i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ........................... ....................... .........
i
KATA PENGANTAR .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ....................... ..........
ii
BAB I PENDAHULUAN ........................... ............. ........................... .......................... ......................... .................. ......
1
A. Latar Belakang .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ......................... ............
1
B. Rumusan Masalah ......................... ............ .......................... ........................... .......................... .................... ........
3
C. Tujuan Pembahasan .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ................ ...
3
BAB II PEMBAHASAN ......................... ............ .......................... ........................... .......................... .................... ........
5
A. Permasalahan ......................... ............ .......................... .......................... .......................... .......................... ...............
5
B. Regulasi .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ........................... ....................... .........
6
C. Analisis ......................... ............ .......................... .......................... .......................... .......................... ......................... ............
11
BAB III PENUTUP .......................... ............. .......................... .......................... .......................... .......................... ...............
16
A. Kesimpulan ................... ...... .......................... .......................... .......................... .......................... ......................... ............
16
B. Saran .......................... ............. .......................... .......................... .......................... .......................... .......................... ...............
16
DAFTAR PUSTAKA ......................... ............ .......................... .......................... .......................... ......................... ............
17
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, Maret 2015
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan UU nomor 8 tahun 2015 pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2027. Tahun 2015 menjadi gerbang awal dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara serentak. Daerah yang diikut sertakan dalam gelombang pertama adalah yang akhir masa jabatan Kepala Daerahnya berakhir pada tahun 2015 sampai dengan semester awal tahun 2016 atau sampai bulan juni. Jumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada pada tahun 2015 adalah sebanyak 269 yang terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten. Sebagai awal dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara serentak maka diperlukan persiapan dan perencanaan yang baik sehingga seluruh aspek penunjang dalam penyelenggaraan dapat terpenuhi secara proporsional demi tercapainya pemilihan kepala daerah yang demokratis. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 pasal 10A KPU memegang tanggung jawab akhir dari keseluruhan proses pelaksanaan pilkada, sehingga dalam penyusunan regulasi harus dilakukan secara rigid dan detail agar tidak menimbulkan tafsir yang
2
berbeda dari peserta maupun penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu. Dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan hal terpenting yang perlu dipersiapkan secara baik adalah regulasi yang menjadi tuntunan dan pedoman dalam melaksanakan setiap tahapan dan program. Salah satu tahapan yang sering terjadi konflik atau sengketa yaitu tahapan pencalonan. Tahapan ini menjadi penting sebab menjadi sarana untuk menyalurkan hak politik dari setiap warga negara untuk dipilih dan memilih. Terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2015 ditemukan permasalahan yang ternyata t idak diatur secara eksplisit dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 maupun Peraturan KPU. Payung hukum yang seharusnya memuat tentang antisipasi terhadap calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah menuai kritik dari berbagai lapisan masyarakat. Pertanyaan yang timbul kemudian apakah dalam pembuatan regulasi tersebut tidak dilakukan kajian secara mendalam terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang setiap tahapan dalam hal ini tahapan pencalonan. UU Nomor 8 Tahun 2015 hanya mengatur apabila dalam tahapan pencalonan terdapat kurang dari dua pasangan calon maka dilakukan penundaan tahapan, demikian pula dalam Peraturan KPU nomor 12 yang merupakan perubahan Peraturan KPU nomor 9 tahun 2015 pada pasal 89 yang berbunyi : “Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan
3
Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.” Akan tetapi regulasi tersebut kemudian digugat untuk dilakukan pengujian terhadap pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pengujian UU terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan MK (Mahkamah Konstitusi) yang dalam putusannya mengabulkan permohonan pemohon. Ini artinya MK telah mensahkan calon tunggal untuk tetap dilakukan pemilihan dengan memperhadapkan pemilih pada pilihan setuju dan tidak setuju.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi? 2. Penyusunan regulasi yang belum mampu untuk memberikan jawaban pada setiap permasalahan yang mungkin hadir dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
C. Tujuan Pembahasan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami konsep demokrasi dengan lebih baik.
4
2. Untuk mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015. 3. Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Regulasi Pemilu.
