BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Dengan adanya kemajuan teknologi terutama di sektor kendaraan bermotor, kebutuhan bensin sebagai bahan bakar meningkat, baik dari segi jumlah maupun dari kualitasnya. Untuk meningkatkan kualitas bensin ditambahkan suatu zat yaitu zat aditif. Zat aditif yang telah dipakai yaitu Tetra Etil Lead (TEL) dan Metil Tersier Butil Eter (MTBE). Di beberapa negara maju penggunaan TEL sudah mulai dibatasi. Hal ini disebabkan TEL mengandung timbal yang dapat menimbulkan pencemaran udara dan akan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti peningkatan jumlah kematian orang dewasa karena penyakit radiovaskuler dan jantung koroner, hipertensi, menurunnya IQ anak-anak, dll. Oleh karena itu, akan lebih baik digunakan zat aditif yang tidak mengandung timbal yaitu MTBE. Kegunaan MTBE antara lain untuk campuran bensin sebagai antiketuk, sebagai pelarut, dll. Dengan digunakannya MTBE dalam bensin, dapat mengurangi pencemaran udara karena pencampurannya dengan bensin menghasilkan pembakaran yang sempurna. Selama ini kebutuhan MTBE di Indonesia diimpor dari negara-negara seperti Amerika, Jerman, Korea, dan Cina. Oleh karena itu perlu didirikan pabrik MTBE di Indonesia guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor, dan apabila memungkinkan dapat diekspor untuk menambah devisa negara. 1.2 RUMUSAN MASALAH
1)
Apa itu MTBE (Methyl Tert Butyl Eter)?
2)
Bagaimana proses pembuatan MTBE?
3)
Apa saja manfaat dari MTBE?
1.3 TUJUAN
1)
Mengetahui apa itu MTBE
2)
Mengetahui bagaimana proses pembuatan MTBE
3)
Mengetahui apa saja manfaat dari MTBE
BAB II PEMBAHASAN
2.1 MTBE ( Me M ethyl hyl Tert Tert B uty utyl E ter )
Penelitian yang luas di Amerika Serikat selama Perang Dunia II menunjukkan kualitas yang luar biasa dari MTBE sebagai komponen bahan bakar beroktan tinggi. Meskipun demikian, tidak sampai tahun 1973 pabrik komersial pertama mulai beroperasi di Italia. Penurunan kandungan timbal dalam bensin di pertengahan 1970-an menyebabkan peningkatan drastis dalam permintaan untuk peningkat oktan, dengan demikian MTBE yang digunakan semakin meningkat juga. Keputusan politik tentang kualitas bensin (misalnya, aromatik rendah konten, tekanan uap rendah dan kandungan oksigen ditentukan) terutama di Amerika Serikat telah menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam konsumsi MTBE di era tahun 90-an. Pada tahun 1997 produksi MTBE seluruh dunia mencapai sekitar 19×106 ton. Setelah bertahuntahun dengan tingkat pertumbuhan dua digit (1990-1995) peningkatan konsumsi MTBE diharapkan menjadi kurang dari 2% per tahun dalam waktu dekat. MTBE adalah eter yang terdiri dari gugus metil dan butil tersier dengan rumus molekul CH3OC(CH3)3. Bahan ini sangat berhasil sebagai komponen peningkat angka oktan karena mempunyai sifat yang bagus jika dicampurkan dengan hidrokarbon. Angka oktannya relatif tinggi yaitu 116 - 118 research octane number (RON), angka oktannya dalam komposisi mencapai 115 – 135 RON. Angka oktan motornya berkisar antara 98 – 102 102 dan 98 – 110. 110. Dengan demikian sensivitas angka oktan bahan ini agak tinggi, yaitu berkisar antara 17 – 25 angka. Bahan ini dapat bercampur dengan bensin dalam segala konsentrasi. Berat jenisnya sebesar 0,7405 setara dengan bensin yang pada umumnya berkisar antara 0,72 – 0,76. 0,76. Tekanan uap Reidnya (RVP) adalah 8 psi sangat cocok untuk bensin di Indonesia adalah 7 – 9 9 psi. MTBE relatif stabil dan tidak berubah dalam penyimpanan. Kelarutannya dalam air kecil, yaitu 4,8g/ 100 g larutan pada 20oC
MTBE mempunyai titik didih yang relatif rendah yaitu 55,2oC, sehingga dapat mempengaruhi kurva distilasi bensin, terutama pada daerah 10% dan 50% volume distilasi, yang berkaitan dengan kemudahan penyalaan motor pada waktu dingin serta pemanasan dan operasi normal. Penurunan kurva distilasi ini relatif kecil dan belum sampai
menyebabkan
timbulnya
masalah
sumbatan
uap.
Menurut
laporan,
penggunaan MTBE sampai 15% tidak akan menimbulkan masalah operasi (Dartnell dan Campbell, 1978). Bensin dengan kandungan MTBE sampai 20%, bila dibandingkan dengan yang tidak mengandung MTBE sama sekali, tidak akan menunjukkan perbedaan dalam kemudaha penyalaan motor pada waktu dingin dan dalam kecenderungan mengalami sumbatan uap. Campuran ini tidak akan mengalami pembentukan es pada karburator, tidak mengalami penyusutan yang mencolok karena penguapan, tidak menimbulkan masalah korosi dan tidak bereaksi dengan cat dan bahan elastomer. Penggunaan MTBE di Amerika Serikat diizinkan secara resmi sejak tahun 1979, mula-mula dengan maksimum 7% volume, tetapi dewasa ini sudah diperbolehkan sampai 11% volume. Analisis contoh MTBE yang dilakukan dengan metode kromatografi gas menghasilkan data analisis seperti pada Tabel 1.3. Contoh ini sesuai dengan spesifikasi tersebut, kecuali kandungan airnya. Kandungan air dalam contoh ini mungkin sudah bertambah selama penyimpanan di iklim Indonesia yang mempunyai kelembaban yang relatif tinggi. Penelitian di negara-negara maju yang menggunakan MTBE sebagai peningkat angka oktan pada bensin di antaranya : 1) Penelitian di negara- negara Eropa mengembangkan sampai 20% volume aditif MTBE dalam bensin untuk unlead fuel (bensin yang tidak mengandung timbal). 2) Penelitian di Hongaria mengembangkan campuran MTBE dan sec dan sec butanol yang dicampurkan dengan bensin untuk bahan bakar low lead . 3) Penelitian di Italia mengembangkan MTBE yang dibaurkan dengan bensin dasar untuk bahan bakar unlead .
MTBE diproduksi oleh reaksi dari isobutena, yang terkandung dalam fraksi C4, dan Metanol. Saat ini, isobutena dari sumber-sumber berikut ini digunakan sebagai bahan baku untuk produksi MTBE: 1) isobutene di raffinate 1, yang terbentuk sebagai coproduct produksi butadiene dari steam cracker fraksi C4 2) pseudoraffinate 1, yang diperoleh dengan hidrogenasi selektif butadiene dalam campuran fraksi C4 dari steam crackers. 3) isobutena yang terkandung dalam fraksi C4 fluid catalytic crackers (FCC – C C 4's;). FCC-C4 digunakan sebagai bahan baku untuk 29% dari produksi MTBE. 4) isobutene dari dehidrogenasi isobutana, yang diperoleh baik dari kilang dan dari butana setelah isomerisasi (35% dari bahan baku MTBE). 5) isobutene oleh dehidrasi tert-butanol, sebuah coproduct propilena sintesis oksida (proses Halcon/Arco, lihat
Propylene Oxide ) (ca.15% dari bahan baku
MTBE) . Raffinate 1 dan pseudoraffinate 1 memberikan isobutene sekitar 21% dari total produksi MTBE dunia. Saat permintaan MTBE meningkat, sumber pertama untuk dieksploitasi mungkin adalah cadangan FCC-C4. Setiap perluasan lebih lanjut dan ini juga berlaku berlaku untuk raffinate 1 rute- demikian terkait dengan pembangunan cracker baru. Bidang butana akan tumbuh lebih dari proporsionalnya. Pangsa relatif tert-butanol sebagai sumber isobutene untuk produksi MTBE, di sisi lain, diperkirakan menurun karena dibentuk sebagai coproduct yang terkait dengan permintaan propilena oksida masa depan. Raffinate 1 dan FCC-C4 dapat dimanfaatkan secara langsung dalam sintesis MTBE. Sebaliknya, isobutana harus terdehidrogenasi. Hal yang sama berlaku untuk butane setelah isomerisasi dari fraksi n-butana untuk isobutana. Sejumlah proses industri telah dibentuk selama dekade terakhir. Untuk isomerisasi butana primer, proses Butamer ini paling sering digunakan. Untuk dehidrogenasi isobutana, proses tersedia secara komersial Oleflex (UOP), Catofin (ABB Lummus Crest, Inc), STAR (Phillips Petroleum Co), dan FBD-4 (Snamprogetti SpA), pada saat ini merupakan industrial yang penting. Untuk
menghasilkan MTBE dari tert-butanol, isobutena terlebih dahulu harus diperoleh dengan eliminasi air dari alkohol sebelum olefin dapat digunakan untuk produksi eter. Metanol (
Methanol), reaktan kedua dalam sintesis MTBE, diproduksi
pada kemurnian khas > 99,9% dan digunakan secara langsung untuk sintesis eter tanpa pemurnian lebih lanjut. Perbandingan kapasitas methanol saat ini, yang berjumlah 32×106 t/a, dan permintaan metanol dari 26×106 t/a akan memungkinkan peningkatan tambahan produksi MTBE dari ca. 16×106 t/a. Sekitar 25% dari output metanol ini dikonsumsi oleh MTBE. Methyl tert-butil eter dapat diperoleh dengan penambahan metanol ke dalam isobutene dengan katalis asam. Katalis yang yang cocok adalah asam padat seperti bentonit, zeolit, dan -umum digunakan dalam skala industri produksi MTBE- acidic ion-exchange resins berpori. Reaksi eksotermis lemah dengan panas reaksi -37,7 kJ/mol. Kinetika pembentukan MTBE telah diselidiki secara intensif. Telah terbukti baru-baru ini , bahwa tingkat reaksi diamati dapat digambarkan cukup baik oleh model kinetik menurut mekanisme Langmuir- Hinshelwood dan oleh pendekatan Eley-Rideal ( ER ). Namun, model ER yang tampaknya satu paling mungkin. Model kinetik yang umum digunakan telah dikembangkan oleh REHFINGER et al. . Karena keterbatasan kesetimbangan hanya 92 %
konversi dapat dicapai dengan jumlah
molar yang sama dari isobutena dan metanol pada 333 K. Kelebihan metanol tidak hanya meningkatkan konversi isobutena tetapi juga menekan dimerisasi dan oligomerisasi . Dimerisasi dari isobutena adalah reaksi samping yang paling penting dari sintesis MTBE. Pada metanol kelebihan molar sebesar 10% , selektivitas untuk MTBE praktis 100 %. Dalam beberapa tahun terakhir, di samping Snamprogetti dan Hüls ( sekarang Oxeno ) proses proses yang dikembangkan oleh Arco, IFP, dan CDTECH ( ABB Lummus Crest dan Penelitian Kimia Licensing ) telah didirikan . Proses industri lainnya telah dikembangkan oleh DEA (sebelumnya Deutsche Texaco ), Shell
(Belanda) , Phillips Petroleum, dan Sumitomo. Saat ini lebih dari 140 pabrik MTBE dengan total kapasitas terpasang ca . 20×106 t/a berada di aliran. Reaksi antara isobutene dengan methanol membentuk MTBE, juga disertai reaksi samping pembentukan tert-butanol, yaitu reaksi antara air yang ikut umpan metanol dengan isobutene. Katalisator yang dipakai dalam reaksi ini pada umumnya adalah katalisator padat berupa resin sulfonat semisal amberlys 15 (an (an acidic ion exchance catalyst). Reaksi catalyst). Reaksi berlangsung pada fasa cair dengan kondisi operasi tekanan 10-15 atm dan suhu sekitar 50-90°C dan dijalankan di dalam reaktor Fixedbed adiabatic. Konversi bisa mencapai 97% dan dibatasi oleh kesetimbangan kimia. Semua proses memiliki kesamaan reaksi dari isobutena dengan mol methanol yang berlebih pada katalisator macroporous acidic ion exchanger pada suhu 50-90°C. Dalam proses Snamprogetti, Hüls, dan Arco, tekanan di seksi reaksi dipilih sehingga reaktan sepenuhnya dalam fasa cair, yakni antara 1,0 dan 1,5 MPa . Hal ini meningkatkan umur katalisator dengan mengurangi polimerisasi isobutena di permukaan katalisator dan meningkatkan selektivitas untuk pembentukan MTBE. Misalnya, hanya 100-200 ppm berat isobutena dikonversi menjadi diisobutene (2.2.4 - trimethylpentene-1 dan -2 ) dalam proses MTBE-Hüls. proses MTBE-Hüls. Desain bagian reaksi sangat ditentukan oleh panas reaksi, yang harus dihilangkan . Panas reaksi tergantung pada konsentrasi isobutene dalam bahan baku. Dalam tiga proses yang disebutkan (Snamprogetti , Hüls , Arco) reaktor adiabatik selalu bekerja dengan
bahan baku FCC-C4. Dalam kebanyakan pabrik-pabrik
industry, konversi isobutene dari 95-97 % sudah cukup. Sisab butena terutama digunakan untuk pembuatan bensin alkilat, didaur ulang untuk cracker, atau hanya terbakar. Jika mereka akan digunakan untuk keperluan kimia lainnya seperti produksi polimer-grade butena-1, tingkat konversi isobutena harus menin gkat secara signifikan . Untuk mengatasi batas konversi 95-97% yang ditimbulkan oleh kesetimbangan kimia maka kelebihan yang besar dari umpan metanol dapat digunakan . Sayangnya, metanol berlebih ini tetap dalam produk MTBE.
2.2 Metanol
Metanol merupakan senyawa paling sederhana dalam gugus alkohol dengan rumus molekul CH3OH. Senyawa ini merupakan cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, Metanol dikenal juga sebagai alkohol kayu karena pertama kali dibuat dari pirolisis asam yang diperoleh dari proses distilasi kayu II.3 Isobutilen
Isobutilen merupakan senyawa hidrokarbon yang penting di industri. Senyawa ini biasanya merupakan produk intermediet dari beberapa variasi produk. Isobutilen direaksikan dengan metanol dan etanol untuk memproduksi zat aditif untuk bahan bakar metil tersier butil eter (MTBE) dan etil tersier butil eter (ETBE). Alkilasi dengan butane menghasilkan isooktan, zat aditif lain. 2.4 URAIAN PROSES
Metanol 95 % dari tangki penyimpan dicampur dengan metanol recycle yang berasal dari hasil atas menara distilasi-03 kemudian diumpankan ke dalam reaktor untuk direaksikan isobutene pada suhu 90°C dan tekanan 15 atm di Reaktor. Hasil reaksi diumpankan ke dalam menara distilasi-01 untuk memisahkan rafinat isobutene yang diperoleh sebagai hasil atas. Hasil bawah MD-01 yang terdiri dari MTBE, methanol dan TBA diumpankan ke dalam menara distilasi 02. Menara distilasi 02 memisahkan MTBE dari campurannya dengan methanol dan TBA. MTBE akan diperoleh sebagai hasil atas yang kemudian ditampung ke dalam tangki produk. Sedangkan hasil bawah MD-02 dipisahkan lebih lanjut di menara distilasi 02. Hasil atas MD-03 berupa methanol yang direcycle ke dalam Reaktor dan hasil bawah berupa TBA sebagai hasil samping.
Gambar 2.4.1 Flowsheet pembuatan MTBE
2.5 MANFAAT MTBE
Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari. Nama oktan berasal dari oktana (C8), karena dari seluruh molekul penyusun bensin, oktana yang memiliki sifat kompresi paling bagus. Oktana dapat dikompres sampai volume kecil tanpa mengalami pembakaran spontan, tidak seperti yang terjadi pada heptana, pada heptana, misalnya, misalnya, yang dapat terbakar spontan meskipun baru ditekan sedikit. Beberapa angka oktan untuk bahan bakar: 1)
87 Bensin standar di Amerika di Amerika Serikat
2)
88 Bensin tanpa timbal tanpa timbal Premium Premium
3)
91 Bensin standar di Eropa, di Eropa, Pertamax Pertamax
4)
92 Bensin standar di Taiwan di Taiwan
5)
91 Pertamax
6)
95 Pertamax Plus Angka oktan bisa ditingkatkan dengan menambahkan zat aditif bensin.
Menambahkan tetraethyl lead (TEL, Pb(C2H5)4) pada bensin akan meningkatkan bilangan oktan bensin tersebut, sehingga bensin "murah" dapat digunakan dan aman untuk mesin dengan menambahkan timbal ini. Untuk mengubah Pb mengubah Pb dari bentuk padat menjadi gas pada bensin yang mengandung TEL dibutuhkan etilen bromida (C2H5Br).
Celakanya,
lapisan
tipis
timbal
terbentuk
pada
atmosfer
dan
membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia. Di negara-negara maju, timbal sudah dilarang untuk dipakai sebagai bahan campuran bensin. Zat tambahan lainnya yang sering dicampurkan ke dalam bensin adalah MTBE (methyl tertiary butyl ether , C5H11O), yang berasal dan dibuat dari etanol. MTBE murni berbilangan setara oktan 118. Selain dapat meningkatkan bilangan oktan, MTBE juga dapat menambahkan oksigen pada campuran gas di dalam mesin, sehingga akan mengurangi pembakaran tidak sempurna bensin yang menghasilkan gas CO. gas CO.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
1) MTBE adalah adalah eter yang terdiri dari gugus metil dan butil tersier dengan rumus molekul CH3OC(CH3)3. Bahan ini sangat berhasil sebagai komponen peningkat angka oktan karena mempunyai sifat yang bagus jika dicampurkan dengan hidrokarbon. 2) Metanol 95% direaksikan dengan isobutene dalam temperautr 90oC dan tekanan 15 atm menghasilkan MTBE, methanol dan TBE. Selanjutnya akan dipisahkan dengan cara distilasi untuk mengambil produk utamanya yaitu MTBE 3) MTBE biasa disebut octane booster karena fungsinya yang mampu meningkatkan bilangan oktan pada bensin. MTEB juga tidak menimbulkan kerak pada dapur pacu suatu mensin bakar 3.2 SARAN
1) MTBE sebaiknya dijauhkan dari sumber air atau sungai sungai karena akan merusak lingkungan 2) MTBE bukan satu satunya octane booster sehingga ada baiknya makalah berikutnya membahas tentang octane booster yang lebih baik seperti etanol
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kelangkaan BBM merupakan pemandangan yang dijumpai di berbagai daerah di tanah air. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil setidaknya memiliki tiga ancaman serius, yaitu : (1) menipisnya cadangan minyak bumi (bila tanpa temuan sumur baru), (2). Kenaikan/ kestabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, (3). Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil (Yuli Setyo Indartono. 2005). Semakin banyaknya pengguna bahan bakar gasoline (bensin), maka kualitas bahan bakar tersebut perlu ditingkatkan kualitas salah satunya adalah dengan menyesuaikan men yesuaikan nilai angka oktan bensin. Angka oktan menunjukkan ketahanan terhadap ketukan (knocking ). ). Pada umumnya, tiap tipe mesin mempunyai kebutuhan angka oktan yang berbeda-beda, yang tergantung pada perbandingan kompresi mesin dan faktor-faktor lainnya. Apabila angka oktan bahan bakar mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan mesin, maka akan terjadi ketukan pada mesin yang berakibat mesin cepat panas, bahan bakar menjadi boros serta mengurangi umur mesin. Menurut Sasongko dan Anggoro (2011) permasalahannya pada umumnya terletak pada nilai angka oktan bensin lebih rendah dibandingkan dengan keadaan yang diperlukan dari mesin. Hal ini dilakukan dengan menambahkan bahan (aditif) pada bahan bakar berupa organo-metalik berupa TEL (tetra ethyl lead). Akan tetapi bahan aditif ini sudah harus ditinggalkan karena bersifat mencemari lingkungan, yang diikuti kometmen nasional berupa penerapan bensin tanpa timbal (Pb). Salah satu bahan aditif pengganti TEL adalah methyl tert-butyl ether (MTBE) yang kemudian disebut dengan bensin jenis premix. Hanya saja bahan aditif tersebut didapat dari bahan berbasis fosil yaitu metanol yang bersifat non renewable (tidak terbarukan), selain itu bahan aditif MTBE merusak kualitas tanah sekitar. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan bahan aditif ETBE (ethyl tert-buthyl ether) yang disintesis berdasarkan reaksi dengan etanol sebagai bahan yang bersifat
renewable (terbarukan) karena etanol disintesis dari bahan nabati dan ETBE bersifat ramah lingkungan. Berikut merupakan karakteristik ETBE.
B. Tujuan 1. memilih alternatif proses terbaik dari proses sintesis ETBE 2. merekayasa proses sintesis ETBE untuk memperoleh hasil yang optimal 3. Menganalisis kelayakan finansial dari alternative produk dan proses yang dipilih.
II. ALTERNATIF PEMILIHAN PROSES Alternatif Teknologi Proses Produksi ETBE
Proses produksi ETBE dapat dilakukan menggunakan 3 teknologi proses yang berbeda. Penggunaan teknologi produksi ETBE berdasarkan paten yang dilakukan (Kochar & Marcell, 1981; Pucci et al., 1992; Bakshi et al., 1992; Weber de Menezes & Cataluna, 2008). Proses produksi ETBE menggunakan dua prinsip proses yaitu reaksi dan pemisahan. Reaksi terjadi pada semua teknologi proses sebagai akibat isothermal fixed bed dari katalis yang ditambahkan ke dalam reaktor. Reaksi yang terjadi pada produksi ETBE dari 2-metilpropen dan etanol dapat dilihat sebagai berikut : (CH3)2C=CH2 + C2H5OH (CH3)3COC2H5 Sedangkan proses pemisahan berbeda pada setiap teknologi proses, pemisahan dapat dilakukan dengan cara destilasi, ekstraksi atau reaksi dan separasi yang dikombinasikan pada sistem destilasi reaktif. Adapun teknologi proses yang digunakan adalah :
1. Produksi ETBE dalam reaktor isotermal dengan melakukan pemisahan secara destilasi
Proses produksi ETBE pada teknologi proses ini dilakukan dengan menambahkan fraksi C4 bersama dengan larutan etanol (kemurnian >95%) ke dalam reaktor. Kemudian akan terjadi reaksi antara C4 dan etanol yang membentuk ETBE dan pada reaktor juga terdapat TBA, etanol, dan 2-metilpropen yang tidak bereaksi serta komponen inert dari fraksi C4. ETBE akan dipisahkan dari komponen lainnya dengan proses pemisahan yang berlangsung pada dua destilasi kolom. Pada kolom pertama akan terjadi pemisahan antara ETBE dan TBA dengan sisa-sisa fraksi C4 (2metilpropen, butana, dan 1-butena) yang tidak bereaksi yang terpisah dalam bentuk destilat. ETBE dan TBA yang terdapat pada bagian bawah dari destilasi kolom pertama selanjutnya akan masuk menuju destilasi kolom kedua (Kochar & Marcell,
1981). Skema teknologi untuk produksi ETBE pada reactor isothermal dimana pemisahan produknya menggunakan metode distilasi dapat dilihat pada Gambar 1. Selanjutnya untuk aliran bahan dan kebutuhan investasi produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi dapat dilihat pada tabel 2.
Gambar 1. Skema teknologi teknologi untuk produksi ETBE pada reactor isothermal
dimana
pemisahan produknya menggunakan metode distilasi (Mikus et al 2013)
Tabel 2. Aliran bahan dan kebutuhan investasi produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi (Mikus et al 2013) Stream Mass flow (kg/jam) Temperatur (o C) Tekanan (Mpa) 1-Butane Butena 2Metilpropen Etanol Air ETBE TBA
7 992,9
C4 Distilasi 85
ETBE + TBA 539,1
Distilate 50,1
ETBE 489
40
13
85
51,8
91,1
2
0,2
0,2
0,2
0,2
1,9 0,2 96,2 1,6
Component 32,8 7,6 2
78 17,2 4,8
0,7 0,7 -
Content/mass flow % 6,8 7,2 0,4
1,7 0,2 54,7 1
-
2,9 0,3 93,7 1,7
12,8 0,9 68,8 3,1
Peralatan Ukuran Mixer (MIX) 1,4 m3h-1 Pump 1,4 m3h-1 (PUMP) Reaktor 0,25 m3 (REACTOR) Destilasi 28 stage kolom (RK1) (D=0,42 m) Destilasi 12 stage kolom (RK2) (D=0,15 m) Equipment cost
Biaya (€) 14312 2317
Bahan Steam Elektricity
Jumlah 0,99 GJh-1 2,25 kW
Biaya (€) 80387 1838
57900
Cooling water Ethanol C4 fraction Catalyst
30,8 m3h-1
251420
5,5 kmol h-1 12 kmol h-1 150 kg
523884 628661 899
144881
Total investment capital
761420
49952 20399
Material and power media costs Income (ETBE)
1487089 3074053
2. Produksi ETBE dalam reaktor isotermal dengan melakukan pemisahan secara ekstraksi
Proses produksi ETBE berlangsung pada reaktor fix bed yang mana etanol akan bereaksi dengan 2-metilpropen dari fraksi C4. Proses reaksi ini akan membentuk ETBE, selain itu juga akan terdapat etanol yang tidak bereaksi serta butana dan 1 butena (inert). Komponen inert akan dipisahkan pada kolom destilasi, sedangkan pada bagian bawah terdapat ETBE yang masih mengandung 10-30% etanol. Selanjutnya etanol akan dipisahkan dari ETBE melalui proses ekstraksi. Proses ekstraksi berlangsung dalam ekstraktor yang dioperasikan pada suhu 50o-70o C dengan tekanan 0,1-0,2 Mpa dan menggunakan air sebagai pelarut. Raffinate dari ekstraktor terdiri dari sebagian besar ETBE yang mengandung sedikit air, kemudian etanol dan air diektraksi dan diperoleh ETBE murni (Pucci et al., 1992). Skema produksi ETBE pada p ada reactor isothermal dengan pemisahan produknya menggunakan metode ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Aliran bahan dan investasi produksinya dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar 2. Skema produksi ETBE pada reactor isothermal d engan pemisahan produknya menggunakan menggunakan metode ekstraksi (Mikus et al 2013) Tabel 3. Aliran bahan dan investasi produksi ETBE dengan pemisahan secara ekstraksi (Mikus et al 2013) Stream Mass flow (kg/jam) Temperatur (o C) Tekanan (Mpa) 1-Butane Butena 2Metilpropen Etanol Air ETBE TBA Peralatan Mixer (MIXETOH) Mixer (MIXFEED) Mixer (MIXEXT)
2 992,9
S1-DE-C4 382,5
S1-ZV 610
Raffinate 570,4
Extract 670
40
13
87
94
75
2
0,2
0,2
0,2
0,2
-
Component 30,5 7,0 1
79,2 18,2 2,6
-
Content/mass flow % -
4,7 0,8 53,5 2,5 Ukuran 0,5 m3h-1
Biaya (€) 7877
7,6 1,4 87 4 Bahan Steam
7,3 90,4 2,3 Jumlah 0,75 GJ/hod
6,9 89,2 2,2 1,7 Biaya (€) 61354
1,5 m3h-1
14897
Elektricity
2,78 kW
2014
0,7 m3h-1
9574
Cooling Water
14,3 m3h-1
116429
Reactor 0,25 m3 (REACTOR) Pump 0,7 m3h-1 (PUMP 1) Pump 1,5 m3h-1 (PUMP 2) Destilasi 18 stage kolom (D=0,27 m) (SEP1-C4) Destilasi kolom (SEP2-EC) Extraction column (EXT) Equipment cost
Total investment capital
57900
Ethanol
5,3 kmol h-1
501380
3363
C4 fraction
12 kmol h-1
628661
2518
Catalyst
150 kg
899
27756
Water for extraction
0,04 m3h-1
32640
12 stage (D=0,42 m) 12 stage (D=0,3 m) 159088 Material and power media costs Income (ETBE)
30314 6283 1343377 -
3. Produksi ETBE dalam reaktor pa pass straight straight yang dikombinasikan dengan reaktor kolom destilasi katalitik
Proses produksi ETBE dilakukan dengan mereaksikan 2-metilpropen dan etanol dalam reaktor pass straight. Proses reaksi ini akan menghasilkan ETBE, 2metilpropen dan etanol yang tidak bereaksi, serta inert yang selanjutnya akan dikirim menuju reaktor kolom destilasi katalitik untuk penyempurnaan reaksi. Pada jenis peralatan ini akan terjadi kombinasi antara reaktor kimia dan unit separasi. Reaktor yang berupa zona reaktif kolom destilasi melibatkan katalis heterogen yang ditambahkan dalam sebuah fixed bed. Campuran hidrokarbon C4 dicampurkan dengan fase cair dari zona reaktif kolom destilasi kemudian dimasukkan ke dalam reaktor straight pass, dimana sekitar 85% 2-metilpropen diubah menjadi ETBE. Reaksi pencampuran dari reaktor fed ke destilasi kolom dilakukan pada zona reaktif. Komponen volatil dari reaksi pencampuran termasuk 2-metilpropen dimasukkan ke dalam zona reaktif destilasi kolom. Pada zona reaktif, sisa 2-metilpropen bereaksi dengan etanol. Aliran etanol mengandung sedikit air dari fed menuju kolom dibawah zona reaktif. Air bersama dengan inert (butana dan 1-butena) dikeluarkan dari destilasi kolom sebagai destilat. Suhu pada kolom dipertahankan pada titik didih (10-
100o C), kondisi ini tergantung pada komposisi campuran dan tekanan pada kolom (0,3-1,14 Mpa). Keseimbangan reaksi eterifikasi 2-metilpropen dipindahkan menuju formasi produk karena produk yang selanjutnya dihapuskan dibiarkan untuk mendapatkan konversi 2-metilpropen yang mencapai 100% (Bakshi et al., 1992; Pucci et al., 1992). Skema produksi ETBE pada reaktor straight pass yang dikombinasikan dengan catalytic distillation column reactor dapat dilihat pada Gambar 3 dan untuk simulasi aliran bahan dan investasi produksi dapat dilihat pada tabel 4.
Gambar 3. Skema produksi ETBE pada reaktor straight pass yang dikombinasikan dikombinasikan dengan catalytic distillation column reactor (Mikus et al 2013) Tabel 4. Aliran bahan dan investasi produksi ETBE pada reaktor pass straight yang dikombinasikan dengan reaktor destilasi kolom reaktif (Mikus et al 2013) Stream Mass flow (kg/jam) Temperatur (o C) Tekanan (Mpa) Component 1-Butane Butena 2-Metilpropen Etanol Air ETBE TBA Peralatan Ukuran
3 931,9 40 2 32,5 7,5 4,7 4,2 0,4 50,6 32,5 Biaya (€)
Waste ETBE 380 553 107,1 210,3 2 2 Content/mass flow % 79,7 18,4 0,6 0,2 0,7 1,2 1 ,2 99,1 79,7 Biaya (€) Bahan Jumlah
Mixer (MIX) Pump (PUMP) Reaktor (REACTOR) Reactive distillation
1,5 m3h-1 1,5 m3h-1
14897 2284
Steam Elektricity
0,72 GJ/hod 2,16 kW
58399 1763
0,25 m3
57900
7,8 m3h-1
63561
28 stage (D=0,42 m)
106975
Cooling water Ethanol C4 fraction Catalyst
5,7 kmol h-1 12 kmol h-1 500 kg
542935 628661 2996
(RK1) Equipment cost
182057
Total investment capital
956798
Material and power media costs Income (ETBE)
1298315 3470209
Pemilihan Teknologi Proses
Dalam pemilihan teknologi proses masing-masing teknologi proses dibandingkan dibandingkan dengan parameter perbandingan yang digunakan yaitu: kemurnian produk, produk yang dihasilkan, biaya peralatan, biaya bahan baku media, total investasi modal, dan pemasukan dari proses proses produksi ETBE tersebut. tersebut. Adapun data-data data-data kriteria yang digunakan untuk pemilihan proses ETBE dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria pemilihan teknologi produksi ETBE (Mikus et al 2013) Teknologi
Proses produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi Proses produksi ETBE dengan pemisahan secara ekstraksi Proses produksi ETBE dengan kombinasi reactor straight pass dengan distilasi kolom reaktif
Kemurnia n (%)
96.2
Hasil (kg/jam)
493
Biaya peralatan (€)
Biaya bahan baku dan media (€)
Total modal investasi (€)
Pemasuka n (ETBE) (€)
144881
1487089
761420
3074053
90.4
570
159088
1343377
-
-
99.1
553
182057
1298315
956798
3470209
Pada tabel 5 dapat dilihat perbandingan kriteria yang digunakan untuk masingmasing teknologi proses. Pada kriteria yang pertama, yaitu tingkat kemurnian, proses produksi ETBE yang dapat menghasilkan produk dengan tingkat kemurnian tertinggi diperoleh dengan mengkombinasikan reactor straight pass dengan distilasi kolom reaktif, yaitu sebesar 99.1%. selanjutnya diikuti oleh proses produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi dimana teknologi ini dapat menghasilkan kemurnian sebesar 96.2%. Yang terakhir, adalah proses produksi ETBE dengan pemisahan secara ekstraksi dimana dengan teknologi ini hanya menghasilkan ETBE dengan tingkat kemurnian 90.4%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa proses produksi ETBE dengan pemisahan secara ekstraksi menghasilkan tingkat kemurnian produk yang tidak memenuhi standar (90.4%) dimana standar kemurnian ETBE yang dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar adalah minimal sebesar 96% (Mikus et al 2013). Selanjutnya dibandingkan antara proses produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi dengan proses produksi ETBE dengan kombinasi reaktor dengan distilasi kolom reaktif. Dapat dilihat pada tabel 5, apabila ditinjau dari tingkat kemurnian dan produk yang dihasilkan maka proses produksi ETBE dengan kombinasi reactor dengan distilasi kolom reaktif memberikan hasil yang lebih unggul. Tetapi apabila ditinjau dari segi biaya peralatanya yang dikeluarkan dan total modal investasi yang harus disiapkan oleh investor maka proses produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasilah yang lebih unggul karena menghabiskan biaya yang lebih rendah. Teknologi proses produksi ETBE dengan kombinasi reactor dengan distilasi kolom reaktif mungkin memiliki biaya investasi peralan dan modal investasi yang lebih besar, tetapi dari segi biaya annual yang dikeluarkan per tahunnya, teknologi ini dapat menghabiskan biaya annual yang lebih rendah. Selain itu bila dilihat dari produk yang dihasilkan maka melalui teknologi kombinasi reactor straight pass dengan reactor destilasi kolom eaktif dapat diperoleh keuntungan yang lebih tinggi pertahunnya dibandingkan proses produksi ETBE dengan pemisahan secara distilasi.
Melalui berbagai perbandingan yang telah dilakukan berdasarkan parameter-parmeter yang telah ditentukan maka dapat dipilih teknologi yang terbaik untuk memproduksi ETBE adalah Teknologi proses produksi ETBE dengan kombinasi reactor dengan distilasi kolom reaktif. Hal ini dilihat dari segi tingkat kemurnian, kuantitas produk yang dihasilkan, biaya annual yang dikeluarkan, serta pemasukan yang dihasilkan yang diniliai lebih ungul dari yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Arfaj MA, Luyben, WL (2002) Industrial & Engineering Chemistry Research 41: 3784 — 3796. 3796. DOI: 10.1021/ie010432y. Bakshi A, Jones EM Jr, Strain BA. 1992. US Paten No. 5,248,836. U.S. Petent and Trademark Office, Washington, DC, USA. dalam Mikus V, Ridzonova M, Steltenpohl P. 2013. Fuel Additive Production: P roduction: ethyl – t t – buthyl buthyl ether, a case study. Journal Acta Chimica Slovaca. Vol 6(2): 211-226. Kochar NK, Marcell RL.1981. US Paten No. 4,334,890. U.S. Petent and Trademark Office, Washington, DC, USA. dalam Mikus V, Ridzonova M, Steltenpohl P. 2013. Fuel Additive Production: ethyl – t t – buthyl buthyl ether, a case study. Journal Acta Chimic Slovaca. Vol 6(2): 211-226. Mierka O (2012) Energetický audit, Lecture notes. Slovak University of Technology in Bratislava, Bratislava, Slovak Republic. Mikus V, Ridzonova M, Steltenpohl P. 2013. Fuel Additive Production: ethyl – t t – buthyl ether, a case study. Journal Acta Chimica Slovaca. Vol 6(2): 211-226 Pucci A, Mikitenko P, Zuliani M. 1992. U.S. Patent No. 5,348,624. U.S. Petent and Trademark Office, Washington, DC, USA. dalam Mikus V, Ridzonova M, Steltenpohl P. 2013. Fuel Additive Production: Produc tion: ethyl – t t – buthyl buthyl ether, a case study. Journal Acta Chimica Slovaca. Vol 6(2): 211-226. Sasongko S B, Anggoro D D. 2011. Pembuatan Ethyl Tert-Buthyl Ether (Etbe) Sebagai Bahan Bakar Additif Ramah Lingkungan. Simposium nasional penelitian perubahan iklim: Semarang Weber de Menezes E, Cataluna R. 2008. Fuel Processing Technology 89 : 11481152. dalam Mikus V, Ridzonova M, Steltenpohl P. 2013. Fuel Additive Production: ethyl – t t – buthyl buthyl ether, a case study. Journal Acta Chimica Slovaca. Vol 6(2): 211-226. Yuan H. 2006. ETBE as an additive in gasoline: advantages and disadvantages. Linköpings universitet: Sweden