BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mineral Mineral dan batuba batubara ra merupa merupakan kan sumber sumber daya daya alam alam tak terbar terbaruka ukan n yang yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, serta member memberii nilai nilai tambah tambah secara secara nyata nyata bagi bagi pereko perekonom nomian ian nasion nasional al dalam dalam usaha usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kegiatan usaha penambangan mineral dan batubara yang mengandung nilai ekonomi dimulai sejak adanya usaha untuk mengetahui posisi, area, jumlah cadangan, dan letak geografi dari lahan yang mengandung mengandung mineral dan batubara. Setelah ditemukan ditemukan adanya cadangan cadangan maka proses proses eksploitas eksploitasii (produksi (produksi), ), angkutan, angkutan, dan industri industri penunjang penunjang lainnya akan akan memi memilik likii nila nilaii ekon ekonom omis is yang yang sang sangat at ting tinggi gi sehi sehing ngga ga akan akan terb terbuk ukaa persaingan usaha di dalam rangkaian industri tersebut. Seba Sebaga gaii kegi kegiata atan n usah usaha, a, indu indust stri ri pert pertam amba bang ngan an mine minera rall dan dan batu batuba bara ra merupakan industri yang padat modal (high capital), padat resiko (high risk), dan padat teknologi (high technology). Selain itu, usaha pertambangan juga tergantung pada faktor alam yang akan mempengaruhi lokasi dimana cadangan bahan galian. Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tersebut maka diperlukan kepastian berusaha dan kepastian hukum di dunia pertambangan mineral dan batubara. Tahun 2009 merupakan babak baru bagi pertambangan mineral dan batubara di Indonesia dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya dalam paper ini disebut UU
Mine Minerb rba), a), meng mengga gant ntik ikan an Unda Undang ng-Un -Unda dang ng Nomo Nomorr 11 Tahu Tahun n 1967 1967 tenta tentang ng Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem kontrak karya dan perjanjian menjadi sistem perijinan, sehingga Pemerintah tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi pihak yang memberi ijin ijin kepa kepada da pela pelaku ku usah usahaa di indu indust stri ri pert pertam amba bang ngan an mine minera rall dan dan batu batuba bara. ra. Kehadiran UU Minerba tersebut menuai pro dan kontra. Ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa beberapa kebijakan dalam UU Minerba tersebut tidak memb member erik ikan an kepa kepast stia ian n huku hukum m terk terkai aitt deng dengan an kegi kegiat atan an usah usahaa di bida bidang ng pertam pertamban bangan gan mineral mineral dan batuba batubara ra dan member memberika ikan n hambat hambatan an masuk masuk bagi bagi pelaku usaha tertentu. B. Tujuan Penulisan 1) Tujuan Obyektif, untuk memahami bagaimana kelemahan UU Minerba ini
sebenarnya secara obyektif. 2) Tujuan Subyektif, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di
bidang Hukum Pertambangan khususnya yang terkait UU Minerba 3) Dala Dalam m rang rangka ka meme memenu nuhi hi tuga tugass akad akadem emis is pada pada mata mata kuli kuliah ah Huku Hukum m
Pertambangan di STIH Sultan Adam Banjarmasin C. Manfaat Penulisan 1) Manfaat praktis, untuk menambah ilmu dan wawasan penulis di bidang
pen penel eliti itian an kary karyaa ilmi ilmiah ah di bida bidang ng ilmu ilmu huku hukum m khus khusus usny nyaa Huku Hukum m Pertambangan; dan
2) Manfaat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di
bidan bidang g ilmu ilmu Hukum Hukum Pertamb Pertambang angan an secara secara teoriti teoritiss guna guna pengem pengemban bangan gan ilmu pengetahuan
BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI UU MINERBA
Pada Pada dasarn dasarnya ya UU Minerb Minerbaa mengan mengandun dung g pokokpokok-pok pokok ok pikira pikiran n sebaga sebagaii berikut: 1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh oleh negara negara dan pengem pengemban bangan gan derta derta penday pendayagu agunaa naanny nnyaa dilaks dilaksana anakan kan oleh oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. 2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk untuk melaku melakukan kan pengus pengusaha ahaan an minera minerall dan batuba batubara ra berdas berdasark arkan an izin, izin, yang yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 3. Dalam Dalam rang rangka ka peny penyel elen engg ggar araa aan n dese desent ntral ralis isas asii dan dan oton otonom omii daera daerah, h, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip ekstern eksternalit alitas, as, akunta akuntabil bilitas itas,, dan efisien efisiensi si yang yang meliba melibatka tkan n pemerin pemerintah tah dan pemerintah daerah. 4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. 5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kesil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