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Permasalahan Putusan
Mahkamah
Konstitusi
(MK)
yang
menyatakan
pasangan calon tunggal bisa mengikuti Pilkada Serentak 2015 dianggap sebagai solusi atas permasalahan terhadap terjadinya calon tunggal di beberapa daerah. Berikut pendapat beberapa tokoh negeri ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi, antara lain : 1. Irman Putra Sidin (pakar hukum tata negara) yang mengatakan bahwa “putusan MK terkait calon tunggal akan membuat pelaksanaan Pilkada semakin efisien karena tidak akan ada upaya pemaksaan untuk menghadirkan calon pesaing, dimana justru ini menyuburkan munculnya calon boneka.” 2. Zainal Arifin Mochtar (pakar hukum tata negara UGM) dalam penilaiannya “putusan MK yang memperbolehkan daerah dengan calon tunggal mengikuti pemilihan kepala daerah tidak solutif jika tidak berlaku surut.” 3. Yusril Izha Mahendra (pakar hukum tata negara), memberikan penilaian “ jika Mahkamah Konstitusi memutuskan pilkada tetap berlanjut meski dengan calon tunggal, maka KPU harus segera menindak lanjuti hal tersebut sebab putusan MK bersifat final dan mengikat. Tindak lanjut atas putusan tersebut dapat melalui Perpu atau Perpres yang bisa segera dieksekusi.”
6
Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi ini berarti tugas KPU untuk melaksanakan putusan tersebut dihadapkan pada jadwal tahapan yang semakin sempit. Hal-hal yang perlu dipersiapkan KPU adalah penyesuaian jadwal tahapan, melakukan revisi terhadap peraturan KPU, menyusun regulasi khusus tentang calon tunggal, selain itu pelaksanaan bimtek dan penyuluhan kepada jajaran KPU di tingkat bawah, serta sosialisasi terkait regulasi dan mekanisme pemungutan dan penghitungan suara bagi calon tunggal kepada stakeholder, Partai Politik, dan masyarakat. Pertanyaan yang kemudian muncul apakah dalam waktu yang sudah semakin sempit ini putusan tersebut dapat dilaksanakan secara simultan dan tidak mempengaruhi kualitas dari pemilihan tersebut. Selain itu apakah hal ini tidak melanggar atau mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan esensi dasar dari sebuah penyelenggaraan pemilihan.
B. Regulasi 1. UUD 1945 a. Pasal
27
ayat
(1)
“Segala
warga
negara
bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” b. Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
7
2. UU Nomor 8 Tahun 2015 a. Pasal 49 ayat (8) “Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.” Ayat (9) “KPU Provinsi membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).” b. Pasal 50 ayat (8) “Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.” Ayat (9) “KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).” c. Pasal 51 ayat (2) “Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
KPU
Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.”
8
d. Pasal 52 ayat (2) “Berdasarkan Berita Acara Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.” e. Pasal 54 ayat (4) “Dalam hal pasangan berhalangan tetap sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya hari Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari.” Ayat (5) “Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap
pada
saat
dimulainya
Kampanye
sampai
hari
pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih,
tahapan
pelaksanaan
Pemilihan
dilanjutkan
dan
pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.” Ayat (6) “Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara pasangan calon kurang dari 2 (dua) orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14 (empat belas) hari.” 3. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 a. Pasal 89 ayat (1) “Dalam hal sampai dengan akhir masa pendaftaran
Pasangan
Calon
hanya
terdapat
1
(satu)
9
Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar,
KPU
Provinsi/KIP
Aceh
atau
KPU/KIP
Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan Calon paling lama 3 (tiga) hari.” Ayat (4) “Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU
Provinsi/KIP
Aceh
atau
KPU/KIP
Kabupaten/Kota
menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan
diselenggarakan
pada
Pemilihan
serentak
berikutnya.” b. Pasal 89A ayat (1) “Dalam hal ber dasarkan hasil penelitian perbaikan persyaratan pencalonan dan persyaratan calon tidak ada atau hanya 1 (satu) Pasangan Calon yang memenuhi persyaratan,
KPU
Provinsi/KIP
Aceh
atau
KPU/KIP
Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran Pasangan Calon paling lama 3 (tiga) hari.” Ayat (3) “Dalam hal sampai dengan berakhirnya pembukaan kembali masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
KPU
Provinsi/KIP
Aceh
atau
KPU/KIP
Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.”
10
c. Pasal 91 ayat (1) “Dalam hal pembatalan Pasangan Calon sebagai peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) mengakibatkan jumlah Pasangan Calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menunda pelaksanaan penetapan Pasangan Calon peserta Pemilihan.” Ayat (4) “Dalam hal penundaan
sebagaimana
mengakibatkan
tahapan
dimaksud
pemungutan
pada suara
ayat tidak
(1) dapat
dilaksanakan secara serentak pada hari yang sama, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan
penundaan
seluruh
tahapan
dan
Pemilihan
diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.” d. Pasal 92 ayat (1) “Dalam hal terdapat calon atau Pasangan Calon yang berhalangan tetap yang mengakibatkan tahapan pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan pada hari pemungutan suara yang telah ditentukan, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menunda pelaksanaan seluruh tahapan Pemilihan.” Ayat (4) “KPU Provinsi/KIP Aceh atau
KPU/KIP
Kabupaten/Kota
menetapkan
keputusan
penundaan seluruh tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.”
11
4.
Keputusan
Mahkamah
konstitusi
Nomor
100/PUU-XIII/2015
tertanggal 28 September 2015 dalam putusannya mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.
C. Analisis Jika kita melihat pemilihan kepala daerah pada periode sebelumnya tidak pernah kita temui permasalahan calon tunggal, akan tetapi hari ini kita temui terdapat 3 (tiga) daerah yang hanya memiliki calon tunggal yaitu Blitar di Jawa Timur, Timor Tengah Utara, di Nusa Tenggara Timur dan Tasikmalaya di Jawa Barat serta ada 83 (delapan puluh tiga) daerah yang memiliki potensi menjadi calon tunggal karena calon yang berkompetisi hanya 2 (dua) pasangan calon. Terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang dalam putusannya membolehkan pemilihan pada daerah yang hanya memiliki calon tunggal maka pembahasan selanjutnya apakah pemilihan dengan calon tunggal telah memenuhi prinsip demokrasi. Mengacu pada UU nomor 8 tahun 2015 di jelaskan bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Merujuk kepada kata Demokrasi secara etimologi demokrasi berasal
dari
bahasa
Yunani
tepatnya
dari
kata
demos
dan
12
kratos/kratein. Demos berarti rakyat dan kratos/kratein berarti pemerintahan. Jadi pengertian demokrasi adalah suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat atau rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi. Selain itu terdapat pengertian oleh para ahli, antara lain : 1. Abraham Lincoln : Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 2. Henry B. Mayo : Demokrasi adalah menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas wakil-wakil yang diawasi oleh rakyat, dan didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 3. F. Strong : Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan pada mayoritas. Selain istilah demokrasi terdapat pula kata pemilihan atau election yang termuat dalam Black’s Law Dictionary dimaknai sebagai pemilihan terhadap individu yang dipilih berdasarkan asas-asas pemilu dalam ruang lingkup suatu pemilihan yang dilakukan oleh pemilih yang memenuhi persyaratan untuk memilih. Mengacu pada pengertian di atas dapat kita maknai bahwa sebuah pemilihan kepala daerah semestinya memilih pasangan calon bukan justru dihadapkan pada pilihan setuju atau tidak setuju terhadap satu pasangan calon. Akan tetapi dalam sebuah negara
13
demokrasi prinsip utama yang dikedepankan adalah kedaulatan rakyat dimana pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Permasalahan
yang
dihadapi
jika
kemudian
dilakukan
penundaan pemilihan terhadap 3 (tiga) daerah tersebut belum lagi daerah yang memiliki potensi terjadinya calon tunggal tentu akan menghadirkan permasalahan baru. Permasalahan itu antara lain : 1. Pilihan penundaan pilkada bagi daerah yang memiliki calon tunggal
berdampak
pada
tidak
terpenuhinya
hak
politik
masyarakat untuk dipilih dan memilih. 2.
Penundaan
pilkada
dapat
berdampak
pada
terhambatnya
pembangunan ekonomi di daerah. Bagi daerah yang ditunda pilkadanya akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) yang memiliki batasan kewenangan berdasarkan PP Nomor 49 tahun 2008 pasal 132A ayat (1), dimana terdapat empat larangan bagi PLT antara lain: melakukan mutasi pegawai, membatalkan perjanjian yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan pemekaraan daerah, dan membuat
kebijakan
yang
bertentangan
dengan
kebijakan
pelenyelenggaraan pemerintahan serta program pembanguan pejabat sebelumnya. Jika tiga daerah akan ditunda pilkadanya ke gelombang kedua di tahun 2017 yang terdiri dari: Kabupaten Tasikmalaya (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Provinsi Jawa Timur), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (Provinsi Nusa Tenggara Timur) maka daerah tersebut akan dipimpin oleh PLT
14
yang waktunya lebih dari satu tahun, dan selama itu pula PLT tersebut tidak bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis untuk daerah. Dengan demikian, putusan MK sudah berhasil meminimalisir dua persoalan tersebut dengan cara menjamin hak konsititusional warga negara untuk memilih dan dipilih serta memberikan ruang dan kewenangan secara langsung bagi masyarakat di daerah untuk menentukan sendiri proses suksesi kepemimpinan di daerahnya. Maksudnya
ialah,
jika
calon
tunggal
kepala
daerah
tersebut
dinyatakan tidak dikehendaki oleh masyarakat dan sebagian besar masyarakat memilih tidak setuju, maka penundaan pilkada tersebut ditentukan atas pilihan masyarakat itu sendiri bukan ditentukan oleh tafsir KPU melalui PKPU No. 12 Tahun 2015 tentang pencalonan kepala daerah, akibat tidak adanya ketentutan khusus yang mengatur calon tunggal dalam UU No. 8 Tahun 2015 mengenai pilkada. Sehingga putusan MK mampu menjamin adanya kedaulatan sekaligus legilitmasi masyarakat untuk menentukan sendiri kepala daerahnya. Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi tentang permasalahan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015 menghadirkan pertanyaan apakah regulasi dalam hal ini UU yang disusun untuk mengatur pemilihan kepala daerah tidak melalui kajian secara mendalam terkait potensi-potensi masalah yang dapat timbul dalam
setiap
tahapan
membandingkan
pemilihan
persyaratan
calon
kepala yang
daerah.
Apabila
ditetapkan
oleh
kita UU
15
sebelumnya syarat dukungan pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah 15% perolehan kursi atau 15% perolehan suara partai sementara saat ini persyaratannya dinaikkan menjadi minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara pemilu. Calon perseorangan yang sebelumnya komposisi 3%, 4%, 5% dan 6,5% dan saat ini dinaikkan menjadi 6,5%, 7,5%, 8,5% dan 10%. Dengan persyaratan tersebut tentu hanya sedikit partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon serta hanya calon perseorangan yang memiliki grass root yang kuat dan masif yang mampu untuk memenuhi persyaratan tersebut. Merujuk pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan regulasi yang sejatinya ditujukan untuk menjadi pedoman
dalam
penyelenggaraan
pemilihan
kepala
daerah
seharusnya melalui kajian secara mendalam sehingga permasalahan yang sifatnya sangat mendasar dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat diminimalisir. Selain itu unsur penyelenggara yang memiliki pengalaman teknis di lapangan juga perlu dilibatkan dalam penyusunan UU tentang pemilihan kepala daerah
sehingga
meminimalisir
dapat
permasalahan
memberikan yang
kontribusinya
mungkin
hadir
dalam dalam
implementasinya. Serta Peraturan KPU yang merupakan turunan UU Nomor 8 Tahun 2015 tidak lagi melakukan tafsir atas UU yang menjadi dasar penyusunannya.
16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebuah
pemilihan
idealnya
dilaksanakan
dengan
mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi. Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan untuk memperbolehkan pemilihan pada daerah
yang
hanya
memiliki
calon
tunggal
dengan
mempertimbangkan berbagai ekses yang dapat terjadi apabila pemilihan pada daerah tersebut ditunda sampai dengan gelombang kedua yang dilaksanakan pada 2017. Keputusan tersebut dengan mempertimbangkan hak politik rakyat untuk dipilih dan memilih sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
B. Saran Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terdapat saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis akan jadikan sebagai motivasi demi perbaikan dalam penulisan makalah berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama;
2.
UUD 1945;
3.
Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008;
5.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015;
6.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 tertanggal 28 September 2015;
7. http://www.perludem.org/index.php?option=com_k2&view=item&id=21 68:siaran-pers-calon-tunggal-pasca-putusan-mk&Itemid=128; 8. http://nasional.sindonews.com/read/1049165/12/10-persoalanputusan-mk-terkait-calon-tunggal-pilkada-1443588310; 9. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/15/10/01/nvim6s 354-putusan-mk-terkait-calon-tunggal-membuat-pilkada-lebih-efisien; 10. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/15/10/02/nvktje3 28-tidak-berlaku-surut-putusan-calon-tunggal-mk-percuma