KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat serta Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk tulisan maupun isinya yang sangat sederhana guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah pengendalian hama tanaman tentang hama lada. Semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Serta bermanfaat pula dalam mengetahui cara-cara pengendalian hama yang ada pada tanaman lada tersebut. Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca pembaca agar kedepannya saya dapat membuat makalah dengan lebih baik lagi.
Pontianak, 16 November 2017
pg. 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.......................................................................................... 1
Daftar Isi
.................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN
........................................................... 3
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 3 1.2 Tujuan ............................................................................... 3 BAB II
PEMBAHASAN .....................................................................
2.1 Deskripsi Tanaman Lada
4
................................................. 4
2.2 Hama Tanaman Lada ........................................................... 4 A. Hama penggerek batang (Lophobaris piperis) .................. 4 B. Hama pengisap buah (Dasynus piperis) ............................ 8 C. Hama Pengisap Bunga Lada (Diconocoris Hewetti) ....... 11 BAB III
PENUTUP ...............................................................................
3.1 Kesimpulan Daftar Pustaka
15
..................................................................... 15
......................................................................................... 16
pg. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hama adalah mahkluk yang sangat ditakuti oleh petani. Hama juga merupakan musuh para petani dari dulu hingga sampai sekarang ini. Kegagalan hasil panen yang disebabkan oleh hama masih sering kita dengar dan jumpai. Hama menjadi permasalahan yang sangat krusial bagi para petani hingga saat ini. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
merupakan penanganan masalah
kerusakan pada tanaman akibat dari serangga atau penyakit pada tanaman tersebut. Hama utama yang menyerang tanaman lada adalah penggerek batang, pengisap bunga, dan pengisap buah. Sementara untuk penyakit adalah busuk pangkal batang (BPB), penyakit kuning, dan penyakit kerdil/keriting. Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha – usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu secara tradisional, yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertanian yang berkelanjutan diperlukan cara pengendalian yang tepat.
1.2Tujuan Dan Kegunaan
Untuk mengetahui bagaimana gejala dan cara mengendalikan hama pada tanaman lada dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang benar dan ekonomis. pg. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Tanaman Lada
Klasifikasi TanamanLada : Divisio
:Spermatophyta
Sub Divisio
:Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Piperales
Family
: Piperaceae
Genus
: Piper
Species
: Piper nigrum
2.2 Hama Tanaman Lada 1. Hama penggerek batang ( Lophobaris piperis)
Klasifikasi Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Curculionidae
Genus
: Lophobaris
Spesies
: Lophobaris piperis
a. Morfologi Imago dewasa berwarna hitam berbintik – bintik berwarba putih. Tipe kumbang bermoncong. Telur berwarna putih kekuningan. Telurmenetas setelah ± 7 hari dan keluar larva yang berwarna putih pg. 4
kotor dan kepala berwarna kuning pucat hingga coklat kekuningan. Panjang larva awal 1 mm dan pada larva akhir 8 mm. b. Siklus Hidup Penggerek batang meletakkan telur dengan cara melubangi bagian bawah kulit batang atau cabang. Satu kali peletakkan telur berkisar antara 1 - 3 butir. Telur berwarna putih kekuningan. Panjang larva awal 1 mm dan pada larva akhir 8 mm. Larva akan menjadi pupa yang terbentuk dalam kokon setelah berumur 28 hari. Pupa berwarna putih kotor hingga kekuningan. Pupa terdapat di dalam gerekan selama 19 hari dan kemudian menjadi imago (kumbang). Imago berwarna hitam. Pada kepala terdapat bagian yang memanjang dan disebut rostrum, bentuknya seperti belalai dan mengarah ke bawah. Imago akan kopulasi setelah berumur 2 minggu, dan 3 hari kemudian kumbang betina akan meletakkan telur. Imago betina selama hidupnya mampu meletakkan telur antara 280 – 525 butir, atau ratarata 380 butir dengan tingkat penetasan mencapai 88,71% (Vecht, 1940). c. Habitat Serangga L. piperis hidup dan mampu berkembang biak dengan menyerang hampir semua bagian tanaman lada. Oleh karena itu kelimpahan populasinya di lapangan kurang dipengaruhi oleh keberadaan buah lada sebagai makanan utama serangga dewasa. Berbagai stadium penggerek batang selalu ditemukan pada saat yang sama berupa telur, larva, pupa atau imago. Pada awal musim hujan biasanya ditemukan telur dan larva muda. Pada pertengahan musim hujan ditemukan pupa dan imago. Pada akhir musim hujan ditemukan telur dan larva. Pada musim kemarau, semusim stadium jumlahnya sangat rendah (Deciyanto dan Suprapto, 1996).
