xxii
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK MEMBERANTASNYA
Disusun oleh :
AMIN MUJIONO
ABAS SAIDUN
LAILA SUSILA WATI
SAFITRINURMIYATI HIDAYAH
SATIMAN
SITI NURASIYAH
SMK NEGERI 1 LALAN
Tahun Pelajaran 2013/2014
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK MEMBERANTASNYAGuru Pembimbing : NASYATUL AISYAH, S.Pd.IDisusun oleh : AMIN MUJIONOABAS SAIDUNLAILA SUSILA WATISAFITRINURMIYATI HIDAYAHSATIMANSITI NURASIYAH SMK NEGERI 1 LALAN Tahun Pelajaran 2013/2014TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK MEMBERANTASNYAGuru Pembimbing : NASYATUL AISYAH, S.Pd.IDisusun oleh : AMIN MUJIONOABAS SAIDUNLAILA SUSILA WATISAFITRINURMIYATI HIDAYAHSATIMANSITI NURASIYAH SMK NEGERI 1 LALAN Tahun Pelajaran 2013/2014
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK MEMBERANTASNYA
Guru Pembimbing :
NASYATUL AISYAH, S.Pd.I
Disusun oleh :
AMIN MUJIONO
ABAS SAIDUN
LAILA SUSILA WATI
SAFITRINURMIYATI HIDAYAH
SATIMAN
SITI NURASIYAH
SMK NEGERI 1 LALAN
Tahun Pelajaran 2013/2014
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK MEMBERANTASNYA
Guru Pembimbing :
NASYATUL AISYAH, S.Pd.I
Disusun oleh :
AMIN MUJIONO
ABAS SAIDUN
LAILA SUSILA WATI
SAFITRINURMIYATI HIDAYAH
SATIMAN
SITI NURASIYAH
SMK NEGERI 1 LALAN
Tahun Pelajaran 2013/2014
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah atas segala limpahan nikmat-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu. Shalat salam semoga terhadiahkan untuk Rasulullah Muhammad SAW atas tauladannya yang sempurna untuk umat.
Korupsi merupakan penyakit bangsa yang saat ini menjamur di hampir seluruh lapisan masyarakat. Tindakan pencucian kepentingan untuk maksud kesejahteraan pribadi ini, merebak dan menjadikan negara kita harus terkuras anggarannya banyak sekali. Akibatnya kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan. Makalah ini kami susun untuk membekali diri tentang perkara-perkara yang termasuk tindakan korupsi serta upaya setiap elemen masyarakat dalam menanggulangi korupsi sehingga korupsi dapat terkikis dan akhirnya hilang dari bumi negara Pancasila kita.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada :
Bapak Suparjo, S.Pd. M.Pd. kepala SMK Negeri 1 Lalan
Ibu Nasyatul Aisyah, S.Pd.I. guru mata pelajaran yang merangkap pembimbing penyusunan makalah ini
Bapak dan Ibu Guru di SMK Negeri 1 Lalan
Teman-teman sekalian
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekaligus kami sebagai penyusunnya. Kami mengharapkan arahan dan saran pembaca, agar pada penyusunan makalah selanjutnya, kami bisa menyajikan dengan lebih baik dan sempurna.
Suka Jadi, Desember 2013
Penulis
DATAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DATAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 2
C. Manfaat Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi 3
B. Akibat dari Korupsi 4
C. Upaya Memerangi Tindakan Korupsi 5
D. Upaya Memerangi Korupsi Menurut Para ahli 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada.
Permasalahan
Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?
Bagaimana cara menanggulangi terjadinya korupsi dimulai dari diri sendiri, lingkungan sekolah, masyarakat serta berbangsa dan bernegara.
Manfaat Penulisan
Mengetahui pengertian dari korupsi
Mengetahui langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi
Mengetahui sikap-sikap positif dalam memerangi korupsi
Menghilangkan cara berfikir negatif sehingga memunculkan niat buruk korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Korupsi
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menjelaskan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana korupsi.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai suatu kekuasaan mutlak. Sebagai akibat korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan memiliki politisi korup bisa masuk dalam golongan elite yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi.
Korupsi menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan jabatan dan wewenang guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum Dijabarkan pula oleh Dr. Sarlito W. Sarwono, faktor seorang melakukan tindak korupsi adalah factor dorongan dalam diri (keinginan, hasrat, kehendak) dan faktor rangsangan dari luar (kesempatan, dorongan teman-teman, kurang kontrol, dan lain-lain).
Secara bahasa, korupsi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari perpaduan dua kata dalam Bahasa Latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rupere yang berarti pecah atau jebol. Istilah korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya korupsi lebih dikenal menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa adanya catatan administrasi. Pengertian korupsi lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
Warisan pemerintahan kolonial.
Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Akibat dari Korupsi
Tindak korupsi tak ubahnya seperti tindakan pengecut yang memanfaatkan jabatan dan posisi yang telah dipercayakan kepada seseorang. Korupsi lebih kejam dari pencurian. Secara psikologi, pencurian terjadi karena keadaan sosial ekonomi masyarakat yang timpang dengan tuntutan kebutuhan yang tiada pernah terhenti, sehingga dengan upaya apapun harus didapatkan penghasilan. Maka mencuri merupakan jalan akhir yang ditempuh untuk menutup segala kebutuhan ini. Namun korupsi adalah tindakan amoral yang lebih culas. Korupsi bukan karena kebutuhan, melainkan karena kesempatan dan kedudukan. Korupsi adalah penyakit birokrasi pemimpin yang harus ditanggulangi secara menyeluruh. Karena akibat yang ditimbulkan sebagai dampak dari korupsi tidaklah sedikit, diantaranya yaitu :
pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidakefisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Upaya perang terhadap korupsi saat ini belum sekuat nganguan layaknya perang terhadap narkoba. Namun demikian, kita dapat memerangi korupsi sebagai wujud Nasionalisme dan upaya membangun Negara Pancasila ini, sesuai dengan jabatan dan posisi kita masing-masing.
Upaya Memerangi Tindakan Korupsi
Tugas memerangi korupsi bukan hanya KPK atau Badan Inspektorat Negara. Korupsi akan terkikis dari bumi pertiwi ini melalui semua elemen pemerintahan, dari terendah sampai paling tinggi. Bukan hanya sebagai pemimpin tapi sampai sikap dan watak pribadi atau perorangan.
Upaya Memerangi Korupsi dari Diri Sendiri
Hal mendasar yang harus ditamkan dalam mengendalikan diri dari kesempatan atau peluang korupsi adalah menanamkan nilai agama yang mantap pada diri sendiri. Bentang Agama merupakan benteng tak tertaklukkan. Karena agama dibangun dari kitab yang langsung disampaikan Tuhan. Bagi Islam, mempercayakan segala tuntunan pada Al Quran dan Rasulullah, bagi Hindu menjadikan Weda sebagai tuntunan, demikian pula untuk Katolik dan Kristen dari Injil dan Budha dari Tripitaka.
Menanamkan ajaran agama yang kuat, bahwasanya korupsi, pencurian, pembunuhan dan tindakan kriminal lain, termasuk ucapan sehari-hari kita tidak akan lepas dari pengawasan Ilahi yang kelak akan dimintai pertanggungan jawab.
Maka dari itu, hal pertama dalam memerangi korupsi adalah upaya seseorang untuk membentengi diri dengan agama, serta tidak mencampuradukkan kebenaran agama dengan kepentingan, yang nantinya hanya akan menghancurkan sendi-sendi kebenaran agama.
Upaya Memerangi Korupsi pada Keluarga
Keluarga adalah lahan kedua yang sangat berperan aktif dalam mendidik kepribadian seseorang. Keluarga harus dapat mencerminkan sikap yang berada pada rel agama dan sikap yang harus dijauhi dari kehidupan bermasyarakat dan benegara, salah satunya adalah korupsi.
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwasanya korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh kaum pemimpin sahaja di atas kursi kepemimpinan, seperti kepala desa, anggota dewan, menteri atau bahkan presiden. Pengertian ini perlu diluruskan terlebih dahulu. Bahwa korupsi adalah pengambilalihan hak seseorang atau kelompok orang untuk kepentingan pribadi.
Dalam hal ini keluarga harus bertindak sebagai wadahnya teladan. Bahwa sikap dan perilaku dalam keluarga harus menciptakan kehangatan dan keharmonisan. Kepala keluarga bertindak sebagai payung dan pemimpin yang memberikan pengarahan, ibu bertindak sebagai penampung aspirasi dan motor pendidik anak. Maka upaya keluarga untuk menumbuhkan peran dan tanggung jawab kepada anak, akan membuat hegemoni secara universal, bahwa sesama manusia mempunyai tugas dan peran yang sama besar, sesuai jabatan yang diembannya.
Upaya Memerangi Korupsi dalam Sekolah
Sekolah adalah salah satu lembaga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak dan spiritual. Kewajiban sekolah dalam mencerdaskan anak bangsa tidak sebatas ketika jam-jam sekolah berlangsung.
Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau tidak. Pendidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Disamping sistem pendidikan, sekolah mempunyai andil dalam menanggulangi korupsi dengan cara meminimalisir contoh tindakan korupsi melalui diri setiap personil dalam sekolah.
Tindakan kecil yang dapat mencerminkan korupsi adalah membiarkan kelas tanpa jam pelajaran atau jam kosong. Jam kosong akan merugikan anak. Lebih dari itu, jam kosong di sekolah, akan melahirkan pemikiran dini, bahwa pengambilalihan waktu untuk keperluan sendiri adalah dibenarkan. Padahal hal ini sangat salah besar. Maka pemaknaan demikian, akan merefleksikan kepada anak di usia dini sebagai hal yang wajar dan lumrah, dan pada kesempatan yang lebih besar, ketika sang anak sudah menduduki kursi panas pemimpin, maka pengambilalihan kekuasaan untuk kepentingan pribadi adalah hal yang lumrah.
Maka pendidikan adalah lembaga besar, yang tidak hanya memberikan pengaruh secara akademik, namun juga pengaruh psikologis anak di luar lingkungan keluarga.
Upaya Generasi Muda dalam Memarangi Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.
Upaya Memerangi Korupsi oleh Bangsa dan Negara
Keberadaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di Indonesia, telah mendorong berbagai insiatif-inisiatif di lingkungan Pemerintahan Pusat sampai ke daerah. Melalui Inpres ini, Presiden Republik Indonesia mengamanatkan untuk melakukan langkah-langkah upaya strategis dalam rangka mempercepat pemberantasan korupsi, salah satunya dengan menyusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK 2004-2009). Dokumen RAN-PK 2004-2009 menekankan kepada upaya pencegahan, penindakan, upaya pencegahan dan penindakan korupsi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara, serta pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan RAN PK. Dengan demikian, RAN-PK diharapkan menjadi acuan dalam upaya pemberantasan korupsi bagi setiap lini pemerintahan di tingkat Pusat dan Daerah.
Perkembangan yang menarik berkaitan dengan upaya pencegahan korupsi di Indonesia, terjadi baik pada tingkat kebijakan pemerintah, pembentukan dan konsolidasi kelembagaan hingga kian kritisnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberantasan korupsi. Kebijakan pemerintah dimaksud tidak hanya telah dirumuskan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi tetapi juga beberapa daerah telah mengembangkan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi, dan mempelopori usaha-usaha mengembangkan kebijakan inovatif yang terbukti mampu mencegah praktik korupsi di dalam birokrasi pemerintahan. Di sejumlah kota dan kabupaten, ada inovasi lokal untuk mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik dalam bentuk pelayanan satu atap atau one stop service seperti dilakukan di Kota Surabaya, Kabupaten Sragen, maupun perbaikan pelayanan publik seperti di Kabupaten Jembrana Bali, Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel dan lainnya.
Namun, keberadaan RAN-PK yang seharusnya menjadi acuan dari seluruh instansi Pemerintah, pada tahun terakhir pelaksanaannya belum dapat diasumsikan telah dilaksanakan seluruhnya oleh Pemerintah Pusat yang terkait. Hal ini disebabkan karena upaya-upaya tersebut dilakukan secara terpisah-pisah, meskipun pada akhirnya masing-masing Kementerian/Lembaga telah bekerja dalam rangka pemenuhan butir-butir kegiatan sebagaimana isi RAN-PK 2004-2009.
Dengan diratifikasinya UNCAC oleh Republik Indonesia melalui UU No. 7 Tahun 2006, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian kembali langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai inisiatif yang ada seperti Strategi Pencegahan KPK, Gap Analysis UNCAC dan RAN-PK 2004-2009 perlu diperkaya dengan masukan-masukan berupa perkembangan dalam upaya pemberantasan korupsi pada umumnya maupun upaya implementasi UNCAC pada khususnya, sehingga menghasilkan strategi pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi seluruh stakeholders . Strategi Nasional tersebut ditujukan untuk melanjutkan, mengkonsolidasi dan menyempurnakan berbagai upaya dan kebijakan pemberantasan korupsi agar mempunyai dampak yang konkrit bagi peningkatan kesejahteraan, keberlangsungan pembangunan berkelanjutan dan konsolidasi demokrasi. Strategi dimaksud harus dirumuskan melalui pelibatan aktif dari berbagai pemangku kepentingan, seperti masyarakat sipil dan kalangan dunia usaha, selain peran aktif dari pemerintahan. Berkenaan dengan itu, komitmen politik yang lebih kuat, strategi yang lebih sistematis dan komprehensif serta perumusan kebijakan yang lebih fokus dan konsolidatif untuk mendorong dan meningkatkan percepatan pemberantasan korupsi seyogianya harus senantiasa dilakukan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.
Visi Nasional Pemberantasan Korupsi adalah "Terbangunnya tata pemerintahan yang bebas dari praktek-praktek korupsi dengan daya dukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta sistem integritas yang terkonsolidasi secara nasional". Tata pemerintahan yang bersih perlu diwujudkan di berbagai ranah, yaitu ranah pemerintahan dalam arti luas, ranah masyarakat sipil, dan ranah dunia usaha. Sementara itu, pemberantasan praktek korupsi yang terkonsolidasi dilaksanakan sebagai upaya bersama di antara berbagai pelaku dan pemangku kepentingan dari ketiga ranah tersebut. Untuk mewujudkan visi nasional tersebut, serangkaian Misi Nasional Pemberantasan Korupsi dirumuskan sebagai berikut:
MISI 1: MEMBANGUN DAN MEMANTAPKAN SISTEM, PROSEDUR, MEKANISME DAN KAPASITAS PENCEGAHAN KORUPSI YANG TERPADU DI TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
Pencegahan korupsi memerlukan serangkaian kebijakan pemerintahan, sosial, politik dan ekonomi yang kondusif dan memiliki kekuatan memaksa untuk mencegah terjadinya praktek-praktek korupsi.
MISI 2: MENGKONSOLIDASIKAN DAN MEMANTAPKAN SISTEM, PROSEDUR, MEKANISME DAN KAPASITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Penindakan terhadap tindak pidana korupsi membutuhkan kejelasan dan konsistensi dari aturan-aturan penindakan, mekanisme pelaporan, kerjasama antar lembaga peradilan tindak pidana korupsi, serta sistem otorisasi dalam hal penanganan perkara.
MISI 3: MELAKUKAN REFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DAN DAERAH YANG MENDUKUNG PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN KORUPSI SECARA KONSISTEN
Berbagai peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah perlu ditinjau ulang, agar pembaharuan secara mendasar dapat dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang belum sepenuhnya mendukung upaya-upaya pencegahan dan penindakan korupsi.
MISI 4: MEMBANGUN DAN MENGKONSOLIDASIKAN SISTEM DAN MEKANISME NASIONAL PENYELAMATAN ASET HASIL KORUPSI
Penyelamatan aset hasil korupsi di tingkat pusat dan daerah perlu ditinjau-ulang dan dikembangkan untuk menjamin akuntabilitas publik dan efektivitas pengendalian yang dilaksanakan oleh otoritas-otoritas paska penetapan hukum.
MISI 5: MENGEMBANGKAN DAN MELAKSANAKAN STRATEGI KERJASAMA DAERAH, NASIONAL DAN INTERNASIONAL DALAM PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN KORUPSI SECARA EFEKTIF
Pencegahan dan penindakan tidak pidana korupsi membutuhkan kerjasama antar-daerah, nasional dan internasional secara terus menerus.
MISI 6: MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN KINERJA IMPLEMENTASI STRANAS PK TINGKAT PUSAT DAN DAERAH YANG TRANSPARAN DAN TERKONSOLIDASI
Semua pelaku dari ranah pemerintahan, masyarakat sipil dan sektor swasta perlu dan wajib menyediakan informasi mengenai program-program yang direncakanan dan dilaksanakan berkenaan dengan implementasi Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025. Mereka juga perlu menyampaikan kepada publik tentang mekanisme pengkajian dan pelaporan secara sektoral atau lintas sektor. Beberapa aspek penting dalam optimalisasi pelaporan Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025 dapat mencakup dua hal pokok, yaitu: (i) konsolidasi sistem pelaporan daerah dan nasional, baik masing-masing sektor maupun lintas sektor; dan (ii) variabel-variable utama yang perlu dicakup dalam laporan.
Dari penjabaran Visi dan Misi Nasional Pemberantasan Korupsi sebagaimana di atas, untuk selanjutnya dirumuskan dalam Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025 yang memperlihatkan komitmen Pemerintah dan stakeholders lainnya, antara lain:
Strategi 1 : Melaksanakan upaya-upaya pencegahan Strategi 2 : Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penindakan Strategi 3 : Melaksanakan Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi dan sektor lainnya yang terkait Strategi 4 : Melaksanakan Penyelamatan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Strategi 5 : Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam rangka Pemberantasan Korupsi Strategi 6 : Meningkatkan Koordinasi dalam rangka Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi Strategi 1 : Melaksanakan upaya-upaya pencegahan Strategi 2 : Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penindakan Strategi 3 : Melaksanakan Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi dan sektor lainnya yang terkait Strategi 4 : Melaksanakan Penyelamatan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Strategi 5 : Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam rangka Pemberantasan Korupsi Strategi 6 : Meningkatkan Koordinasi dalam rangka Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi
Strategi 1 : Melaksanakan upaya-upaya pencegahan
Strategi 2 : Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penindakan
Strategi 3 : Melaksanakan Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi dan sektor lainnya yang terkait
Strategi 4 : Melaksanakan Penyelamatan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi
Strategi 5 : Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam rangka Pemberantasan Korupsi
Strategi 6 : Meningkatkan Koordinasi dalam rangka Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi
Strategi 1 : Melaksanakan upaya-upaya pencegahan
Strategi 2 : Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penindakan
Strategi 3 : Melaksanakan Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi dan sektor lainnya yang terkait
Strategi 4 : Melaksanakan Penyelamatan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi
Strategi 5 : Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam rangka Pemberantasan Korupsi
Strategi 6 : Meningkatkan Koordinasi dalam rangka Pelaporan Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi
Mengingat praktek-praktek korupsi terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, dan modus yang digunakan juga semakin canggih dan kompleks, maka Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025 akan disesuaikan dengan berbagai kebutuhan (living document) sehingga akan mempermudah dalam pelaksanaannya.
Upaya Memerangi Korupsi Menurut Para ahli
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman.
Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan ke dalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu ke arah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinjau dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan "achievement" dan bukan berdasarkan sistem "ascription".
Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
Preventif.
Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan "sense of belongingness" di kalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
Represif
Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara miliknegara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa "sense of belongingness" diantara para pejabat dan pegawai.
Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.
SARAN
Permasalahan negara berkembang yang paling kompleks adalah perebutan kekuasaan dan penyelewengan kekuasaan, maka dari itu hal pertama untuk membentengi diri adalah upaya seluruh pihak untuk kembali kepada moral pribadi yang berdasarkan nilai dan kaidah agama, serta penegakan hukum agama yang mantap di segala bidang serta dari usia dini.
Korupsi tidak diselesaikan oleh satu badan hukum, tapi harus diadakan konfigurasi yang erat. Maka dari itu kepada semua kalangan diharapkan dapat turut serta mengawasi jalannya pemerintahan sekaligus banyak berkaca untuk melihat keikutsertaan kita dalam membangun bangsa
DAFTAR PUSTAKA
http://jokosaputroblog.blogspot.com/2013/07/makalah-tindak-pidana-korupsi.html
http://hedisasrawan.blogspot.com/2012/11/makalah-peranan-pendidikan-anti-korupsi.html