Oleh :
A. Yuli Rohma
NIM. P1505216006
Halima Hatapayo
NIM. P1505216004
PROGRAM PASCASARJANA PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN - PROGRAM STUDY BIOMEDIK KONSENTRASI KIMIA KLINIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif pendek. Pengurutan (sequencing) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode
genetik dari molekul DNA. Sequencing DNA atau pengurutan DNA
adalah proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuens DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom karena mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk hidup. Sequencing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuensnya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan dalam riset dasar biologi maupun berbagai bidang terapan seperti kedokteran, bioteknologi, bioteknologi, forensik, f orensik, dan antropologi.
Teknik Sequencing DNA mulai dikembangkan pada tahun 1970an dan telah menjadi hal rutin dalam penelitian biologi molekular pada dekade berikutnya berkat dua metode yang dikembangkan secara independen namun hampir bersamaan oleh tim Walter Gilbert di Amerika Serikat dan tim Frederick Sanger di Inggris sehingga kedua ilmuwan tersebut mendapatkan Penghargaan Nobel Kimia pada tahun 1980. Selanjutnya, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan dan berhasil diautomatisasi pada pertengahan 1980an.
Teknologi Sequencing DNA kini terus dikembangkan dengan teknologi-teknologi Sequencing yang semakin cepat dan semakin sensitif. Teknologi Sequencing DNA tersebut kini dikelompokkan dikelompokkan menjadi generasi pertama, generasi g enerasi kedua, generasi ketiga,
Sequencung DNA
1
dan generasi keempat, Saat ini teknologi DNA Sequencing sudah memasuki tahap baru yang mengarah pada large scale atau high-throughput sequencing, jutaan bahkan miliaran basa nukleotida DNA dapat ditentukan urutannya dalam sekali putaran saja.
1.2 Rumusan masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini yakni sebagai berikut: 1.
Apakah itu Teknik Sequencing?
2.
Bagaimana Perkembangan Teknologi Sequencing
1.3 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini yakni sebagai berikut: 1.
Memaparkan teori umum Teknik sequencing (Sejarah, pengertian, prinsip, prosedur)
2.
Mengenal Generasi dari teknik sequencing dan perkembangan sequncing tahap terkini .
Sequencung DNA
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sequencing Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif pendek, yang memungkinkan untuk dapat mengetahui kode genetic dari molekul DNA.
2.2 Sejarah Sequencing DNA Pada mulanya, Sequencing DNA dilakukan dengan mentranskripsikannya ke dalam bentuk RNA terlebih dahulu karena metode Sequencing RNA telah ditemukan sebelumnya. Pada tahun 1965, Robert Holley dan timnya dari Cornell University di New York, Amerika Serikat, mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang terdiri atas 77 nukleotida. Sequencing tRNA tersebut membutuhkan waktu 7 tahun dan hasilnya merupakan sekuens molekul asam nukleat yang pertama kali dipublikasikan. Sekuens DNA yang pertama kali dipublikasikan adalah DNA sepanjang 12 nukleotida dari suatu virus, yaitu bakteriofag lambda, pada tahun 1971, yang ditentukan dengan cara serupa oleh Ray Wu dan Ellen Taylor, keduanya juga dari Cornell University. Pada tahun 1975, Frederick Sanger dan Alan Coulson dari laboratorium biologi molekular Medical Research Council Inggris di Cambridge mempublikasikan metode Sequencing DNA secara langsung yang disebut teknik plus –minus. Dengan teknik tersebut, tim mereka berhasil melakukan Sequencing DNA sebagian besar genom
bakteriofag ΦX174 sepanjang 5.375 nukleotida yang dipublikasikan pada Februari 1977. Pada bulan yang sama, metode Sequencing DNA yang dicetuskan Allan Maxam dan Walter Gilbert dari Harvard University di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, dipublikasikan.
Sequencung DNA
3
Sejak pertengahan tahun 1980-an, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan. Pada tahun 1986, tim Leroy Hood di California Institute of Technology dan Applied Biosystems berhasil membuat mesin Sequencing DNA automatis berdasarkan metode Sanger.
2.3 Prinsip Dasar Sequencing DNA DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGTnya dijadikan sebagai cetakan (template) untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu, Proses ini dinamakan cycle sequencing. Yang membedakan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah: 1. Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang) seperti PCR. 2. ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan menghila ngkan gugus 3′OH pada ribose
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari template dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya. Jika yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus 3′ -OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5′ -Posfat dNTP berikutnya membentuk ikatan posfodiester. Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmenfragmen DNA dengan panjang bervariasi. Jika fragmenfragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisahpisah dengan jarak antar fragmennya satu basasatu basa.
Sequencung DNA
4
2.4 Metode-Metode Sequencing 2.4.1 Metode Maxam-Gilbert Metode Sequencing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Chemical degradation method (Maxam and Gilbert, 1977): urutan molekul DNA untai ganda ditentukan dengan menggunakan bahan kimia yang memotong molekul DNA pada posisi nukleotida tertentu. Pada disekuens
harus dilabeli pada
metode
ini fragmen-fragmen
DNA
yang
akan
salah satu ujungnya, biasanya menggunakan
fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap. Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin.
Pengaturan
masa
inkubasi
atau
menghasilkan fragmen-fragmen
DNA
Selanjutnya,
menggunakan
Dimetilsulfat
basa dimodifikasi
yang
konsentrasi
piperidin
bermacam-macam bahan-bahan
kimia
akan
ukurannya. tertentu.
(DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G,
hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
G ambar 1. Contoh PAGE Sequencing dengan metode Maxam-Gilbert
Sequencung DNA
5
Dari hasil PAGE pada Gambar 1 dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari
atas
dasar
laju
migrasi
masing-masing
pita.
Lajur
kedua
berisi
fragmen-fragmen yang salah satu ujungnya adalah A atau G. Untuk memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Cara yang sama dapat kita gunakan untuk memastikan pita-pita pada lajur ketiga,
yaitu
dengan membandingkannya dengan pita-pita pada lajur
keempat. Seperti
halnya
pada
elektroforesis
gel
agarosa,
laju
migrasi
pita
menggambarkan ukuran fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil hingga
yang
terbesar,
hasilnya
adalah fragmen-fragmen
dengan ujung
TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Pri nsip Kerja Molekul DNA dihasilkan setelah diberi perlakuan dengan bahan kimia yang memotong secara spesifik pada nukleotida tertentu.
Langk ah K erja 1. Denaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal 2. Pemberian label pada masing-masing ujung DNA untai tunggal. 3. Molekul diberi dimethyl sulfate yang menempelkan grup metil pada cincin purin dari nukleotida G (terjadi modifikasi nukleotida G).
Sequencung DNA
6
Pemberian dimethyl sulfate hanya dalam jumlah kecil maka proses modifikasi berlangsung lambat (1 per nukleotida). Pada stadium ini untai DNA masih utuh. Pemotongan untai DNA akibat pemberian piperidine. Piperidine membuang cincin G yang dimodifikasi dan memotong molekul DNA pada ikatan fosfodiester tepat pada bagian atas dari cincin G yang dibuang. Hasilnya adalah suatu set DNA yang terpotong-potong, ada yang terlabel dan ada yang tidak. Potongan untai DNA yang dihasilkan tidak sama panjang (hasilnya equivalent dengan hasil yang didapat dari metoda chain terminal). Potongan-potongan DNA ini selanjutnya dielektroforesis dalam gel poliakrilamid.
G ambar 2. Hasil Chemical degradation method
Sequencung DNA
7
2.4.2 Metode Sanger Dewasa
ini
digunakan karena dideoksi
metode ada
Sequencing
metode
lain
Maxam-Gilbert
yang
jauh
lebih
sudah
sangat
jarang
praktis,
yaitu
metode
yang dikembangkan oleh F. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977
juga. Chain termination method (Sanger et al., 1977): urutan molekul DNA untai tunggal ditentukan dengan sintesis rantai polinukleotida komplementer secara enzimatis. Dewasa ini, hampir semua usaha Sequencing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi. Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmenfragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.
Sequencung DNA
8
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. adalah
kemampuannya
untuk
ketidakmampuannya untuk dNTP hanya kehilangan
menyintesis
membedakan gugus hidroksil
DNA
dengan
dNTP dengan (OH)
Kedua sifat tersebut adanya
ddNTP.
pada atom
dNTP Jika
dan
molekul
C nomor 2 gula
pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus
OH pada atom C nomor
3
sehingga
tidak dapat membentuk
ikatan
fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP. Dengan dasar
pemikiran
itu
Sequencing
DNA
menggunakan
metode
dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi masing
reaksi
DNA dapat
berlangsung.
Namun, pada masing-
juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang
polimerisasi akan terhenti di tempat-tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan
sejumlah
fragmen
DNA
yang ukurannya bervarias i tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung ddATP akan
diperoleh
fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya mempunyai basa
A pada ujung 3’nya. Pada Gambar 3. diberikan sebuah contoh Sequencing sebuah fragmen DNA. Tabung ddATP menghasilkan dua fragmen dengan ukuran tiga dan tujuh basa; tabung ddCTP menghasilkan tiga fragmen dengan ukuran satu, dua, dan empat basa; tabung ddGTP menghasilkan dua fragmen dengan ukuran lima dan sembilan basa; tabung ddTTP menghasilkan dua fragmen dengan ukuran enam dan
Sequencung DNA
9
delapan basa. Di depan (arah 5’) tiap fragmen ini sebenarnya terdapat primer, yang berfungsi sebagai prekursor reaksi polimerisasi
sekaligus
untuk
kontrol
hasil
Sequencing karena urutan basa primer telah diketahui. Untuk
melihat
ukuran
fragmen-fragmen
dilakukan elektroforesis menggunakan gel
hasil
Sequencing
tersebut
poliakrilamid sehingga aka n terjadi
perbedaan migrasi sesuai dengan ukurannya masing-masing. Setelah ukurannya diketahui, dilakukan pengurutan fragmen mulai dari yang paling pendek hingga yang paling panjang, yaitu fragmen dengan ujung C (satu basa) hingga fragmen dengan ujung G (sembilan basa). Dengan demikian, hasil
Sequencing yang
diperoleh adalah CCACGTATG. Urutan basa DNA yang dicari adalah urutan yang komplementer dengan hasil Sequencing ini, yaitu GGTGCATAC.
G ambar 3. Skema Sequencing DNA a) reaksi polimerisasi dan terminasi b) PAGE untuk melihat ukuran fragmen
Sequencung DNA
10
K eung g ulan Chain Terminal Method Lebih mudah dikerjakan secara otomatis menggunakan mesin Sequencing, bahan-bahan yang digunakan tidak toksik.
Pr ins ip K erja C hain Termination S equencing 1. berdasarkan perbedaan panjang molekul DNA untai tunggal yang dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamid. 2. Dengan gel ini dapat dipisahkan sekelompok molekul mulai dari 10 – 1500 nukleotida ke dalam suatu seri pita DNA.
Langk ah K erja 1. Mempersiapkan molekul DNA untai tunggal yang identik sebagai cetakan. 2. Penempelan (annealing) primer pada DNA cetakan. 3. Reaksi perpanjangan rantai dengan bantuan enzim DNA polimerase. 4. Inkorporasi dNTP dan ddNTP pada rantai yang diperpanjang. 5. Elektroforesis pita DNA yang baru disintesis menggunakan gel poliakrilamid. Setelah elektroforesis urutan DNA dapat dibaca langsung dari posisi pita pada gel . Pita yang bergerak paling jauh merupakan pita DNA terkecil.
Sequencung DNA
11
G ambar 4. Hasil Elektroforesis Sequencing
2.4.3 Automathic Chain Termination
Prinsip Menggunakan label radioaktif untuk melacak nukleotida yang diinkorporasikan. Radioaktif yang digunakan adalah
33
P atau
35
S karena energi emisinya rendah
sehingga dapat menghasilkan resolusi yang tinggi. Label dikaitkan ke ddNTP dengan warna yang berbeda untuk setiap nukleotidanya.
Sequencung DNA
12
Keunggulan Reaksi Sequencing dapat dilakukan dalam 1 tube dan loading ke-4 molekul nukleotida dilakukan dalam 1 lane gel poliakrilamid karena detektor fluorescent dapat membedakan antara label-label yang berbeda.
G ambar 5. Hasil Automatic chain termination
Sequencung DNA
13
2.4.4 SSCP (Single-Strand Conformation Polymorphism) Metoda untuk mendeteksi mutasi 1 basa pada suatu untai DNA tunggal dari suatu gen.
Pri nsip Kerja Terjadinya perubahan konformasi untai DNA tunggal akibat adanya mutasi yang terdeteksi dari posisi pita DNA dalam gel poliakrilamid.
Langk ah K erja Aplifikasi gen yang akan diamati dengan PCR. Denaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Elektroforesis DNA untai tunggal dalam gel poliakrilamide selama ± 4 jam. Visualisasi pita-pita DNA dengan pewarnaan perak nitrat.
G ambar 6 . Hasil SSCP 2.4.5 Cycle sequencing Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA cetakan, metode "Sequencing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam metode ini dilakukan berturut-turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi oleh polimerase DNA, dan denaturasi (peleburan atau melting) untai-untai DNA cetakan secara berulang-ulang (25 –40 putaran). Kelebihan utama Sequencing daur adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi Sequencing yang mahal (BigDye) dan
Sequencung DNA
14
mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin loop atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada Sequencing daur ditempuh dengan mengubah temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara tersebut didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling menempel (berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada temperatur tinggi. Hal penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah penggunaan enzim DNA polimerase dari organisme termofilik (organisme yang hidup di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah terurai pada temperatur tinggi yang digunakan pada cara tersebut (>95 °C).
2.4.6 Pyrosequencing Pyrosequencing adalah teknik pemetaan DNA yang berdasarkan deteksi terhadap pirofosfat (PPi) yang dilepaskan selama sintesis DNA. Teknik ini memanfaatkan reaksi enzimatik yang dikatalisis oleh ATP sulfurilase dan luciferase untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama penambahan nukleotida.
2.4.7 Sequencing DNA Skala Besar Metode Sequencing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA sekaligus. Contohnya, mesin Sequencing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap Sequencing. Keterbatasan ini disebabkan oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel. Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk Sequencing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking
Sequencung DNA
15
dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk Sequencing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan. Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek Sequencing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.
2.5 Perkembangan Generasi Sequencing DNA Teknologi sekuensing DNA telah berkembang sedemikian pesat sejak 1977 dan kini terus dikembangkan teknologi-teknologi sekuensing DNA yang semakin cepat dan semakin sensitif. Teknologi sekuensing DNA tersebut kini dikelompokkan menjadi generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat (Madigan, dkk, 2014).
Sequencung DNA
16
Generasi pertama teknologi sekuensing DNA dimulai dengan metode Sanger yang menerapkan sekuensing berdasarkan sintesis DNA, yaitu dengan chain termination method dan pelabelan prekusor. Pada metode ini, digunakan primer dan DNA
polimerase
yang
mengamplifikasi
genom,
digunakan
ddNTPs
(dideoxynucleotide) yang tidak memiliki gugus hidroksi pada ujung karbon 3’nya, melainkan gugus hidrogen. Gugus ini menghasilkan terminasi dari pemanjangan untai DNA. Dilakukan 4 reaksi pada 4 tabung yang berbeda. Pada 4 tabung yang berbeda ditambahkan masing-masing ddNTPs yang berbeda (dANTPs, ddCTPs, ddTTPs, ddGTPs). Pemanjangan akan dilakukan dan secara acak akan diterminasi bila DNA polimerase menggunakan ddNTPs sebagai building block. Akan dihasilkan fragmen DNA dengan panjang yang beragam. Keempat reaksi ini dielektroforesis dan akan dihasilkan pita-pita yang mewakilkan tiap fragmen yang dihasilkan. Jarak migrasi tiap pita mewakilkan seberapa panjang untai DNA tersebut (panjang ini dipengaruhi oleh ddNTPs yang menterminasi proses pemanjangan) sehingga dapat diurutkan basa nukleotida berdasarkan panjang migrasinya. Tiap ddNTPs juga dapat dilabeli dengan senyawa fluorescent sehingga reaksi tidak perlu dilakukan pada 4 tabung yang berbeda melainkan tiap ddNTPs akan memancarkan cahaya pada panjang gelombang yang berbeda (Sanger dan Coulson, 1975). Dari sinilah dibuat kromatogram yang
Sequencung DNA
17
menunjukan urutan basa nukleotida pada DNA. Ilustrasi dari metode Sanger dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 1. Metode Sanger konvensional (kiri) dan dengan pelabelan ddNTPs dengan fluorescence (kanan) (Korinfo, 2015).
Dalam mempersiapkan DNA yang ingin disekuensing, terdapat metode Shotgun dimana DNA yang ingin disekuensing dipotong menjadi fragmen-fragmen yang ingin diamplifikasi. Fragmen-fragmen tersebut yang akan disekuensing. Keterbatasan dari metode Sanger adalah keakuratan yang tidak pasti karena ditentukan oleh kespesifikan primer untuk mengikat DNA, keakuratan hasil ditentukan oleh struktur sekunder dari DNA, dan metode ini hanya dapat dilakukan untuk menentukan sekuen
Sequencung DNA
18
dengan panjang 700-900 basa karena semakin panjang elongasi DNA, semakin tidak signifikan beda ukurannya (panjangnya) (Bhattacharya, dkk, 2012).
G enerasi k edua ditandai dengan diterapkannya massively parallel method, yaitu disekuensingnya sejumlah banyak sampel dalam waktu bersamaan. Generasi kedua dari teknologi sekuensing dapat menghasilkan data 100 kali lebih tepat dari generasi pertama. Metode yang paling banyak digunakan adalah 454 Life Sciences Pyrosequncing, Illumina/Solexa sequencing, dan SOLiD/Applied Biosystems Method (Madigan, dkk, 2014). Pada 454 Life Sciences Pyrosequencing, DNA dipecah menjadi segmensegmen DNA untai tunggal dan masing-masing fragmen dilekatkan ke suatu butiran kecil. DNA diamplifikasi dengan PCR sehingga masing-masing butiran memiliki beberapa kopian DNA yang sama. Butiran kemudian diletakan ke pelat fiber-optic yang mengandung sumur-sumur. Tiap sumur akan menyimpan satu butiran. Pada metode pyrosequencing, disintesis untai komplemen dari DNA namun prinsipnya, pada setiap penyambungan dari dNTPs, molekul pyrophosphate akan dilepaskan dan enzim luciferase yang tersimpan dari tiap sumur akan teremisikan karena energi pelepasan pyrophosphate. Pengemisian cahaya dari pelat akan menggambarkan urutan sekuen dari DNA karena masing-masing nukleotida mengemisikan kekuatan yang berbeda. Pada metode Illumina/Solexa, prinsip yang digunakan adalah sequencing by synthesis. Deoxyribonucleotides membawa label fluorescent yang berbeda dan tiap dNTPs memiliki gugus terminasi (Madigan, dkk, 2014). Pada SOLiD, digunakan 16 8-mer oligonucleotide probes. Probe tersebut terlabel dengan senyawa fluorescence yang sepsifik untuk tiap nukleotida. Saat polimerase berlangsung, kemudian probe tersebut berhibridisasi pada DNA dengan bantuan ligase, maka senyawa fluorosensi akan berpendar dan direkam oleh alat. (Bhattacharya, dkk, 2012).
Sequencung DNA
19
Generasi
ketiga
dari
teknologi
sekuensing
DNA
memiliki
ciri
khas
mensekuensing single molecule dari DNA. Pendekatannya dapat berdasarkan mikroskopi atau nanoteknologi. Contoh-contohnya adalah HeliScope Single Molecule Sequencer dan Pacific Biosciences SMRT. Pada HeliScope Single Molecule Sequencer, fragmen untai tunggal dari DNA yang berkisar antara 32 basa tertempel pada suatu larik pada pelat kaca. Saat komplemen dari DNA disintesis, cahaya fluorescence dari dNTPs yang tersambung dimonitor melalui mikroskop. Komputer kemudian akan menyusun fragmen-fragmen tersebut menjadi sekuen komplit. Pada Pacific Biosciences SMRT (single-molecule real-time) diterapkan teknik zero-mode waveguides. Pada metode ini, DNA polimerase memanjangkan untai DNA dengan prekusor yang juga membawa label fluorosensinya masing-masing. Tiap nukleotida yang tersambung pada untai akan mengemisikan cahaya fluorosensenya. Namun pada metode ini reaksi dilakukan dalam nanocontainer (zero-mode waveguides). Selain itu, label fluoroscence ini tertempel pada gugus pyrophosphate (Madigan, dkk, 2014).
Generasi keempat adalah generasi yang sedang berkembang dari teknologi sekuensing DNA, diantaranya adalah ion torrent sequencing method dan nanopore technology. Prinsip dari generasi keempat adalah post light sequencing dimana deteksi optikal tidak diperlukan lagi. Pada ion torrent sequencing method diukur ion H+ yang dilepaskan tiap ada dNTPs yang disambungkan ke rantai. Pada nanopore technology, digunakan nanopore detectors sehingga hanya satu untai DNA yang mampu melewati pori nanopore. Selama molekul DNA melewati pori, detektor akan merekam perubahan arus elektrik pada nanopore. Perubahannya akan berbeda tiap basa yang berbeda (Madigan, dkk, 2014). Perkembangan teknologi sekuensing ini akan terus berlanjut terutama dalam mencari metode yang praktis, murah, cepat, dan akurat.
Sequencung DNA
20
BAB III PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif pendek yang memungkinkan kita mengetahui kode genetic dari molekul DNA.. 2. Komponen-komponen yang terlibat dalam proses squencing meliputi: a. Beberapa copy dari template DNA utas tunggal b. Primer yang sesuai (sepotong DNA yang dapat berpasangan dengan DNA template yang bertindak sebagai titik mulai untuk replikasi) c. DNA polymerase (suatu enzim yang meng-kopi DNA, menambahkan nukleotid baru
pada ujung 3’ dari template) d. Suatu ‘kolam’ berisi nukleotida normal e. Sejumlah kecil dideoksinukleotida terlabel (radioaktif atau dengan pewarna fluoresent 3. metode dasar yang dapat digunakan untuk mengurutkan molekul DNA yaitu Metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger. 4. Hasil dari skuencing adalah fragmen-fragmen DNA dengan panjang bervariasi, yang satu sama lain berbeda sebanyak satu basa tunggal. Dari fragmen-fragmen tersebut kita dapat menarik kesimpulan mengenai sequence asam nukleat molekul DNA yang diperiksa.
Sequencung DNA
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sawant SV, Singh PK, Gupta SK, Madnala R and Tuli R. 1999. Conserved nucleotide sequences in highly expressed genes in plants. Journal of Genetics. Vol. 78 (2). 12313. 2. Campbell, Reece dan Mitchel. 2002. Biologi Terjemahan edisi kelima jilid 1 . Jakarta. Erlangga 3. Yuwono T. 2005. Biologi Molekuler . Jakarta. Erlangga 4. Nejad AM, Narimani Z, Hosseinkhan N. 2013. Next Generation Sequencing and Sequence Assembly . New York: Springer 5. Poirel L, Naas T, Nordmann P. 2006. Pyrosequencing as a Rapid Tool for Identification of GES-Type Extended-Spectrum Lactamases. J Clin Microbiol 44(8):3008-11. 6. Bhattacharya, T., dkk. 2012. Impact of Genome Sequencing Technologies. Worcester: WPI. Hal. 17-36. 7. Korinfo. 2015. The Sanger Method [Online] http://www.mokkka.hu/drupal/en/gallery/8945, diakses tanggal 12 Juni 2017 pukul 17:00 8. Madigan, M.T. dkk. 2014. Brock Biology of Microorganism, 14th Ed. San Fransisco: Pearson Education Inc. hal. 184-189 9. Sanger, F., dan Coulson, A.R. 1975. A rapid method for determining sequences in DNA by primed synthesis with DNA polymerase. J. Mol. Biol., Vol. 94 (3): 441 –8
Sequencung DNA
22
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1
1.2
Latar Belakang
1
1.3
Rumusan Masalah
2
1.4
Tujuan
2
PEMBAHASAN
3
2.1
Pengertian Sequencing
3
2.2
Sejarah Sequencing DNA
3
2.3
Prinsip Sequencung DNA
4
2.4
Metode-Metode Sequencing
5
2.5
BAB III
2.4.1 Metode Maxam Gilbert
5
2.4.2 Metode Sanger
8
2.4.3 Automatic Chain termination
12
2.4.4 SSCP (Single-Strand Conformation Polymorphism
14
2.4.5 Cycle sequencing
14
2.4.6 Pyrosequencing
15
2.4.7 Sequencing DNA Skala besar
15
Perkembangan generasi Sequencing DNA
PENUTUP DAN KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sequencung DNA
16
21
22
23
Sequencung DNA
24