Arsitektur Nusantara Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia
Disusun Oleh : 1.
Sarah Inassari S.
3211100061
2.
Efod Galang Y.
3211100073
3.
Fakhri Muliawan
3211100097
4.
Priska Paramita P.
3211100109
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2012
ABSTRAK Globalisasi telah banyak membawa perubahan dalam tatanan hidup di Indonesia. Tak hanya bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya, bidang arsitektur pun ikut terkena dampaknya. Arsitektur di Indonesia kini mengalami krisis jati diri, di mana banyak sekali bangunan berdiri, tetapi sama sekali tidak mencerminkan identitas asli Indonesia. Bangunanbangunan yang telah didirikan maupun yang masih dalam tahap rancangan, sebagian besar mengikuti gaya arsitektur. Arsitektur Nusantara, sebagai arsitektur asli Indonesia, telah terlupakan dan tergantikan dengan arsitektur asing yang mengubah keanekaragaman arsitektur Nusantara dengan keseragaman arsitektur . Di jaman modern seperti saat ini, segala hal dituntut untuk mudah dan cepat. Hal ini berkebalikan dengan arsitektur Nusantara yang berakar pada arsitektur tradisional. Bentuk bangunan, material penyusun, ornamen penghias hingga tata letak objek di dalamnya memiliki makna. Oleh karena sifatnya itu, arsitektur Nusantara dianggap rumit dan kuno sehingga tidak lagi sesuai diterapkan di jaman modern. Eksistensi arsitektur Nusantara yang semakin hilang ini sejalan dengan semakin kaburnya identitas arsitekur bangsa. Kesulitan penerapan bentuk maupun elemen-elemen penyusun lain dirasa menjadi penghalang utama mengapa arsitektur ini dihindari. Dengan demikian, penghadiran arsitektur Nusantara perlu diformulasikan kembali agar dapat mengurangi kompleksitas di dalamnya sehingga menjadi kemudahan untuk perkembangan ke depannya. .
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada makalah yang berjudul „Arsitektur Nusantara Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia‟ sebagai pokok bahasan, penulis mencoba memaparkan latar belakang dan pokok permasalahan yang dialami Indonesia mengenai jati diri bangsa. Maksud ditulisnya karangan ilmiah ini di samping untuk memenuhi tugas Bahasa dan Sastra Indonesia, juga untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis tentang menulis makalah serta menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai arsitektur Nusantara. Penulis menyadari bahwa telah banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan karangan ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari penyusunan makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karangan tulis ini. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca dapat memaklumi kesalahan penulis baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis berharap semoga karangan tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi para pembaca.
Surabaya, 1 April 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Abstrak.................................................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................................ii
Daftar Isi .............................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan Latar Belakang .....................................................................................................................1 Rumusan Masalah.................................................................................................................3 Tujuan...................................................................................................................................3 Manfaat................................................................................................................................3
Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan Tentang Globalisasi ..............................................................................................4 Tinjauan Tentang Arsitektur Nusantara................................................................................5
Bab III Pembahasan ..........................................................................................................9
Bab IV Simpulan dan Saran Simpulan..............................................................................................................................12 Saran....................................................................................................................................12
Daftar Pustaka ...............................................................................................................iv
BAB I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini semakin maju seiring semakin berkembang
pesatnya teknologi sehingga jarak dan waktu bukan lagi sebagai penghalang transfer informasi. Hampir semua kejadian di penjuru dunia dapat diketahui oleh semua orang dalam waktu yang cepat berkat peran teknologi. Tidak ada lagi yang ditutupi, tidak ada lagi batasan, semua terbuka, dan saling mempengaruhi. Hal ini lah yang disebut globalisasi akibat derasnya arus informasi. Globalisasi membawa pengaruh pada semua aspek kehidupan termasuk aspek kebudayaan. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang tersebar dari ke Timur, dari Sabang hingga Merauke. Semua budayanya adalah nilai turun temurun warisan nenek moyang, akan tetapi sekarang mulai tergeser karena hadirnya budaya baru yang dibawa oleh globalisasi. Globalisasi seakan menuntut seluruh manusia untuk mengkiblatkan diri pada acuan yang sama, yaitu gaya hidup masa kini. Kehidupan manusia menjadi homogen dan bercermin pada apa yang sekarang dianggap modern. Sayangnya, modern yang dimaksud bukan berasal dari budaya sendiri, tapi justru berasal dari negara luar yang jelas memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan milik sendiri. Contoh yang paling sederhana adalah masyarakat yang telah melupakan budaya berpakaian. Jawa terkenal dengan batik dan kebaya, tetapi kenyataan sekarang sudah sulit menemukan masyarakatnya yang masih mau berpakaian batik atau kebaya. Batik dan kebaya dianggap sudah tidak mengikuti jaman. Alasan lain karena keduanya dianggap rumit, mulai dari proses pembuatan hingga penggunaannya. Masyarakat modern menuntut kemudahan, tetapi batik dan kebaya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut. Begitu pula yang terjadi di dunia arsitektur bangsa ini. Modernisasi dan globalisasi memang membawa dampak baik, yaitu dalam hal pemakaian teknologi dan bahan bangunan, akan tetapi ada hal lain yang menjadi perhatian. Bangsa Indonesia kini mulai keluar jauh dari identitas diri miliknya. Bangunan-bangunan yang berdiri atau bahkan yang masih dalam rancangan, hampir semuanya berkiblat pada gaya arsitektur global. Gedung pencakar langit, bentuk-bentuk kotak, dinding kaca, atau ornamen-ornamen rumit yang menghias fasade bangunan khas kerajaan bangsa Eropa adalah fenomena-fenomena kean yang terjadi di
Indonesia. Sedikit dan nyaris tidak ada sama sekali dijumpai bangunan yang masih memperlihatkan identitas bangsa. Perumahan sekarang, terutama real estate, banyak menggunakan istilah-istilah untuk penamaan cluster dan jalannya. Seperti dalam makalah Hariwardono Soeharno yang berjudul “Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan” (2010), makin banyak kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama berbau asing. San Diego, Raffles Garden dan Rich Palace, atau nama lainnya, dianggap prestisius untuk menunjang citra perumahan kelas menengah ke atas. Nama-nama tersebut seakan memberikan kesan eksklusif dibanding dengan nama-nama lokal seperti : Sri Kandi, Taman Sari, Majapahit, atau nama lokal lainnnya yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia. Indonesia memiliki ribuan pulau beserta penghuninya, yang berarti masyarakat di setiap pulau memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda. Hal ini juga berlaku untuk dunia arsitekturnya yang disebut dengan arsitektur Nusantara, arsitektur yang mencerminkan keragaman budaya asli milik Indonesia. Keanekaragaman ini menjadi sebuah bukti bahwa bangsa ini kaya, tapi kenyataannya masyarakatnya sendiri tidak mau mengakuinya. Tidak bangga dengan apa yang dimiliki, tapi justru menyisihkan dan menggantikannya dengan keseragaman arsitektur . Sama halnya dengan fashion, arsitektur pun berkembang mengikuti apa yang sedang menjadi tren. Arsitektur Nusantara dianggap kuno oleh masyarakat karena tidak ada perkembangannya. Posisinya pun digantikan oleh arsitektur yang identik dengan kemasakinian. Maka seperti desainer pakaian, para arsitek Indonesia dituntut untuk memiliki pola pikir yang dapat menggali pengetahuan dan menerapkannya ke dalam bentuk bangunan sehingga arsitektur Nusantara tidak hanya lestari, namun juga mengalami perkembangan (Prijotomo, 2008). Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan ornamen-ornamen tradisional tercermin dalam arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuat arsitektur Nusantara menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, juga dapat menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan ini menjadi topik pembahasan makalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar menempatkan kembali arsitektur Nusantara sebagai arah arsitektur bangsa sehingga selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi menjadi identitas diri Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia? 2. Mengapa arsitektur Nusantara sulit diterapkan di kehidupan sekarang? 3. Bagaimana arsitektur Nusantara dapat kembali dikembangkan sebagai arsitektur jati diri Indonesia ?
1.3
Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia. 2. Untuk mengetahui alasan arsitektur Nusantara sulit diterapkan di jaman sekarang. 3. Untuk mengetahui bagaimana agar arsitektur Nusantara dapat kembali dikembangkan sebagai arsitektur jati diri Indonesia.
1.4
Manfaat Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan kesadaran atas arsitektur Nusantara sebagai patokan arah gaya arsitektur bangsa sehingga ke depannya dapat kembali menjadi identitas diri Indonesia.
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1
Tinjauan Tentang Globalisasi 2.1.1
Definisi Globalisasi Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama. (Selo Soemardjan)
2.1.2
Pengaruh Terhadap Arsitektur Indonesia Dampak yang pertama dari globalisasi bagi arsitektur adalah menghilangnya budaya atau tradisi yang ada di masyarakat dan diganti dengan sesuatu yang umum atau global, kalau para arsitek dan kliennya tidak memandang tradisi sebagai suatu yang layak dipertahankan. Dan belum tentu sesuatu yang global itu sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Contoh hal ini dapat kita lihat pada rumah khas jogja yaitu joglo. Dimana sekarang ini rumah itu sudah jarang kita jumpai di masyarakat dan diganti dengan rumahrumah yang minimalis. http://stenmannz.blogspot.com/2009/06/globalisme.html.Diunduh: 17 Maret 2012
Pada bidang perumahan juga terjadi akulturasi, dimana banyak rumahrumah dalam kompleks perumahan mengambil style Mediteranian, Klasik dan Minimalis. Sedikit sekali yang menampilkan wajah kelokalan arsitekturnya. Makin banyak pula kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama berbau asing seperti : “San Diego”, “Raffles Garden”, “Rich Palace” dan lain-lain. Bahkan di beberapa tempat ditemukan adanya pemakaian bentuk-bentuk yang merupakan simbol negara lain seperti “Patung Liberty”, “Patung Bethoven” dan “Jam Gadang London”, demi memburu predikat
“modernisasi”,
kelokalannya.
masyarakat
rela
meninggalkan
nilai-nilai
Soeharno.(2010).“Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan”
2.2
Tinjauan Tentang Arsitektur Nusantara 2.2.1
Definisi Arsitektur Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni. (Vitruvius)
Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra, yaitu bangunan yang tidak sekedar fungsi, namun juga mengandung citra, nilai-nilai, status, pesan dan emosi yang disampaikannya. (Romo Mangun)
Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan kehadirannya oleh manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat. (Josef Prijotomo)
Arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan
tampilan bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri,dan kebudayaannya). Rahadi, Rosi.2008.“Arsitektur Nusantara adalah Arsitektur Ramah Lingkungan”. http://iramuakhadah.blogspot.com/2011/01/arsitektur-Nusantara-adalaharsitektur.html.Diunduh: 18 Maret 2012
2.2.2
Definisi Nusantara Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Kata Nusantara biasa dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia
Kamus Besar.http://www.kamusbesar.com/27350/Nusantara.Diunduh: 18 Maret 2012
Nusantara dalam kajian arsitektur mengalami kontekstualisasi dari sebuah wilayah politik yang berkonotasi Indonesia menjadi ruang budaya, tergelar luas dari ke Timur mulai dari negeri-negeri Asia Tenggara daratan, Aceh sampai dengan kepulauan di Timur Papua, dari Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote. Jauh lebih luas daripada “pengertian tradisional” batas wilayah politik Indonesia. Widjil Pangarsa, Galih. 2006.Merah Putih Arsitektur Nusantara.Yogyakarta: Andi
2.2.3 Arsitektur Nusantara Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh wilayahnya yang berupa kepulauan. Sebagai sebuah negara kesatuan, Indonesia juga belum memiliki identitas arsitektur kenegaraan, yang ada adalah
arsitektur
yang
beraneka
ragam
di
masing-masing
wilayah
kepulauannya. Kata Nusantara terbentuk dari nusa (pulau) dan antara, yang artinya adalah kepulauan, antar pulau. Karena itulah namanya bukan Arsitektur Indonesia.
Sementara, arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berasal dari tradisi atau adat istiadat yang berlaku di masing-masing wilayah. Penggunaan istilah arsitektur tradisional memiliki konsekuensi, yaitu penggunaannya harus sesuai dengan peraturan tradisi yang berlaku di sebuah wilayah atau suku bangsa. Hal ini mengakibatkan arsitektur tidak memiliki kesempatan untuk berkembang dan arsitektur hanya menjadi romantisme masa lalu. Arsitektur tradisional adalah obyek studi bagi domain sejarah maupun antropologi karena mempelajari bagaimana manusia-manusia di sebuah wilayah atau suku bangsa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara dalam domain arsitektur sendiri, yang dipelajari adalah seni bangunan termasuk dengan dasar-dasar pemikiran, estetika, juga kemungkinan pengembangan ide di masa depan dengan tetap berakar pada filosofi awal yang terdalam. Hal inilah yang
melahirkan Arsitektur Nusantara. Arsitektur yang bertuan rumah di wilayah Nusantara, dihidupkan oleh masyarakat Nusantara dan menghidupi mereka dari waktu ke waktu. arsitekiki.2008.“ Kenalan sama Arsitektur Nusantara”. http://arsitekiki.blogspot.com/2008/02/kenalan-sama-arsitekturNusantara.html.Diunduh: 17 Maret 2012
Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur, dan dengan demikian segenap pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dan diwarisi dari antropologi, etnologi dan geografi budaya diletakkan sebgai pengetahuan sekunder (atau bahkan tersier). Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika
Arsitektur Nusantara itu arsitektur pernaungan, bukan arsitektur perlindungan. Dengan demikian, atap dan geladak menjadi unsur paling utama, pertama atau primer; dinding tidak lagi primer tetapi sekunder. Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika
Arsitektur Nusantara mendasarkan pemahamannya atas arsitektur anak bangsa Nusantara pada pertama, kenyataan geoklimatik (kepulauan dan tropik lembab) serta yang kedua adalah kenyataan tradisi tanpa tulisan. Di sini ihwal adat hingga upacara dan artefak menjadi rekaman-rekaman pengetahuan arsitektur. Prijotomo, Joseph.2010.“Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, Bukan Lindungan
(Sebuah
Reorientasi
Pengetahuan
Arsitektur
http://www.putumahendra.com/?p=988.Diunduh: 22 Maret 2012
Tradisional”.
Proses rancang arsitektur Nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual. Masyarakat menghargai arsitek Nusantara sebagai tokoh yang menempa diri untuk memperdalam ilmu rancang bangun dan memperkayanya dengan pengalaman spiritual. Arsitek Nusantara adalah orang yang menghargai karua dan keahlian rekan sesama arsitek serta karya-karya terdahulu dari leluhurnya dengan melakukan evolusi.
Merancang dengan potensi arsitektur Nusantara berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah suatu negara. Bahkan kegiatan tersebut membawa visi bagi terciptanya kerja sama yang baik antara berbagai negara dalam bidang arsitektur. Menetapkan arsitektur Nusantara sebagai sesuatu yang sulit dan berbeda dengan arsitektur masa kini akan membuatnya semakin ditinggalkan oleh generasi muda arsitek Nusantara sendiri. Baik asli maupun paduan, baik diterapkan dalam aspek rinupa maupun tanrinupa, karya arsitektur masa kini yang sudah berusaha dirancang dengan penggalian adat dan budaya Nusantara pantas disebut sebagai arsitektur Nusantara. Pada akhirnya tetap diperlukan penilaian tentang arsitektur Nusantara yang lebih berkualitas atau tidak. Penyetaraan dengan arsitektur Western hanya perlu dilakukan pada aspek artifisial yang merupakan kegiatan akhir perancangan sedang aspek esensial perancangan arsitektur Nusantara adalah hasil eksplorasi dari potensi yang ada di bumi Nusantara sendiri. Tribinuka, Tjahja.2010.“Antara Arsitektur Vernakular, Tradisional, Nusantara dan Indonesia”.http://architect-news.com/index.php/arsitektur-tradisional/69tatanan-tradisional/96-antara-arsitektur-vernakular-tradisional-Nusantaradan-indonesia.Diunduh: 22 Maret 2012
BAB III Pembahasan Globalisasi banyak membawa pengaruh ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dampak paling umum yang bisa dirasakan adalah terjadinya penyeragaman bentuk. Masyarakat yang dulunya beragam karena tradisi dan adat istiadat yang berbeda di tiap daerah, kini menjadi seragam akibat pelepasan diri dari tradisi dan adat istiadat yang mengikat mereka untuk mengikuti gaya hidup global yang dianggap modern. Hal ini pun terjadi di bidang arsitektur. Hampir seluruh bangunan yang berdiri di Indonesia telah mengalami perubahan, yang awalnya selalu menunjukkan identitas lokal dengan mengikuti aturan yang berlaku di daerahnya, kini terlihat adanya keseragaman bentuk secara global sehingga tidak jelas lagi itu bangunan apa dan berasal dari mana. Indonesia memiliki kekayaan arsitektur atau disebut dengan arsitektur Nusantara, yang tercermin dari ragam bentuk rumah adat tradisionalnya. Namun sekarang, kekayaan ragam tersebut tidak lagi terlihat dan tergantikan oleh keseragaman bangunan-bangunan bergaya arsitektur . Masyarakat lebih memilih mendirikan bangunan yang bertemakan kemewahan, seperti bangunan klasik Eropa yang banyak menampilkan ornamen-ornamen rumit atau lukisan-lukisan bergambar manusia. Atau sebaliknya, masyarakat akibat pengaruh kehidupan modern yang menuntut kemudahan dan efisiensi waktu, akhirnya lebih memilih mendirikan bangunan dengan konsep minimalis. Kedua gaya ini sama sekali tidak mencerminkan identitas asli bangsa Indonesia. Gejala perubahan ini juga dialami oleh para perancang bangunan. Sulit menemukan corak kenusantaraan pada hasil karya arstitek sekarang. Rancangan bangunan yang dibuat, kini banyak mengadaptasi rancangan tokoh baik dari segi desain maupun pemilihan material pembangunnya. Tuntutan masyarakat akan kemudahan dan efisiensi waktu membuat arsitek mau tidak mau harus mengikuti pemikiran tokoh
untuk merancang bangunan yang
mengutamakan fungsinya. Konsekuensinya, ornamen pada bangunan dikurangi, beton dipilih sebagai material utama, dan bentuk bangunan diubah menjadi lebih sederhana, yaitu tidak jauh dari bentuk kubus. Konsep perancangan ini berbeda dengan konsep asli Indonesia yang identik dengan ukiran tradisional, bentuk fisik bangunan yang kompleks, dan material lokal seperti kayu atau batu alam. Suasana kean juga bisa dirasakan di bidang perumahan. Seperti dalam makalah Hariwardono Soeharno yang berjudul “Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks
Perumahan” (Soeharno, 2010), makin banyak kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama-nama asing seperti San Diego, Raffles Garden, atau Rich Palace. Demi membentuk citra kelas tinggi, nama-nama asing tersebut digunakan dalam penamaan jalan, fasilitas perumahan, dan tipe rumah. Nama-nama asli Indonesia cenderung dihindari karena dirasa kuno dan dinilai tidak bisa membentuk citra kepada siapa perumahan tersebut dipasarkan. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Indonesia sekarang tidak bangga dan cenderung malu atas budaya miliknya sendiri, kemudian beralih meniru budaya yang dianggap lebih maju. Masyarakat yang telah mengikuti pola hidup modern akan selalu mengedepankan segala hal yang mudah dan cepat sehingga akan berdampak pula pada keinginan mereka untuk mendirikan bangunan yang fungsional. Di sisi lain, arsitektur Nusantara adalah arsitektur yang memiliki makna di setiap bagiannya sehingga arsitektur ini menjadi rumit dan banyak memakan waktu. Perbedaan mudah dan rumit, serta cepat dan lama inilah yang membuat eksistensi arsitektur Nusantara semakin tergeser oleh arsitektur . Dari sudut pandang arsitek, berbagai filosofi, langgam, bahan, struktur, dan konstruksi terbaru sudah demikian membingungkan. Tatanan dan aturan tradisional dengan berbagai keunikan cara dan penamaan elemen konstruksi menjadi tambahan permasalahan baru bagi arsitek masa kini yang ingin mencoba bereksplorasi dengan kenusantaraan. Kerumitan inilah yang membuat arsitektur Nusantara semakin dijauhi. Oleh karena itu, perlu formula baru untuk mengurangi kesulitan ilmu arsitektur dan perlu pemahaman baru agar dapat menerapkan arsitektur Nusantara dengan lebih sederhana. Arsitektur Nusantara dinilai kuno karena tidak bisa berkembang mengikuti perubahan jaman. Ibarat pakaian, agar arsitektur Nusantara dapat diterapkan kembali oleh masyarakat, maka ia harus ditampilkan menjadi sosok yang masa kini. Itu berarti, arsitektur Nusantara harus dikolaborasikan dengan apa yang menjadi tren sekarang. Seperti saat ini, batik sudah bisa digunakan dalam acara sehari-hari mulai acara formal hingga informal. Hal ini karena batik telah mengalami transformasi bentuk, bukan lagi berupa kain yang melilit tubuh bagian bawah dengan kebaya sebagai atasannya, atau sebagai pakaian acara resmi para orang tua di acara formal. Batik sekarang telah diaplikasikan ke dalam bentuk yang lebih beragam seperti tas, gaun, jaket, dan bahkan motif sepatu sehingga kain batik bukan lagi sebagai pakaian untuk kalangan tertentu saja, tapi dapat digunakan oleh seluruh kalangan. Arsitektur Nusantara seharusnya juga dapat meniru kain batik yang mampu bangkit kembali menjadi identitas bangsa. Membangkitkan kembali semangat berarsitektur Nusantara bukan berarti harus mengikuti segala aturan yang berlaku dalam tradisi atau membangun
bangunan dengan fisik yang mirip sekali dengan rumah-rumah tradisional. Menurut F. Silaban salah seorang Arsitek besar pada era Soekarno (dalam Yu Sing, 2010), untuk mengadopsi arsitektur tradisional, bukan bentuknya yang diambil, tetapi dipelajari jiwanya. Barangkali memang itulah sikap yang tepat untuk mengembangkannya, yaitu dengan melakukan adaptasi, bukan duplikasi atau replikasi. Mengadaptasi nilai lokal dapat dilakukan dengan menjadikan ciri-ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan ornamen-ornamen tradisional sebagai sumber eksplorasi untuk dikembangkan. Arsitektur Nusantara tidak harus terlihat tradisional secara fisik, tetapi dengan adanya eksplorasi tadi, maka arsitektur Nusantara akan dapat lebih luwes diterapkan di masa sekarang dengan tampilan unik seperti halnya batik dalam wujud pakaian masa kini. Dengan cara seperti itu, arsitektur Nusantara bukan lagi menjadi sesuatu yang harus ditutupi dan disisihkan, tetapi harus dikembangkan dan diperkenalkan kepada dunia sebagai arsitektur identitas bangsa.
BAB IV Simpulan dan Saran 4.1
Simpulan 1.
Globalisasi memberi pengaruh ke dalam arsitektur Indonesia,
mengubah
perwajahan arsitektur di Indonesia menjadi seragam mengikuti model arsitektur sehingga tidak lagi menampakkan identitas bangsa. 2.
Arsitektur Nusantara sulit diterapkan di kehidupan sekarang karena masyarakat sudah banyak terjejali pengaruh arsitektur global yang dianggap maju sehingga mereka menganggap arsitektur Nusantara menjadi hal yang kuno. Masyarakat hidup dalam dunia modern juga menuntut segala sesuatunya mudah dan cepat, sementara arsitektur Nusantara memiliki makna di setiap bagiannya sehingga arsitekur Nusantara ini menjadi rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat didirikan.
3.
Arsitektur Nusantara dapat kembali dikembangkan dengan membentuk formula
baru
yang
mengombinasikan
arsitektur
Nusantara
dengan
pengetahuan arsitektur masa kini sehingga dapat mengurangi kompleksitas arsitektur Nusantara ketika diterapkan. Pola pikir para arsitek juga harus diubah menjadi lebih kreatif agar dapat menghadirkan corak Nusantara ke dalam karya-karyanya.
4.2
Saran 4.2.1
Saran untuk Pemerintah 1.
Mengadakan berbagai acara pameran kebudayaan yang berkaitan dengan arsitektur
untuk
mengingatkan
kembali
masyarakat
bagaimana
sebenarnya arsitektur bangsa kita. 2.
Memasukkan unsur keNusantaraan di setiap pembangunan fisik daerah seperti mendirikan kantor pemerintahan, terminal atau bangunanbangunan publik lainnya dengan corak arsitektur daerah setempat.
4.2.2
Saran untuk Institusi Pendidikan Arsitektur 1.
Meningkatkan intensitas kuliah formal maupun non formal tentang arsitektur Nusantara bagi mahasiswa di bidang sipil dan perencanaan
2.
Mengadakan penelitian secara rutin untuk mengkaji lebih dalam mengenai arsitektur Nusantara dan penerapannya di kehidupan modern
3.
Mengadakan sayembara desain yang bertemakan Nusantara kepada mahasiswa
4.2.3
Saran untuk masyarakat 1.
Meningkatkan kesadaran diri untuk lebih mengenal dan menganggap arsitektur Nusantara sebagai arsitektur Indonesia
2.
Menggunakan kembali arsitektur Nusantara menjadi konsep dasar rancangan tempat tinggal
DAFTAR PUSTAKA Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika
Widjil Pangarsa, Galih. 2006.Merah Putih Arsitektur Nusantara.Yogyakarta: Andi Adonara.2009.“Globalisme dan Pengaruhnya Pada Arsitektur”. http://stenmannz.blogspot.com/2009/06/globalisme.html.Diunduh: 17 Maret 2012
arsitekiki.2008.“ Kenalan sama Arsitektur Nusantara”. http://arsitekiki.blogspot.com/2008/02/kenalan-sama-arsitektur-Nusantara.html.Diunduh: 17 Maret 2012 Kamus Besar.http://www.kamusbesar.com/27350/Nusantara.18 Maret 2012 Prijotomo, Joseph.2010.“Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, Bukan Lindungan (Sebuah Reorientasi Pengetahuan Arsitektur Tradisiona)l”. http://www.putumahendra.com/?p=988.Diunduh: 22 Maret 2012 Rahadi, Rosi.2008.“Arsitektur Nusantara adalah Arsitektur Ramah Lingkungan”. http://iramuakhadah.blogspot.com/2011/01/arsitektur-Nusantara-adalaharsitektur.html.Diunduh: 18 Maret 2012 Tribinuka, Tjahja.2010.“Antara Arsitektur Vernakular, Tradisional, Nusantara, dan Indonesia”.http://architect-news.com/index.php/arsitektur-tradisional/69-tatanantradisional/96-antara-arsitektur-vernakular-tradisional-Nusantara-dan-indonesia.Diunduh: 22 Maret 2012 Tribinuka, Tjahja.2010.“Evolusi Arsitektur Nusantara”. http://architectnews.com/index.php/arsitektur-tradisional/54-bentuk/91-evolusi-arsitekturNusantara.Diunduh: 6 Maret 2012