Dosen : Dr. Drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMp, MSc. Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP. Drh. Surya Kusuma Wijaya Asisten :Setiawan
DETEKSI ESTRUS PADA SAPI Mata kuliahTeknikPengembangb kuliahTeknikPengembangbiakanTernak iakanTernak
oleh 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Irvan syahputra M. Ubaidilah Reza Hadim Naufal R
Alfaindra Syfa’unuza M. Hakiki
J3I1130 J3I1130 J3I113007 J3I1130 J3I113054 J3I2130
TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TERNAK PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan Upaya peningkatan mutu genetik ternak perlu dilakukan saat ini salah satu nya dengan
cara
menerapkan
atau
menggunakan
teknologi
reproduksi
untuk
menghasilkan bibit – bibit ternak yang berkualitas, Inseminasi buatan merupakan salah satu bentuk teknologi dalam bidang reproduksi ternak yang memungkinkan para peternak bisa mengawinkan ternak betinanya tanpa perlu pejantan utuh. Inseminasi buatan sebagai teknologi reproduksi merupakaan serangkaian proses yang terencana dan terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik ternak di masa yang akan datang. Pelaksanaan dan penerapan teknologi inseminasi buatan di lapangan dimulai dengan langkah pemilihan pejantan unggul sehingga diharapkan nantinya akan menghasilkan anakan yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari induknya. Langkah selanjutnya yaitu penampungan semen, penilaian kelayakan kualitas semen, pengolahan dan pengawetan semen dalam bentuk cair dan beku serta teknik inseminasi yaitu menempatkan (inseminasi/deposisi) semen ke dalam saluran reproduksi ternak betina. Inseminasi buatan sangat berpotensi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ternak melalui usaha penyebaran bibit unggul. Salah satu factor yang menentukan keberhasilan inseminasi buatan adalah waktu yang tepat untuk menginseminasi ternak betina. Oleh karena, pengamatan deteksi ternak betina birahi harus dilakukan untuk mengetahui waktu yang tepat. 1.2 Tujuan Tujuan dari pengamatan pengamatan deteksi birahi ini adalah untuk mengetahui terjadinya ternak betina birahi, berulangnya birahi pada setiap bulannya serta tingkah laku dan keadaan sapi saat birahi. 1.3 Waktu dan Pelaksanaan Pengamatan sapi dilakukan selama 36 hari dumulai tanggal 21 April 2015 – 26 Mei 2015. Pengamatan deteksi birahi dilakukan setiap pagi pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 18.00. Tempat pengamatan berada di kandang sapi kampus IPB Gunung Gede. 1.4 Materi
Ternak sapi yang digunakan dalam praktikum ini adalah 4 ekor sapi betina, yang terdiri dari satu ternak sapi perah betina dewasadan tiga induk ternak sapi potong. Semua ternak sapi dipakai tidak mengalami gangguan reproduksi dan tidak sedang bunting dengan kondisi suhu lingkungan antara 23-27oC (siang) dan 1720oC (malam). Selain itu digunakan pula alat tulis dan dokumentasi sebagai alat pendukung dalam pengumpulan data. Keterangan
Pengamatan 1
Pengamatan 2
Pengamatan 3
Pengamatan 4
FH
Madura
BX
PO
Ear tag
0004
-
0013
0011
Umur
3 tahun
3 tahun
3 tahun
3 tahun
BCS
2
3
3
3
Kandang
7
20
19
18
Jenis sapi
1.5 Metode Hasil praktium yang diperoleh dianalisis dan ditampilkan secara deskriptif. Beberapa hal yang diamati dalam penelitian ini adalah mendeteksi gejala-gejala estrus yang tampak dari luar vulva ( merah, bengkak, berlendir) serta mengamati tingkah laku ternak yang terindikasi estrus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Selama estrus sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurangnya nafsu makan, dan kadang- kadang menaiki sapi – sapi betina lain dan akan diam bila dinaiki. Vulva tersebut akan membengkak, memerah dan penuh dengan sekresi mucus transparan yang menggantung di vulva atau terlihat di pangkal ekor. (Achyadi, K.R, 2009) Lamanya berahi bervariasi pada tiap – tiap hewan dan antara individu dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi sewaktu estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek di antara semua ternak mamalia. Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5 % sapi – sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kebuntingan walaupun dapat terjadi dalam bulan – bulan yang lebih tua. (Achyadi, K.R, 2009) 1. Proestrus Satu atau beberapa folikel dari ovarium mulai tumbuh. Jumlah mereka spesifik untuk spesies. Biasanya fase ini bisa berlangsung sebagai sedikit sebagai satu hari atau selama 3 minggu, tergantung pada spesies. Di bawah pengaruh estrogen lapisan dalam rahim (endometrium) mulai berkembang. Beberapa hewan mungkin mengalami vagina yang dapat berdarah. Perempuan belum seksual reseptif. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008) 2. Estrus Estrus mengacu pada tahap bila betina seksual reseptif ( "dalam panas," atau "panas" di Inggris). Bawah peraturan oleh gonadotropic hormon, ovarium folikel yang matang dan sekresi estrogen mengerahkan pengaruh terbesar mereka. Hewan reseptif menampilkan perilaku seksual, sebuah situasi yang dapat ditandai dengan perubahan fisiologis terlihat. Sebuah sinyal ciri estrus adalah lordosis refleks, di mana hewan secara spontan mengangkat dirinya bagian belakangnya. Dalam beberapa spesies, vulvae adalah memerah. Ovulasi dapat terjadi secara spontan dalam beberapa spesies (misalnya sapi), sedangkan di lain itu disebabkan oleh persetubuhan (misalnya kucing). Jika tidak ada persetubuhan dalam diinduksi ovulator, estrus dapat terus selama beberapa hari, diikuti dengan 'interestrus,' dan fase estrus mulai lagi sampai sanggama dan ovulasi terjadi. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008) 3. Metestrus Selama fase ini, tanda-tanda rangsangan estrogen mereda dan korpus luteum mulai terbentuk. The uterus lapisan mulai mengeluarkan sejumlah kecil progesteron. Fase ini biasanya adalah singkat dan mungkin terakhir 1-5 hari. Dalam beberapa hewan perdarahan dapat dicatat karena menurunnya tingkat estrogen. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008) 4. Diestrus Diestrus ditandai oleh aktivitas korpus luteum yang menghasilkan progesteron.
Dengan tidak adanya kehamilan pada fase diestrus (juga disebut pseudokehamilan) berakhir dengan regresi korpus luteum. Lapisan di dalam rahim bukanlah gudang, namun akan mereorganisasi untuk siklus berikutnya. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008) 5. Anestrus Anestrus mengacu pada fase siklus seksual ketika beristirahat. Ini biasanya sebuah acara musiman dan dikendalikan oleh paparan cahaya melalui kelenjar pineal yang melepaskan melatonin. Melatonin dapat menahan rangsangan reproduksi-hari panjang peternak dan merangsang reproduksi di hari pendek peternak. Melatonin berpikir untuk bertindak dengan mengatur hipotalamus kegiatan denyut gonadotropin-releasing hormone. Anestrus diinduksi oleh waktu tahun, kehamilan, laktasi, signifikan sakit, dan mungkin usia. (Bindon, B. M dan L. R Piper, 2008).
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil Tanggal
Jenis
Pagi
Sore
Kejadian yang dilihat
sapi 23 April
Madura
2015
Diam apabila diangkat ekornya, sekali dipegang langsung diangkat sendiri. Vulva merah dan sedikit panas. Selalu menempelkan dagu ( chin rest ) di pembatas kandang, menciumi sebelah kandangnya.
Tabel 1. Hasil deteksi estrus
2.2 Pembahasan Pengamatan deteksi birahi yang dilakukan kurang lebih satu bulan ini, didapat satu ternak yang mengalami birahi. Terjadi pada ternak sapi Madura berusia 3 tahun. Ternak tersebut mengalami estrus pada hari kamis, 15 Mei 2015. Pada tiga sapi betina yang lain tidak terlihat tanda apapun secara pandangan biasa maupun pada saat mengecek vulva. Ternak betina yang tidak terindikasi estrus juga tidak suka apabila ekornya diangkat dan dipegang bagian vulva. Ternak betina yang diamati ini juga akan berontak saat dilakukan pengamatan deteksi estrus pada bagian vulvanya. Pada sapi yang terdeteksi estrus terlihat pda pagi hari pada tanggal 15 Mei 2015 nampak pada pagi hari tanggal tersebut. Dilihat ada lendir pada vulva sapi Madura. Lendir menggantung pada vulva hingga pengecekan kedua pada sore hari. Selain itu sapi juga terlihat gelisah dan kurang nafsu makan. Vulva juga lebih hangat dari biasanya. Selain itu, ternak sapi betina yang sedang birahi ini juga terlihat gelisah. Ternak lebih tenang saat dilakukan pengcekkan vulva. Saat dipegang ekornya ternak tersebut langsung mengangkatnya sendiri, serta tidak memberontak saat dilihat vulvanya dan saat bagian ekor dipegang ternyata sapi tidak melakukan
perlawanan, saat ini sapi ada di fase standing heat . Ternak juga sering melakukan chin rest atau menempelkan dagu pada tepian kandang atau dipunggung ternak sapi yang lain. Tanda yang lain lagi adalah sapi selalu membelokkan tubuhnya dan menghadapkan kepalanya pada ternak lain. Pada keesokan harinya tanggal 16 Mei 2015 lendir yang menggantung pada vulva sudah tidak terlihat menggantung pada vulvanya. Namun ternak masih terlihat tenang dan tidak agresif saat dilakukan pengecekan. Vulva juga masih relatif hangat dan ekor langsung mengankat sendiri saat dibuka. Ternak masih terlihat chin rest. Waktu mengawinkan yang ideal adalah sekitar 12 jam setelah tanda bi rahi awa l teramat i, arti nya ji ka di pagi hari teramat i tanda birahi mak a sapi dikawinkan pada sore hari, dan bila teramati birahi pada sore hari maka dikawinkan besok paginya sebelum jam 12 siang (Partodihardjo,1992). Sesuai dengan pernyataan tersebut ternak yang estrus tersebut dapat dikawinkan pada sore hari. Sebab pada pagi sudah terlihat tanda
– t anda
estrus. Jadi sore hari dapat dikawinkan. Sapi yang sedang birahi atau estrus agar dikawinkan tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama dari saat awal gejala birahi mulai terlihat. Banyak para ahli yang mempunyai perhit ungan
sendiri
kap an
sapi
dikaw in kan .
Ada
beberapa
yan g
mengatakan 9 jam setengah awal gejala dan ada juga jang 10-12 jam setengah awal gejala. Keberhasilan perkawinan sapi ditentukan oleh hal tersebut. Siklus estrus didefinisikan sebagai waktu diantara peeriode estrus. Rata – rata panjang atau lama estrus serupa untuk ternak, walaupun lebih pendek untu k domba . Panj ang estr us kira kita 17 hari untuk domba, 21 hari untuk sapi, dan 20 hari untuk babi (Anonim;2004). Pada tiga ternak yang tidak mengalmi estrus seharunya mengalami siklus estrus 21 hari sekali setiap bulannya sesuai dengan pernyataan tersebut. Namun, pengamatan ini tidak memperoleh data tiga ternak lain yang mengalami estrus. Sapi yang mengalami siklus estrus tidak tetap biasanya dikarenakan faktor pakan, faktor keadaan tubuh sapi, dan keadaan sapi seperti umur sapi.
BAB IV KESIMPULAN
Dari 4 ekor induk sapi yang menjadi objek pengamatan selama 36 hari hanya ada 1 sapi yang mengalami estrus. Gejala yang ditunjukkan dalah vulva merah, bengkak dan mengeluarkan lendir. Serta sapi standing heat dan chin rest. Untuk 3 induk sapi yang tidak estrus bisa dikarenakan manajeman pemeliharaan, pakan, dan kurang terlatihnya pengamat.
DAFTAR PUSTAKA
Achyadi, K. R., 2009.Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. Tesis MS Pascasarjana IPB. Bogor. Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008. Physiology Base of Ovarian Response to PMSG in Sheep and Cattle, In Embryo Murtidjo, Bambang Agus. 2012. Sapi Potong . Kanisius. Yogyakarta. Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta