuhan dan kepercayaan ( trust ); atau mengelola organisasi dengan memperhartikan kedua aspek tersebut secara bersama-sama. Ada beberapa konsep perilaku dari hasil studi kepemimpinan yang dikenal antara lain : a.
Studi Kepemimpinan Universitas Iowa Dikemukan oleh Ronald Lippit dan Ralp K. White yang membagi 3 gaya kepemipinan yaitu :
Otoriter, otokratis, diktator dengan ciri lebih mengutamakan orientasi pada tugas
25
Demokratis dengan ciri orientasi pada tugas dan pada orang adalah seimbang
b.
Liberal dengan ciri lebih mengutamakan orientasi pada orang
Studi Kepemipinan Universitas Ohio Hasil studi ini membedakan dua macam perilaku kepemimpinan , yaitu
“ initiating structure” dan “consideration”. Dalam studi lebih
lanjut oleh Fleisman dan Harris menemukan bahwa keluhan yang timbul dari para pegawai sangat sedikit apabila pemimpin sekaligus berperilaku strukur tugas dan tenggang rasa yang sama-sama tinggi. Sebaliknya keluhan akan muncul sangat banyak apabila pemimpin sekaligus berperilaku struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang sama-sama rendah. Kesimpulannya adalah kedua tipe kepemipinan tersebut dianggap tidak saling berhubungan. c.
Studi Kepemimpinan Universitas Michigan Penelitian ini membagi dua macam perilaku pemimpin yaitu “the jobcentered’
dan
“the
employee-centered”.
Kedua
tipe
perilaku
pemimpin tersebut dianggap saling berhubungan, artinya jika pemimpin
lebih
tinggi
terpusat
pada
tugas
maka
berakibat
perilakunya yang terpusat pada pegawai akan lebih rendah (model kontinuum ). d.
Empat sistem manajemen Dikemukakan oleh Rensis Likert yang membagi perilaku pemimpin menjadi empat sistem manajemen, yaitu : sistem 1 adalah
26
“explotative authorative”; sistem 2 adalah “benelovent authorative”; sistem 3 “concultative leadership” dan sistem 4 adalah “participativegroup leadership”. Perbedaan sistem 1 dan sistem 4 yang ekstrem tersebut diperinci lebih lanjut
oleh James A. Stoner kedalam
beberapa ciri meliputi : proses kepemimpinan, proses komunikasi, proses saling mempengaruhi, proses pembuatan keputusan, proses penentuan tujuan dan proses kontrol. 3.
Pendekatan Kontingensi Tiap organisasi mempunyai cirri khusus dan unik
bahkan untuk
organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah yang berbeda pada aspek lingkungan , watak serta perilaku. Oleh karena itu tidak mungkin dipimpin dengan perilaku yang tunggal ( one best way ), atas dasar pemikiran ini maka muncul pendekatan kontingensi atau situasional. Menurut Hoise dan kawan-kawan terdapat dua macam variabel yang membantu menentukan gaya kepemimpinan yang efektif , yatiu : a. Ciri-ciri pribadi bawahan ( personal characteristic of ordinates ) b. Dorongan dari lingkungan dan tuntutan di tempat kerja (environmental pressures and demand in the workplace ) Salah satu model yang dikenal adalah yang dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard yaitu model kepemipinan situasional, yang didasarkan pada saling pengaruh antara : 1) sejumlah petunjuk dan pengarahan (perilaku tugas) yang pimpinan berikan; 2) sejumlah dukungan emosi (perilaku hubungan) kesiapan
(kematangan)
yang
dari pemimpin; dan 3) tingkat
ditunjukkan
para
bawahan
dalam
27
melaksanakan tugas. Selanjutnya mereka membagi gaya kepemimpinan menjadi :
Telling dengan ciri adalah tinggi tugas dan rendah hubungan
Selling dengan ciri adalah tinggi tugas dan tinggi hubungan
Participating dengan ciri adalah tinggi hubungan dan rendah tugas
Delegating dengan ciri adalah rendah hubungan dan rendah tugas
G. Pengaruh Leadership Style terhadap Organizational Trust Leadership Style diartikan sebagai “Gaya kepemimpinan dari pemimpin puncak dan gaya keseluruhan yang ada dalam organisasi“. Style terkait dengan bagaimana suatu pekerjaan dapat diterima dalam
organisasi,
termasuk bagaimana manajemen mempergunakan waktunya (berkeliling atau
dengan rapat pertemuan), kemana manajer akan memfokuskan
perhatiannya (internal atau eksternal organisasi ), dan bagaimana mereka mengambil keputusan
(partisipatif atau top-down). Style juga berkaitan
dengan tindakan-tndakan simbolik seperti pembagian jenis pekerjaan (untuk pekerja atau rekan bisnis), penggunaan ruang makan yang eksklusif untuk para eksekutif, atau ketertarikan terhadap adanya umpan balik. Budaya
organisasi
kepemimpinannya. kontrol”
akan
tercermin
dalam
bagaimana
gaya
Perusahaan yang didominasi oleh gaya “perintah & memiliki
karakterstik
komunikasi
yang
“top-down”,
pengawasan yang otoriter, peraturan kerja yang kaku, dan hubungan antara pekerja dan manajer yang adversary . Kondisi lingkungan ini membutuhkan kombinasi
antara
hukuman dan penghargaan yang berprinsip “jika
memberikan satu inchi akan memperoleh satu meter” , akan menciptakan gaya manajemen yang kaku dan angkuh. Pemimpin yang memiliki gaya
28
