Mantram untuk Ista Dewata Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram la in yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca dari Panca Sembah, yakni Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:
Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah s atu contoh dari dua mantram di bawah ini: Om, Akasam Nirmalam Sunyam Guru Dewa Bhyomantaram Ciwa Nirwana Wiryanam Rekha Omkara Wijayam Artinya: YaTuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.
Om Nama Dewa Adhisthanaya Sarva Wyapi Vai Siwaya Padmasana Ekapratisthaya Ardhanareswaryai Namo’namah
Artinya: Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, A rdhanaresvarì, hamba memujaMu.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut: Om Isanah Sarwa Widyanam Iswarah Sarwa Bhutanam Brahmano’ Dhipatir Brahma
Sivo Astu Sadasiwa Artinya: Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa K uasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini: Om, Girimurti Mahawiryam Mahadewa Pratistha Linggam Sarwadewa Pranamyanam Sarwa Jagat Pratisthanam
Artinya: Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.
Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga: Om, Catur Diwja Mahasakti Catur Asrame Bhattari Siwa Jagatpati Dewi Durga Sarira Dewi Artinya: Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.
Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya: Om Brahma Prajapatih Sresthah Swayambhur Warado Guruh Padmayonis Catur Waktro Brahma Sakalam Ucyate Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.
Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya: Om Brahma Wisnu Iswara Dewam Tripurusa Suddhatmakam Tridewa Trimurti Lokam Sarwa Wighna Winasanam Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa MahaSuci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.
Untuk di Pura Segara atau di tepi pantai, mantramnya: Om Nagendra Krura Murtinam Gajendra Matsya Waktranam Baruna Dewa Masariram Sarwa Jagat Suddhatmakam Artinya: Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha ma ha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.
Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya: Om Sridhana Dewika Ramya Sarwa Rupawati Tatha Sarwa Jñana Maniscaiwa Sri Sridewi Namo’stute
Artinya: Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. la adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.
Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya: Om Saraswati Namas Tubhyam Warade Kama Rupini Siddharambham Karisyami Siddhir Bhawantu Me Sada Artinya: Ya Tuhan dalam wujud-Mu sebagai Dewi S araswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugraha-Mu.
Untuk bersembahyang di pemujaan para Rsi Agung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini: Om Dwijendra Purvanam Siwam Brahmanam Purwatisthanam Sarwa Dewa Ma Sariram Surya Nisakaram Dewam Artinya: Ya, Tuhan dalam wujudMu sebagai Siwa, raja dari sekalian pandita, la adalah Brahma, berdiri tegak paling depan, la yang menyatu dalam semua dewata. la yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan, kami memuja Siwa para pandita agung. Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata,
yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.
Terakhir, ini sembahyang ke hadapan Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, tak ada kaitannya dengan Panca Sembah: Om Ganapati Rsi Putram Bhuktyantu Weda Tarpanam Bhuktyantau Jagat Trilokam Suddha Purna Saririnam
Tentang Otonan Otonan berasal dari kata “pawetuan”, yaitu peringatan hari lahir menurut tradisi agama Hindu di Bali yang didasarkan pada Sapta wara, Panca wara, dan Wuku. Dalam kalender Bali otonan dirayakan setiap 210 hari(setiap 6 bulan). Di hari otonan kita memanjatkan puja kepada Sanghyang Widhi karena atas perkenan-Nya roh/atma bisa menjelma kembali menjadi manusia, serta mohon keselamatan dan kesejahteraan dalam menempuh kehidupan. Dalam penetapan hari otonan tidaklah boleh asal-asalan atau tidak boleh keliru. Karena dalam lontar pawacakan dan lontar jyotisha, jika keliru dalam penetapan otonan anaknya akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.
Cara Menetapkan Hari Otonan Dalam menentukan hari otonan yang harus dijadikan patokan adalah sistem kalender Saka-Bali. Yang mana dalam pergantian hari atau tanggal yaitu ketika matahari terbit(sekitar jam 6 pagi). Jika untuk bayi, otonan pertama kali dilakukan ketika sudah berumur 105 hari, karena organ tubuh dianggap sudah berkembang sempurna dan semua panca indra sudah aktif, dimana panca indra anak itu dapat membawa dampak positif dan negatif pada kesucian jiwa,sehingga harus di lakukan Otonan /upacara tiga bulanan. Dimana jika belum di lakukan Otonan /diupacarai tiga bulanan, maka anak itu masih “Cuntaka” atau belum suci.
Sarana Upacara Otonan Dalam upacara otonan yang sederhana sarana cukup sebagai berikut: 1. Banten Pejati (untuk Bhatara Guru/Kemulan) 2. Dapetan (sebagai tanda syukur) 3. Sesayut Pawetuan (untuk Sang Manumadi) 4. Segehan (untuk Bhuta) Selain itu boleh juga diisi kue Taart diatasnya dikasi canang sari dan dupa, kemudian didoakan. Dalam prosesi otonan, terdapat sebuah simbolis yaitu pemasangan g elang ditangan berwarna putih. Kenapa menggunakan benang? karena benang mempunyai kontotasi “beneng” dalam bahasa bali halus. Yang dapat diartikan 2 hal yaitu: Karena benang sering dipergunakan sebagai sepat membuat l urus sesuatu yang diukur. ini maksudnya agar hati yang otonan selalu di jalan yang lurus/benar Benang memiliki sifat lentur dan tidak mudah putus sebagai simbol kelenturan hati yang otonan dan tidak mudah patah semangat.
Mantra/Doa Dalam Otonan Mantra yang bisa digunakan dalam otonan yaitu sebagai berikut:
Mabya kala /bya kaon Om shang bhuta nampik lara sang bhuta nampik rogha, sang bhuta nampik mala, undurakna lara roga wighnanya manusanya. Om sidhirastu Yanama Swaha.
Matepung tawar. Om purna candra purna bayu mangka purnaya manusa maring marcepada kadi langgenaning surya candra vmangklana langgenganipun manusyania Om sidhirastu ya nama Swaha
Mesesarik Kening; om sri sri ya nama swaha Bahu kanan: om anengenaken phala bhoga ya nama swaha Bahu kiri : om angiwangaken pansa bhaya bala rogha ya nama swaha Telapak tangan : om ananggapaken phala bhoga ya nama swaha Tengkuk : om angilangaken sot papaning wong ya nama swaha Dada : om anganti ati sabde rahayu
Matebus benang. om angge busi bayu premana maring angge sarire
Natab sesayut. Dalam natab sesayut ada 2 mantra yang bisa dipergunakan untuk otonan sederhana
Sesayut bayu rauh sai om sanghyang jagat wisesa, metu sira maring bayu, alungguh maring bungkahing adnyana sandi om om sri paduka guru ya namah. om ung sanghyang antara wisesa, metu sira maring sabda, alungguh maring madyaning adnyuana sandi om om sri sri paduka guru ya namah. om mang sanghyang jagat wisesa. metu sire maring idep. alungguh maring tungtungngin adnyana sandi om om sri paduka guru ya namah
sesayut pangenteg bayu om dabam jaya bayu krettan dasa atma dasa premanam sarwa angga ma sariram wibbbbuh bhuanam dewat makam.
Memahami Makna Ongkara Ongkara=Omkara adalah Simbol Suci dalam Agama Hindu, Di dalam Upanisad ongkara atau omkara disebut Niyasa artinya alat bantu agar konsentrasi kita menuju kepada Hyang Widhi, serta pemuja mendapat vibrasi kesucian Hyang Widhi. Niyasa atau sarana yang lain misalnya banten, pelinggih, kober, dll. Sebagai simbol suci Niyasa sudah sepantasnya digunakan atau diletakkan pada tempat yang wajar karena disucikan. Pada beberapa kasus di Bali simbol-simbol Hindu pernah digunakan tidak pada tempatnya misal: penggunaan canang sari dengan bola golf diatasnya pada foto sebuah iklan, penggunaan simbol ongkara pada bagian-bagian tubuh yang tidak sepantasnya dll. Perlakuan pada niyasa-niyasa/Simbol Suci yang tidak wajar mungkin karena faktor ketidaktahuan (awidya) atau memang sengaja (rajasika). Mengapa salah satu niyasa berbentuk ongkara/Omkara, karena gambar itulah yang dilihat dalam jnana para Maha Rsi penerima wahyu Hyang Widhi, yang kemudian diajarkan kepada kita turun temurun. Ongkara di Bali terdiri dari 5 Jenis: Ongkara Gni, Ongkara Sabdha, Ongkara Mrta, Ongkara Pasah dan Ongkara Adu-muka. Penggunaan berbagai jenis Ongkara ini dalam rerajahan sarana upakara pada upacara Panca Yadnya dimaksudkan untuk mendapat kekuatan magis yang dibutuhkan dalam melancarkan serta mencapai tujuan upacara. Ongkara Gni
Ongkara Gni Ongkara Sabdha
Ongkara Sabdha Ongkara Mrta
Ongkara Mrta Ongkara Pasah
Ongkara Pasah Ongkara Adumuka
Ongkara Adumuka Unsur-unsur Ongkara ada 5 yaitu: 1.
Nada,
2.
Windu,
3. Arda Candra, 4. Angka telu (versi Bali), 5.
Tarung.
Semuanya melambangkan Panca Mahabutha, unsur-unsur sakti Hyang Widhi, yaitu: Nada = Bayu, angin, bintang; Windu = Teja, api, surya/ matahari; Arda Candra = Apah, air, bulan; Angka telu = Akasa, langit, ether; Tarung = Pertiwi, bumi, tanah.
Unsur-unsur Ongkara Unsur-unsur Panca Mahabutha di alam raya itu dinamakan Bhuwana Agung. Panca Mahabutha ada juga dalam tubuh manusia:
Daging dan tulang adalah unsur Pertiwi
Darah, air seni, air kelenjar (ludah, dll) adalah unsur Apah
Panas badan dan sinar mata adalah unsur Teja
Paru-paru adalah unsur Bayu
Urat syaraf, rambut, kuku, dan 9 buah lobang dalam tubuh: 2 lobang telinga, 2 lobang mata, 2 lobang hidung, 1 lobang mulut, 1 lobang dubur, dan 1 lobang kelamin, adalah unsur Akasa.
Unsur-unsur Panca Mahabutha dalam tubuh manusia disebut sebagai Bhuwana Alit. Dalam kaitan inilah upacara Pitra Yadnya dilakukan ketika manusia meninggal dunia di mana dengan upacara ngaben (ngapen=ngapiin), unsur-unsur Panca Mahabutha dalam tubuh manusia (Bhuwana Alit) dikembalikan/ disatukan ke Panca Mahabutha di alam semesta (Bhuwana Agung). Kesimpulan: Simbol Ongkara adalah simbol ke Maha Kuasaan Hyang Widhi. Simbol Ongkara di Bali pertama kali dikembangkan oleh Maha-Rsi: Ida Bhatara Mpu Kuturan sekitar abad ke11 M, ditulis dalam naskah beliau yang bernama “Tutur Kuturan” Ongkara Untuk Menuju Sat(Yang Tak Berwujud)
Ongkara Simbol Suci Seperti penjelasan diatas Ongkara merupakan simbol suci un tuk mempermudahkan umat manusia untuk menuju Tuhan, SAT(yang tak berwujud) Dari Ongkara muncullah Dwi Aksara yaitu Ang dan Ah. Dwi Aksara juga adalah perlambang Rwabhineda (Dualitas), Ang adalah Purusa (Bapa Akasha) dan Ah adalah Prakerti (Ibu Prtivi). Pada tahapan berikutnya, dari Dwi Aksara ini muncullah Tri Aksara, yaitu Ang, Ung dan Mang. Dari banyak sumber pustaka, dikatakan bahwa AUM inilah yang mengawali sehingga muncullah OM. (Apakah ini petunjuk bahwa ONG itu lebih dulu/tua daripada OM?) Pada tahapan berikutnya, dari Tri Aksara muncullah P anca Aksara, yaitu SANG, BANG, TANG, ANG, dan ING. Dari Panca Aksara kemudian muncullah Dasa Aksara, yaitu SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, dan YANG. Pada arah mata angin, Dasa Aksara terletak berurutan dari Timur = SANG, Selatan = BANG, Barat = TANG, Utara = ANG, dan tengah-tengah/poros/pusat = ING, kemudian Tenggara = Nang, Barat Daya = Mang, Barat Laut = SING, Timur Laut = WANG dan tengah-tengah/poros/pusat = YANG. Ada dua aksara yang menumpuk di tengah-tengah, yaitu ING dan YANG. (Apakah ini asal muasal YING dan YANG?) Tapak Dara (+) adalah simbol penyatuan Rwabhineda (Dualitas), (|) dan segitiga yang puncaknya ke atas, mewakili Purusa/Bapa Akasha/Maskulin/Al/El/God/Phallus. Sedangkan (-) dan segitiga yang puncaknya ke bawah mewakili Prakerti/Ibu Prtivi/Feminim/Aloah/Eloah/Goddess/Uterus. Hanya dengan melampaui Rwabhineda (dualitas), menyatukan/melihat dalam satu kesatuan yang utuh/keuTUHAN, maka pintu gerbang menuju Sat akan ditemukan. KeuTUHAN disini, bukan menjadikan satu, namun merangkum semuanya, menemukan intisari dari semua perbedaan yang ada tanpa menghilangkan atau menghapus perbedaan yang ada. Bukan juga merangkul semuanya dalam satu sistem tertentu, bukan juga untuk satu agama tertentu, tapi temukan dan kumpulkanlah semua serpihan kebenaran yang ada di setiap perbedaan yang membungkusnya. Inilah BHINEKA TUNGGAL IKA TAN HANNA DHARMA MANGRWA. Terima kasih: 1.
Ida Bhegawan Dwija
2.
Dede Yasa Varmadeva
3.
KMHDI Sulawesi Selatan
GAMBAR ISTA DEWATA
GAMBAR LINGGA DEWA DI PAMERAJAN
UPACARA / UPAKARA PITRA YADNYA
PENDAFTARAN DIMULAI TANGGAL : 1 MEI 2014 SAMPAI DENGAN 10 JULI 2014 RENCANA NEGEM DEWASA PENGABENAN : TANGGAL 20 JULI 2014 RENCANA PENGABENAN :TANGGAL 29 JULI 2014 RENCANA PENYEKAHAN : TANGGAL 29 JULI 2014 RENCANA METATAH MASAL : TANGGAL 30 JULI 2014 RENCANA ME AJAR - AJAR : TANGGAL 31 JULI /2014 RENCANA MEPAINGKUP : TANGGAL 2 AGUSTUS 2014 TATA CARA PELAKSANAAN UPACARA PENGABENAN MEWANGUN SAWA KARESIAN Setelah mengadakan pembicaraan dengan Pandita yang muput, dilaksanakanlah Upacara Mejauman, Yaitu memastikan / membulatkan tekad untuk membangun yadnya se rta mengatur susunan acara. Apa yang dihaturkan kepada Ida Pandita oleh Sang Yajamana ketika mejauman, lihat daftar terlampir. Setelah itu Pandita memberikan tirtha Jauman untuk disiratkan di sengker area piyadnyan, dimana disetiap sudut ditancapkan sanggah cucuk yang diisi banten tegteg daksina, peras ajuman. Sejak saat itu preti sentana mulai ngewangun beberatan. Biasanya pada hari yang sama bangunan bangsal tempat upacara sudah selesai diplaspas. Kekuatan tirtha jauman ini hanya 12 hari. Setelah itu agar segera dicabut /praline agar tidak “ Ngeraranin “ 1. MAPIUNING : di Sanggah Pamerajan, Kawitan dan Kahyangan Tiga, serta Pura Lainnya yang dianggap perlu. 2. NGULAPIN di Pura Dalem Dan MUNGKAH di Setra Dengan Cara sebagai Berikut : o Membawa Sekah Jemek / Kampuh ke Pura Dalem o Mapiuning , terus ke Kuburan o Diatas kuburan diletakkan pengawak dan banten Pengendag Yaitu ; dakksina, peras, penyeneng, suci, nasi punjung, segehan dan tetabuhan, lalu dihaturkan kepada Sedahan Setra. o Keplugin gegumuk dengan papah nyuh gading ( simbul tangan Betara Brahma ) lalu pengawak di “ Kedetin “ dengan benang jinah satakan dan ditaruh di sekah jemek. o Sekah Jemek disangkol, berdiri, mundur tiga langkah, meprasaya 3 x , lalu berjalan kerumah / tempat upacara. 3. MESEH LAWANG ( meseh = berganti, lawang = pintu ) dilaksanakan bila Sang Lina sejak kelahirannya cacat tubuh / mental, atau mati salah pati, atau mati ngulah pati, dilaksanakan di perempatan jalan dekat rumah, dengan urutan upacara sebagai berikut o Mereresik o Mapiuning ring Sang Hyang Catur Loka Pala o Mecaru o Mabeyakala dan Maprayascita o Malukat o Natab banten meseh lawang o Sembahyangkan Sang Atma keempat penjuru angina diiringi preti sentana, metirtha, mebija, Selanjutnya meprasawiya mengelilingi area upacara tiga putaran, lalu menginjak banten meseh lawang, terus mungkah lawang. o Mungkah lawang yang terbuat dari 2 buah kelabang dipintu masuk yang diapit Sanggah Cucuk sekali gus mapepegat dengan benang tridatu yang diikat di carang dapdap, terus keluar melalui sela – sela Sanggah Cucuk ( Jadi ada tiga Sanggah Cucuk ) o Lalu mapegat dengan benang tridatu yang diikat di carang dapdap o Kembali kerumah lalu Sekah Jemek dilinggihkan di Bale Sawa. Dan diberi panyembrama / pisuguh ( bila perlu ada banten pengulapan 4. MELASPAS ; Piranti – piranti yang dipakai mebersih,
Kajang, Tumpang Salu, Damar kurung dll 5. MEBERSIH ; o Pengawak dipisahkan dengan Sekah Jemek, Sekah Jemek tetap berada di Bale Sawa, sedangkan Pengawak diturunkan ke Pepaga atau Bale Pesiraman yang kakinya dibuat dari batang dapdap dan diatasnya diberi leluhur. Agar tidak tertukar, maka bila pengabenan missal, masing – masing Sekah Jemek dan Pengawak diberi nomor urut dan nama Sang Lina. Linggih Sekah Jemek menurut Ulu – Teben , yang sesuuai dengan usia dan lelintih. o Mareresik o Mabeakala : margiang lis, pereresik, sapsap antuk lalang ( symbol tatakan tirtha kamandalu ), lidi ( symbol jeriji Betara Brahma ) , sambuk mejepit ( symbol rambut Betara Brahma ), banten beyakala agar metatakan sidi ( agar bea terhadap kala tembus ke pertiwi ) o Maprayascita o Masiram o Magentos Pengangge o Maaled don biu kaikik o Mapasang buku – buku kwangen, peringkesan ( solasan ) dan pengerekaan. o Malelet o Munggah ke tumpang salu, tangan wargi yang bekas mengambil sawa agar dicuci dengan air daun asam yang hangat. o Diberi pelengkungan, rurub kajang ( satu set untuk setiap sawa ) dan kereb sinom o Katurang punjung o Pemuspaan 6. MADEENG / MANAH TOYA Membawa Tiga Sampir, Pelangkiran, Sangku, Panah o Mareresik o Mapiuning o Manah Toya 7. MAMENDAK o Pandita ngarga tirtha o Pandita membuat tirtha – tirtha dengan bahan toya yang dipanah tadi , antara lain tirtha Pelukatan, Pebersihan, Pedudusan, Panca Tirtha, Beakala, Durmrnggala, Pungun – pungun. o Mapedudusan mulai dari : Surya , Lebuh , Bale Sawa dan Prati sentana o Mapiuning; para pengayah ngayabang banten di Surya, Lebuh dan Bale Sawa. o Nguningang ayaban, Suci, Sekar taman, Pulagembal, Bebangkit o Pamuktian Dewa o Ayaban Sor ( gelar sanga) o Ambil Sekah Jemek dan masing – masing rurub kajang, digendong oleh preti sentana berjejer didepan Bale Sawe, lalu muspa kearah timur, selatan, barat, utara dan tengah o Maprasawiya berkeliling Bale Sawa diiringi dengan tarian ( Wisnu ) , Kidung ( Brahma ) , atau diam ( Siwa ), Urut – urutannya ; Rurub Kajang didepan, meulap – ulap, lalau dibelakangnya Sekah Jemek. o Rurub Kajang munggah ke Bale Sawa, Sedangkan Sekah Jemek ; merajah, mepetik, mekarowista, mapesolsolan dan mapedudusan. 8. MATAPAK ; Pandita berputar kearah barat lalu berhadapan dengan Sekah Jemek untuk ditapak: o Ambil Padma Angelayang o Astra Mudra, Sekah Jemek diperciki Tirtha dan diberi Bija o Mantram untuk sawa laki : OM AKASA BYOMA SIWA TATWA YA NAMAH. , untuk sawa wanita : OM PRETIWI PRABAWATI DEWI TATWA YA NAMAH. o Padma Angelayang dilipat dan diselipkan di Sekah Jemek. 9. MAPERAS : o Sekah Jemek dari Sawa yang belum bercucu langsung malinggih di Bale Sawa o Sekah Jemek yang bercucu / berkumpi dst ; Tetap digendong untuk menerima kwangen pamerasan dari para cucu / cicit. Caranya ; perahu dari kloping nyuh gading dilayarkan diatas pane
yang berisi air laut dicampur air danau, didorong dengan kwangen oleh para cucu / cicit; kwangen itu lalu diselipkan di Sekah Jemek. o Mapepegat o Setelah itu Sekah Jemek ditempatkan lagi di Bale Sawa 10. NGASKARA, NARPANA DAN NGENJIT DAMAR KURUNG Ngaskara artinya mawinten bagi Sang Lina, yaitu disucikan dahulu sebelum meningkat keacara selanjutnya Narpana artinya menghaturkan makanan / rayunan kepada Sang Lina o Pandita Mamuja : Kawitan, Tribuwana, Brahma, Prajapati, Catur Dewi, Bethari Durga dan Bethara Kabeh. o Selama Pandita mapuja dibacakan “ Putru Tarpana “, atau pitutur kepada Sang Atma o Nganteb ayaban : Suci, Pengulapan, Sorohan, Sekar Taman, Pulegembal, Bebangkit, Tetukon, Panjang ilang, diuskamaligi dan banten teben. o Pembuktian Pitra o Pemuspaan oleh Preti Sentana § Muspa Puyung § Bunga putih ke Surya § Bunga Merah ke Brahma, Mrajapati, Dewi Durga § Bunga warna – warni ke Batara Kawitan § Kwangen ke Sawa ( sikap tangan dihulu hati ) Setelah ini kwangen dikumpulkan di bale sawa § Muspa Puyung § Matirtha dan Mabija. 11. MANAH TIRTHA o Pandita membuat tirtha – tirtha : Pelukatan,Pebersihan, Penembak, Pengentas, Pemralina, Bumi Sudha, Meras Margi, Caru Tedun Sawa, Tirtha Penyeeb, Tirtha Ngereka, Tirtha Nganyut, Tirtha Ngulapin ( yang akan dipakai besok pada hari pengutangan o Setelah itu semua tirtha ditempatkan didepan pemujaan lalu panah dipentangkan kearah sawa. Bunga yang terlempar dari panah dimasukkan kedalam sangku tirtha penembak 12. HARI PENGUTANGAN o Melaspas Wadah, Petulangan dan Bale Gumi o Macaru didepan Bale Sawa o Nanginin Sawa dengan Kidung o Baris Gede ( Utusan Sang Dora Kala, Maha Kala ) masolah membawa Caluk Sudamala o Nedunang Sawa ( Pengawak ) o Menaikkan Sawa dan Rurub Kajang ke Wadah o Sekah Jemek di gendong, tumpang salu dibawa paling depan o Wadah maprasawiya didepan rumah, disetiap perempatan jalan, dan di Pamuunan o Macaru didepan Pamuunan o Masukkan galih kedalam Petulangan o Nedunang Sawa sambil melepaskan itik – itik satu per satu,sawa masukkan kedalam Petulangan, dengan susunan yang paling muda usianya dibawah, lanang istri dan yang sudah mawinten petulangannya lain o Ngemargiang Tirtha – tirtha dengan urutan sebagai berikut: Pelukatan, Pebersihan, Penembak, Pangentas, Piuning – piuning Paibon, Merajan, Kawitan, Kahyangan Tiga, dan Siwa Raditya o Preti Sentana Nyumbah o Sekah Jemek di taruh dibawah petulangan setelah payasan emas di cabut o Ngeseng dengan api Pralina dari Pandita o Setelah Sawa terbakar habis, lalu nyeeb api dengan Tirtha Penyeeb dari Pandita o Nyepit adeng, pertama diambil adeng tulang diteben 3 x , ditengah 3 x , dan di hulu 3 x o Arang ditaruh di cubek, lalu diuyeg dengan tebu cemeng, ( pinaka tulang Bathari Durgha ) . Sisa – sisa tulang yang lain dibungkus kain putih, nanti dihanyut di segara o Ngereka abu, masang buku – buku o Mabeakaon, maprayascita, siramin toya kelungah o Abu dimasukkan ke kelungah, dihias, lalu digendong oleh Preti sentana o Ngayab Banten Pekiriman dan Narpana diantar oleh Pandita o Pamuspaan ( maktiang Pitra, posisi tangan diatas kepala ), matirtha, mabija, parama santih, lalu Preti sentana yang menggendong abu bangun berjalan mundur 3 langkah ( Utpti, Stiti, Pralina )
o Mapurwa Daksina mengelilingi Pamuunan dan Sanggar Surya 3 x sambil menari dan makidung diiringi gamelan, terus menuju ke segara untuk nganyut o Di Segara :Mapiuning kepada Ida Bathara Baruna, Nganyut, Ngulapin dengan rantasan putih kuning ( setiap sawa satu rantasan ) o Kembali ke rumah / tempat upacara. Ketika Sawa berangkat tadi Pandita segera mecaru Resi Gana. Sebelum mrelina caru, agar caru ditutup kain putih, lalu Pandita mape ngalang – alang o Menghaturkan banten Pangerorasan di bale Sawa dan Preti sentana dan sarana yang dipakai Pitra Yadnya di Prayascita Sampai disini upacara Pengabenan tahap pertama selesai. Pengabenan dilaksanakan sebagai upaya mensucikan atma atau roh . Setelah meninggal dunia jasad dibakar de ngan dua jenis agni yaitu agni sekala adalah api, dan agni niskala adalah cita agni yang berasal dari puja Ida Pandita. Tujuan membakar jasad adalah untuk melepaskan bungkusan atma yang paling luar, yang dinamakan Panca Maha Buta, yaitu badan manusia yang terdiri dari 1. Bagian – bagian tubuh yang padat ( daging dan tulang dikem balikan ke Pertiwi / Tanah ), 2. Bagian – bagian tubuh yang cair ; darah dan cairan lainnya dikembalikan ke Apah / air, 3. Bagian –bagian tubuh yang bersuhu panas, mata dan rongga badan dibagian dalam dikembalikan ke Teja / api, 4 Bagian – bagian tubuh yang ber angina, nafas dan angina di rongga badan dikembalikan ke Bayu / Udara, dan 5. Bagian – bagian tubuh yang halus, rambut, syaraf dan kuku dikembalikan ke Akasa / ether. Jelaslah kiranya bahwa upacara pengabenan harus dilakukan dengan membakar, sebab jika tidak dibakar unsure – unsure Panca Mahabuta tidak segera kembali keasalnya. Tahap berikutnya setelah Ngaben adalah Upcara Nyekah, yaitu melepaskan bungkusan atma yang kedua.
13. NYEKAH Dinamakan juga Ngeroras ( roars; ro = dua , ras = las = pisah kedua kalinya ) . Sekah asal kata sekar = bunga, karena Sang Atma di bhiseka dengan nama – nama bunga o Ketika datang dari Segara, rantasan mapegat sot, Pegat sot = putus saud atur dari sang Pitra terhadap Preti sentana dan sebaliknya. Caranya ; Pandita memasupati dupa, lalu tiap tiap penyunggi rantasan membawa benang putih sepanjang 15 cm, benang itu dipentangkan dengan kedua tangan penyunggi, lalu Pandita memutuskan benang di tengah tengah dengan menyulutkan dupa. Benang putus yang ada ditangan kiri dibuang, y ang ada ditangan kanan diselipkan dirantasan. o Rantasan ditempatkan di Bale Sekah di Piyadnyan o Pandita mengumumkan pelaksanaan upacara metiga bulanan dan metatah bagi preti sentana yang belum melaksanakan, agar atma Sang Pitara dapat ke Sorga dengan mulus. Bagi yang sudah ditinggal ayah / ibu agar ngadegang dengan rantasan guna melaksanakan penyumbahan; caranya preti sentana dikelompok – kelompokkan, yang ditinggal ayah / ibu, yang ditinggal ayah saja, yang ditinggal ibu saja, dan yang ayah ibu masih ada. Ini untuk memudahkan ngadegang Sang Pitara dan penyumbahan, serta pawisik yang diucapkan oleh Pandita. o Ngangget Don Bingin ; Ambil kain putih secukupnya untuk menampung daun beringin agar tidak jatuh ketanah. Sesudah itu mepiuning ring Ida Bagawan Salukat untuk mohon don bingin, don bingin di Pasupati oleh Pandita sambil mapurwa Daksina keliling Piyadnyan, ambil don bingin yang melingeb 5 lembar untuk diselipkan dibelakang prerai sekah lanang, lalu 5 lembar do bingin yang nungkayak untuk diselipkan dibelakang prerai sekah istri. Ini dilakukan karena sekah sudah berisi don bingin 66 lembar. Don bingin sebagai jejaton / jimat bagi Sang Atma o Sekah yang banyaknya sama dengan banyaknya Sawa ditambah dengan Sekah Sangga lanang istri, dipelaspas oleh Pandita, sekah jangan lagi diberi nama seperti ketika masih hidup, pakai nama – nama kayu utama bagi yang lanang, dan bunga – bungaan untuk yang istri, atau diberi nomor saja o Memendak; sekah sebelumnya masih kosong, untuk itu dilakukan pamendak oleh preti sentana diantar oleh Pandita dengan Puja Sapta Ongkara Atma, Setelah itu sekah ( sebagai simbul atma) disatukan dengan rantasan ( sebagai symbol badan halus ). Sekah sangge untuk menampung Atma lain yang ingin ikut upacara ( tidak me mpunyai rantasan ) o Muspaang Sekah keempat penjuru angina lalu berjalan me Purwa Daksina mengelilingi Bale Sekah, selanjutnya dilaksanakan ; o Mapedudusan, Merajah, Mapetik, Makarowista, Metapak
o Ngelinggihang Sekah di Bale Sekah o Narpana Sekah seperti Narpana Sawa terdahulu, bersama dengan itu dilakukan pembacaan Putru Pesaji Sekah oleh Jero Gede yang bias membaca Putru. Semua preti sentana turut ngayabang catur kepada Sang Pitara o Pemuspaan oleh Preti sentana, metirtha, mabija o Pandita Ngarga Tirtha tirtha ; Pelukatan ( dengan wayang Brahma ), Pabersihan ( dengan wayang Wisnu ), Pasupati ( dengan wayang Siwa ), Pemralina ( dengan wayang Tuwalen ) tirtha Penyeeb, Tirtha Penganyut. o Sekah disirati dengan tirtha tirtha tersebut, dimana tirtha Pralina terakhir o Karena sudah dipralina, maka sekah segera di geseng, persiapkan sebelumnya alat-alat ; cubek, tebu cemeng, sidu ental, sepit dan korek pangesengan yang dimantrai Pandita. Disini ada perbedaan dengan ngeseng sawa sebagai ngeseng Panca Mahabuta, sedangkan ngeseng Sekah adalah ngeseng Panca Tanmatra o Setelah digeseng, sirat tirtha Penyeeb, lalu abu dimasukkan ke ngelungah kasturi dan dihias, kemudian mapurwa daksina , selanjutnya nganyut ke segara o Setelah nganyut di segara, segera dilakukan pengulapan/ngedetin dengan rantasan satu pasang untuk semua sekah ( yaitu 1 lanang dan 1 istri )
14. NYEGARA GUNUNG o Sedari tadi menghadap kke laut, sekarang menghadap ke gunung, terlebih dahulu mecaru Panca Sata ( purwa 5 putih, daksina 9 merah, pascima 7 kuning, uttara 4 hitam, madya 8 brumbun , jumlah 33 ) o Setelah mecaru ngayab banten dengan mantra – mantra ; Giripati, Pamuktian Dewa, Setelah itu mebakti, metirtha, mabija, terus prama santi terus mepamit kembali ke rumah Sampai disini upacara Nyekah selesai. Upacara Nyekah disebut sebagai Atma Wedana karena yang diupacarai adalah pembebasan Atma dari bungkusan yang kedua yaitu ikatan Panca Tanmatra ( lima yang tidak terlihat tetapi dapat dirasakan ) atau pengaruh indria kepada atma yaitu : 1 Ganda tanmatra ; pengaruh indra penciuman di hidung, 2. Rasa Tanmatra adalah pengaruh indra perasa di lidah, 3. Rupa tanmatra adalah pengaruh indra pengelihatan di mata, 4. Sparsa tanmatra adalah pengaruh indra perasa di kulit, 5.Sabda tanmatra adalah pengaruh indra pendengaran di telinga. Setelah Ngaben dan Nyekah yang masing – masing memusnahkan Panca Mahabuta dan Panca Tanmatra, tinggallah sellaput atma yang terakhir yang disebut Panca Marmendria atau Karmawasana; inilah yang diadili oleh Hyang Wisesa untuk menentukan kehidupan atma selanjutnya. Panca Karmendria terdiri dari : Padendria, Payundria, Upastendria dan Wakindria Upacara selanjutnya adalah “ Mepaingkup “
15. MEPAINGKUP Upacara ini diadakan di Pamerajan dengan urut – urutansebagai berikut o Mecaru eka sata o Ambil air dua sangku dijungjung sambil mamendet oleh dua orang diiringi Puja Pandita, seliwar – seliwer lalu kaplugang, dan tuangkan di depan pelinggih Kemulan / Dewa Hyang; ini sebagai symbol Siwa ( air = putih ). Demikian dilakukan hal yang sama berturut – turut dengan berem ( symbol Brahma = merah ), Arak ( symbol Mahadewa = kuning ), klungah nyuh gadang ( symbol wisnu = hitam ), Selanjutnya ambil teteg daksina dua buah, juga kaplug – kaplugang di Palinggih Kamulan / Hyang Ibu ( lanang di rong kanan, istri di rong kiri ), lalu daksina tetap dijungjung. Terakhir ambil rantasan yang tadi dibawa dari segara, kaplug – kaplugang dengan pretima Dewa Hyang yang lama ( keluarkan dari gedong ), Setelah itu rantasan diletakkan dibawah pretima yang lama ( lanang dengan yang lanang dan istri dengan yang istri ). Setelah itu tegteg daksina dan pretima dilinggihkan kembali, lalu dihaturi ayaban, semua preti sentana ikut ngayabang banten paingkup kepada Dewa Kemulan / Dewa Hyang o Upacara mepaingkup selesai 16.
MASIDA KARYA
Tiga hari setelah Mapaingkup ( bila Nandang Mantri ), pada waktu ini sesengker jauman dihilangkan, semua sarana / bangunan yang dipakai segera dibongkar, bekas nanceb sanggar cucuk dan lainnya diberi segehan
17. MEAJAR – AJAR Meajar – ajar sama dengan matirtha yatra bagi orang hidup, Dewa Hyang diiring masucian / mapiuning ke Pura – pura 18. NGERAJEG LINGGIH Upacara ini biasanya dilakukan pada waktu ngodalin di Sanggah Pamerajan, segera setelah me ajar – ajar o Mendak Pengrajeg linggih dengan ngayat Nyatur Bhuwana o Mapurwa daksina dengan pependetan dan seterusnya, Mengelilingi Dewa Hyang o Nyugjug dengan keris di bangbang yang sudah dibuat dibelakang linggih Dewa Hyang, seterusnya pengrajeg linggih ditaruh di bangbang o Mengumumkan kepada preti sentana untuk bersiap – siap dengan Tri Sarana yaitu : takir berisi kalpika, bija / beras, dan uang. Tri sarana di pasupati terlebih dahulu oleh Pandita satu – satu, barulah ditanam di bangbang diiringi doa untuk mohon kerahayuan bagi preti sentana. o Pandita nganteb banten pengrajeg linggih dengan mantra Sapta Ongkara, Surya Seloka dan Panca Dewata Sampai disini upacara Mapaingkup selesai, Upacara ini adalah upacara Dewa Yadnya karena atma sudah disucikan sampai ketingkat Karmawesana dan dilinggihkan di Sanggah Pamerajan. Pada upacara ini Atma masih dalam bungkusannya terakhir yaitu Karmawesana atau Panca Karmendria yaitu : o o o o o
1. Padendria adalah karmawesana yang terjadi akibat langkah kaki 2. Payundria adalah karmewesana yang terjadi akibat makanan yang dimakan 3. Panendria adalah karmawesana yang terjadi akibat gerakan tangan 4. Upastendria adalah karmawesana yang terjadi akibat kehidupan sex 5.Wakindria adalah karmawesana yang terjadi akibat ucapan perkataan.
Upacara Mepaingkup ini sudah termasuk Dewa Yadnya, karena setatus atma kini sudah sebagai Dewa Hyang, dimana atma sudah mendapat pengadilan dari Hyang Wisesa atau Hyang Widhi Wasa, karma wesana tidak ias dihilangkan, karma wesana yang buruk hanya bias diimbangi dengan karmawesana yang baik, Oleh karena itu atma yang masih mengandung karmawesana buruk ditakdirkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk menjelma kembali agar dalam kehidupannya yang akan datang atman dapat menimbun karmawesana yang baik, sehingga disuatu saat karmawesananya menjadi baik dan ketika itulah atma dapat bersatu dengan Brahman ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ). Atman yang masih dibungkus karmawesana itu distanakan di Sanggah Pamerajan agar dapat disembah bhakti serta didoakan oleh Preti Sentana. Makin banyak dan makin sering mendapat sembah bhakti, maka atman akan menerima pahala kebaikan yang dapat menimbun karmawesana yang baik. Bila ada preti sentananya yang me Dwijati, maka sampai tujuh tingkat keatas, atma atma akan memperoleh karmawesana yang baik. Oleh karena upacara pengabenan ini lengkap disebut upacara Pengabenan Nandang Mantri artinya : Nandang = laksana, manah = kayun, Tri = tiga, Jadi tiga keinginan yang dilaksanakan sekali gus, yaitu : Pitra Yadnya ( ngaben ), Atma Wedana ( nyekah ), dan Dewa Yadnya ( nyegara gunung dan mepaingkup )
SUSUNAN ACARA UPACARA PENGABENAN BERSAMA TANGGAL JAM 19-Juni-2012 09.00 10.00 Sinta Anggara, Wage Kajeng 20-Juni-2012 09.00 Sinta, Buda, Kliwon, Pasah 21-Juni-2012 Sinta Wraspati, Umanis Beteng 22-Juni-2012 Sinta Sukra, Paing Kajeng
08.00 09.00 10.00 08.30 10.30 13.00 15.00
18.00
20.00
23-Juni-2012 Sinta Saniscara, Pon Pasah
09.30 23.00
23.30 23.30 24-Juni-2012 Landep Redite, Wage Beteng
07.00
09.00 12.30 13.30
12.00 16.00 18.00 20.00 21.00
ACARA MEJAUMAN KE GERIA NEGEM DEWASA / NANCEB MAPIUNING DAN NUWUR TIRTA KE PURA-PURA KAHYANGAN TIGA, MERAJAN, KAWITAN NGAJANG BANTEN NGULAPIN MUNGKAH MESEH LAWANG MELASPAS KAJANG TUMPANG SALU MEBERSIH/NYIRAMANG NGELELET PEDEENGAN / MANAH TOYA ( Tirtha Mumbul ) MEMENDAK LINA METAPAK ( Oleh Ida Pandita ) MAPERAS ( Oleh Ida Pandita ) NARPANA ( Oleh Ida Pandita ) MANAH TIRTA ( Oleh Ida Pandita ) TERIMA TAMU NGREREH TOYA PENEMMBAK ( Oleh Ida Pandita ) MABUMI SUDA ( Oleh Jero Gede ) MERAS MARGI ( Oleh Jero Gede PEBASMIAN MLASPAS WADAH, PETULANGAN, BALE GUMI, ( Dipimpin Oleh Jero Gede ) PENGUTANGAN KE SETRA ( Dipimpin Oleh Jero Gede ) MUPUT DI SETRA ( Oleh Ida Pandita ) NGANYUT ABU KE SEGARA ( Dipimpin Oleh Jero Gede ) MECARU DI PIYADNYAN ( Dipimpin Oleh Ida Pandita ) NGANGGET DON BAINGIN ( Dipimpin Oleh Ida Pandita ) MENDAK SEKAH ( Dipimpin Oleh Ida Pandita ) NARPANA SEKAH ( Dipimpin Oleh Ida Pandita
UPAKARA
) NGESENG SEKAH ( Dipimpin Oleh Jero Gede ) NGANYUT SEKAH KE SEGARA ( Dipimpin Oleh Jero Gede ) 25 –Juni-2012 Landep Soma, Wage Kajeng 26 –Juni-2012 Landep Anggara, Kliwon Pasah 27 –Juni-2012 LandepBuda, Umanis Beteng 28 –Juni-2012 Landep, Wrespati,Paing, Kajeng
29 –Juni-2012 Landep, Sukra,Pon, Pasah
07.00
PENGENENG
07.00
PENGENENG
07.00
METATAH MASAL
07.00
MEAJAR – AJAR DI BLL KE GERIA ( IDA PANDITA ) KE KAHYANGAN TIGA KE PURA – PURA PULAKI KE PURA LAINNYA KEMBALI KE PIYADNYAN MEAJAR – AJAR PENERUS KE PURA – PURA KE PURA KAWITAN LAN PURA CATUR PRAHYANGAN KEMBALI MAINGKUP DI PIYADNYAN MESIDHA KARYA KEMBALI KE DADYA SOWANG - SOWANG
07.00
30 –Juni-2012 Tumpek Landep, Saniscara,Wage, Beteng
UPA RENGGA / PIRANTI I. NANCEB BANGSAL 1. Sanggar Surya 2. Sanggar cucuk
1 6
Panitia Panitia
II. MAPIUNING DI PURA DALEM, MUNGKAH 1. Sekah Jemek dengan kekasang , setiap sawa 2. Jinah Satakan berisi benang , setiap sawa 3. Pengawak kayu cendana, setiap sawa 4. Sanggar Surya 5. Sanggar Cucuk, Setiap Sawa 6. Panak Biyu, setiap sawa 7. Pitik , setiap sawa 8. Papah Nyuh Gading
1 1 1 1 1 1 1 1
Panitia Peserta Panitia Panitia Panitia Peserta Peserta Peserta
III. MESEH LAWANG 1. Sanggar Surya 2. Sanggar Cucuk 3. Carang dap dap 4. Kelabang 5. Benang Bali putih 3 meter berisi jinah satakan
1 3 3 2 1
Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia
IV. MEBERSIH DAN MENEK TUMPANG SALU 1. Pepaga dengan kaki carang dadap 2. Tikar untuk nyiramang layon 3. Leluwur 4. Eteh - eteh Paresikan, pengangge, base jeriji, kwangen 5. Eteh eteh pengelelet; tikar, kain, lante, don biyu kaikik 6. Daun asam untuk mencuci tangan setelah nyiramang layon 7. Tumpang salu 8. Palengkungan 9. Kereb Sinom 10. Kajang Agung 11. Kajan Alit 12. Damar kurung 2, sumbu 2, procot 2, pasepan 2 13. Kekenjer 1, pasang lanang istri 14. Ketungan elu dan sekeha ngoncang 15. Kwangen untuk nyumbah V. MANAH TOYA 1. Tiga Sampir ; pelangkiran , sangku, panah 2. Guling bebangkit kecil 1 ekor VI. MAMENDAK, MAPETIK, MERAJAH, METAPAK, MEPERAS, NGASKARA, NARPANA, MANAH TIRTA, MABUMI SUDHA MERAS MARGI 1. Eteh eteh mepetik dan merajah 2. Padma anelayang 3. Perahu perahuan, paso, air segara - sudamala 4. Pembaca putru saji tarpana 5. Kwengen untuk maperas dan nyumbah 6. Panah 7. Sekar ura 8. Carang dapdap 4 9. Tepung beras 0,25 Kg 10. Benang sepat 10 m 11. Kekecer 12. Rajahan Angkara 13. Penuntunan ; caluk, belakas sudamala ( bonceng ) 14. Bebek hidup putih 1 ekor dan ayam hidup putih 1 ekor/pesolsolan 15. Pisang jati, Angenan, Peguruyagan,Panjang ilang,nasi angkeb VII. PENGUTANGAN 1. Baris Gede 2. Guling bebangkit dan penarinya 3. Wadah / jempana dan petulangan 4. Ulap ulap wadah 5. Korek sukla 6. Sepit, cubek, tebu cemeng, sidu ental, kuskusan, pane 7. Don byu kaikik untuk ngereka abu 8. Kwangen Pangerekaan lengkap 9. Eteh eteh ngerapuh dan ngelungah 10. Kelungah nyuh gading sesuai jumlah s awa 11. Lelincir menurut jumlah sawa
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Peserta Peserta Peserta Panitia Panitia Panitia Panitia
1 1
Panitia Panitia
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Peserta Peserta Panitia Panitia Peserta Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia
1 1
Panitia Panitia
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Panitia Panitia Panitia Panitia Peserta Peserta Peserta Peserta Peserta Peserta Peserta
VIII. NGULAPIN DI SEGARA 1. Rantasan baru menurut jumlah sawa ditambah sangge 2/ dadya 2. Benang jinah satakan menurut jumlah sawa ditambah sangge
1 1 1
Peserta Peserta
IX. MECARU MANCA SATA 1. Sanggar cucuk 5, sengkwi 5, kepwakan, tulud, sampat, tetimpug 2, Eteh eteh pecaruan lengkap, tepung,kober,ngiu,siut,sepit,pane
1 1
Panitia Panitia
1 1 1 1 2 1
Panitia Panitia Peserta Peserta Panitia Panitia
1
Peserta
1 1 2 2 2
Panitia Panitia Panitia Panitia Panitia
X. NYEKAH 1. Don baingin 2. Sekah kurung, tetopong 3. Eteh eteh mapetik, merajah 4. Padma angelayan 5. Pembaca Putru Saji 6. Wayang 7. Cubek, tebu cemeng, sepit,ilih, sidu ental,klungah nyuh gading X. MAPAINGKUP 1. Coblong 2. Air, berem, arak, klungah nyuh gading 1buah 3. Daksina paingkupan 2 4. Daksina Lingga 2 5, Peras XI. MASIDHA KARYA TOTAL UPA RENGGA / PIRANTI RENCANA ANGGARAN BIAYA PENGABAENAN I. MEJAUMAN KE GERIYA II. NEGEM DEWASA a. CARU ALANING DEWASA b. NANCEB : III. MAPIUNING ( Kahyangan Tiga dan yang dianggap pelu) 5 Pura IV. NGULAPIN DI PURA DALEM ( sawa ) Piranti ( Kampuh / Adegan ) V. MAMUNGKAH DI SETRA ( setra ) Diatas gumuk lan sanggah cucuk / sawa VI. MESEH LAWANG ( sawa ) Aturan pada sawa setelah melinggih di piyadnyan / sawa VII. MLASPAS PIRANTI - PIRANTI Kajang agung, kajang alit, wukur,lanti, pengaput VIII. MABERSIH a.
Upakara Munggah Di Sanggah Kemulan / soroh
b.
Upakara Munggah Di Sanggar Surya
c.
Upakara Disamping Jenasah / soroh
d.
Eteh – eteh Pabersihan / sawa
e.
Upakara Pepegatan / soroh
IX. MEDEENG / MANAH TIRTHA X. PANDITA NGARGA TIRTHA / Pemuput a. Banten Palinggihan Pandita : b. Mapiuning Ring Sanggar Surya c Mapiuning Ring Lebuh ( sama dengan banten di Surya ) d. Banten Pakideh XI. MAPETIK / METAPAK ( / sawa ) XII. MAPERAS ( / soroh ) XIII. NARPANA a. Ring Sanggar Surya b. Banten Munggah di Lebuh c. Pengawak dan bekel sawa ( / sawa )
1. Pisan jati, Angenan , Peguruyagan 2. Panjang ilang , diuskamaligi, nasi angkeb
d. Di Bale Sawa : e. Upakara Pepegatan / soroh XIV. MANAH TIRTHA XV. MABUMI SUDHA XVI. NGEBET TULANG XVII. MLASPAS WADAH XVIII. MLASPAS PETULANGAN DAN BALE GUMI XX. TEDUN SAWA DI SETRA XX I. NGEREKA ABU SAWA XX II. PAKIRIMAN XX III. PENGANYUTAN DI SEGARA XX IV. NGULAPIN DI SEGARA XX V. MECARU DIRUMAH ( NGEREBOIN )
TOTAL SAMPAI PENGABENAN : XX VI. PERSIAPAN NYEKAH XX VII. MEPANDES XX VIII. NGANGGET DON BINGIN XX IX. MLASPAS DAN NGAJUM SEKAH XXX. DADUDONAN UPAKARA PENYEKAHAN a) Sorohan Banten Pengresikan / Padudusan b) Sorohan Banten Munggah Ring Sanggar Tawang c) Sorohan Banten Ring Sor Sanggar Tawang
d) Upakara Ring Damar Kurung / di Lebuh e) Upakara Ring Payadnyan ( Arepan Sekah ) f) Upakara Mendak Bethara Lingga / Mapurwa g) Upakara Arepan Sulinggih h) Upakara Arepan Sang Mamutru i) Upakara Ngaliwet / Mekarya Bubur j) Upakara Pangilen - ilen ( Manut Desa Mawacara ) k) Piranti - piranti Ngeseng (Sekah / Sekah ) XXX I. DADUDONAN UPAKARA NGANYUT ABU SEKAH a) Sorohan Banten Penganyutan b) Banten Mendak Nuntun di Segara c) Ayaban Pandita sama dengan yang diatas XXX II. DADUDONAN UPAKARA NYEGARA GUNUNG a) Panten Pangresikan b) Banten Ringa Sanggar Surya c) Banten Sor Surya d) Banten Pecaruan e) Banten Pamitegep f) Upakara Arepan Sulinggih XXX III. DADUDONAN UPAKARA MAPAINGKUP a) Banten Pangresikan b) Banten Ring Sanggar Surya c) Banten Caru Tapakan ( Maka Tapakan Sang Dewa Pitara ) d) Banten Ring Arepan Sang Dewa Pitara / soroh e) Banten Munggang Ring Kamulan ( Rong Tiga) f) Banten Ayaban / Pamereman b)
Banten Arepan Sang Muput ( Sulinggih )
XXX IV. DADUDONAN UPAKARA SIDDHAN KARYA XXXV. DADUDONAN UPAKARA ME AJAR – AJAR
DITAMBAH NGERAPUH JML SAWA DITAMBAH NGELUNGAH JML SAWA DITAMBAH PENGAWAK LAN BEKEL JML SAWA TOTAL DITAMBAH METATAH MASAL JML PESERTA TOTAL KESELURUHAN :