ii
30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka rumusan masalah adalah seperti berikut :
Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru ?
Bagaimana kehidupan politik masa Orde Baru?
Apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru?
Bagaimana tindakan sosial pada masa Orde Baru?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka tujuannya adalah seperti berikut :
Untuk mengetahui sejarah lahirnya Orde Baru
Untuk mengetahui bagaimana kondisi politik masa Orde Baru
Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru
Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial pada masa Orde Baru
Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKn Semester 1 di SMPN 1 Binong Tahun Pelajaran 2016/217
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan uraian yang penulis buat, maka manfaatnya adalah seperti berikut :
Memahami sejarah lahirnya Orde Baru
Memahami kondisi poltik masa Orde Baru
Memahami apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru
Memahami tindakan sosial atau kehidupan sosial masa Orde Baru
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsunglama..
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkanupaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar- besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabungmembentuk Kesatuan Aksi berupa ³Front Pancasila´ yang selanjutnya lebih dikenaldengan ³Angkatan 66´ untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30September 19656.
Kesatuan Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan''TRITURA(Tri Tuntutan Rakyat).
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan KabinetSeratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinettersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub)
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
22 Upaya Menuju Pemerintahan Orde Baru
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabatPresiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru. PadaSidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanankan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupakan melalui program pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang.
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu : (1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
2.3 Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya Orde Baru ternyata menimbulkan banyak perubahan yang dicapai bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan di segala bidang. Pemerintahan Orde Baru berusaha meningkatkan peran negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga langkah-langkah yang diambil adalah mencapai stabilitas ekonomi dan politik.
Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat Perintah Sebelas Maret yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 untuk membentuk kabinet baru. Kabinet baru diberi nama Kabinet Ampera yang merupakan singkatan dari Kabinet Amanat Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi tugas untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Tugas ini yang dikelak terkenal dengan sebutan "Dwi Darma Kabinet Ampera". Sedangkan program kerja terkenal dengan sebutan Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan rakyat terutama dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti yang tercantum dalam ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yaitu pada 5 Juli 1968;(3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional, sesuai dengan Tap No. XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden menyampaikan laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968 tentang pelaksanaan Dwi Darma dan Catur Karya Kabinet Ampera, yang dilaporkan pertama kali bahwa telah dilaksanakan usaha mendudukkan kembali posisi, fungsi, dan hubungan antar lembaga negara tertinggi sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945.
Politik Dalam Negeri Era Order Baru
2.4.1 Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet
Awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
2.4.2 Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, danPartai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam).
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
Golongan karya (Golkar)
2.5 Pemilihan Umum Selama Orde Baru
Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun sekali dan telah dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut untuk memilih anggota MPR, DPR, DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR, yaitu seluruh anggota DPR, utusan daerah dan golongan. Setiap lima tahun sekali MPR mengadakan sidang umum. MPR berwenang memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden. Presiden dan kabinetnya berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai dengan UUD 1945 melaksanakan GBHN, mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut pada akhir masa jabatannya. DPR bertugas mengawasi jalannya pemerintahan/tugas presiden. Mekanisme tugas dan kerja lembaga negara lain menyesuikan UUD 1945 dan UU yang mengaturnya.
Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut ini :
UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana kekuasaan eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga kepresidenan, dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto berlangsung selama 32 tahun namun kehidupan politik pada waktu itu dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah oteriter dan tidak demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup dibawah kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde baru juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang sentralistik yaitu mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan sehingga menyebabkan kesenjangandan ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
1. Pemilu 1971
Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.
Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk PDI.
3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987 adalah:
PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.
PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27 kursi.
PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.
2.6 Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada tanggal 2 Agustus 1969
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan peran ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak hanya berperan dalam bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan di bidang politik.Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata memegang jabatan sipil seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan ABRI memiliki jatah di keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang dalam pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut mengemukakan bahnwa "segala warga Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang politik pemerintahan,ternyata kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia juga merambat di sector ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala skepala BUMN maupun komisaris di berbagai perusahaan swasta.
2.7 Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
2.7.1 Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat. Situasi keamanan pada masa ORBA relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
2.7.2 Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai Negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa dan benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
2.8 Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamtan ekonomi nasioanl terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah.Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi terpimpin, pemerintah menempuh cara:
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.Langkah-langakah yang diambil Kabinet pada saat itu yang mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut:
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
rendahnya penerimaan Negara
tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
terlalu banyak tunggakan hutang luar negri
penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
mengadakan operasi pajak
cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang
penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara
membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet pembangunan dibentuk pada bulan juli 1968 berdasarkan Tap MPRS NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valas dapat diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan lima tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambunagn.
2.9 Repelita Orde Baru
Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembanguna ORBA. Tujuan Pelita I : untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I : pangan, sandang, perbaikan prasarana,perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa marali (malapetaka limabelas januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1974 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
Pelita II
Pelita II dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil, pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 % per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60 % dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.
Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Pemerataan pembagian pendapatan
Pemerataan kesempatan kerja
Pemerataan kesempatan berusaha
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI
Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembanguan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
2.10 Kebijakan Ekonomi Orde Baru
Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat dilihat secara konkrit.
Indonesia mengubah ststus dari Negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurinan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan summer daya alam.
Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat tersa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan disejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selanjutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menkelang akhir tahun 1997.
2.11 Keadaan Masyarakat Masa Orde Baru
1. Pendidikan dan Kesehatan
Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih besar daripada yang dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini terjadi sebagian karena Belanda gagal menyelesaikan masalah-masalah ini beberapa dekade sebelumnya, dan sebagian lagi karena berlalunya waktu dan pergolakan yang terjadi sejak penahlukan Jepang membuat masalah tersebut kin kompleks. Belanda gagal memenuhi kesejahteraan bangsa yang pada tahun 1930 berpenduduk 60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa dekade lalu dan mndesaknya kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan ekonomi bangsa ditahun-tahun setelah 1965, maka mungkin tak mengejutkan jika pemerintahan Orde Baru awalnya tidak mampu berkontribusi banyak dalam memenuhi kesejahteraan penduduknya, yang pada sensus tahun 1971 telah mencapai 119,2 juta jiwa dan 147,3 jutapada tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh lebih baik daripada di zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221 dokter. Di Jawa terdapat satu dokter untuk setiap 21,7 ribu penduduk dan diluar pulau Jawa terdapat satu dokter untuk setiap 17,9 ribu ( angka ini tidak berarti akses untuk mendapatkan dokter lebih mudah disana, karena penduduk tersebar ditempat yang saling berjauhan). Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa tingkat melek huruf bagi anak yang berusia 10 tahun adalah 72% dikalangan laki-laki dan 50,3% pada perempuan. Tetapi secara umum kualitas sistem sekolah telah menurun sejak tahun 1950-an, sehingga angka melek huruf ini tidak bisa dianggap sebagai bukti bhwa pendidikan formal sudah cukup tersedia. Pada tahun 1973, walaupun 57% (11,8 juta) dari penduduk yang berusia 7-12 tahun duduk disekolah dasar, namun masih tersisa sekitar 8.9 juta dalam kelompok ini ynag tidak berpendidikan. Pada tingat perguruan tinggi, pemerintahan ndonesia mampu melampaui rekor yang dicapai Belanda. Namun, pada tahun 1973, hanya sekitar seperempat dari 1% penduduk (329.300) yang terdaftar dilembaga perguruan tinggi negeri dan swasta, 117.600 diantaranya terdaftar di Universitas atau lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini agak rendah, tetapi jumlah lulusannya lebih banyak daripada yang bisa dipekerjakan negara, kerena faktanya tingkat pengangguran bagi lulusan kian bertambah. Kualitas pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah baru mampu membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan dipertengahan tahun 1970-an.
Sosial Budaya
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya urbanisasi. Pada ahun 1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia tinggal dikota bandingkan dengan 14,8% Pada tahun 1962 dan 3,8% pada tahun 1930/. Pada tahun 1971,penduduk Jakarta sudah melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa tetap tecatat sebagai pulau dengan jumlah populasi tersebar di Indonesia (60,4% pada ahun 1971). Orde Baru, seperti juga Belanda, gagal memindahkan penduduk dipulau Jawa keluar pulau dalam proporsi yang signifikan. Kebijakan memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang ini kini disebut dengan "transmigrasi".
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar yang ada hanya dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air praktis mampu menampung anak Indonesia yang berusia sekolah dasar. Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan wajib belajar 9 tahun di tahun-tahun yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an. Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat pendidikan angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah sekolah menurun menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang berpendidikan SMA ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir 15%. Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas bagi laju pembangunan di waktu-waktu yang akan datang.
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah. Dengan demikian, kebudayaan daerah yang dianggap bertentangan atau membahayakan kebudayaan nasional akan dihapus atau dilarang. Pemerintah juga mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya mengahasilkan karya seni. Karya seni yang membahayakan Pancasila dan UUD akan dilarang. Demikian pula dengan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin tertulis dari aparat keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.
Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan. Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai berikut:
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan.
Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
Mengadakan operasi pajak
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor. Seluruh perencanaan dan pembangunan ekonomi dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah. Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Rakyat hanya menjadi objek atau sasaran pembangunan. Untuk memajukan perekonomian nasional, pemerintah terus memajukan pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor pertanian. Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam daricara tradisional ke cara modern. Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakkan revolusi hijau ditempuh dengan cara:
Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi:
Pemilihan bibit unggul
Pengolahan tanah yang baik
Pemupukan
Irigasi
Pemberantasan hama
Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan lahan-lahan baru.
Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
Pertahanan dan Keamanan
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator. Peran dan kedudukan ABRI semacam tidak hanya mengukuhkan kekuatan pengaruh ABRI dalam penyelenggaraan Negara, tetapi juga mengamankan kekuasaan Orde Baru itu sendiri. Tentara selama masa Orde Baru adalah sebagai alat kekuasaan bagi pemerintah Orde Baru.
Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang diperbolehkan hidup dan berkembang di kalangan masyarakat sedangkan agama-agama lain dilarang. Orang yang tidak beragama pun dilarang, jadi semua orang harus beragama, tetapi agamanya harus salah satu dari kelima agama yang diperbolehkan. Pemerintah juga mengawasi praktik-praktik keagamaan setiap agama. Praktik keagamaan yang membahayakan keamanan atau bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.
Jatuhnya Orde Baru
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil. Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidak adilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial. Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik.
Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program "Penembakan Misterius" (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997–1998.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai "Pahlawan Reformasi". Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UUAnti monopoli, dan UU Anti korupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa presiden Sukarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang terlibat G30S. Presiden mengeluarkan SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden Sukarnomengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik dalam negeri yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden dan dibentuklah Kabinet Pembangunan, penyederhanaan dan pengelompokan partai politik, pemilihan umum serta mengadakan Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus 1969. Kedua, melakukan penataan politik luar negeri yaitu dengan kembali menjadi anggota PBB serta normalisasi hubungan dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya pembangunanekonomi dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yangdimulai pada tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia dilandakrisis ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan. Antara lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3.2 Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa Orde Baru, seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa indonesia untuk pembangunan, meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi inonesia menanggung utang yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman tersebut terjadi sentralisasi dalam pemerintahan dan kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu penulis memberikan salah terhada permasalah tersebut. Yaitu lakukan otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga potensi-potensi yang ada pada dareah tersebut bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi transparansi dalam sistem keuangan sehingga masyarakat bisa mengerti.
DAFTAR PUSTAKA
As'ad Djamhari, Saleh. 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 Sekarang).Cet. Ke-2. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI
Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai Pustaka.
M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2400. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.
Rina, 2008. Dinamika Kehidupan Poltik, Ekonomi, Sosial masa Orde Baru . [serial on line]. http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-orde-baru/. [13 Agustus 2016]
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwasannya atas limpahan rakhmat dan karuniaNya, kami telah diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas karya tulis ini dalam bentuk makalah dengan judul " MASA ORDE BARU (1966-1998)".
Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tahun pelajaran 2016/2017 di SMPN 1 Binong.
Makalah ini memuat tentang segala peristiwa dan penyebab yang terjadi pada masa Orde Baru, yang disajikan secara sistematis berdasarkan literatur dari beberapa sumber. Terimakasih disampaikan kepada Bapak/ Ibu guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing dan memberikan materi demi lancarnya tugas ini.
Namun demikian, penulis dalam hal ini sangat menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, ibarat tiada gading yang tak retak, tentunya masih banyak kekurangan yang terdapat pada penulis, dengan segala kerendahan hati dan segenap kemampuan yang kami miliki, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca. Teriring harapan, sudilah kiranya para pembaca memberikan kritik serta saran yang membangun, demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Binong, Agustus 2016
Penulis
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................
ii
BAB I.
PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang..................................................................
1
1.2.
Rumusan Masalah ............................................................
2
1.3.
Tujuan Penulisan...............................................................
2
1.4.
Manfaat Penulisan.............................................................
2
BAB II.
PEMBAHASAN
2.1.
Latar Belakang Lahirnya Orde Baru.................................
3
2.2.
Upaya Menuju Pemerintahan Orde Baru..........................
4
2.3.
Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
5
2.4.
Politik Dalam Negeri Era Order Baru...............................
6
2.4.1
Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet......
6
2.4.2
Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik....................................................................
6
2.5.
Pemilihan Umum Selama Orde Baru................................
7
2.6.
Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada tanggal 2 Agustus 1969..........................
11
2.7.
Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri.................
11
2.7.1
Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru............................................................
12
2.7.2
Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru.........................................
13
2.8.
Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru.................................
14
2.9.
Repelita Orde Baru...........................................................
17
2.10.
Kebijakan Ekonomi Orde Baru.........................................
20
2.11.
Keadaan Masyarakat Masa Orde Baru
21
Jatuhnya Orde Baru
27
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
29
3.2
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA