MAKALAH PANCASILA
MEMULIHKAN MEMULIHK AN MAKNA KESAKTIAN PANCASILA DALAM PENGAMALANNYA DI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
CYNTHIA FADHILLA (2007730030)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Pancasila ini dengan tepat waktu. Tiada kata yang layak dan harus diucapkan pertama kali dalam hidup ini selain; Alhamdulillahirobbil¶alamin.. Karena hanya dengan pertolongan dan kekuasaan-Nya yang begitu sempurnalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan sangat memuaskan. Shalawat serta salam juga penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat yang bertaqwa kepada-Nya. Tentunya, makalah ini tak akan pernah hadir tanpa adanya partisipasi luar biasa dari orang-orang hebat disekeliling penulis. Untuk itu, rasa terima kasih yang begitu dalam ingin penulis sampaikan yang pertama kepada kedua orang tua, yang memainkan peran sebagai sumber energi dan kekuatan utama anaknya. Selanjutnya rasa terima kasih yang dalam ingin ditujukan kepada pembimbing terbaik, Prof. Dr. Hj. Sri Mulyani, M. Hum, yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan rasa percaya diri, bimbingan penuh, dan ilmu pengetahuan terutama di bidang Kepancasilaan sebagai inspirasi utama makalah ini dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam hal materi maupun tata bahasa. Oleh karena itu penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan kami dalam pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk memulihkan makna Kesaktian Pancasila dalam pengamalannya di kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia tercinta ini. Jakarta, Oktober 2010
Cynthia Fadhilla
DAFTAR
ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila adalah identitas dan jiwa bangsa Indonesia sudah dipakukan di dalam UUD Negara, sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia sekaligus menjadi pandangan dunia negara-bangsa yang tidak tergantikan. Pancasila berhasil mempersatukan bangsa ini menggelar perjuangan yang sangat gigih, mempertahankan kemerdekaan dengan segala tantangannya, dan mendampingi bangsa ini berjuang dengan sangat keras membuktikan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas yang mengantar keluarga Indonesia menjadi keluarga yang bahagia dan s ejahtera, lahir dan batin. Penyelamatan Pancasila telah mengisyaratkan adanya upaya pengamanan terhadap nilainilai dan cara pandang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam falsafah negara yang dicerminkan oleh peneguhan Pancasila sebagai dasar maka nilai dan cara pandang akan kehidupan beragama, kemanusiaan, persatuan, pemusyawaratan, dan keadilan sosial menjadi ruh perjuangan dalam memajukan Indonesia. Namun demikian bagaimana implementasi kesaktian Pancasila dalam realitas sosial kehidupan bangsa saat ini? Secara nilai Pancasila memang masih diyakini dan diakui keberadaannya. Akan tetapi dalam konteks hakikat atau makna yang terkandung di dalamnya semakin memudar bahkan cenderung menghilang. Padahal, bila kita berbicara mengenai kesaktian Pancasila maka kita akan kembali pada nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila pada Pancasila. Oleh karena itu, tidak ada pula alternatif lain bagi segenap warga bangsa kecuali ´memulihkan´ kesaktian Pancasila. Namun, ini bukan hal sederhana karena kompleksitas masalah yang terkait dengan Pancasila dan juga dalam hubungan dengan dinamika kehidupan bangsa dewasa ini. Lebih-lebih lagi ketika Pancasila dihadapkan pada berbagai realitas, yang segera menampilkan kontradiksi dan disparitas dengan cita ideal, nilai, dan norma Pancasila.
Tanpa atau samarnya kesadaran kolektif, jelas Pancasila tidak hadir dalam kiprah dan langkah warga bangsa; Pancasila sebaliknya tenggelam dalam arus besar perubahan yang berlangsung cepat dan berdampak panjang atas nama reformasi. Untuk itulah makalah ini dibuat, sebagai bahan referensi dan juga salah satu pengingat kita akan posisi vital dan urgensi makna Kesaktian Pancasila dalam pengamalannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.2 RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana peristiwa terjadinya Kesaktian Pancasila? b. Apa makna dari Kesaktian Pancasila? c. Bagaimana cara memulihkan makna Kesaktian Pancasila?
1.3 TUJUAN MAKALAH a. Untuk mengetahui bagaimana peristiwa terjadinya Kesaktian Pancasila. b. Untuk memahami makna dari Kesaktian Pancasila. c. Untuk mengetahui bagaimana cara memulihkan makna Kesaktian Pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. PERISTIWA KESAKTIAN PANCASILA
Menjelang dan pada tahun 1965, PKI merupakan partai komunis terbesar setelah partai komunis di Republik Rakyat Cina (RRC) dan Rusia. Walaupun DN Aidit, pemimpin partai pada saat itu selalu menyerukan untuk kerja sama dengan militer dan polisi, serta menolak sistem penerapan komunisme dari RRC dan Rusia, PKI tetap menjadi dan dianggap sebagai ancaman bagi militer. Anggapan ini diperkuat dengan propaganda pemikiran Soekarno tentang Nasionalisme, Agama dan Komonisme (Nasakom) dan dukungannya untuk mempersenjatai angkatan ke lima yang terdiri dari buruh dan petani, selain Angkatan Militer dari Darat, Laut, Udara dan Polisi. Angkatan kelima, yang merupakan usulan PKI, diadakan karena situasi politik yang penuh gejolak dan seruan revolusioner dari Presiden Soekarno serta banyaknya konflik seperti Irian Barat (Trikora) dan Ganyang Malaysia (Dwikora) yang membutuhkan banyak sukarelawan-sukarelawan. Hal ini menambah kegusaran dikalangan pimpinan militer khususnya Angkatan Darat. Khawatir unsur ini digunakan oleh PKI untuk merebut kekuasaan, meniru pengalaman dari r evolusi baik dari Rusia maupun RRC. Peringatan Hari Kesaktian Pascasila ini bercikal bakal pada peristiwa 30 September 1965, di mana enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang dilakukan oleh para pengawal ista na (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah : y
Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
y
Mayjen TNI R. Suprapto
y
Mayjen TNI M.T. Haryono
y
Mayjen TNI Siswondo Parman
y
Brigjen TNI DI Panjaitan
y
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban: y
AIP Karel Satsuit Tubun
y
Brigjen Katamso Darmokusumo
y
Kolonel Sugiono
Berikut kronologi Gerakan 30 September yang didalangi PKI menurut versi Militer (TNI): 1 Oktober 1965, Kegiatan PKI menjelang Penculikan Jenderal TNI A D y
Pada pukul 01.30 tanggal 1 Oktober 1965, para pemimpin pelaksana gerakan yang diketuai oleh Sjam mengikuti Letkol Untung untuk melihat persiapan terakhir di Lubang Buaya.
y
Pada pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965 Lettu Dul Arief, Komandan Pasukan Pasopati yang bertugas menculik para Jenderal, mengumpulkan para anggotanya. Ia memberikan briefing kepada para komandan peleton, dan kemudian membagi tugas Pasukan Pasopati. Ia menjelaskan, bahwa mereka yang akan diculik adalah tokohtokoh Dewan Jenderal yang akan mengadakan kup terhadap Presiden Sukarno. Oleh karena itu, mereka harus ditangkap hidup atau mati. Taktik penculikan ialah mengatakan bahwa mereka diperintahkan menghadap oleh Presiden. Selanjutnya para komandan pasukan peleton penculik kembali ke anak buahnya untuk mempersiapkan diri.
y
Pada pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965 dimulai penculikan perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution. Namun penculikan ini gagal karena Jenderal Nasution berhasil melarikan diri. Namun, ajudan Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Tendean berhasil diculik dan putri Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani gugur sebagai perisai ayahnya. Selanjutnya penculikan dilakukan terhadap Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI A. Yani, pada pukul 03.30 tanggal 1 Oktober 1965, kemudian Asisten I/Pangad Mayor Jenderal TNI S. Parman, Deputy II/Pangad Mayor Jenderal TNI Suprapto, Deputy III /Pangad Mayor Jenderal TNI Haryono M.T, Oditur Jenderal Militer/Inspektur Kehakiman AD
Brigadir Jenderal TNI Sutojo Siswomihardjo dan Asisten IV/Pangad Brigadir Jenderal TNI D.I. Pandjaitan. Kesemua perwira tinggi AD yang berhasil dibunuh dan diculik dibawa ke Lubang Buaya. Di Lubang Buaya, daerah Pondok Gede Jakarta, semua korban penculikan yang masih hidup disiksa dan dibunuh, kemudian mereka dimasukkan ke dalam sumur tua. Untuk menghilangkan jejak, sumur itu ditimbuni dengan sampah dan dedaunan, sehingga tersamar. Penculikan Men/Pangad Letjen A. Yani
Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965 pasukan penculik dari G30S/PKI sudah berkumpul di Lubang Buaya. Pasukan dengan nama Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief. Pasukan penculik Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Letjen TNI A. Yani memakai seragam Cakrabirawa tiba di sasaran pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu pengawal. Mereka memasuki rumah dan bertemu dengan seorang putera Jenderal A. Yani. Para penculik menyuruh anak tersebut untuk membangunkan ayahnya. Jenderal A. Yani keluar dari kamar dengan berpakaian piyama. Salah seorang penculik mengatakan bahwa Bapak diminta segera menghadap Presiden. Beliau akan mandi dan berpakaian dulu. Salah seorang anggota penculik mengatakan tidak perlu mandi dan mencuci muka pun tidak boleh. Melihat sikap yang kurang ajar itu, Jenderal A. Yani marah dan menampar oknum tersebut. Beliau berbalik dan menutup pintu. Ketika itulah Pak Yani diberondong dengan senjata Thomson dan gugur seketika. Kemudian tubuh Jenderal A. Yani yang berlumuran darah diseret ke luar rumah dan dilemparkan ke atas truk, lalau dibawa ke Lubang Buaya. Penganiayaan di Lubang
Buaya
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 gerombolan G30S/PKI menculik 6 orang pejabat teras TNI AD dan seorang perwira pertama. Mereka membawa para perwira itu ke desa Lubang Buaya dan menawan mereka di sebuah rumah yang bernama rumah penyiksaan. Di rumah ini tubuh mereka dirusak dengan benda-benda tumpul dan senjata tajam, seperti senapan, pisau, dan benda- benda lainnya sehingga tubuh mereka rusak. Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-ormas PKI lainnya. Sesudah disiksa para korban dilemparkan dalam sumur tua yang sempit. Pertama jenazah Jenderal Pandjaitan, Jenderal A. Yani, Jenderal M.T. Haryono, Jenderal Sutoyo, Jenderal Suprapto yang diikat bersama-sama dengan Jenderal S. Parman.
Terakhir adalah Jenazah Lettu P.A. Tendean. Penganiayaan tersebut berlangsung sampai pukul 06.30 pagi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Partai Komunis Indonesia kembali mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September (G30S/PKI). Mereka menculik dan membunuh Jenderal-Jenderal pimpinan Angkatan Darat dengan maksud melumpuhkan kekuatan Pancasilais. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusat Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G30S/PKI telah menyelamatkan negara dari usaha kudeta ³dewan Jenderal´. Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran kabinet. Pada saat negara sedang dalam bahaya, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto tampil untuk menyelamatkan negara. Langkah pertama yang diambil adalah mengambil alih pimpinan Angkatan Darat yang pada waktu itu kosong, karena gugurnya Jenderal Ahmad Yani. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusat dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G30S/PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali kedua gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G30S. Setelah RRI dan Kantor Pusat Telekomunikasi dikuasai kembali, selanjutnya diadakan penumpasan terhadap konsentrasi kekuatan G30S/PKI yang berada di Pangkalan Udara Utama Halim, Jakarta. Pada hari tanggal 2 Oktober 1965 Halim berhasil dibebaskan. Sementara itu, D.N. Aidit, pimpinan utama G30S/PKI merasa aksinya gagal segera melarikan diri meninggalkan Pangkalan Halim Perdanakusuma menuju Yogyakarta sekitar pukul 02.00 tanggal 2 Oktober 1965. Di Yogyakarta dan kemudian di Jawa Tengah, ia masih melanjutkan petualangannya sampai ditangkap dan ditembak mati oleh pasukan TNI.
Dari peristiwa tersebut diatas, maka tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965.
2.2. MAKNA KESAKTIAN PANCASILA Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan pedoman tingkah laku bagi warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilainilai Pancasila yang telah diwariskan kepada bangsa Indonesia merupakan sari dan puncak dari sosial budaya yang senatiasa melandasi tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai sosial budaya yang telah berkembang dan dianggap baik, serta diyakini kebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai yang terkandung tersebut yakni, (1) keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, (2) asas kekeluargaan, (3) asas musyawarah mufakat, (4) asas gotong-royong, serta (5) asas tenggang rasa. Dari nilai-nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan kerukunan, kehormonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah lama dipraktekkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Pandangan hidup bagi suatu bangsa seperti Pancasila sangat penting artinya karena merupakan pegangan yang stabil agar tidak terombang-ambing oleh keadaan apapun, bahkan dalam era globalisasi kini yang semakin pesat melalui teknologi dan informasi muktahir. Pancasila sebagai dasar negara negara digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hukum-keamanan. Sebagai dasar negara, Pancasila diatur dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut sebagai ideologi negara. Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan peraturan hukum/ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila haruslah dicabut. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundangundangan bersifat imperatif (mengikat) bagi; (1) penyelenggara negara, (2) lembaga kenegaraan (3) lembaga kemasyarakatan, (4) warga negara Indonesia di mana pun berada, dan
(5) penduduk di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tinjauan yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagaimana yang tertuang di dalam Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966, jo. Tap. MPR No.V/MPR/1973, jo. Tap. MPR No.IX/MPR/1978. Pancasila
mengandung
nilai
filosofi
yang
sejak
dahulu
telah
lahir
dan
ditumbuhkembangkan oleh nenek moyang kita. Maka, sudah sepantasnya kita harus kembali merenungkan dan menelaah kembali sudah sejauh mana penyelenggaraan serta pencapaian bangsa dan negara ini dalam menjaga nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan. Melainkan juga Pancasila dapat dikatakan sebagai sumber moralitas terutama dalam hubungan dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Pancasila mengandung berbagai makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna yang pertama
Mor alitas,
sila pertama, ³Ketuhanan Yang Maha Esa´
mengandung pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang hanya berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karena nya asas sila pertama Pancasila lebih berkaitan dengan legitimasi moralitas. Para pejabat eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat negara, serta para penegak hukum, haruslah menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis yang kita junjung, juga harus diikutsertakan dengan legitimasi moral. Misalnya, suatu kebijakan sesuai hukum, tapi belum tentu sesuai dengan moral. Salah satu contoh yang teranyar yakni gaji para pejabat penyelenggara negara itu sesuai dengan hukum, namun mengingat kondisi rakyat yang sangat menderita belum tentu layak secara moral (legitimasi moral). Hal inilah yang membedakan negara yang berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Makna kedua Kemanusiaan, ³Kemanusiaan yang Adil dan Beradab´ mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab, selain terkait juga dengan nilai-nilai moralitas dalm kehidupan bernegara. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama-sama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan norma-norma baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya. Oleh Karena itu, manusia pada hakikatnya merupakan asas yang bersifat fundamental dan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapat jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asas) manusia. Selain itu, asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Makna ketiga, Keadilan. Sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu negara, sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang terkandung dalam sila II dan V adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Dalam pengertian hal ini juga bahwa hakikatnya manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap lingkungannya, adil terhadap bangsa dan negara, serta adil terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas keadilan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna keempat, Per satuan. Dalam sila ³Persatuan Indonesia´ sebagaimana yang terkandung dalam sila III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara ele men-elemen yang membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan negara yakni Bhinneka Tunggal Ika .
Makna kelima, Demok r asi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung makna demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam Pancasila adalah adanya kebebasan dalam memeluk agama dan keyakinannya, adanya kebebasan berkelompok, adanya kebebasan berpendapat dan menyuarakan opininya, serta kebebasan yang secara moral dan etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila makna kesaktian pancasila tersebut dapat diimplementasikan sebagaimana yang terkandung di dalamnya, baik oleh rakyat biasa maupun para pejabat penyelenggara negara, niscayalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan secara nyata.
2.3. CARA MEMULIHKAN KESAKTIAN PANCASILA
Langkah krusial ke arah itu pertama-tama adalah pemulihan kembali kesadaran kolektif bangsa tentang posisi vital dan urgensi Panca sila dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita ajarkan sejak S ekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia. Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa yang besar. Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti yang kita tanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bangsa Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari.
BAB
III
PENUTUP 3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN