Makna dan Sejarah Wukuf di Arafah
Antara
Wukuf/Ilustrasi
Arafah adalah padang pasir yang menyimpan sejarah manusia. Dahulu, Nabi Ibrahim mengharapkan kelahiran anak. Sebab, bapak para Nabi itu belum mendapatkan anak meski sudah puluhan tahun menikah. Bahkan, dia mengatakan, seandainya dikaruniai anak, Ibrahim siap menjadikan anak itu sebagai kurban untuk Allah.
Allah memerhatikan perkataan itu. Pernikahan Ibrahim dengan Sarah menghasilkan seorang anak, Ismail. Ibrahim kemudian bermimpi menyembelih anaknya. Dia bangun, kemudian merenungkan mimpi itu pada 8 Dzulhijah.
Dia bertanya-tanya, apakah mimpi tersebut benar dari Allah atau bukan. Sehari kemudian dia mengetahui ('arafa) benar mimpi itu dari Allah. Ketika itu, Ibrahim berada di padang Arafah. Dengan berat hati, Ibrahim berniat menyembelih Ismail pada 10 Dzulhijah. Namun, hal itu tak terjadi, karena Allah memerintahkan untuk menyembelih hewan kurban.
Jauh sebelum kehidupan nabi Ibrahim, padang Arafah menjadi petunjuk bagi Nabi Adam dan Hawa. Setelah meninggalkan surga, keduanya hidup berpencar. Malaikat mengarahkan mereka untuk menuju Arafah. Di sana keduanya harus bertaubat, memohon ampunan Allah atas dosa-dosa yang diperbuat.
Adam dan Hawa telah memakan buah Khuldi yang dilarang, sehingga mereka meninggalkan surga. Kemudian hidup di bumi.
Prof M Mutawalli asy-Sya'rawi dalam al-Hajjul Mabrur mengatakan, setelah Adam dan Hawa kembali bersama di Arafah, keduanya tak lagi berpisah hingga akhir hayat.
Keduanya sama-sama memohon ampunan Allah. Dalam Alquran disebutkan, "Keduanya berkata, Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS al-A'raf: 23).
Kemudian dikatakan, Adam dan Hawa telah mengetahui ('arafa) dosanya. Mereka juga mengetahui caranya bertaubat.
Kisah Ibrahim dan Adam sama-sama menyiratkan makna, Arafah adalah tempat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Manusia tak hanya memikirkan dirinya sendiri, atau orang lain. Mereka juga harus merenungkan dosa-dosa yang pernah diperbuat. Mereka kemudian memohon ampunan Allah, seperti yang dilakukan Adam, Hawa, dan Ibrahim, di Arafah.
Kini Arafah menjadi tempat umat Islam berdiam diri atau berwukuf. Di sana, jamaah haji berzikir dan bertaubat kepada Allah.
Pakar ilmu Alquran, Prof Quraish Shihab dalam Haji dan Umrah menuliskan, wukuf adalah keberadaan di Arafah. Waktunya mulai matahari tergelincir atau waktu Zhuhur, sampai terbenam. Mazhab Hambali berpendapat waktunya mulai dari terbit fajar 9 Dzulhijah.
Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat, keberadaan di Arafah harus mencakup sebagian dari waktu siang dan sebagian dari waktu malam. Imam Syafi'i berpendapat, wukuf dinilai sah apabila jamaah haji sudah mencapai Arafah, walau pun hanya sesaat.
Tidak ada ketentuan harus berwukuf di bagian mana. Selama jamaah haji berada di area Padang Arafah selama musim haji, maka mereka sudah dikategorikan berwukuf. Ini adalah kesepakatan seluruh ulama.
Jamaah haji dianjurkan dalam keadaan bersuci ketika melakukan wukuf. Mereka juga diharapkan menghadap kiblat untuk berzikir. Tak lupa pula untuk memperbanyak doa, baik bagi diri sendiri, maupun kelompok. Boleh dengan bahasa Arab, ataupun bahasa ibu.
Sejarah Sa'i antara Bukit Shafa dan Marwah
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, maka tiada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan Barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah:158)
Salah satu rukun haji adalah Sa'i. Yaitu berjalan / berlari-lari kecil dari bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Jarak antara bukit Shafa dengan Marwah adalah 450 meter. Jadi kita berjalan sejauh 3,15 km saat melakukan Sa'i.
Bagaimana sejarah asal muasal ibadah Sa'i ini?
Zaman dahulu, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar dengan Ismail yang saat itu masih bayi di sebuah gurun yang tandus. Tidak ada makan atau pun air di situ. Namun dari sini lah akhirnya berdirinya kota Mekkah yang sekarang ramai dikunjungi oleh puluhan juta orang setiap tahun. Jadi perintah Allah itu tidak sembarangan .
Ibrahim a.s. lalu berangkat. Ibu Ismail mengikuti suaminya, lalu berkata : " Kemanakah anda hendak pergi dan mengapa anda meninggalkan kita di lembah ini, tanpa ada seorang pun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?" Hajar berkata demikian itu berulang kali, tetapi Ibrahim a.s sama sekali tidak menoleh kepadanya.
Kemudian Hajar berkata: "Adakah Allah yang memerintahkan anda berbuat semacam ini?" Ibrahim a.s menjawab "Ya". Hajar berkata: "Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita".
Ibu Ismail lalu kemudian kembali ke tempatnya semula. Ibrahim a.s. berangkatlah, sehingga sewaktu beliau itu datang di Tsaniyah, di sesuatu tempat yang tidak terlihat oleh Hajar dan anaknya, kemudian menghadap kiblat dengan wajahnya yakni ke Baitullah. Nabi Ibrahim berdo'a :
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS. Ibrahim ayat 37).
Nabi Ibrahim memberi bekal makanan dan minuman untuk istri dan anaknya. Ibu Ismail menyusui Ismail dan minum dari air yang ditinggalkan itu, sehingga habislah air yang ada di tempat air dan iapun haus, juga anaknya pun haus pula. Siti Hajar melihat anaknya bergulung-gulung di tanah sambil memukul-mukulkan dirinya di atas tanah itu. Karena tidak tahan melihat keadaan anaknya, Siti Hajar melihat sekelilingnya dan tampaklah olehnya bahwa Shafa adalah bukit terdekat yang ada disamping dirinya. Ia pun pergi ke puncak bukit Shafa dan melihat kalau-kalau ada orang yang lewat.
Selanjutnya ia turun dari bukit Shafa, sehingga setelah ia sampai di lembah lagi, ia pun mengangkat gamisnya, terus berlari-lari kecil hingga lembah itu dilampauinya, kemudian mendatangi bukit Marwah, berdiri di atas pincak Marwah ini, menengok ke Lembah, kalau-kalau ada orang yang lewat. Tetapi tidak ada, sehingga Hajar mengerjakan sedemikian itu sebanayak tujuh kali yakni pergi bolak-balik antara Shafa dan Marwah.
Oleh sebab itu para manusia dalam mengerjakan ibadah haji meneladani apa yang dilakukan Siti Hajar tersebut, bersa'i-sa'i yakni berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah.
Siti Hajr tidak berani meninggalkan Ismail terlalu jauh, sehingga akhirnya beliau bolak-balik ke bukit shafa dan marwah hingga 7x saat Ismail menangis beliau hampiri. Di dekat Ismail ada malaikat yang menjejakkan kakinya ke bumi. Dari situ keluar air segar yang kita kenal dengan mata air Zamzam. Siti Hajar pun kemudian menciduk air tersebut dengan kedua tangannya yang ditaruh ke tempat air sehingga Ismail bisa minum air tersebut dan berhenti menangis.
Dengan keluarnya air Zamzam tersebut, daerah situ pun menjadi subur. Kabilah Arab yang lewat sari suku Jurhum akhirnya meminta izin kepada Siti Hajar untuk tinggal disitu. Sejak saat itu, daerah asal mulanya tandus itu terus berkembang sehingga menjadi kota Mekkah yang kita kenal sekarang. Kota Mekkah ini dikunjungi puluhan juta orang setiap tahunnya untuk berhaji dan umrah.
Air zamzam pun teteap mengalir dan tidak habis meski ratusan juta bahkan milyaran orang sudah meminumnya selama ribuan tahun.