pg. 5
d. Gejala Kumbang dewasa disebut gagaja atau kumbang moncong, menyerang bunga, buah, pucuk, daun, dan cabangcabang muda. Kerusakan terberat akibat hama ini adalah serangan larva dengan cara menggerek batang atau cabang tanaman sehingga mengakibatkan kematian bagian atas batang atau cabang terserang. Gejala serangan imago umumnya berupa bekas gigitan pada bagian tanaman yang diserang dan menghitamnya bekas gigitan karena pembusukan. Gejala serangan ini dapat dijadikan petunjuk keberadaan imago. Gejala kerusakan
akibat
serangan
imago
tersebut
biasanya
tidak
menyebabkan kerugian yang berarti. Kerugian terjadi jika diserang oleh larva penggerek. Gejala serangan larva berupa layu dan menguningnya tanaman pada bagian atas gerekan yang kemuadian mengering. Bagian yang digerek akan mudah patah. Pada gejala lanjut dapat ditemukan lubang di sekitar bagian tanaman yang terserang, sebagai tempat keluar serangga dewasa. Serangan larva umumnya dimulai pada cabangcabang buah. Pada populasi tinggi, serangan dapat mencapai batang utama. Sekitar 23% lubang gerekan terdapat pada batang utama dan 77% pada cabang tanaman. Serangan larva penggerek pada satu batang utama dapat mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 43,8% atau bahkan tanaman mengalami kematian total bila seluruh batang utama yang terdapat pada bagian paling rendah dari tanaman terserang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya serangan pada dua cabang buah selalu diikuti dengan serangan larva pada satu batang utama, yang diperkirakan dapat mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 16,5% (Deciyanto et al., 1986). e. Pengendalian dan Ambang Kendali
Secara mekanik/fisik pg. 6
Mengambil secara langsung serangga dewasa baik L. Piperis dijumpai pada setiap tanaman. Serangga L. piperis peka terhadap sentuhan dan getaran. Oleh karena itu mengumpulkan serangga tersebut dengan menggoyang tanaman. Serangga yang tidak terlihat akan berjatuhan dan dapat ditampung dengan kain atau tampah yang diletakkan di bawah tajuk. Untuk larvapenggerek dapat dilakukan dengan cara memotong ranting atau cabang terserang. Bekas bagian tanaman yang dipotong segera disemprot atau dibasahi dengan insektisida atau minyak/oli untuk mencegah serangga betina meletakkan telur. Menurut Suprapto dan Suroso (1994) penutupan luka pangkasan mampu menekan serangan penggerek batang sampai 64,71%,
Secara Kimia Pengolesan luka pangkasan dengan insektisida metidation 40% dan asefat 40% mampu menekan serangan 17,65% dan 5,88%.
Secara Kultur Teknis
Memupuk tanaman dengan dosis yang tidak berlebihan. Menurut Deciyanto dan Suprapto (1996) penggunaan pupuk N yang tinggi dapat meningkatkan sukulensi tanaman, sehingga tanaman lebih disukai hama untuk makan dan meletakkan telur.
Melakukan penyiangan gulma secara terbatas yaitu hanya di sekeliling
pangkal
batang.
Tidak
dianjurkan
untuk
melakukan penyiangan bersih, biarkan gulma berbunga tumbuh. Bunga gulma dapat dijadikan sebagai sumber pakan oleh
imago
parasitoid,
sehingga
parasitoid
memiliki
kemampuan hidup dan keperidian yang lebih baik.
pg. 7
Menanam tanaman berbunga sebagai tanaman penutup tanah seperti Arachis pintoi yang dapat mengundang kehadiran musuh alami (parasitoid atau predator).
2. Hama pengisap buah ( Dasynus piperis)
Klasifikasi hama pengisap buah: Ordo
: Hemiptera
Famili
: Coreidae
Spesies
: Dasynus piperis
Nama Populer
: Pepper Berry Bug
a. Morfologi Kepik berwarna hijau kecoklatan.
Serangga dewasa berukuran
panjang 1015 mm, lebar 4-5 mm, dan mempunyai tipe mulut menusuk dan pengisap.
Siklus hidup dari telur hingga serangga dewasa sekitar 6
minggu. Serangga betina selama hidupnya dapat menghasilkan telur ± 200 butir (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1994). Menurut Kalshoven (1981), kepik betina meletakkan telur secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 – 10 butir, dengan produksi telur maksimal 160 butir. Kepik betina bertelur selama 14 hari. Kemudian serangga dewasa dapat hidup sampai 1-3 bulan, namun siklus hidup secara keseluruhan rata-rata berlangsung 1,5 – 2 bulan.
Chapman (1971)
menyatakan bahwa buah lada yang telah cukup tua (6-9 bulan) mengandung
karbohidrat
lebih
tinggi
yang
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan kepik secara optimal, oleh karena itu umur buah 6-9 bulan paling disukai oleh kepik D. piperis. Nimfa yang baru menetas berukuran ± 2 mm, tidak bersayap, berwarna kuning kecoklatan, antena menggelembung pada ruas tertentu dan selalu lebih panjang dari tubuhnya. Nimfa mengalami pergantian kulit empat sampai lima kali dan pg. 8
stadium nimfa berlangsung 3-4 minggu (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1994). Lama stadium nimfa tergantung pada umur buah lada yang dikonsumsi. Apabila buah lada yang dikonsumsi 4,5 – 6 bulan, lama stadium nimfa berkisar antara 26 – 33 hari, jika umur buah 6-9 bulan, maka lama stadium nimfa hanya 19-25 hari (Kalshoven, 1981). Kepik aktif pada waktu pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi di bagian dalam dari tajuk tanaman. Kepik lebih menyukai tempat yang rimbun dan agak gelap untuk meletakkan telurnya. Kepik betina meletakkan telur antara pukul 14.00 – 18.00 (Kalshoven, 1981). Kepik mengambil cairan dari berbagai bagian tanaman, antara lain buah, bunga, pucuk muda dan tangkai daun, namun yang paling disukai adalah buah (Deciyanto, 1991). Kepik betina meletakkan telur secara acak baik pada tanaman lada yang buahnya masih muda atau hijau maupun buahnya hampir masak atau telah masak, s edangkan nimfa mengelompok pada tanaman lada yang berbuah muda dan menyebar pada tanaman lada yang berbuah hampir masak (Karmawati, 1988).
b. Siklus Hidup Siklus hidup Dasynus piperis adalah tipe Paurometabola yang terdiri dari fase telur, nimfa, dan imago
Telur : diletakkan pada permukaan daun dan buah lada dalam kelompok terdiri dari 3-11 telur, stadium telur berlangsung antara 7-8 hari
Nimfa : berwarna kuning kecoklatan, tidak bersayap, memiliki antena yang lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, dan mobilitas nimfa tidak terlalu aktif. Stadium nimfa berlangsung antara 3-4 minggu dan mengalami 4 kali pergantian kulit.
Imago : berwarna hijau kecoklatan. Panjang tubuh sekitar 12mm. Imago aktif pada pagi dan sore hari karena tidak menyukai sinar pg. 9
matahari langsung. Imago jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuh. Imago jantan lebih kecil dan ramping sedangkan imago betina lebih besar dan gemuk. Dewasa mampu bertelur maksimum 200 butir. Daur hidup seluruhnya dari telur sampai imago berkisar antara 6-14 minggu.
c. Gejala Kepik pengisap buah lada merupakan hama penting, terutama menyerang buah lada umur antara 4-5 bulan (masak susu). Kepik ini merusak tanaman dengan mengisap cairan buah lada sehingga menjadi kosong, kering, dan menghitam. Serangan yang berat pada tunas dapat menyebabkan buah layu dan rontok serta tunas mati.
Kerusakan Serangga ini memakan buah lada dengan cara menusukkan stiletnya dan mengisap cairan buah sehingga buah kosong dan rusak. Buah yang terserang menjadi hitam dengan gejala bercak bercak bekas lubang tusukan.
Buah terserang akhirnya gugur.
Serangan pada buah muda mengakibatkan untaian buah gugur sebelum tua. Jika buah yang diserang sudah tua mengakibatkan buah menjadi kering. Buah mulai diserang setelah berumur 4,5 bulan, pada saat buah mulai matang susu. Berdasarkan hasil survai Asnawi (1992), tingkat kerusakan buah oleh kepik berkisar antara 14,72 – 16,01%. Serangan paling berat dijumpai di Bangka Tengah (23-36%), kemudian di bagian Utara dan Barat (19-22%), sedangkan di Bangka Selatan serangan agak ringan (15-17%). Pola tanam dan agroekosistem pada seluruh areal survei hampir sama, tekanan parasitoid juga merata, sehingga diduga perlakuan budidaya menekan populasi kepik. Di Bangka Selatan petani lada melakukan pemupukan lebih teratur, lengkap dan berimbang pg. 10
dibandingkan dengan bagian lainnya. Diduga penggunaan pupuk ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat serangan kepik. Di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat tingkat serangan hama berkisar antara 13,52-18,68% dan Kecamatan Samalantan merupakan daerah serangan kepik (Trisawa et al., 1992). Habitat
Hama pengisap buah lada, hanya mempunyai inang tanaman lada, namun di Malaysia juga ditemukan pada tanaman jeruk (Kalshoven, 1981). Menurut Suprapto et al. (1996), selain pada lada, hama ini juga ditemukan pada cabe jawa dengan keberhasilan hidup lebih tinggi, kemampuan bertelur lebih banyak, serta persentase tetas telur sampai dewasa lebih tinggi.
d. Pengendaliannya :
Musnahkan telur dipermukaan daun, cabang, dan yang ada pada tandan buah. Gunakan PESTONA.
3. Hama Pengisap Bunga Lada (Diconocoris Hewetti)
Klasifikasinya Filum
: Arthropoda
Kelas
: insekta
Ordo
: hemiptera
Family
: tingidae
Genus
: diconocoris
Spesies
: Diconocoris hewetti
a. Morfologi
pg. 11
Kepik dewasa berwarna hitam, panjang 4 – 6 mm dan tidak aktif terbang. Pada toraks terdapat tonjolan seperti pu-nuk. Serangga jantan dan betina hampir sama bentuknya, kecuali ukuran tubuh. Serangga jantan lebih kecil dan ramping. Serangga betina meletakkan telur pada tangkai bunga. Umur telur 10 hari. Nimfa berwarna kuning muda mirip bunga lada sehingga sulit dilihat. Bentuk tubuh penuh benjolan seperti duri. Nimfa berganti kulit lima kali. Siklus hidup kurang lebih 30 hari ( Djumhur dan Sukarno, 1996
b. Gejala serangan Hama pengisap bunga (Diconocoris hewetti) merusak bunga dan tandan bunga baik pada stadia nimfa maupun dewasanya. Gejala serangan ringan berupa kerusakan tandan, salah bentuk, dan buah menjadi sedikit. Bila serangan berat menyebabkan bunga rusak, tangkai hitam, dan bunga gugur.
c. Siklus hidup Siklus hidup Diconocoris hewetti adalah tipe Paurometabola yang terdiri dari fase telur, nimfa, dan imago o
Telur diletakkan oleh imago betina satu persatu atau berkelompok, ukurannya (panjang 0,75 mm dan lebar 0,2 mm).
o
Nimfa (Kepik muda) yang baru keluar dari telur berwarna kuning muda, mirip warna bunga lada, sehingga sulit dilihat dan tubuh penuh tonjolan duri. Nimfa hidup pada bunga dan sekitar bunga dengan mengisap cairan bulir bunga. Bentuk tubuh penuh benjolan dan sayapnya seperti renda. Nimfa berganti kulit lima kali. Siklus hidup <30 hari, sehingga terjadi 12 generasi dalam satu tahun dengan
asumsi
pakan
untuk
serangga
tersebut
berlimpah
(Rotschild, 1968). pg. 12
o
Imago kepik (Kepik dewasa) berwarna hitam dan tidak aktif terbang, memiliki ukuran panjang 4 - 5mm. Imago lebih banyak diam pada bulir bunga, mudah dilihat dan bila disentuh atau digoyang menjatuhkan diri seolah-olah mati. Imago dapat hidup antara 1 - 2 bulan dan kepalanya terdapat tonjolan. Kepik betina meletakkan telur pada tangkai bunga dan 10 hari kemudian menetas, maka kepik muda mulai menyerang bunga lada.