6. Dalam rangka rangka terciptanya terciptanya pembangun pembangunan an berkelanjuta berkelanjutan, n, kegiatan kegiatan usaha usaha pertambang pertambangan an harus dilaksanakan dilaksanakan dengan dengan memperhatik memperhatikan an prinsip prinsip lingkungan lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Sistematika dalam UU Minerba tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ketentuan Umum 2. Asas dan Tujuan 3. Penguasaan mineral dan batubara 4. Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara 5. Wilayah pertambangan 6. Usaha Pertambangan 7. Izin Usaha Pertambangan 8. Persyarataan Perizinan Usaha Pertambangan 9. Izin Pertambangan Rakyat 10. Izin Usaha Pertambangan Khusus 11. Persyaratan Perizinan Usaha Pertambangan Khusus 12. Data Pertambangan 13. Hak dan Kewajinan 14. Penghe Penghenti ntian an Sement Sementara ara Kegiat Kegiatan an Izin Izin Usaha Usaha Pertam Pertamban bangan gan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus 15. berakh berakhirn irnya ya Izin Izin Usaha Usaha Pertam Pertamban bangan gan dan Izin Usaha Usaha Pertam Pertamban bangan gan Khusus
16. Usaha Jasa Pertambangan 17. Pendapatan Negara dan Daerah 18. Penggunaan Tanang untuk Kegiatan Usaha Pertambangan 19. Pembinaan, Pengawasan, dan Perlindungan Masyarakat 20. Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan 21. Penyidikan 22. Sanksi Administratif 23. Ketentuan Pidana 24. Ketentuan Lain-lain 25. Ketentuan Peralihan 26. Ketentuan Penutup
BAB III PEMBAHASAN
Sepanjang 40 tahun terakhir, sejak UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketent ketentuan uan Pokok Pokok Pertam Pertamban bangan gan,, kegiat kegiatan an penger pengeruka ukan n di tanah tanah air sangat sangatlah lah identi identik k dengan dengan pencem pencemaran aran,, pengha penghancu ncuran ran lingku lingkunga ngan n dan sumber sumber-su -sumbe mber r kehidupan rakyat, juga pelanggaran hak azasi manusia, utamanya penduduk lokal sekitar tambang hingga kawasan hilir, pesisir maupun pulau pulau kecil. Banyak pihak menuntut perubahan kebijakan pengurusan kekayaan tambang. Celakanya, penggantinya – UU Minerba, masih kadaluwarsa isinya. RUU Minerba akhirnya disahkan Sidang Paripurna DPR Senayan, 16 Desember 2008, setelah dibahas lebih 4 tahun, ditengah kontraversi berbagai kalangan, khususnya masyarakat masyarakat sipil. sipil. Aksi walkout tiga tiga fraksi fraksi (PKS, (PKS, PKB, PKB, dan PAN) mewarn mewarnai ai sidang. Panjangnya waktu pembahasan, ternyata tak merubah subtansi UU ini lebih baik dari pendahulunya. UU ini mengancam keselamatan warga negara dan lingkungan. Pemerintah dan Partai-partai penguasa Senayan, hanya merubah UU lama dengan bungkus baru. Sebagai reaksi tehadap pengundangan tersebut, kelompok masyarakat sipil, khususnya JATAM, ICEL, HUMA, WALHI, KAU, SPI, dan KIARA menyatakan kecewa terhadap proses dan substansi UU Minerba. Sebelumnya, mereka telah meny menyata ataka kan n peno penola laka kan n terh terhad adap ap renc rencan anaa peng penges esah ahan an,, jika jika DPR DPR sena senaya yan n memperbaiki subtansi UU tersebut. Secara proses, pengundangan UU Minerba belu belum m meng mengak akom omod odir ir masu masuka kan n publ publik ik.. Seca Secara ra subs substan tansi si,, UU Minerb Minerbaa tak tak bergeser dari paradigma lama : jual murah keruk habis. Bahan tambang sebatas
menjad menjadii komodi komoditas tas dagang dagang,, eksplo eksploitat itatif if dengan dengan pendek pendekata atan n top down yang down, yang sepa sepanj njan ang g 41 tahu tahun n lebi lebih h telah telah meni menimb mbul ulkan kan pers persoa oala lan n yang yang komp komplek lek di masyarakat. Secara filosofis, kekayaan alam termasuk mineral dan batubara dikuasakan kepada negara oleh rakyat, untuk dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini tertuang dalam aturan dasar negara (state fundamental norm) yaitu Pasal 33 Ayat (3) UUD RI 1945. Pasal ini memberikan mandat negara untuk mengusai sumber sumber daya daya alam alam dengan dengan tujuan tujuan kemakm kemakmura uran n bagi bagi rakyat rakyat,, selaku selaku pember pemberii mandat, dalam teori kontrak sosial berdirinya suatu negara. Dengan demikian, pasal ini harus ditafsirkan sepaket dengan bagaimana negara harus mengelola sumber daya alam (SDA) sebagai sumber daya publik secara baik. Oleh karenanya, setidaknya ada empat syarat agar pengelolaan sumber daya pertambangan dilakukan secara baik: 1) Peng Pengak akua uan n terh terhad adap ap hakhak-ha hak k masy masyar arak akat at,, teru teruta tama ma yang yang memi memili liki ki keterkaitan langsung dengan sumber daya pertambangan dan lingkungan. 2) Pengakuan Pengakuan dan pengaturan pengaturan secara jelas dan tegas tentang transparans transparansi, i,
partisipasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaannya. Ini merupakan tiga pilar pilar penting penting mewujudkan mewujudkan good demokratisasii dalam good governan governance ce dan demokratisas pengelolaan pertambangan. 3) Akses keadilan, keadilan, apabila apabila hak-hak hak-hak masyarakat masyarakat dan prinsip prinsip transparansi transparansi dan
partisipasi dilanggar. 4) Pengakuan Pengakuan keterbata keterbatasan san daya dukung dukung dan dan daya tampung tampung lingku lingkungan. ngan. Apakah UU Minerba telah memenuhi syarat-syarat diatas? Tidak.
