TUGAS SEMESTER PENDEK MATERI KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN RESIKO BUNUH DIRI HALUSINASI ISOLASI SOSIAL HARGA DIRI RENDAH WAHAM DEFISIT PERAWATAN DIRI TERAPI WICARA NAFSA
DISUSUN OLEH : ISMIATIN NPM. 13142013083 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS B 2015
PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1982)
B. Etiologi
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
C. Tanda Dan Gejala
1. Klien mengatakan benci / kesal dengan seseorang 2. Suka membentak 3. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal 4. Mata merah dan wajah agak merah 5. Nada suara tinggi dan keras 6. Bicara menguasai 7. Pandangan tajam 8. Suka merampas barang milik orang lain 9. Ekspresi marah saat memnicarakan orang
D. Mekanisme Sebab – Akibat Akibat
1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Towsend, M.C. 1998). Harga diri klien yang yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap tidak berharga dan berguna. Klien kesal kemudian marah dan kemarahan tersebut diekspresikan secara tak konstruktif, seperti memukul orang lain, membanting-banting barang atau mencederai diri sendiri.
PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1982)
B. Etiologi
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
C. Tanda Dan Gejala
1. Klien mengatakan benci / kesal dengan seseorang 2. Suka membentak 3. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal 4. Mata merah dan wajah agak merah 5. Nada suara tinggi dan keras 6. Bicara menguasai 7. Pandangan tajam 8. Suka merampas barang milik orang lain 9. Ekspresi marah saat memnicarakan orang
D. Mekanisme Sebab – Akibat Akibat
1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Towsend, M.C. 1998). Harga diri klien yang yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap tidak berharga dan berguna. Klien kesal kemudian marah dan kemarahan tersebut diekspresikan secara tak konstruktif, seperti memukul orang lain, membanting-banting barang atau mencederai diri sendiri.
2. Tanda dan Gejala a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri b. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri c. Rasa bersalah atau khawatir d. Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan zat. e. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan f.
Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
g. Menarik diri dari realitas h. Merusak diri i.
Merusak atau melukai orang lain
j.
Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.
3. Akibat
: Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan
a) Pengertian : Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapt membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain disekitarnya (Townsend,
1994).
Klien
dengan
perilaku
kekerasan
menyebabkan
klien
berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara listrik tuntutan situasi stress, klien akan berperilaku menyerang, merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. b) Tanda dan Gejala
Adanya peningkatan aktifitas motorik
Perilaku aktif ataupun destruktif
Agresif
KONSEP ASKEP 1. Pengkajian
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b. Perilaku kekerasan c. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Diagnosa Keperawatan a. Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan. b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
3. Intervensi Keperawatan a) Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan. 1) Tujuan Umum Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkun gan. 2) Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobata
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
SP I
a.Mendiskusikan penyebab,tanda dan gejala, akibat dan cara mengontrol perilaku kekerasan b.Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I: nafas dalam c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a.Mengevaluasikemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I b.Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II: pukul bantal/kasur c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
a.Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I dan II b.Melatih pasien mengontrol Perilaku kekerasan dengan cara verbal c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
a.Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan cara fisik I,II dan verbal b.Menjelaskan cara mengontrol PK dengan cara spiritual c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP V
a.Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol PK dengan car fisik I,II,verbal dan spiritual b.Menjelasakan cara mengontrol PK dengan patuh minum obat c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
RESIKO BUNUH DIRI
Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman mendefinisikan bunuhdiri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu.
Dia mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).
Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa bunuh diri mencakup semua perilaku yang mencari penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan melakukan percobaan terhadap hidup subjek (dalam Maris dkk., 2000).
Menurut Corr, Nabe, dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului , misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam,mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup.
Hopelessness didefinisikan sebagai harapan individu bahwa kejadian negatif akan terjadi di masa depan dan dia akan terus gagal dalam mencapai tujuannya. Melalui penelitian yang ilakukan, Minkoff, Bergman, dan Beck (dalam Ellis & Rutherford, 2008) menyatakan hopelessness merupakan penengah antara depresi dan kecenderungan bunuh diri.
Pelaku percobaan bunuh diri menunjukkan kesulitan dalam tugas mengingat autobiographical memory dan menghasilkan autobiographical memoryyang tidak jelas dan umum (William & Broadbent, dalam Ellis & Rutherford, 2008).