d. Cara penyebaran Hemiptera tersebar di seluruh dunia, kecuali di daerah-daerah yang terlampau dingin seperti wilayah kutub. Cara hidup mereka yang beragam membuat persebaran mereka begitu luas. Sebaran Diconocoris hewetti hanya terbatas di daerah Bangka, Kalimantan dan Aceh. Di Bangka puncak populasi hama terjadi antara bulan Oktober dan Februari sedangkan antara bulan Juli dan September populasi rendah. Masa pembungaan sangat mempengaruhi kehadiran hama di lapangan, sedangkan curah hujan secara tidak langsung mempengaruhi fluktuasi populasi (Deciyanto, 1988). Hasil penelitian Laba (2005) menunjukkan bahwa populasi Diconocoris hewettiumumnya memperlihatkan pola tebaran acak, tetapi pada saat populasi tinggi memperlihatkan pola tebaran bergerombol.
e. Cara pengendalian o
Secara Mekanik/fisik Mengambil secara langsung serangga dewasa baik Diconocoris hewettiyang dijumpai pada setiap tanaman.
o
Secara Kultur Teknik (budidaya) Memangkas tiang panjat hidup untuk mengatur kebutuhan tanaman lada terhadap cahaya matahari (75%) dan menciptakan pg. 13
lingkungan yang kurang disukai hama. Hama ini tidak menyukai sinar matahari secara langsung. Memupuk tanaman dengan dosis yang tidak berlebihan. Karena penggunaan pupuk N yang tinggi dapat meningkatkan sukulensi hama untuk makan dan meletakkan telur. Melakukan penyiangan gulma secara terbatas yaitu hanya di sekeliling
pangkal
batang.
Tidak
dianjurkan
melakukan
penyianggan bersih, karena bunga gulma dapat dijadikan sebagai sumber pakan oleh imago parasitoid. Menanam tanaman berbunga sebagai tanaman penutup tanah seperti Arachis pintoiyang dapat mengundang kehadiran musuh alami (parasitoid atau predator) Menanam tanaman lain sebagai campuran atau tumpangsari. Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan pengaruhnya terhadap tanaman lada yaitu tidak merugikan, tidak memiliki hama dan penyakit yang sama. Contohnya dengan kopi, pepaya, jagung, kacang buncis, kacang tanah, kedelai, cabai dan jahe. Menanam varietas unggul yang kurang cocok untuk perkembangan serangga. o
Secara Hayati (Musuh Alami) Musuh alami Diconocoris hewetti belum banyak diketahui. Predator laba laba jaring di lapangan dapat dibiarkan hidup karena hama dapat terjebak pada jaring laba laba tersebut. Menyemprotkan cendawan patogen seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, dan Spicaria sp.
o
Secara Kimiawi Menyemprotkan insektisida nabati (alami) atau sintetik. Insektisida nabati yang dapat digunakan diantarannya biji mimba, bengkuang dan akar tuba. pg. 14
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Hama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam budidaya lada. Pengelolaan terhadap hama perlu dimulai bersamaan dengan proses budidaya seperti pemilihan bahan tanaman sampai penanaman di lapangan. Pemantauan dini terhadap kehadiran hama akan menentukan langkah berikutnya sehingga populasi hama tetap berada dalam batas yang secara ekonomi tidak merugikan. Teknologi pengendalian hama utama lada memberikan tuntunan dalam menurunkan populasi hama. Teknologi yang ada masih perlu dikembangkan terutama pengendalian yang ramah lingkungan. Teknologi baru yang diperoleh dapat digunakan untuk memperbaiki atau mendukung teknologi yang sudah ada. Pengendalikan hama utama lada secara kultur teknik yang dipadukan
dengan
pemanfaatan
musuh
alami
(parasitoid)
lebih
diutamankan. Hal ini karena masih musuh alami tersebut sudah beradaptasi pada lingkungan pertanaman lada dan menjadi agens pengendalian hama yang efektif. Tindakan koservasi musuh alami dapat dilakukan dengan menyediakan pakan bukan inang melalui tanaman berbunga atau membiarkan gulma
pg. 15
DAFTAR PUSTAKA
Nonci Nurnina, 2004.”Hama Penggerek Batang, Buah, dan Bunga Pada Tanaman Lada” Asnawi, Z.., 1992. Sebaran hama utama di daerah sentra produksi lada di Bangka. pdf, 23 oktober 2009 Sudarta Wayan,1989. ” Pengetahuan Dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Terpadu”
pg. 16