dengan tingkat kontrol tinggi akan mempunyai tingkat kredibilitas yang sangat rendah. Terlalu ketatnya kontrol menyebabkan turunnya trust . Gaya kepemimpinan yang dilandasi oleh perintah kaku dan memakai pendekatan kekuasaan akan menghasilkan ketakutan dan kepatuhan tetapi bukan komitmen. Orang akan berbuat bohong, curang dan terus berupaya melindungi diri lainnya sebagai respon kepada seorang pemimpin yang terkenal sulit percaya. Kondisi ini menyebabkan peran pemimpin dan gaya kepemimpinan akan mengalami krisis yang lebih berat dibandingkan sebelumnya. Gaya manajemen yang berlandaskan ketakutan dan kepatuhan saja saat ini sudah tidak efektif lagi dalam perekonomian, gaya kepemimpinan kolaboratif yang berlandaskan trust sekarang lebih diutamakan. Penilaian kinerja di Applied Energy Services dapat menjadi contoh sebuah fenomena dimana secara meyakinkan terbukti dan meningkatkan harga diri senantiasa
memelihara
suatu
seseorang akan meningkat trust-nya
mereka manakala pihak manajemen lingkungan
dimana
pekerjanya
diberi
kesempatan mengambil keputusan. Gaya kepemimpinan juga meliputi kegiatan bagaimana seorang pemimpin mendistribusikan kekuasan mereka. Kekuasaan didefinisikan sebagai
suatu kemampuan untuk mempengaruhi secara langsung pada
sikap dan perilaku
orang lain kearah tujuan yang diiinginkan. Terdapat
perbedaan berbagai tipe kekuasaan pemimpin yang dihubungkan dengan tingkat trust . Menggunakan disain taksonomi dari French dan Raven, kekuasaan meliputi : (a) legitimate power : kewenangan resmi dari seorang pemimpin untuk memastikan pemenuhan permintaan; (b) coercive power :
29
pengendalian oleh pemimpin melalui hukuman; (c)
reward power :
pengendalian oleh pemimpin melalui pemberian penghargaan; (d) expert power : kemampuan menguasai pengetahuan dan keahlian dari seorang pemimpin;(e) referent power : kepatuhan dari bawahan dan kebutuhan untuk merujuk kepada pemimpinnya dan (f) informational power : pengendalian dan akses terhadap informasi dari seorang pemimpin. Sudah terbukti bahwa legitimate, reward dan coercive power bukan hanya menyebabkan strategi yang diterapkan menjadi tidak efektif, melainkan juga berdampak negatif terhadap tingkat trust . Sedangkan expert , referent dan informational power terbukti
mempengaruhi
efektivitas
strategi
dan
meningkatkan
trust .
Hilangnya kepercayaan pekerja kepada manajernya berhubungan erat dengan kuatnya metode kekuasaan yang digunakan. Trust lebih akan lebih berhasil dibandingkan pendekatan kekuasaan untuk membuat efektifnya strategi power dalam kepemimpinan. Organisasi yang cenderung menjadi datar dan makin berdasarkan kerja tim, dari hasil penelitian manajemen terhadap pekerja membuktikan bahwa makin rendahnya pendekatan model diktator dalam kekuasaan, akan dapat meningkatkan arti pentingnya trust . Gaya manajemen di suatu perusahaan yang lebih mendorong dan fokus pada komitmen pekerjanya memiliki ciri antara lain : terdapat komunikasi dua arah, pengambilan keputusan yang partisipatif, peraturan kerja dan tim yang fleksibel, dan hubungan kerja yang kooperatif antar pekerja dan manajemen. Pemimpin yang dapat dipercaya akan mendapatkan trust dari bawahan. Jika tingkat trust pekerja sudah tinggi, maka
tingkat trust pekerja kepada pemimpin juga akan tinggi.
Dewasa ini tidaklah cukup dengan memperlakukan pekerja secara baik dan
30
kemudian “memanfaatkan mereka”.
Sebagai pemimpin, akan merasa
berjasa apabila dapat membantu pekerjanya menemukan arti penting dari pekerjaan mereka dan membantu mewujudkannya,
memberi perhatian
kepada pekerja agar mereka merasa sudah memberikan kontribusi secara perorangan terhadap sesuatu yang lebih berharga daripada diri mereka sendiri. Ada hubungan timbal balik antara kepemimpinan transformasional dan trust . Gaya kepemimpinan yang
supportif telah terbukti dapat
meningkatkan trust , inisiatif dan motivasi pekerjanya, sementara gaya kepemimpinan yang otokratis dan kaku berpengaruh pada menurunya inisiatif . Sistem dan struktur menggambarkan pentingnya gaya kepemimpinan dalam suatu organisasi yang terbukti bahwa trust antara pekerja dan pemimpin puncak
umumnya tidak terjadi melalui hubungan interpersonal
yang alamiah (disebabkan keterbatasan interaksi), melainkan hal tersebut kelihatanya didapat dari hasil penemuan subyektif adanya pengaruh beberapa variabel organisasi yang bersifat kontekstual. Nilai-nilai budaya bisa berpengaruh dan mempersulit hubungan antara gaya
kepemimpinan
dan
pembangunan
trust .
Budaya
yang
lebih
menekankan pada kepentingan individu, seperti Amerika Serikat, dapat menghasilkan konflik internal seperti pada seorang peimimpin yang apakah memutuskan untuk menghindari risiko karena memberi kesempatan untuk membuka diri kepada pekerja dan mengakibatkan munculnya ketidak percayaan, atau keputusan untuk berani mengambil risiko dan membangun hubungan kepercayaan yang mapan.
31