Menurut (Stuart, 2007) data pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor presipitasi , penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yangdimiliki klien.
PENGKAJIAN TERSEBUT DAPAT DIURAIKAN MENJADI: 1. Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra perilaku tersebut digambarkan dalam rentang respon neurobiologis dari respon adaptif, respon transisi danrespon maladaptif.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien halusinasi dapat mencakup: a. Dimensi biologis Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang Berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif Yang ditunjukkan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. b. Psikologis Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang
maladaptif belum
didukung oleh penelitian. c. Sosial budaya Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
3. Faktor presipitasi
Stresor pencetus terjadinya halusinasi diantaranya: a. Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus. b. Stresor lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Pemicu gejala Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit.Pemicu biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
4. Penilaian stresor
Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stres menyebabkan skizofrenia. Namun, studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres, penilaian individu terhadap stresor, dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala.
5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
6. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi: a) Regresi,berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b) Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. c) Menarik diri.
HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan/ penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
2. Tanda dan gejala
-
Pasien bicara atau tertawa sendiri
-
Marah-marah tanpa sebab
-
Menyedengkan telinga kearah tertentu
-
Menutup telinga
-
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
-
Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
-
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu
-
Menutup hidung
-
Sering meludah
-
Muntah
-
Menggaruk-garuk permukaan kulit
-
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
-
Mendengar suara-suara yang mengajak bercakap-cakap
-
Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
-
Melihat bayangan sinar,bentuk geometris,bentuk karton,melihat hantu atau monster
-
Mencium bau-bauan seperti darah,urin,feses,kadang-kadang bau itu menyenangkan
-
Mengatakan ada serangan di permukaan kulit
-
Merasa seperti tersengat listrik
-
Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
3. Jenis-jenis halusinasi
-
Halusinasi dengar/ suara
-
Halusinasi penglihatan
-
Halusinasi penghidu
-
Halusinasi pengecapan
-
Halusinasi perabaan
4. Strategi Pelaksanan Halusinasi SP I
-
Mendiskusikan tentang halusinasi : jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan halusinasi dan respon pasien terhadap halusinasi
-
Melatih pasien mengontrol halusinasi : menghardik
-
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP II
-
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik
-
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
-
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
-
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
-
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan kegiatan teratur
-
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Townsend 2010) Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2008) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Keliat,2001) Seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,tidak diterima,kesepian,dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
2. Tanda dan gejala
-
Tidak memiliki teman dekat
-
Menarik diri
-
Menggunakan kata yang tak berarti
-
Tidak komunikatif
-
Tindakan berulang dan tidak bermakna
-
Asyik dengan pikiranyya sendiri
-
Tak ada kontak mata
-
Tampak sedih, afek tumpul
-
Menyendiri dalam ruangan
-
Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usia
-
Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
-
Menggunakan kata-kata simbolik(neologisme)
-
Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya.
-
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan,suka melamun dan berdiam diri.
3. Mekanisme Koping
-
Proyeksi
-
Pemisahan, isolasi
-
Merendahkan orang lain
-
Regresi
-
Idealisasi orang lain
Sumber koping Contoh sumber koping: -
Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman
-
Hubungan dengan hewan peliharaan
-
Gunakan kreatifitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti kesenian, musik atau tulisan.
4. Diagnosa Keperawatan
-
Isolasi sosial
-
HDR
-
Defisit perawatan diri
-
Koping individu tidak efektif
-
Koping keluarga tidak efektif
-
Hubungan terapeutik keluaraga tidak efektif
5. Perencanaan
Tujuan pada pasien, Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu: -
Membina hubungan saling percaya
-
Menyadari perilaku isolasi sosial
-
Melakukan interaksi secara bertahap saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
6. SAK Isolasi Sosial
-
Bantu klien menyadari perilaku isolasi sosial
-
Latih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
-
Latih pasien berinteraksi dengan kegiatan sosial dan rumah tangga
7. SP isolasi sosial SP I
-
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
-
Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
-
Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
-
Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
-
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II
-
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktaekkan cara berkenalan dengan satu orang
-
Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III
-
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
-
Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkanalan dengan dua orang atau lebih
-
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa ( Depkes RI, 2000 ) Gangguan harga diri adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung ( Towsend, 1998 )
2. Etiologi
Penyebab terjadinya harga diri rendah antara lain : a. Faktor predisposisi ( Stuard and Sudeen, 1998 )
Penolakan orang tua
Harapan orang tua yang tidak realistis
Kegagalan yang berulang kali
Kurang mempunyai tanggung jawab personal
Ketergantungan pada orang lain
Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi ( Stuard and Sudeen, 1998 ) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu ( eksternal or internal sources ) yang dibagi lima kategori. Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran atau
posisi yang diharapkan. Terdapat tiga jenis transisi peran yaitu perkembangan, situasi dan sehat-sakit. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda pasien harga diri rendah adalah : a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang percaya diri. b. Rasa bersalah terhadaap diri sendiri, individu yang selalu gagaal dalaam meraih sesuatu. c. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah orang lain. d. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain. e. Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki. f. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam memilih sesuatu. g. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan. h. Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan. i.
Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
j.
Ketegangan peran yang dirasakan.
k. Pandangan hidup pesimis. l.
Keluhan fisik
m. Penolakan terhadap kemampuan personal n. Destruktif terhadap diri sendiri o. Menarik diri secara social p. Penyalahgunaan zat q. Menarik diri dari realitas r. Khawatir
4. Penatalaksaanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan Keliat ( 1999 ) menguraikan empat cara untuk meningkatkan harga diri yaitu : - Memberi kesempatan untuk berhasil
- Menanamkan gagaasan - Mendorong aspirasi - Membantu membentuk koping
b. Penatalaksanaan Medis 1) Clorpromazine ( CPZ ) Indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menila realitas, kesadaran diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku aneh, tidak bekerja, hubungan sosial dan melakukan aktivitas rutin. Efek saamping : sedasi, gangguan otonomik serta endokrin. 2) Haloperidol ( HPL ) Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam fungsi netral serta fungsi kehidupan sehari-hari. Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin. 3) Trihexyphenidyl ( THP ) Indikasi : segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa enchepalitis dan idiopatik. Efeksamping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl, psikosis berat, psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna. c. Terapi okupasi / rehabilitasi Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang direncanakan sesuai tujuan ( Seraquel, 2004 ) d. Psikoterapi Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat ( Seraquel, 2004 ) e. Terapi psikososial Kaplan and Sadock ( 1997 ), rewncana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan padaa kemampuan daan kekurangan pasien. Selain itu juga perlu dikembangkan terapi
berorientasi keluarga, yang diarahkan untuk strategi penurunan stress dan mengatasi masalah dan perlibatan kembali pasien kedalam aktivitas.
5. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
a. Pengkajian Menurut Stuard and Sudeen ( 1998 ) pengkajian pada pasien harga diri rendah meliputi tingkah laku : -
Menyalahkan diri atau orang lain
-
Produktivitas menurun.
-
Gangguan berhubungan
-
Rasa bersalah
-
Mudah marah
-
Pesimis terhadap kehidupan
-
Keluhan fisik
-
Menarik diri dari realita
-
Cemas dan takut
-
Menguruing diri
-
Penyalahgunaaan zat
Sedangkan menurut Towsend ( 1998 ) pada pasien dengan gangguan harga diri rendah akan ditemukan batasan karakteristik -
Kurang kontak mata
-
Ungkapan yang mengaktifkan diri
-
Ekspresi rasa malu
-
Mengevaluasi diri sebagai individu yang tidak mampu untuk menghadapi berbagai peristiwa.
-
Menolak umpan balik yang positif dan melebih-lebihkan umpan balik yang negatif tentang dirinya.
-
Ragu-ragu untuk mencoba hal-hal yang baru.