Pertama. UU Minerba jelas bias darat, tak menaruh pertimbangan dinamika oseanografi dan pentingnya menjaga perairan laut Indonesia; keluar dari konsepsi Indonesia sebagai negara kelautan. Itulah mengapa perijinan di darat tak dibatasi, pad padah ahal al temp tempat at buan buanga gan n limb limbah ahny nyaa beru beruju jung ng ke pesi pesisi sirr dan dan laut laut.. Dan Dan laut laut merupa merupakan kan ruang ruang hidup hidup dan penghi penghidup dupan an masyar masyaraka akat. t. Konsek Konsekuen uensi si sebaga sebagaii negara negara kepulauan, kepulauan, membuat membuat lebih 60% penduduk penduduknya nya tinggal di wilayah wilayah hilir, pesis pesisir ir dan pulaupulau-pul pulau au kecil. kecil. Dalam Dalam banyak banyak kesemp kesempatan atan,, diketa diketahui hui kegiat kegiatan an pertambangan kerap menjadikan wilayah pesisir dan laut, baik melalui sungai, lokasinya beroperasi layaknya jamban, tenpat buang kotoran. Kasus pencemaran di Teluk Teluk Buyat, Buyat, Sulawe Sulawesi si Utara, Utara, dan banyak banyak perair perairan an lainnya lainnya,, menunj menunjukk ukkan an bahwa atas nama pertambangan, pemerintah dan industri dengan yakin mencemari wilayah laut yang sekaligus tempat hidup jutaan nelayan Indonesia hingga hari ini. UU Minerba tidak bisa menjawab hal tersebut, abai menanggapi masalah pencemaran pesisir dan laut akibat kegiatan pertambangan. Kedua. Tak heran, jika sistem perijinan dengan pertimbangan administratif, yang dipromosikan UU Minerba tidak relevan, baik secara geografis, ekologis, apalagi dalam konteks Republik Indonesia sebagai negara maritim. Seyogyanya cakupan perijinan mengedepankan perhatian terhadap kerentanan satuan-satuan ekosistem, hingga ketergangguan sosial-ekonomi masyarakat. Pertimbangan ini didasa didasari ri pada pada karakt karakter er materi material al pencem pencemar ar pada pada kegiat kegiatan an pertam pertamban bangan gan yang yang bersifat akumulatif dan dapat terdistribusi secara luas, baik oleh media air dan udara. Ambil contoh, jika pencemaran dilakukan di perairan sungai hingga laut, yang yang notabe notabenen nenya ya bukanl bukanlah ah - tidak tidak mungki mungkin, n, menjad menjadii bagian bagian konse konsesi si yang yang diberikan pemerintah. Barang tentu sistem perijinan yang bersifat administratif
ters terseb ebut ut kaku kaku,,
bahk bahkan an seja sejak k
awal awal abai abai memp memper erti timb mban angk gkan an peng pengur urus usan an
dampaknya ekologisnya. Belum lagi, masyarakat yang tinggal di wilayah hilir (pesis (pesisir), ir), umumny umumnyaa tak dimasu dimasukka kkan n dalam dalam katego kategori ri masyar masyaraka akatt yang yang terkena terkena dampak dampak langsu langsung, ng, karena karena kawasa kawasanny nnyaa diang dianggap gap tak masuk masuk dalam dalam kawasa kawasan n tamban tambang. g. Bisa Bisa dipast dipastika ikan, n, warga warga pesisi pesisirr akan akan sangat sangat teranca terancam m dan diabai diabaikan kan keselamatannya oleh negara. Dan saat terjadi pencemaran, lebih sulit lagi jika terj terjad adii di perai peraira ran n laut laut,, yang yang dime dimens nsii penc pencem emara arann nnya ya bisa bisa melip meliput utii satu satu kabupa kabupaten ten,, antar antar kabupa kabupaten ten,, antar antar propin propinsi, si, satu satu Negara, Negara, bahkan bahkan antar antar negara negara “marine pollution is no boundaries ”. Ketiga. Pasal-pasal UU Minerba lebih banyak mengurus para pemodal. UU ini hanya hanya mengat mengatur ur keberla keberlanju njutan tan ekploi ekploitas tasii bahan bahan tamban tambang g dan keuntu keuntunga ngan n jangk jangkaa pendek pendek dari dari pajak pajak dan royalty. royalty. Ini terbaca terbaca dari dari BAB IVUU Minerb Minerbaa tentang tentang kewenangan kewenangan,, dimana