-
Hipersensitif terhadap kritik, mudah tersinggung dengan pembicaraan orang lain.
b. Diagnosa Keperawatan Menurut Keliat ( 1999 ), diagnosa yang lazzim muncul pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah adalah : -
Gangguan harga diri rendaah
-
Keputus asaan
-
Isolasi sosial : menarik diri
-
Resiko perilaku social
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH SP I
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan haraian
SP II
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih kemampuan kedua
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
WAHAm
WAHAM
1
PENGERTIAN WAHAM
Waham (Delusi), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan
simtom-simtom
positif
yang
umum
pada
skizofrenia.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini orang lain dan bertentangan dengan realita yang normal. Suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus-menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah waham kebesaran. Waham juga memiliki beberapa bentuk. Beberapa diantaranya digambarkan oleh psikiater berkebangsaaan Jerman Kurt Schneider (1959). Gambaran delusi dibawah ini dikutip oleh Mellor (1970). 1. Pasien yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukkan kedalam pikirannya oleh suatu sumber eksterna 2. Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan. 3. Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri, secara tiba-tiba dan tanpa terduga, oleh suatu kekuatan eksternal. 4. Beberapa pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh suatu kekuatan eksternal.
Meskipun waham terjadi pada lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun juga terjadi dikalangan pasien dengan berbagai diagnosis lain, terutama, mania, depresi delusional, dan gangguan waham. Meskipun demikian, waham yang dialami pasien skizofrenia seringkali lebih aneh dibanding delusi yang dialami para pasien berbagai ketegori diagnostik lain tersebut; yaitu, waham pada psien skizofrenia sangat tidak mungkin, seperti yang terlihat dalam gambaran waham diatas (Junginger, Barker, & Coe, 1992).
2. Ciri-ciri waham:
Tidak realistis
Tidak logis
Menetap
Egosentris
Diyakini kebenarannya oleh penderita
Tidak dapat dikoreksi
Dihayati oleh penderita sebagai hal uang nyata
Keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiaokultural
3. Tanda dan gejala waham
a.
Waham
kebesaran,
Meyakini
bahwa
ia
memiliki
kebesaran
atau
kekuasaan
khusus,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan b.
Waham curiga Meyakini ada seseorang atau sekelompok yang berusaha merugikan /mencederai dirinya diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan
c.
Waham agama Memiliki keyakinan terhadap agama secara berlebihan,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan
d.
Waham somatik Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit,diucapkan berulangkali tidak sesuai kenyataan
e.
Waham nihilistik Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan
4. ETIOLOGI Psikologis
Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati yang mendalam (Kartono, 1981). Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan yang lain.
Sosiokultural
Selama bertahun-tahun kita telah mengetahui bahwa angka kejadian tertinggi skizofrenia terdapat diwilayah pusat kota yang dihuni oleh masyarakat dari kelas-kelas sosial terendah (a.l., Harvey dkk., 1996; Hollingshead & Redlich, 1958; Srole dkk., 1962). Korelasi antara kelas sosial dan skizofrenia memiliki konsistensi, namun sulit untuk menginterpretasinya
secara
kausal.
Beberapa
orang
percaya
bahwa
stresor
yang
berhubungan dengan kelas sosialrendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik . Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain, tingkat pendidikan rendah, dan kurangnya penghargaan serta kesempatan secara bersamaan dapat menjadikan keberadaan seseorang dalam kelas sosial rendah sebagai kondisi yang penuh stres yang dapat membuat seseorang menderita skizofrenia.
Biologis
Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon/ oleh perubahan- perubahan post mortem/ merupakan artefak pada waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis, 1998). Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel piramidal dalam otak, dimana
sel-sel
otak
tersusun
rapi
pada
orang
normal.
Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki waham yang kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (Kaplan dan Sadock, 1997).
5. TIPE-TIPE WAHAM
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain: 1. Tipe Eritomatik .
Klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana. 2. Tipe Kebesaran (magalomania):
yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui. 3. Waham Cemburu .
Yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh ka rena delusinya 4. Waham Kejar.
Keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalanghalangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang. 5. Tipe Somatik atau Psikosis Hipokondrial Monosimptomatik .
Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.
6. PENANGANAN Penanganan Biologis Terapi Obat (Farmakoterapi) .
Perkembangan terpenting dalam terapi untuk skozofrenia adalah penemuan obat-obatan pada tahun 1950-an yang secara kolektif disebut obat-obatan antipsikotik , yang juga disebut neuroleptik karena menimbulkan efek samping yang sama dengan simtom-simtom penyakit neurologis.Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham.
Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular.
Penanganan Psikologis Psikoterapi.
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat pe rjanjian seteratur mungkin.
Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau melibatkan keluarga klien, sebagai partner dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu terapis dan membantu perawatan klien. Beberapa hal yang diberikan terapis kepada keluarga klien: a) Edukasi tentang skizofrenia, terutama yang kerentanan biologis yang mempredisposisi seseorang terhadap penyakit tersebut b) Informasi tentang dan pemantauan berbagai efek pengobatan antipsikotik. c) Menghindari
saling
menyalahkan,
terutama
mendorong
keluarga
untuk
tidak
menyalahkan diri sendiri maupun pasien atas penyakit tersebut dan atas kesulitan yang dialami seluruh keluarga dalam menghadapi penyakit tersebut. d) Memperbaiki komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga e) Medorong keluarga dan pasien untuk memperluas kontak sosial mereka. f) Menanamkan sebentuk harapan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik, termasuk harapan bahwa pasien bisa untuk tidak kembali dirawat kembali di rumah sakit.
Terapi Individual.
Hogarty (1995) menyebutkan terapi personal adalah suatu pendekatan kognitif behavioral berspektrum luas terhadap multiplisitas masalah yang dialami para pasien skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit. Terapi individualisti ini dilakukan perorangan maupun dalam kelompok kecil.
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN WAHAM SP I
a.Membantu orientasi pasien sesuai realita b.Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi c.Membantu pasien memenuhi kebutuhannya d.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
SP II
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b.Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki c.Melatih kemampuan yang dimiliki
SPIII
a.Mengevaluasijadwal kegiatan harian pasien b.Memberikan pendidikan tentang kesehatan penggunaan obat secara teratur c.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Pengertian Defisit perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas kebersihan diri, berhias diri, makan secara mandiri (Carpenito, 1977). Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikirsehingga kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun.Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri dan toileting( BAK/BAB) secara mandiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang (higiene) antara lain: a) Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif dan keterampilan. b) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. c) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.
2. Tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri
a. Gangguan
kebersihan
diri
ditandai
dengan
ranbut
kotor,gihi
kotor,
kulit
berdaki,bau,kuku panjang dan kotor b. Ketidakmampuan berhias / berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi c. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri,makan berceceran dan makan tidak pada tempatnya.
3. Diagnosa keperawatan
a. Perawatan diri kurang: higiene berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan diri b. Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri.
4. Rencana tindakan
a.
Tujuan
umum
b.
Tujuan khusus:
:
klien
mampu
melakukan
perawatan
diri:
Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri
Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang positif
Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan
Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan minimal
Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Klien mendapat dukungan keluarga
higiene.
STANDAR OPERASIONAL PADA PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI SP I
a.Menjelaskan pentingnya kebersihan diri b.Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri c.Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri d.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b.Menjelaskan cara makan yang baik c.Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik d..Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian b.Menjelaskan cara eliminasi yang baik c.Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik d.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV
a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b.Menjelaskan cara berdandan c.Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan d.Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
TERAPI WICARA
1. Pengertian
Terapi wicara adalah terapi untuk membantu seseorang menguasai komunikasi bicara dengan lebih baik.Terapi ini biasa diberikan kepada:
anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Ini merupakan salah satu hambatan tumbuh kembang yang paling umum dialami anak, di mana seorang anak masih belum mencapai kemampuan bicara yang semestinya sudah dikuasai pada usia tertentu. Tentu sebab dari keadaan ini bisa bermacam-macam, dan harus melalui proses 'screening' untuk bisa mengevaluasi sebab dan solusinya.
anak-anak dan orang dewasa yang baru selesai menjalani operasi celah bibir (cleft lip/sumbing) dan celah langit-langit (cleft palate). Dengan perubahan anatomi sistem bicara, pasien post operasi celah bibir dan langit-langit sangat penting untuk menjalani terapi wicara untuk mendapatkan hasil yang optimal dari operasi tersebut.
anak-anak dengan hambatan tumbuh kembang khusus (autisma, down syndrome, tuna rungu, cerebral palsy)
anak-anak/orang dewasa yang mengalami gangguan bicara lainnya : gagap (stuttering), cadel, dll. pasien stroke terkadang kehilangan kemampuan bicara, dan terapi wicara bisa membantu pasien melatih kemampuan bicaranya lagi.
NAPZA
Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan : 1. Alami Yaitu jenis ata zat yang diambil langsung dari alam tanpa adanya proses fermentasi atau produksi mslnya : Ganja, Mescaline, Psilocybin, Kafein, Opium 2. Semi Sintesis yaitu jenis zat/obat yang diproses sedemikian rupamelalui proses fermentasimslnya : Morfin, Heroin, Kodein, Crack. 3. Sintesis yaitu jenis zat yang dikembangkan untuk keperluan medis yang juga untuk menghilangkan rasa sakit misal;nya : petidin, metadon, dipipanon, deks tropropokasifen.
Menurut efek yang di timbulkan di bagi dalam 3 golongan : 1. Depresan adalah zat atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan tertitur atau tak sadarkan diri misalnya opioda,opium atau putau ,morfin, heroin, kodein opiat sintesis. 2. Stimulan adalah zat atau obat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan gairah kerja serta kesadaran misalnya : kafein, kokain,nikotin amfetamin atau sabu-sabu. 3. Halusinogen zat atau obat yang menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan fikiran misalnya : Ganja, Jamur Masrum Mescaline, psilocybin, LSD
Pengguna napza terbagi dalam 3 tingkatan : 1. User yaitu seseorang yang menggunakan napza sesekali 2. Abuseryaitu seseorang yang menggunakan napza karena alasan tertentu. 3. Addict yaitu seseorang yang menggunakan napza atas dasar kebutuhan artinya jika tidak dipenuhi maka akan timbul efek secara fisik maupun psikis.
Adiksi atau kecanduan ? “Adiksi adalah sesuatu yang di pelajari berulang kali sehingga menjadi kebiasaan” (CBT cognitive behavior Theraphy) dapat di sebut sebagai penyakit karena sifatnya yang progresif dan
dapat berkembang menjadi lebih parah. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dipulihkan sehingga membutuhkan terapi seumur hidup.
Siapakah pecandu itu..? Semua orang dapat menjadi pecandu Apakah narkoba dapat membuat orang tertular HIV-AIDS ? Bukan Narkobanya yang menyebabkan orang tertular HIV tetapi prilaku penggunaannya yang beresiko.
Perilaku seperti apa yang beresiko..? Menggunakan jarum suntik satu bergantian dengan teman pakainya Berarti menggunakan narkoba tanpa disuntikan bukan perilaku beresiko ? Ya... betul namun dalam kondisi mabuk kontrol seseorang akan menyempit sehingga memungkinkan terjadinya hubungan seksual yang tidak aman.
Tehnik penyampaian : 1.Secara Personal metodenya komunikasi efektif dalam bentuk dialogis atau tanya jawab. 2.Secara Kelompok dengan metode diskusi dan sharing pengalaman dengan alat bantu rokok atau film.
Dampak penyalahgunaan Napza: 1. Jasmaniah
Gangguan pada sistem syaraf; kejang
kejang,halusinasi,gangguan kesadaran,kerusakan syaraf
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah; imfeksi akut jantung gangguan peredaran darah
Gangguan pada kulit; alergi abses pernanahan
Gangguan padaparu
paru; penekanan fungsi pernafasan, pengerasan jaringan paru2
Gangguan pada hemopeotik gastrointestinal,penurunan fungsi sistem reproduksi,gagal ginjal, gangguan pada otot dan tulang serta berpotensi tertular HIV
AIDS
2. Kejiwaan
Intoksitasi (keracunan) gejala dimana seseorang telah merasakan efek penggunaan narkobanya(Mabuk)
Toleransi istilah yang digunakan untuk menunjukkan kebutuhan zat seseorang yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang.
Withdrawal Syndrome (gejala Putus Zat) biasa dikenal oleh pecandu dengan sebutan sakau gejala ini akan hilang jika menggunakan
3. depedensi
(ketergantungan)
keadaan
dimana
seseorang
selalu
membutuhkan
zat
tertentu(Kecanduan)
4. Dampak Sosial Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa prosentase kriminalitas yang terjadi lebih besar di timbulkan oleh penyalahgunaan zat psikoaktif yang dapat meningkatkan perilaku agresif seseorang baik fisik maupun psikis.