dimana pemerintah pemerintah disemua level dapat mengeluarka mengeluarkan n izin pertambangan, izin bisa diberikan kepada badan usaha, koperasi dan perseorangan (pasal 38), yang luas konsesinya 1 ha hingga 100 ribu ha. Keempa Keempat. t. UU Minerb Minerbaa tidak tidak member memberika ikan n pengak pengakuan uan dan perlin perlindun dungan gan terhadap hak-hak masyarakat adat. Dalam BAB XIII tentang Hak dan Kewajiban, yang yang diat diatur ur hany hanyaa Hak Hak dan dan Kewaj Kewajib iban an yang yang diatu diaturr hany hanyaa seba sebata tass hak hak dan dan kewajiban bagi pemegang izin pertambangan (Pasal 90-112). UU tersebut tetap tak mau mengakui bahwa rakyat memiliki hak untuk membuat keputusan apakah investasi tambang bisa ditanamkan di tanah mereka atau diwilayah-wilayah yang jik jikaa dita ditamb mban ang g akan akan meng mengan anca cam m sumb sumber er-s -sum umbe berr kehi kehidu dupa pan n mere mereka ka,, yag yag belak belakang angan an dikena dikenall dengan dengan istila istilah h Free Free and Prior Prior Inform Inform Consen Consent4. t4. Terkai Terkaitt tanahnya, rakyat hanya diberi dua pilihan dalam UU Minerba ini, menerima ganti
rugi yang ditentukan sepihak oleh pemerintah/ perusahaan atau jalur pengadilan. Ini jelas pelanggaran atas kovenan internasional hak Ekonomi dan sosial budaya. Kelima. Kelima. UU Minerba Minerba secara asas mengakui mengakui prinsip prinsip transparans transparansi, i, partisipasi partisipasi dan akuntabilitas. Namun itu kamuflase, sebab bagian ini tidak tercermin tegas dan jelas dalam pasal-pasal. UU Minerba mengatur peran serta atau partisipasi namu namun n masi masih h sang sangat at umum umum dan dan terb terbat atas as.. Peng Pengak akua uan n seca secara ra umum umum artin artinya ya penormaan tentang asas tersebut hanya sebatas pengakuan prinsip tanpa diberikan aturan atau mandat pengaturan tentang bagaimana mekanisme yang harus dibuat pem pemer erin intah tah agar agar bisa bisa dite diterap rapka kan, n, maup maupun un pena penang nggu gung ngjaw jawab ab usah usahaa dala dalam m menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara nyata. Misalnya dalam hal partisipasi, norma norma yang yang diatur diatur masih masih sebata sebatass pember pemberian ian kewena kewenanga ngan n kepada kepada Pemerin Pemerintah tah Provinsi untuk meningkatkan peran serta masyarakat (Pasal 7). Permasalahannya, partisipasi masyarakat harusnya wajib dikelola pemerintah dalam semua level, baik Kab/Kota, Provinsi dan Pusat. Demikian pula Pasal 10, yang menyatakan bahwa dalam penetapan wilayah pertambangan harus dilaksanakan: 1) Secara transparan, transparan, partisipatif partisipatif dan bertanggun bertanggung g jawab jawab 2) Secara terpadu dengan dengan memperhatika memperhatikan n pendapat pendapat dari instansi pemerintah pemerintah
terk terkai ait, t, masy masyar arak akat at dan dan deng dengan an memp mempert ertim imba bang ngka kan n aspe aspek k ekol ekolog ogi, i, ekonomi dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan 3) Memperhatikan aspirasi daerah. Permasalahannya, mekanisme partisipasi
untuk menjalankan ketentuan ini belum diatur dalam UU Minerba, dan tida tidak k dima dimand ndat atka kan n untu untuk k diat diatur ur.. Sepe Seperti rti bias biasa, a, kete ketent ntua uan n ini ini bisa bisa ditafsirkan sepihak penguasa, menjadi terserah mereka tanpa parameter
atau atau indika indikator tor yang yang jelas jelas dan disepa disepakat katii pihak-p pihak-piha ihak k berkep berkepent enting ingan an termasuk masyarakat. Selain itu, kepentingan partisipasi seharusnya tak hanya saat menetapkan wilayah, tapi juga tahapan pemberian izin usaha. Keenam. Akses keadilan harus kita jadikan titik tekan dalam UU Minerba ini, seba sebaga gaii pras prasya yara ratt pent pentin ing g kepa kepast stian ian huku hukum, m, tida tidak k hany hanyaa kepa kepast stia ian n untu untuk k mengeruk, tapi juga kepastian hak-hak masyarakat tak dilanggar. Banyak pasal UU Minerba tak menjamin akses keadian (access to justice) bagi masyarakat, diantaranya: 1) Tidak menyediakan menyediakan mekanisme mekanisme pengaduan pengaduan dan penyelesaia penyelesaian n sengketa sengketa
yang komprehensif sebagai saluran masyarakat mendapatkan keadilan. 2) Lemahnya pengaturan yang membuat pemerintah bertindak tegas terhadap
pelanggar UU Minerba. 3) Lemahn Lemahnya ya pengat pengatura uran n tentan tentang g hak prosed prosedura urall dan beban beban pembuk pembuktia tian n
untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat. 4) UU
Minerba
berp erpotensi
mengkriminalkan
masy asyarakat
yang
memp memperj erjua uang ngka kan n hak-h hak-hak akny nya. a. Pada Padaha hal, l, meka mekani nism smee peng pengad adua uan n dan dan penyelesaian sengketa merupakan saluran penting bagi masyarakat yang hak-haknya dilanggar. UU Minerba tidak mengatur tentang hal tersebut. Penyelesaian sengketa hanya diatur penyelesaiannya melalui pengadilan dan arbitrase. Selain itu, UU Minerba tidak memberikan mandat tegas, supaya supaya pemeri pemerinta ntah h menjat menjatuhk uhkan an sanksi sanksi admini administr strasi asi bagi bagi pelang pelanggar garan an keten ketentu tuan an UU Mine Minerb rba. a. Pasa Pasall 151 151 hany hanyaa meny menyat atak akan an,, peme pemerin rintah tah (Menteri, (Menteri, Gubernur, Gubernur, atau Bupati/Walik Bupati/Walikota) ota) berhak memberikan sanksi
admini administr stratif atif kepada kepada pemega pemegang ng IUP, IUP, IPR, IPR, dan IUPK IUPK atas pelang pelanggar garan an ketentuan UU Minerba. Berhak disini, bisa direduksi macam-macam oleh pemerintah di berbegai level, seperti praktek-praktek saat ini. Dan kembali melanggar melanggar hak-hak hak-hak masyarakat, masyarakat, dan pasif (diam) terhadap terhadap pelanggaran pelanggaran yang terjadi. 5) Apalagi, ada lubang serius dalam penegakan sanksi administrasi pada UU
No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diulang pad padaa UU Mine Minerb rba. a. Pada Pada UU 23/1 23/199 997, 7, peme pemeri rint ntah ah dibe diberi ri mand mandat at menjatuhkan sanksi administrasi bagi pencemar lingkungan. Sebab sanksi penca pencabut butan an izin, izin, harus harus dikelu dikeluark arkan an instan instansi si pember pemberii izin (sekto (sektoral ral), ), padahal kewenangan instansi lingkungan sebatas pemberian rekomendasi yang tidak mengikat, mengikat, apabila instansi instansi pemberi pemberi izin (sektoral), misalnya misalnya Departemen ESDM menolak, maka rekomendasi itu pun tumpul. Lubang ini diulang pasal 151 UU Minerba. Ketujuh. Ketujuh. Hak prosedural prosedural merupakan bagian dari pemenuhan pemenuhan akses keadilan keadilan masyarakat. Secara prosedural UU Minerba tak memberi saluran memadai untuk mendapatka mendapatkan n keadilan. keadilan. Misalnya, Misalnya, prosedur prosedur gugatan gugatan perwakilan perwakilan (class action) apabil apabilaa terdapa terdapatt kerugi kerugian an yang yang timbul timbul akibat akibat usaha usaha pertam pertamban bangan gan.. Gugata Gugatan n perwak perwakilan ilan akan akan memper mempermud mudah ah dan meneka menekan n biaya biaya yang yang harus harus dikelu dikeluark arkan an masyar masyaraka akatt ketika ketika mendap mendapatk atkan an dampak dampak yang yang sifatn sifatnya ya luas/m luas/masi asiff dari dari usaha usaha pertambangan. Memang UU 23/1997 telah mengatur tentang gugatan perwakilan, namun hal tersebut masih sebatas untuk kerugian lingkungan, sedangkan dampak dari usaha pertambangan bisa jadi tidak hanya kerugian lingkungan saja.
Kedelapan. Pasal 145 mengatur tentang perlindungan masyarakat, judul pasal memang bagus, tapi lagi-lagi tipuan. Pasal 145 tentang Perlindungan Masyarakat ternyata tak seindah judul pasalnya. Pasal ini beresiko melahirkan pelanggaran HAM baru. Awalnya, Awalnya, tentang masyarakat terkena dampak. UU Minerba Minerba hanya meng mengen enal al masy masyar arak akat at terk terken enaa
damp dampak ak nega negati tiff
lang langsu sung ng kegi kegiat atan an usah usahaa
pertambangan. Merujuk kasus-kasus pertambangan selama ini, masyarakat terkena dampak sering sering dibatasi dibatasi masyarakat masyarakat sekitar sekitar dan masuk konsesi pertambangan. pertambangan. Padahal, Padahal, dampak dampak pertambanga pertambangan n tak mengenal mengenal batas konsesi, bahkan batas administrasi administrasi kabupa kabupaten ten,, provin provinsi, si, dan negara. negara. Contoh Contohnya nya,, tamban tambang g batu batu bara bara Kideco Kideco Jaya Jaya Agung, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Ada perkampungan Dayak Paser: Suaten Suateng, g, Damit, Damit, Bekoso Bekoso,, Lempes Lempesu, u, Suweto Suweto,, hingga hingga daerah daerah muara muara yang yang tak dihiraukan perusahaan tambang asal Korea Selatan ini. Padahal, Sungai Kendilo, pendukung utama penghidupan mereka, rusak oleh pengerukan batu bara di hulu. Lima kampung itu terpaksa pindah ke lokasi baru, berjarak 2-10 km dari kampung lama. Mereka bangun sekolah dan fasilitas publik lain tanpa bantuan perusahaan karena mereka tak masuk wilayah pertambangan. Pemerintah Kabupaten Paser harus merogoh dana penanganan banjir kabupaten untuk membantu mereka. Hal serupa dialami warga kampung sepanjang Sungai Ok Briam, Mal, Muyu, Kao, dan Sungai Digoel di Kabupaten Boven Digoel, Papua. Mereka melaporkan limbah limbah tailin tailing g tamban tambang g Ok Tedi/B Tedi/BHP HP Billit Billiton on di negara negara tetang tetangga ga kita, kita, Papua Papua Nugini, terasa dampaknya di kampung mereka. Banyak ikan mati dan kebunkebu kebun n sepa sepanj njan ang g alira aliran n sung sungai ai tak tak lagi lagi subu subur. r. Ini Ini meny menyur urat atka kan n daya daya rusa rusak k tambang yang bersifat mengalir dan meluas.
Selanjutnya, dalam UU Minerba hanya ada dua hak masyarakat yang terkena dampak dampak,, yaitu yaitu mendap mendapat at ganti ganti rugi rugi jika jika terjadi terjadi kesala kesalahan han dalam dalam pengus pengusaha ahaan an kegiat kegiatan an pertam pertamban bangan gan dan mengaj mengajuka ukan n gugatan gugatan ke pengad pengadilan ilan,, itupun itupun jika jika perusahaan menyalahi ketentuan. Dua pilihan itu sama pahit. Pilihan pertama menegaskan tidak diakuinya hak veto atau hak untuk menentukan nasib sendiri, khususnya jika mereka menolak pertambangan, termasuk hak memilih model pengembangan ekonomi yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan mengeruk batuan. Sementara itu, ganti rugi akan akan diatur diatur dalam dalam peratu peraturan ran perund perundang ang-un -undan dangan gan.. Namun, Namun, mengin mengingat gat dalam dalam seta setahu hun n ke depa depan n Depa Depart rtem emen en ESDM ESDM haru haruss meny menyus usun un 20 PP terk terkai ait, t, bisa bisa dipastikan dipastikan penyusunannya penyusunannya akan jauh dari transparans transparansii dan partisipasi partisipasi publik. Pilihan kedua tak kalah getir. Kawasan cadangan mineral dan batu bara tersisa kebanyakan ada di kawasan terisolasi informasi dan keberdayaan hukum. Belum lagi lagi urus urusan an beba beban n pemb pembuk ukti tian an yang yang tida tidak k muda muda.. Wa Warg rgaa diha dihada dapk pkan an pada pada perusahaan tambang yang memiliki modal menyewa ahli hukum dan konsultan, juga membayar iklan di media. Sementara itu, proses pengadilan yang lama, biaya mahal, dan sistem yang korup membuat warga berisiko menjadi korban kedua kali. kali. Sungg Sungguh uh,, mereka mereka sulit sulit memena memenangi ngi perkar perkaraa di pengad pengadila ilan, n, dalam dalam sistem sistem hukum yang kini tak berpihak kepada mereka. Terakhir, melalui Pasal 162 UU Minerba, warga berisiko dipidana paling lama setahun dan denda paling banyak Rp 100 juta jika menghambat kegiatan pertambangan. Pengaturan ini tak berbeda dengan UU lama yang diganti. Jika warg wargaa tak tak
mau mau laha lahann nnya ya dita ditamb mban ang, g, lalu lalu mela melaku kuka kan n
prot protes es,, dian diangg ggap ap
mengha menghamba mbatt perus perusaha ahaan, an, akan akan dikrim dikrimina inalka lkan. n. Hal sama sama bisa bisa terjadi terjadi kepada kepada
mereka mereka yang yang berupa berupaya ya menghe menghenti ntikan kan kegiat kegiatan an perusa perusahaa haan n yang yang mencem mencemari ari lingku lingkunga ngan n sekita sekitar. r. Sement Sementara, ara, penega penegakan kan hukum hukum tak berjal berjalan, an, seperti seperti yang yang banyak terjadi selama ini. Memang UU Lingkungan Hidup mengatur tentang beban pembuktian yang lebih maju, dengan memasukkan aspek tanggung gugat mutlak (strict liability) bagi pelaku pencemaran atau perusakan, yang menimbulkan dampak besar dan penting serta menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3) atau menghasilkan limbah B3, dimana unsur kesalahan pelaku tidak perlu dibuktikan. Sayangnya, dalam prakteknya nyaris tak digunakan. Kese Kesemb mbil ilan an.. Peng Pengak akua uan n keter keterba bata tasa san n daya daya duku dukung ng dan dan daya daya tampu tampung ng lingkungan sangat penting untuk mencegah terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan lingkungan.. Pasal 18 UU Minerba Minerba memang memang mengatur mengatur bahwa penetapan penetapan Wilayah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) harus mendasarkan pada kaidah konservasi dan daya daya dukung dukung lingku lingkunga ngan, n, namun namun tidak tidak mencak mencakup up daya daya tampun tampung g lingku lingkunga ngan. n. Disa Disamp mpin ing g itu, itu, pasa pasall ini ini dipa dipast stik ikan an tump tumpul ul nant nantin inya ya.. Seba Sebab b UU ini ini tak tak memandatkan kaji ulang perijinan yang sudah ada, termasuk renegosiasi kontrak karya. karya. Bagaim Bagaimana ana mungki mungkin n daya daya dukung dukung dan daya daya tampun tampung g lingku lingkunga ngan n akan akan diberlakukan pada kontrak kontrak dan ijin lama, yang luasannya sudah tak masuk akal. Meski tak lagi memberlakukan kontrak karya, luas daratan yang memiliki cadangan mineral dan batu bara paling ekonomis sebagian besar telah dimiliki pemegang izin dan kontrak lama, tanpa tanpa upaya kaji ulang perizinan lama, pengakuan veto rakyat, penghitungan daya dukung lingkungan, serta pembatasan produksi dan ekspor. UU Minerba jelas melanggengkan rezim keruk cepat jual murah murah bahan bahan tamban tambang g sejak sejak Orde Orde Baru. Baru. Selain Selain itu sebaga sebagaii bagian bagian pengak pengakuan uan
keterbatasan keterbatasan daya dukung dukung dan daya tampung lingkungan lingkungan,, penting penting pengaturan pengaturan tegas tentang reklamasi pasca tambang. Dalam hal reklamasi dan pasca tambang, UU Minerba telah mewajibkan bagi pemegang IUP dan IUPK untuk memberikan dana dana jami jamina nan. n. Namu Namun n demi demiki kian an jang jangka ka wakt waktu u pert pertan angg ggun ungj gjaw awab aban an dala dalam m reklamasi dan pasca tambang tidak diatur dalam UU Minerba. Padahal dampak dari dari kegiat kegiatan an pertam pertamban bangan gan dapat dapat muncul muncul setelah setelah sekian sekian tahun tahun dari dari kegita kegitatan tan dilakukan. Jangka waktu pertanggungjawaban ini penting untuk memastikan agar pemegang izin benar-benar menjalankan kewajibannya melakukan reklamasi dan kegi kegiat atan an pasc pascaa tamb tamban ang g sesu sesuai ai deng dengan an krit kriter eria ia atau atau kete ketent ntua uan n yang yang akan akan ditetapkan. Selain itu, mekanisme transparansi dari pengelolaan dana jaminan dan pasca pasca tambang tambang harus diatur (tidak diatur diatur dalam UU Minerba) Minerba) untuk untuk memastikan memastikan bahwa dana tersebut diperuntukkan kegiatan reklamasi dan pascatambang secara bertanggungjawab. Kesepuluh. “Pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan prasarana dan sara sarana na umum umum untu untuk k kepe keperl rlua uan n perta pertamb mban anga gan n sete setela lah h meme memenu nuhi hi keten ketentu tuan an pera peratu turan ran peru perund ndan angg- unda undang ngan an.” .” Ini Ini buny bunyii pasa pasall 91. 91. UU Minerb Minerbaa akan akan mempercepat
perusakan
prasarana
dan
sarana
umum,
dengan
memperbolehkannya dimanfaatkan menjadi sarana pertambangan. Ini terbukti di propinsi Kalimantan Selatan. Ruas jalan mulai Kabupaten Tapin, Banjar sampai dengan dengan Banjarmasin Banjarmasin boleh dipakai truk batubara. Apa hasilnya? hasilnya? Tahun 2004, 2004, panjang jalan yang dipakai mereka 1056,38 kilometer, dan sementara sepanjang 124,37 kilometer dalam kondisi rusak berat. Namun data terbaru menyebutkan, berda berdasar sar temuan temuan DPRD DPRD Kalsel Kalsel,, ruas ruas jalan jalan provin provinsi si yang yang rusak rusak mencap mencapai ai 293 kilome kilometer ter atau 27,7% 27,7% dari dari panjan panjang g jalan jalan negara. negara. Karena Karena itu, itu, kerusa kerusakan kan jalan jalan
umum di Kalsel kini menjadi problem serius. Pemerintah sendiri mengaku tiap tahun tahun mengel mengeluar uarkan kan dana dana perbai perbaikan kan jalan jalan mencap mencapai ai Rp 127 miliar. miliar. Dana Dana itu bukan dari para penambang tentunya. Tak hanya itu, penderita penyakit ISPA dan kecelakaan di sepanjang jalan yang dilalui truk batubara juga meningkat. Mestinya, upaya reformasi kebijakan sektor pertambangan mensyaratkan 3 hal, yaitu: 1) Dapat memfasilitasi pemulihan dan pengembalian hak masyarakat yang
telah dirampas. 2) hak-n hak-nya ya oleh oleh indu indust stri ri pert pertam amba bang ngan an,, baik baik seca secara ra lang langsu sung ng mela melalui lui
perampasan tanah. 3) masyar masyaraka akatt lokal; lokal; maupu maupun n secara secara tidak tidak langsu langsung ng dengan dengan mencem mencemari ari
pera perair iran an laut laut temp tempat at berg bergan antu tung ngny nyaa kehi kehidu dupa pan n masy masyara araka katt nela nelaya yan n tradisional. 4) Dapat memfasilitasi pulihnya ekonomi masyarakat lokal dan ekosistem
sekitar sekitar pertambanga pertambangan. n. Dimana Dimana paradoks paradoks selama ini menunjukk menunjukkan an bahwa, bahwa, daerah potensial dengan kegiatan pertambangan, justeru identik dengan kemiskinan dan intensitas konflik yang tinggi. 5) Dapat memfasilitasi proses penegakan hukum atas berbagai pelanggaran
yang terjadi selama ini disekitar lingkungan pertambangan, maupun secara luas dalam hal ekonomi nasional. UU Minerb Minerbaa mengak mengakui ui asas-a asas-asas sas pengel pengelola olaan an pertam pertamban bangan gan yang yang baik, baik, namun namun lemah lemah dalam dalam penjab penjabara aran n ibarat ibarat pepesa pepesan n kosong kosong.. Beberap Beberapaa kelema kelemahan han fundamen dari UU Minerba adalah:
1) Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat terutama yang memiliki
keterkaitan langsung dengan sumber daya pertambangan dan lingkungan 2) Pengakuan Pengakuan dan pengaturan pengaturan secara jelas dan tegas tentang transparans transparansi, i,
partisipasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam yang merupakan tiga pilar penting dalam mewujudkan good governance dan demokratiasasi dalam pengelolaan pertambangan. 3) Akses keadilan apabila hak-hak masyarakat dan prinsip transparansi dan
partisipasi dilanggar. 4) Pengak Pengakuan uan keterb keterbatas atasan an daya daya dukung dukung dan daya daya tampun tampung g lingku lingkunga ngan. n.
Berbag Berbagai ai kelema kelemahan han tersebu tersebut, t, muaran muaranya ya lagi-la lagi-lagi gi rakyat rakyat yang yang harus harus menanggung ongkos kerusakan lingkungan, pemiskinan dan pelanggaran HAM baik di sekitar pertambangan, hingga kawasan pesisir. Sementara, bahan-bahan mineral kita bisa dipatikan akan makin menipis jumlahnya, karena terus-terusan dikeruk untuk memasok kebutuhan asing. Banyak hal bisa dilakukan untuk menolak UU pertambangan lama dan UU Mine Minerb rbaa yang yang kada kadalu luar arsa sa.. Salah Salah satu satuny nya, a, terus terus menu menunt ntut ut pena penata taan an ulan ulang g pengurusan pengurusan kekayaan, kekayaan, lewat penghentian penghentian ijin baru, kaji ulang perijinan perijinan lama, pembatasan produksi hanya utuk kebutuhan mendesak rakyat dan membawa UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seba Sebaga gaii kegi kegiata atan n usah usaha, a, indu indust stri ri pert pertam amba bang ngan an mine minera rall dan dan batu batuba bara ra merupakan industri yang padat modal (high capital), padat resiko (high risk), dan padat teknologi (high technology). Selain itu, usaha pertambangan juga tergantung pada faktor alam yang akan mempengaruhi lokasi dimana cadangan bahan galian. Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tersebut maka diperlukan kepastian berusaha dan kepastian hukum di dunia pertambangan mineral dan batubara. Celakanya, UU Minerba, masih kadaluwarsa isinya. RUU Minerba akhirnya disahkan Sidang Paripurna DPR Senayan, 16 Desember 2008, setelah dibahas lebih 4 tahun, tahun, ditengah ditengah kontraversi kontraversi berbagai kalangan, kalangan, khususny khususnyaa masyarakat masyarakat sipil. Namun, panjangnya waktu pembahasan, ternyata tak merubah subtansi UU ini lebih baik dari pendahulunya. UU Minerba ini mengancam keselamatan warga negara dan lingkungan. Pemerintah dan Partai-partai penguasa Senayan, hanya merubah UU lama dengan bungkus baru. B. SARAN SARAN
Banyak hal bisa dilakukan untuk menolak UU pertambangan lama dan UU Mine Minerb rbaa yang yang kada kadalu luar arsa sa.. Salah Salah satu satuny nya, a, terus terus menu menunt ntut ut pena penata taan an ulan ulang g pengurusan pengurusan kekayaan, kekayaan, lewat penghentian penghentian ijin baru, kaji ulang perijinan perijinan lama, pembatasan produksi hanya utuk kebutuhan mendesak rakyat dan membawa UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi.