MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT “MASALAH PENGAWASAN ARTHROPODA DAN RODENTIA” (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Masyarakat yang diampu oleh Bapak Dr. Lud Waluyo M.Kes)
Oleh: KELOMPOK 3 Nama Anggota Kelompok:
Moh. Imam Bahrul Ulum (201210070311121) Usratussyarifah
(201210070311126)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015 i
DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI ...............................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................
1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................
2
1.3 Tujuan.........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Masalah Pengawasan Arthropoda....................................
3
2.1.1 Hubungan Arthropoda dengan Kesehatan Masyarakat....
3
2.1.2 Aspek Epidemiologi...............................................................
4
2.1.3 Klasifikasi jenis vektor..........................................................
6
2.1.4 Transmisi Penyakit................................................................
9
2.1.5 Penyakit penting yang ditularkan nyamuk.........................
13
2.1.6 Arthropoda dan Penyebaran penyakit.................................
13
2.1.7 Pengendalian Vektor.............................................................
21
2.2
Masalah Pengawasan Rodentia........................................
2.2.1 Klasifikasi Rodentia.................................................
3 20
2.2.2 Hubungan Rodentia dengan Kesehatan Masyarakat dan Ekonomi 34 2.2.3 Tekhnik Pengawasan Rodentia......................................................
37
2.2.4 Metode Umum Pengendalian Rodentia.........................................
39
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan....................................................................
47
3.2 Saran..............................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
48
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Masalah pengawasan Arthropoda dan Rodentia”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Kesehatan Masyarakat di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada: 1. Bapak Drs. Lud Waluyo M.Kes, selaku dosen mata kuliah Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian tugas ini. 2. Rekan – rekan semua yang telah ikut berpartisipasi dalam membantu tugas ini, khususnya rekan – rekan satu kelompok. Penulis sadar, masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin ya Robbal ‘Alamin. Malang, 15 April 2015 Penulis
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Masalah Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury yang terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan yang berasal dari pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini, 41 orang meninggal dan juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi Mercury tersebut. Dengan alasan tersebut, interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan masyarakat. Moeller menyatakan “In it broadsense, environmental health is the segment of public health that is concerned with assessing, understanding, and controlling the impacts of people on their environment and the impacts of the environment on them”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi perhatian pada penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan dampak lingkungan pada manusia (Rahmawati, 2013). Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk
1
penanggulangan dan pencegahannya. Menurut Suyono (2010), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Salah satu tujuan kesehatan lingkungan yaitu kontrol terhadap arthropoda dan rodentia. pengendalian terhadap arthropoda ini penting dilakukan karena penularan penyakit pada manusia dapat terjadi melalui perantara vektor penyakit. Sehingga perlu adanya kegiatan pengendalian dan pemberantasan terhadap vektor penyakit. Tikus dapat membahayakan manusia karena mampu menularkan penyakit pada manusia. Sedangkan tikus mampu menularkan penyakit pada manusia dengan membawa benih penyakit, pinjal, kutu, bakteri dan parasit. Binatang dari suku Murides ini dikenal sebagai sumber beberapa penyakit zoonosis (Rahmawati, 2010).
1.5 Rumusan Masalah 1. Bagaimana masalah pengawasan arthropoda? 2. Bagaimana masalah pengawasan rodentia?
1.6 Tujuan 1. Untuk mengetahui masalah pengawasan arthropoda 2. Untuk mengetahui masalah pengawasan rodentia
2
BAB II PEMBAHASAN
2.3 Masalah Pengawasan Arthropoda 2.1.8 Hubungan Arthropoda dengan Kesehatan Masyarakat Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada darah tertentu, antara lain, demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan kaki gajah. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropodborne disease atau sering juga disebut sebagai vectorborne disease. Penyakit ini merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menimbulkan bahaya kematian. Kelas arthropoda penting dalam dunia kedokteran yang dapat menularkan penyakit pada manusia adalah kelas insekta, arachinoda, dan crustasea. Penularan penyakit dapat berlangsung secara transmisi biologis, yaitu saat terjadi proses perkembangbiakan agens penyakit atau parasit dalam tubuh vektor (Candra,2007). Pemutusan rantai penularan dari arthropodborne disease dapat dilakukan dengan mempelajari cara penularan dari penyakit yang ada. Contoh, pada penyakit kaki gajah atau filariasis, pemutusan rantai penularan dilakukan melalui case finding, yaitu dengan mencari penderita penyakit filariasis dan mengobatinya sampai sembuh karena transmisi biologis penyakit ini bersifat cyclo-developmental atau parasit filarial berkembang biak dalam tubuh manusia bukan dalam tubuh vektor nyamuk Culex. Oleh
3
karena itu, kader kesehatan masyarakat harus mengumpulkan informasi tentang penyebaran penyakit atrhropoda agar mampu mencegah penyebaran penyakit tersebut (Candra,2007). 2.1.9 Aspek Epidemiologi Ada beberapa faktor epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, diantaranya faktor cuaca, vektor, reservoir, geografis, dan faktor perilaku. Berikut penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut. 1. Cuaca Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi. Agens penyakit tertentu ditemukan terbatas pada daerah geografis tertentu karena mereka membutuhkan reservoir dan vektor untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir, dan vektor. Selain itu, perilaku manusia juga dapat meningkatkan tranmisi atau menyebabkan kerentanan terhadap penyakit infeksi. 2. Vektor Organisme yang dapat menularkan agens penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau kemanusia disebut vektor. Arthropoda merupakan vektor penting di dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik. Nyamuk merupakan vektor penting untuk penularan virus yang menyebabkan ensefalitis pada manusia. Nyamuk mengisap darah dari reservoir yang terinfeksi. Agens penyakit ini kemudian diturkan ke reservoir yang lain atau pada manusia.
4
Ricketsia merupakan parasit intraselular obligat yang mampu hidup diluar jaringan hewan dan dapat ditularkan antar hewan oleh vektor. Rat fleas, body lice, dan wood tick adalah arthropoda yang meyebabkan penularan penyakut yang disebabkan ricketsia. 3. Reservoir Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen sementara hewan itu sendiri tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropodborne disease adalah hewan yang dapat hidup bersama dengan patogen. Penyakit ricketsia merupakan arthropodborne disease yang hidup di dalam reservoir alamiah. Tikus, anjing, serigala, dan manusia merupakan reservoir untuk penyakit ini. 4. Geografis Insidensi penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung dengan daerah geografis tempat reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya agens penyakit bergantung pada iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) dan fauna lokal. Di daerah tertentu, Rocky Mountains spotted fever merupakan penyakit bakteri yang memiliki bentuk penyebaran secara geografis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi ricketsia. Tungau tersebut termasuk tungau kayu dan ricketsia yang dibawanya kemudian ditularkan kepada tungau anjing dan terbawa sampai ke bagian timur Amerika Serikat. Penyakit tersebut lebih sering terjadi di Amerika Serikat dan sangat jarang ditemukan di wilayah utara atau barat.
5
Variasi musim juga mempengaruhi penyebaran penyakit melalui arthropoda. Contoh, virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes selama musim penghujan karena musim tersebut merupakan saat terbaik bagi nyamuk untuk berkembang biak. Dengan demikian, wabah penyakit dengue ini terjadi antara akhir tahun sampai awal tahun depan (September sampai Maret). 5. Perilaku Manusia Interaksi antar manusia juga dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. Kebiasaan manusia untuk membuang sampah sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab penularan penyakit bawaan arthropoda.
2.1.10
Klasifikasi Jenis Vektor (Arthropoda)
Arthropoda berasal dari kata “arthro” dan “pous”, merupakan suatu filum kerajaan binatang. Hewan yang termasuk filum ini memiliki organ dengan lubang eksoskeleton yang bersendi dan keras serta tungkai yang bersatu. Anggota filum ini antara lain kelas Insekta, kelas Arachnida, serta kelas Crustacea, yang kebanyakan spesiesnya penting secara medis, baik itu sebagai parasit maupun sebagai vektor organisme yang dapat menularkan penyakit pada manusia. Perbedaan Karakter Perbedaan karakter atau ciri-ciri pada masing-masing kelas pada arthropoda dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
6
Tabel 2.1 Perbedaan karakter arthropoda No. 1.
Karakter
Insekta
Arachnida
Crustacea
Pembagian
Kepala, toraks, Sefalotoraks,
Sefalotoraks,
tubuh
abdomen
abdomen
abdomen
2.
Kaki
3 pasang
4 pasang
5 pasang
3.
Antena
1 pasang
Tidak ada
2 pasang
4.
Sayap
1 atau 2 pasang Tidak ada
5.
Tempat dijumpai Tanah
Tanah
Tidak ada Air
Spesies dari Setiap Kelas Kelas-kelas yang tergabung dalam filum Arthropoda memiliki spesiesnya masing-masing. Penjelasan dibawah ini merupakan gambaran dari spesiesspesies tersebut. 1. Kelas Insekta a. Mosquito (nyamuk) 1) Anophelesne 2) Culicines 3) Aedes b. Flies (lalat) 1) Houseflies (lalat rumah, Musca domestica) 2) Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus) 3) Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina) 4) Blackflies (lalat hitam, genus Simulium)
7
c. Human lice (tuma) 1) Head and body lice (tuma kepala, Pediculus humanus var capitis dan tuma badan, Pediculus humanus var corporis) 2) Crab lice (tuma kemaluan, Phthirus pubis) d. Fleas (pinjal) 1) Rat fleas (pinjal tikus) a) Rat fleas (oriental): Xenopsylla chepis Xenopsylla astila Xenopsylla brazilliensis b) Rat fleas (temperate zone): Contoh: Nospsylla fasciatus 2) Human fleas Contoh: Pulex irritans 3) Dog and cat fleas Contoh: Ctenocephalus felis e. Reduviid bugs (kissing bugs, penggigit muka) 2. Kelas Arachnida a. Ticks (sengkenit) 1) Hard Ticks (sengkenit keras, famili Ixodidae) 2) Soft Ticks (sengkenit halus, famili Argasidae)
8
b. Mites (Chiggers, famili Trombidiidae) 1) Leptotrombidium dan Trombiculid mites (tungau musim panen, tungau merah) 2) Itch mites (tungau kudis, scabies, famili Sascoptidae) 3. Kelas Crustacea Contoh kelas ini adalah Cyclops.
2.1.11 Transmisi Penyakit Agens penyebab penyakit infeksi umumnya ditularkan pada manusia yang rentan. Mekanisme penularan atau transmisi agens infeksius dapat melalui beberapa cara, yaitu dari orang ke orang, melalui udara, makanan dan air, hewan, serta vektor arthropoda. Arthropodborne Disease Arthropodborne disease merupakan suatu istilah yang mengandung arti bahwa arthropoda merupakan vektor yang bertanggung jawab atas terjadinya penularan penyakit dari satu host ke host lain. Transmisi Arthropodborne Disease Masuknya agens penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi timbulnya gejala penyakit disebut sebagai masa inkubasi. Khusus pada arthropodborne disease terdapat dua periode masa inkubasi yaitu periode pada tubuh vektor dan periode pada tubuh manusia.
9
Beberapa istilah yang digunakan pada transmisi arthropodborne disease antara lain: 1. Inokulasi Inokulasi adalah masuknya agens penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda ke dalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa 2. Infestasi Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudiian berkembang biak disebut sebagai infestasi, misalnya penyakit skabies. 3. Extrinsic Incubation dan Intrinsic Incubation Period Waktu yang diperlukan agens penyakit untuk berkembang dalam tubuh vektor disebut sebagai masa inkubasi ekstrinsik, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bekembang dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi intrinsik. Contoh, parasit malaria dalam tubuh nyamuk Anopheles memerlukan waktu 10-14 hari untuk berkembang bergantung pada temperatur lingkungan (masa inkubasi ekstrinsik), sedangkan masa inkubasi intrinsiknya dalam tubuh manusia berkisar antara 12-30 hari bergantung pada jenis plasmodium malaria. 4. Definitive Host dan Intermediate Host Vektor atau manusia akan disebut definitive host atau intermediate host bergantung pada apakah dalam tubuh vektor atau manusia tersebut terjadi perkembangan siklus seksual atau aseksual agens penyakit. Apabila yang berlangsung siklus seksual, vektor atau manuia itu disebut sebagai definitive host. Contoh, parasit malaria menjalani siklus seksual di tubuh nyamuk
10
Anopheles dan menjalani siklus aseksual pada tubuh manusia. Dengan demikian, nyamuk Anopheles merupakan definitive host, dan manusia merupakan intermediate host. Ada 3 jenis cara penularan arthropodborne disease, antara lain: 1. Kontak langsung Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang laiin melalui kontak langsung. Contoh, skabies dan pedikulus. 2. Transmisi penyakit mekanis Agens penyakt ditularkan secara mekanis oleh arthropoda, misalnya penularan penyakit diare, tifoid, keracunan makanan, dan trakoma oleh lalat. Secara karakteristik, arthropoda sebagai vektor mekanis membawa agens penyakit dari manusia yang berasal dari tinja, darah, ulkus, superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa terjadi pada permukaan tubuh arthropoda saja, tetapi bisa juga berasal dari agens yang ditelan dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui kotoran arthropoda. Agens penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah bakteri enterik yang ditularkan oleh lalat rumah. Diantara bakteri semacam itu, Salmonella typhosa, spesies lain dari salmonella, E. coli, dan Shigella dysentry merupakan agens penyakit yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat menjadi vektor agens penyakit tuberkulosis, anthraks, tularemia, dan brucellosis.
11
3. Transmisi penyakit biologis Agens penyakit mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh arthropoda, penularan semacam itu disebut sebagai transmisi biologis. Ada tiga cara transmisi biologis, yaitu: a. Propagative Agens penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi bermultiplikasi di dalam tubuh vektor. Contoh, Plague bacilli pada pinjal tikus. b. Cyclo-propagative Agens penyakit mengalami perubahan siklus dan bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda. Contoh, parasit malaria pada nyamuk Anopheles. c. Cyclo-development Agens penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak bermultiplikasi di dalam tubuh arthropoda. Contoh, parasit filaria pada nyamuk Culex dan cacing pita pada Cyclops. Parasit (dalam tubuh vektor)
Perubahan Siklus
Multiplikasi
Cyclo-development
Cyclo-propagative
Propagative
(filaria)
(pl. malaria)
(plague bacilli)
12
2.1.12
Penyakit Penting yang Ditularkan Melalui Nyamuk
Beberapa tahun terakhir ini, beberapa virus ditularkan oleh arthropoda secara biologis. Virus tersebut masuk dalam kelompok Arbovirus. Lebih dari 100 jenis virus
kelompok ini telah dapat dibedakan. Organisme ini
ultramikroskopik dan merupakan parasit obligat pada sel-sel host. Sebagian besar virus kelompok ini memanfaatkan nyamuk sebagai vektor alamiahnya. Virus paling penting adalah virus yang menyebabkan yellow fever, dengue hemorrhagic fever, ensefalitis, Colorado tick fever, dan Sandfly fever. Arthropodborne virus berkembang di daerah tropis dan meluas ke daerah subtropis. 2.1.13 Arthropoda dan Penyebaran Penyakit Di bawah ini merupakan beberapa contoh artrhropoda dan penyakitpenyakit yang disebarkannya. Mosquito (Nyamuk) Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus. Nyamuk dari genus Psorophora dan Janthinosoma yang terbang dan menggihit pada siang hari, membawa telur dari lalat Dernatobia hominis dan menyebabkan myasis pada kulit manusia atau pada mamalia lain. Berikut penjelasan mengenai spesies yang merupakan vektor penting penyebab penyakit tertentu pada manusia. 1. Malaria Vektor siklik satu-satunya untuk penyakit malaria pada manusia dan kera adalah nyamuk Anopheles. Sementara itu, penyakt malaria
13
pada burung dapat disebabkan oleh nyamuk Anopheles dan Culex. Contoh spesies yang penting diantara vektor malaria yaitu A. sundaicus (Asia Tenggara, dan Selatan, Indonesia) dan A. umbrosus (Asia Tenggara, Indonesia). Sifat suatu spesies untuk dapat menularkan penyakit ditentukan oleh: a. Keberadaannya di dekat tempat hidup manusia b. Lebih menyukai darah manusia daripada darah hewan c. Lingkungan
yang
menguntungkan
perkembangan
dan
memberikan waktu hidup cukup lama pada plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya. d. Kerentanan fisiologis nyamuk terhadap parasit. 2. Filariasis Nyamuk culex adalah vektor dari penyakit filarasis Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Di daerah tropis terdapat Culex quinquefasciatus (fatigans), yaitu nyamuk penggigit di lingkungan perumahan dan perkotaan, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar tempat tinggal manusia. Spesies ini merupakan vektor umum penyakit filariasis bancrofti yang mempunyai periodisitas nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti nonperiodesitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan. Nyamuk ini hidup di luar kota di semak-semak dan berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon. walau mengisap darah dari binatang peliharaan, mamalia, dan unggas, nyamuk ini lebih menyukai darah manusia.
14
3. Demam Kuning Demam kuning (yellow fever) merupakan penyakit virus dengan angka kematian tinggi, telah menyebar dari tempat asalnya Afrika Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia. Nyamuk yang menggigit atau menghisap darah penderita penyakit ini, dalam tiga hari pertama akan menjadi infektif, selama hidup nyamuk tersebut setelah virus yang ada dalam tubuhnya menjalani masa multiplikasi selama 12 hari. Vektor penyakit ini adalah spesies dari genus Aedes dan Haemagogus. Aedes aegypti adalah vektor utama penyakit demam kuning endemik. Nyamuk ini hidup di sekitar daerah perumahan dan berkembang biak dalam berbagai macam tempat penampungan air sekitar rumah. Larvanya tumbuh subur sebagai pemakan zat organik yang terdapat di dasar penampungan air bersih maupun air kotor. 4. Dengue Haemorragic Fever Dengue haermorragic fever adalah penyakit endemis yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan subtropis yang kadangkadang menjadi endemik. Virus penyakit ini membutuhkan waktu multiplikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. Penyakit ini khususnya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun tertama saat musim penghujan.
15
5. Ensefalitis Virus Berbagai tipe penyakit ensefalitis ditularkan oleh nyamuk spesies Culex dan Aedes dan kadang-kadang oleh nyamuk Anopheles dan Mansonia. Penyakit ensefalitis Japanese B ditularkan oleh spesies Culex pipiens, C. var pallens, C. tritaeniorhynchus, dan Aedes aegypti yang reservoir alaminya adalah hewan peliharaan mamalia. Penyakit ini terkadang dapat berjangkit sebagai penyakit endemik dengan angka kematian yang tinggi. Di Amerika Serikat bagian tengah dan barat, penyakit ensefalitis St. Louis ditularkan terutama oleh nyamuk Culex tarsalis dan C. pipiens. Reservoir utama nyamuk ini dalah burung peliharaan. Houseflies (Lalat Rumah) Lalat rumah, Musa domestica, hidup di sekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Keseluruhan lingkaran hidupnya berlangsung antara 10 sampai 14 hari, dan lalat dewasa dapat hidup selama kira-kira 1 bulan. Larva lalat ini terkadang menyebabkan myasis usus, saluran kencing, dan saluran kelamin. Lalat merupakan vektor mekanis bakteri patogen, protozoa, dan telur serta larva cacing. Luasnya penularan penyakit yang disebabkan oleh lalat di alam sulit ditentukan. Lalat rumah dipandang sebagai vektor penyakit tifus abdominalis, salmonellosis, kolera, disentri, dan amuba., tuberkulosis, pemyakit sampar, tularemia, anthraks, frambusia, konjungtivis, demam undulans, tripanosomiasis, dan penyakit spirokaeta.
16
Sandflies (lalat pasir) Lalat pasir merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci, dan bartonellosis. Leishmania donovani penyebab penyakit Kalaazar; L. braziliensis penyebab leishmaniasis Amerika. Tsetse flies Lalat Tsetse merupakan vektor penting penyakit tripanosomiasis pada manusia dan hewan peliharaan. Paling sedikit terdapat tujuh spesies dari lalat ini yang menjadi vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan. Vektor untuk Trypanosoma rhodesiense adalah lalat Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes. Sementara vektor utama untuk penyakit tidur (Sleeping sickness) adalah lalat G. palpalis fuscipes. Blackflies (Lalat Hitam) Blackflies adalah hewan yang menjadi vektor penyakit onkosersiasis di Afrika berasal dari spesies Simulium damnosum dan S. neavei, sedangkan di Amerika adalah S. metallicum dan S. callidum. Head Lice, Body Lice, dan Crab Lice Tuma badan merupakan vektor tifus epidemik dan epidemik relapsing fever di Eropa fan amerika Latin. Tuma tipe ini akan terinfeksi Rickettsia prowazeki, jika menghisap darah penderita yang mengandung organisme ini. Rickettsia tersebut kemudian berkembang biak dalam epitel almbung tuma dan dikeluarkan bersama tinja. Tuma tetap infektif selama hidupnya. Infekai pada manusia biasanya terjadi karena adanya kontaminasi tinja atau badan tuma yang terkoyak pada luka, kulit yang lecet, atau lapisan mukosa.
17
Fleas (Pinjal) Pinjal hanya penting dalam dunia kedokteran jika berhubungan dengan penularan penyakit sampar dan tifus endemik. Pinjal juga bertindak sebagai hospes perantara parasit. 1. Penyakit Sampar Penyakit sampar ditularkan oleh pinjal tikus dari spesies Xenopsylla cheopis merupakan vektor yang paling penting, pinjal ini mudah menularkan penyakit dan tetap infektif untuk waktu yang lama dan tersebar luas. Spesies lain penting hanya untuk daerah tertentu di berbagai bagian dunia. Pinjal spesies Pulex irritans pernah dilaporkan menularkan penyakit sampar dari penderita yang meninggal akibat penyakit ini dan merupakan vektor sampar yang penting di daerah Andes, Chili. 2. Tifus Endemik Penyebab tifus endemik adalah Rickettsia prowuzeki var typhi. Organisme ini ditularkan dari tikus ke tikus lain dan dari tikus ke manusia oleh pinjal spesies Xenopsylla cheopis dan Nosopsyllus fasciatus. Satu kali menghisap adarah penderita penyakit ini dapat menyebabkan pinjal infektif selama hidupnya. Rickettsia prowuzeki var typhi dikeluarkan bersama tinja. Infeksi dapat terjadi karena luka gigitan atau kulit lecet yang terkontaminasi oleh pinjal infektif. Reduviid Bugs (Kissing Bugs) Berbagai spesies reduviid merupakan vektor yang penting untuk Trypanosoma cruzi (organisme penyebab penyakit Chagas) dan untuk T.
18
rangeli yang ternyata tidak patogen bagi manusia. Kebanyakan reduviid mampu menularkan penyakit, tetapi hanya beberapa spesies saja yang merupakan vektor yang efektif. Vektor yang paling penting adalah Triatoma infestans, Panstrongylus megistus, dan Rhodnius prolixus. Ticks (Sengkenit) Sengkenit telah dikenal sebagai vektor penyakit sejak tahun 1893, Smith dan Kilbourne menemukan spesies Boophilus annulatus sebagai vektor penular demam Texas pada lembu. Beberapa spesies sengkenit tidak saja dapat menularkan penyakit saat dalam sengkenit menjalani stadium metamorfosisnya, tetapi juga melalui telur, kepada generasi sengkenit berikutnya. Penularan penyakit ini pada binatang peliharaan akan menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Sengkenit dapat menjadi vektor berbagai macam penyakit pada manusia, misalnya pada penyait Rickettsia, penyakit virus, penyakit bakteri, dan penyakit spirokaeta. 1. Penyakit Rickettsia Contoh-contoh penyakit Rickettsia, antara lain: a. American spotted fever Agens penyakit ini adalah Rickettsia ricketsii. Vektor untuk penyakit ini antara lain dari genus Amblyomma (A. americanum, A. cajennense, A. ovale, dan A sriatum). b. Boutonneuse fever Agens penyakit ini adalah Rickettsia conorri. Vektor penyakit ini antara lain Amblyomma hebracum dan Rhipicephalus sanguineus.
19
c. African tick fever Agens penyakit yaitu Rickettsia conorri. Sengkenit yang menjadi vektor
penyakit
ini
antara
lain
Amblyomma
hebraeum,
Haemphophysalis leachi, dan Hyaloma aegyptium. 2. Penyakit Virus Contoh-contoh penyakit virus, antara lain: a. Colorado tick fever Vektor: Dermacentor andersoni b. Demam berdarah (Hemorrhagic fever) Agens penyakit ini adalah virus DHF. Vektor: Hyalomma marginatum, H. anatolicum, dan Dermacentor pictu. 3. Penyakit Bakteri a. Relapsing fever Agens penyakit: Borrelia duttoni. Vektor penyakit ini adalah genus Ornithodoros (O. erraticus, O. hermsi, O. morocanus, O. moubata dan O. talaje) b. Tularemia Vektor penyakit ini adalah Amblyomma americanum, Ixodes rincinus, dan Dermacentor albipictus. Mites (Tungau) Tungau adalah vektor untuk penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsuhgamushi. Gigitan tungau pada manusia meyebabkan luka bernanah yang disertai dengan demam remiten, limfadenitis, dan suatu eritema yang merah sekali. Tungau yang
20
menjadi vektor utama penyakit ini adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis. Tungau menularkan penyakit pada tikus ladang di Jepang dan beberapa tikus rumah di Taiwan dan Indonesia.Manusia merupakan hospes secara kebetulan karena larva tugau melekatkan diri pada pekerja di ladang. Cyclops Cyclops adalah hospes perantara dari Dracunculus mendinensis, caccing cestoda dan cacing nematoda (Candra,2007).
2.1.14 Pengendalian Vektor Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut. Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan : a. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang disebabkan oleh virus. b. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama untuk penyakit parasiter c. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit dikendalikan. d. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
21
e. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang bersayap. Ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pengendalian arthropoda antara lain: Pengendalian Lingkungan Strategi ini dilaksanakan atas dasar ekologi vektor, sehingga diketahui berbagai karakteristik vektor seperti habitat, usia hidup, probabilitas terjadi infeksi pada manusia, kepekaan vektor terhadap penyakit. Atas dasar ini dapat dibuat strategi pengendalian yang menyeluruh dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dan kerjasama sektoral. Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda
karena
hasilnya
dapat
bersifat
permanen.
Contoh,
membersihkan tempat-tempat hidup atrhropoda (Candra,2007). Pengendalian Kimia Pada pengendalian ini, dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida
seperti
organofosfatsida.
golongan
Namun
organoklorin
penggunaan
dan
insektisida
golongan ini
sering
menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan (Candra,2007). Pertumbuhan penduduk yang cepat membutuhkan lebih banyak lahan untuk bercocok tanam, bermukim dan berkarya, sehingga terjadi sarang0sarang insekta baru terutama didaerah kumuh, persawahan, persampahan, dan drainase (Juli, 2009).
22
Pengendalian Biologi Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan (Candra, 2007). A compelling motivation for adoption of biological control is reduced ongoing expenditure for pesticides, labor, specialized equipment, and – potentially – a permanent return to ecological conditions more similar to those seen before the arrival of the pest ( Boettner,2000). Motivasi yang menarik untuk adopsi pengendalian hayati adalah pengeluaran berkelanjutan dikurangi untuk pestisida, keselamatan tenaga kerja, peralatan khusus, dan berpotensi permanen kembali ke kondisi ekologi yang lebih mirip dengan yang terlihat sebelum kedatangan hama. ( Boettner,2000). Menurut Juli Soemirat; 2009 pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni : a. Memelihara musuh alaminya Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
23
Paul DeBach, a student of Smith’smade major experimental contributions towards evaluating natural enemy impact on target pest populations. Most notably DeBach used pesticide exclusion (i.e., removal of natural enemies with insecticides to demonstrate their regulatory effect), physical exclusion (i.e., the use of field cages to exclude natural enemy access to pest populations), and biological exclusion (i.e., the removal of ants to allow natural enemies access to honeydew producing pests). Current research efforts use similar experimental techniques and use refined theoretical concepts to build upon this historical foundation (Hoddle, 2012). Paul DeBach, seorang mahasiswa dari Smith’s membuat eksperimental kontribusi terhadap mengevaluasi dampak musuh alami pada populasi hama sasaran. Terutama DeBach digunakan pengecualian pestisida (yaitu, penghapusan musuh alami dengan insektisida
untuk
mendemonstrasikan
efeknya
peraturan),
pengecualian fisik (yaitu, penggunaan Lapangan kandang untuk mengecualikan alam musuh akses ke populasi hama) dan pengecualian
biologis
(yaitu,
penghapusan
semut
untuk
membolehkan akses musuh alami ke penghasil hama Melon). Upaya penelitian saat ini menggunakan teknik eksperimental yang sama dan menggunakan konsep teoritis halus untuk membangun atas dasar ini sejarah (Hoodle,2012).
24
b. Mengurangi fertilitas insekta Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji. Pengendalian Rekayasa Pengendalian rekayasa pada hakekatnya ditujukan untuk mengurangi sarang insekta dengan melakukan pengelolaan lingkungan, yakni melakukan manipulasi dan modifikasi lingkungan. Manipulasi adalah tindakan sementara sehingga keadaan tidak menunjang kehidupan vektor. Sebagai contoh adalah niveau air atau membuat pintu air sehingga salinitas air dapat diatur. Modifikasi adalah tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan secara permanen, seperti pengeringan, penimbunan genangan, perbaikan tempat pembuangan sampah sementara atau akhir (TPS, TPA), dan kontruksi serta pemeliharaan saluran drainase (Juli Soemirat, 2009). Pengendalian genetik Dalam pendekatan ini, ada beberapa tekhnik yang dapat digunakan diantaranya
steril
technique,
choromosomal translocation.
25
cytoplasmic
incompatibility,
dan
Pengendalian Arthropoda Berikut beberapa tekhnik pengendalian yang dapat diterapkan pada masingmasing arthropoda. Pengendalian nyamuk Didalam upaya pengendalian nyamuk, beberapa metode yang dapat digunakan antara lain tindakan anti larva, tindakan terhadap nyamuk dewasa, dan tindakan terhadap gigitan nyamuk. Untuk tindakan anti larva, metode berikut dapat diterapkan yaitu: 1. Pengendalain lingkungan 2. Pengendalian kimia debgan menggunakan mineral oils, paris green, insektisida sintesis, misalnya fenthion dan malathion. 3. Pengendalian biologi Sementara itu, didalam upaya pengendalian terhadap nyamuk dewasa, beberapa metode yang dapat dilakuakn yaitu: 1. Residual sprays 2. Space sprays yaitu penyemprotan ruang menggunakan ekstrak pyrethrum ataupun residual insektisida. 3. Pengendalian genetik dengan menggunakan steril male technique dan sex distortion.
26
Untuk pengendalian terhadap gigitan nyamuk, dapat dilakukan tindakan-tindakan berikut ini. 1. Pemasangan kelambu 2. Pelaksanaan screening 3. Penggunaan repellent (penolak nyamuk) yang mengandung zat kimia diethyltoluamide, indalon atau dimethyl karbote. Pengendalian Lalat Rumah Didalam upaya pengendalian lalat rumah, beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu pengendalian lingkungan, pengendalian insektisida, fly papers, perlindungan terhadap lalat, dan pendidikan kesehatan. Berkaitan dengan pengendalian yang menggunakan insektisida, teknik-teknik berikut dapat digunakan yaitu: 1. Residual sprays yang menggunakan bahan kimia DDT 5 %, methoxychlor 5%, lindane 0,5 %, dan chlordane 2,5 %. 2. Baits yang menggunakan bahan kimia diazinon, malathion dan dichlorvos. 3. Cords and ribbons Cord dan ribbon dapat mengandung bahan diazinon, fenthion, atau dimethoate. 4. Space Sprays yaitu metode penyemprotan ruangan menggunakan pyrethrine, DDT, atau BHC
27
Tabel. Pengendalian lalat rumah dengan insektisida Dosis g/ m2
Residual spray
Durasi (bulan)
DDT
1-2
12-26
Lindane
0,5
3
Malathion
2
3
Pengendalian Lalat Pasir Teknik yang digunakan dalam pengendalian lalat pasir adalah penggunaan insektisida dan sanitasi lingkungan. DDT 1-2 g/m2 dan Lindane dapat digunakan sebagai insektisida untuk mengendaliakn populasi lalat pasir (Heru,1995). Pengendalian Lalat Tsetse Terdapat 4 teknik dalam pengendalian lalat tsetse diantaranya penggunaan insektisida, pembabatan tumbuhan, game destruction stsu lombs pemusnahan lalat tsetse secara besar-besaran di benua Afrika, dan pengendalian genetik. Pengendalian Tuma Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida yaitu DDT dan Maalthion 0,5 % atau dengan menerapkan personal higiene pada setiap individu. Pengendalian Skabies Penyebaran penyakit skabies dapat dikendalikan melalui penggunaan bahan-bahan kimia antara lain benazyl benzoate 25%, BHC 0,5%, tetmosol 5 %, dan sulfur ointment 2,5-10%.
28
Pengendalian Pinjal Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan insektisida DDT, Diazinon 2 %, dan Malathion 5%, penggunaan repellent, dan pengendalian terhadap hewan pengerat. Pengendalian Sengkenit dan Tungau Insektisida, pengendalian lingkungan dan perlindungan terhadap pekerja merupakan tindakan yang tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit yang disebabkan sengkenit dan tungau. Pengendalian Cyclops Untuk mengendalikan populasi cyclops yaitu dengan pengendalian fisik melalui penyaringan dan pemasakan air (minimak sampai suhu 600 C), pengendalian kimia yaitu dengan penggunaan khlorine 5 ppm, lime (batu kapur), dan Abate (1mg/liter) dan pengendalian biologis melalui pemeliharaan ikan. Pemantauan Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian tampak bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor saat ini akan ditujukan untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit yang ada. Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara kontinu menjadi sangat penting.
29
Pengendalian secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu. Untuk ini diperlukan berbagai parameter pemantauan dan pedoman tindakan yang perlu diambil apabila didapat tanda-tanda akan terjadinya kejadian luar biasa/wabah. Parameter vektor penyakit yang dipantau antara lain adalah : 1. Indeks lalat untuk kepadatan lalat 2. Indeks pinjal untuk kepadatan pinjal 3. Kepadatan nyamuk dapat dinyatakan sebagai Man Biting Rate (MBR), indeks container, indeks rumah, dan/atau indeks Breteau Tindakan khusus diambil apabila kepadatan insekta meningkat cepat dan dikhawatirkan akan terjadi wabah karenanya. Tindakan sedemikian dapat berupa : a. Intensifikasi pemberantasan sarang seperti perbaikan saluran drainase, kebersihan saluran dan reservoir air, menghilangkna genangan, mencegah pembusukan sampah, dan lain-lain. b. Mobilisasi masyarakat untuk berperan serta dalam pemberantasan dengan memelihara kebersihan lingkungan masing-masing c. Melakukan penyemprotan insektisida terhadap vektor dewasa didahului dengan uji resistensi insekta terhadap insekta yang akan digunakan (Juli,2009).
30
2.2 Masalah Pengawasan Rodentia 2.2.1 Klasifikasi Rodentia (Binatang Pengerat) Binatang pengerat dapat diklasifikasikan menjadi dua, rodent domestik dan rodent liar. 1. Binatang Pengerat Domestik Rodent
domestik
merupakan
binatang
pengerat
yang
kehidupannya berhubungan erat dengan kehidupan manusia dan sering menimbulkan masalah besar bagi kesehatan masyarakat. Berikut beberapa contoh spesies yang termasuk dalam kategori ini a. Tikus Loteng atau roof rat (Rattus rattus) Tikus ini memiliki pergerakan yang terbatas. Tikus ini pemanjat yang baik dan terutama hidup di atap-atap rumah. Di beberapa tempat, tikus ini membuat Iubang-lubang persembunyian. Tikus ini juga dapat hidup di dalam kapal. b. Tikus Norwegia (Rattus norwegicus) Tikus ini termasuk dalam golongan hewan semidomestik dan sering ditemukan di parit, saluran air kotor, maupun di rumah. c. Tikus rumah (Mus musculus) Tikus hitam (Rattus rattus) ditemukan di Eropa, penyebarannya meluas sampai abad ke-11, dan berkurang setelah kedatangan tikus Norwegia. Tikus ini lebih ringan dari pada tikus Norwegia dan telinga serta ekomya lebih panjang. Sesuai dengan namanya (tikus loteng atau roof rat), tikus ini sering menempati atap bangunan dan sangat cekatan dalam memanjat dan mencari pintu masuk ke
31
bangunan dan sangat cekatan dalam memanjat dan mencari pintu masuk ke bangunan melalui ventilator, pintu yang terbuka, jendela loteng, dan lain-lain, setelah terlebih dulu mencapai bangunan melalui dahan pohon, kawat listrik dan sebagainya. Rattus rattus mempunyai 3 subspesies, yaitu : 1. Rattus rattus alexandrinus (tikus alex atau tikus abu) 2. Rattus rattus frugirorus (tikus buah atau tikus pohon) 3. Rattus rattus (tikus hitam). Ketiga subspesies ini umumnya menyerupai tikus loteng. Namun, karena warnanya bervariasi dari hitam, coklat, sampai abu-abu, agak sulit untuk mengidentifikasi tikus tersebut. Tikus loteng lebih suka makan padi-padian dan makanan yang dibuat dari beras. Jika tidak ada padi-padian, tikus itu akan mencari makanan lain. Kotoran yang dihasilkan tikus tersebut lebih sedikit dari pada yang dihasilkan tikus Norwegia. Tikus loteng lebih sering terdapat di daerah perdesaan. Tikus Norwegia atau biasa disebut tikus coklat, berasal dari Cina Barat dan pertama kali ditemukan di Eropa pada sekitar tahun 1727. Pada pertengahan abad ke-18, spesies ini berkembang pesat dan bermigrasi ke Amerika. Tikus ini banyak terdapat di kota dan sering terlihat di dalam bangunan, sebagai tikus loteng, atau di selokan dan di dermaga. Karena ukurannya yang besar, tikus ini dapat memusnahkan
spesies
lain
dengan
cara
mendatangi
dan
memangsanya. Tikus Norwegia berwarna coklat keabu-abuan dan memiliki ekor dan telinga yang pendek serta badan yang pendek
32
gemuk. Hewan ini bersembunyi dan bersarang di bawah tanah juga dibawah timbunan sampah. Makananya sangat bervariasi mulai dari sampah, padi-padian, sayur-sayuran, daging, sampai makanan yang biasa dikonsumsi manusia. Tikus Norwegia berkembang pesat di tempat yang memiliki banyak persediaan makanan atau di pelabuhan. Tikus betina muda akan berkembang biak pada usia 3-4 bulan dan mengandung selama 22 hari. Tabel 9.1 Tanda-tanda binatang pengerat dewasa komensal
Badan
Rattus rattus
Rattus norwegicus
Kecil dan lansing
Berat dan agak besar
Moncong
Panjang dan lancip
Lebar dan tumpul
Ekor
Lebih panjang dari
Lebih panjang dari
pada panjang
pada panjang kepala
kepala + badan
+ badan
Telinga
Besar
Kecil
Mata
Besar dan menonjol
Kecil
Berikut beberapa kebiasaan yang sering ditemukan pada tikus. 1. Senang ditempat yang banyak makanan atau sisa-sisanya. 2. Keluar pada malam hari. 3. Dapat memanjat tali yang vertikal atau meniti kawat yang horiontal. 4. Dapat memanjat atau masuk ke dalam pipa berdiameter 2-10 cm. 5. Dapat meloncat secara vertikal setinggi 90 cm atau meloncat secara horionta l, 2 m.
33
6. Dapat melompat dari ketinggian 15 meter tanpa cedera. 7. Jarak terjauh antara lubang atau sarang tikus dan lokasi sasaran adalah sekitar 7, 5 m (Chandra, 2007). 2. Binatang Pengerat Liar Berikut beberapa spesies dari golongan rodent liar yang paling banyak ditemukan. a. Tatera indica, merupakan hospes reservoir alami dari penyakit sampar. b. Bandicota bengalensis varius (Gunomys Kok). c. Bandicota indica d. Millardia meltada e. Millardia gleadowi f. Mus booduga 2.2.2 Hubungan Rodentia dengan Kesehatan Masyarakat dan Ekonomi Binatang Pengerat dan Hubungannya dengan Kesehatan Masyarakat Tikus domestik dan binatang pengerat lain, karena distribusinya yang luas dan hubungannya dengan manusia, berpotensi menyebarkan penyakit yang penting. Penderitaan yang ditimbulkan akibat tikus ini yang ringan berupa rasa tidak enak pada tempat bekas gigitan sampai keadaan yang serius, seperti typhoid murine fever, dan yang fatal seperti pes bubonic. Demam gigitan tikus, sesuai dengan namanya ditularkan ke manusia melalui gigitan binatang yang terinfeksi oleh binatang pengerat. Walaupun memiliki angka presentase kasus yang rendah, penyakit ini
34
sering menjadi masalah kesehatan dibeberapa daerah perkotaan tempat ratusan orang digigi oleh binatang pengerat setiap tahunnya. Penyakit Weil atau hemorragic jaundice mungkin ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi atau akibat kontak dengan tikus atau ekstreta tikus yang infeksius. Tikus dapat berperan dalam penularan berbagai macam penyakit seperti disentiy amuba, cacing trichinosis, dan sebagainya. Tikus rumah (Mus musculus) dikenal sebagai reservoir pada rickettsial pox dibagian timur laut Amerika dan diketahui dapat berperan sebagai reservoir penyakit pes (Chandra, 2007). Sejumlah penyakit yang dihubungkan atau ditularkan melalui binatang pengerat, antara lain: 1. Penyakit akibat bakteri Contoh: sampar atau pes, tularemia, dan salmonelosis. 2. Penyakit akibat virus Contoh: lassa fever haemorragic fever, dan ensefalitis. 3. Penyakit akibat Rickettsia Contoh: scrub typhus, murine typhus, dan rickettsial pox. 4. Penyakit akibat parasit Contoh: Hymenolepis diminuta, leishmaniasis, amebiasis, trichinosis, dan penyakit chagas. 5. Penyakit lain Contoh: demam gigitan tikus, leptospirosis, histoplasmosis, dan ring worm (kurap).
35
Berikut beberapa tipe kontak dengan tikus dan contoh penyakit yang ditularkan akibat kontak tersebut. a. Melalui gigitan tikus, misalnya, rat bit fever. b. Melalui kontaminasi pada makanan atau air, misalnya salmonelosis dan leptospirosis. c. Melalui pinjal tikus, misalnya, sampar dan tifus.
Binatang Pengerat dan Hubungannya dengan Faktor Ekonomi Biaya yang dibutuhkan atau dihabiskan oleh tikus ini sangat besar. Suatu hasil penilaian yang konservatif menyatakan bahwa jumlah populasi tikus sama dengan jumlah populasi manusia di Amerika Serikat dan setiap tikus itu dapat mengonsumsi makanan sedikitnya 1 ons per hari. Binatang pengerat mungkin dapat mengonsumsi segala sesuatu yang praktis dimakan oleh manusia ataupun ternak. Jika tikus menggantungkan hidupnya hanya pada terigu, hewan tersebut diperkirakan membutuhkan hampir 5000 ton persediaan makanan per hari (jumlah per tahunnya diperkirakan sekitar >$100.000.000). Tikus-tikus ini merusak bahan makanan dan menyebabkan turunnya nilai ekonomis produk makanan yang dibuat bahan makanan tersebut. Amerika dan badan-badan pengawas makanan terpusatnya telah memberikan perhatian khusus pada makanan yang terkontaminasi oleh tikus dan mengharuskan makanan semacam itu disingkirkan atau dibuang (Chandra, 2007).
36
2.2.3 Tekhnik Pengawasan Rodentia Keberadaan tikus di suatu tempat dapat diketahui dengan beberapa cara, walau pada umummnya ditandai dengan adanya benda yang rusak. Penentuan yang akurat akan adanya infestasi tikus dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap bahan makanan atau aktivitas sarang dan tanda-tanda pergerakan tikus dari sarang ke daerah makanan. Hal yang perlu diperhatikan adalah tikus pada umumnya hanya berada dalam radius sekitar 100 meter dari lokasi sarangnya, sedangkan tikus rumah biasanya berada sekitar 30 kaki dari sarangnya. Tanda-tanda yang dapat diamati untuk mengevalusi perluasan infestasi tikus, antara lain: 1. Bekas gigitan atau gerogotan tikus Tikus yang sering menggerogoti sesuatu, gigi depannya dengan cepat menjadi pendek. Untuk mendapatkan makanan, tikus menggerogoti pintu, kontak, tas, dan tempat penyimpanan lainnya. 2. Liang Tikus Norwegia lebih suka bersarang dibawah tanah. Liangnya sering terdapat di sepanjang pagar, dekat pondasi bangunan, disekitar tempat penyimpanan padi, dan di bawah lempengan beton atau tembok. Liang yang baru tampak bersih dan licin. 3. Kotoran atau feses tikus Kotoran tikus akan tertinggal di sepanjang tempat yang didatanginya, misalnya, di tempat penyimpanan makanan dan air atau di pelabuhan.
37
Kotoran itu berukuran panjang sekitar 3/4 inci dan mudah dibedakan dari kotoran tikus rumah yang bentuknya menyerupai biji gandum. 4. Jalan yang dilalui tikus Tikus mengikuti alur kltusus sepanjang waktu selama perjalananya dalam liang atau sarang menuju ke tempat penyimpanan makanan dan air. Jalan yang masih sering dilaluinya tanlpak terang dan bersih. Alur di luar liang tampak bebas dari tumbuh-tumbuhan. 5. Jejak kaki dan ekor Jejak tikus sering terlihat pada lumpur dan pada beberapa produk makanan seperti tepung. 6. Tanda-tanda gerogotan Tikus loteng umumnya memanjat bagian belakang dan dasar dari bangunan dan berjalan di sepanjang palang kayu. Ketika berjalan melewati tempat tersebut, tikus itu akan berayun-ayun di bawah palang kayu. Lemak dan kotoran dari tubuh tikus akan berakumulasi pada permukaan liang membentuk tanda hitam pada ayunan. Tandatanda semacam itu juga dapat dilihat pada pipa atau saluran yang dilewatinya. 7. Kumpulan tanda Bau tikus, wama urine, tempat hidup tikus, atau bangkai tikus yang mati di sarangnya dan di tempat penyimpanan makanan dapat dijumpai pada pengamatan dari perjalanan infestasi tikus (Chandra, 2007).
38
2.2.4 Metode Umum Pengendalian Rodentia Metode pengendalian binatang pengerat yang sering dipakai, antara lain:
1. Pemusnahan tikus dengan memanfaatkan musuh alami 2. Sanitasi 3. Perangkap 4. Penggunaan rodentisida 5. Fumigasi 6. Kemosterilan 7. Rat proofing Pemusnahan Tikus dengan Pemanfaatan Musuh Alami Musuh alami binatang pengerat, misalnya, anjing, kucing, ular, dan burung pemangsa. semuanya dapat membantu mengurangi jumlah tikus dan tikus besar yang biasanya tidak terbukti membahayakan manusia. Kucing terkadang cukup efektif, tetapi hampir semua kucing sifatnya pemalas dan hanya memakan makanan yang masih baik. Kucing baru mau memangsa tikus Norwegia apabila tikus itu mendekatinya. Anjing terutama jenis smallfox dan keturunannya sangat berperan dalam mengurangi
populasi
tikus,
tetapi
sarang
tikus
dan
tempat
persembunyiannya sulit dimasuki oleh anjing. Burung elang dan sejenisnya dapat menghancurkan dan memangsa beberapa jenis binatang pengerat, tetapi banyak dari burung tersebut yang diburu oleh manusia (Chandra, 2007).
39
Sanitasi Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan senjata paling ampuh untuk memberantas tikus secara alami. Di beberapa tempat, jumlah tikus sangat tergantung pada banyak tidaknya jumlah makanan dan air serta tempat persembunyian. Semakin banyak makanan, semakin bertambah populasi tikus. Sebaliknya, apabila jumlah makanan berkurang, populasi tikus pun ikut berkurang dengan cepat. Berikut beberapa cara untuk menerapkan sanitasi lingkungan. 1. Penyimpanan, pengumpulan, dan pembuangan sampah dengan benar. 2. Penyimpanan bahan makanan dengan baik dan benar. 3. Konstruksi bangunan yang anti-tikus, demikian juga dengan gudang dan tempat penyimpanan barang. 4. Pemusnahan lubang atau sarang tikus dengan cara menyumbat lubang secara total (Chandra, 2007). Penggunaan Perangkap Penggunaan perangkap merupakan cara pengendalian tikus yang mudah. Cara ini dapat mengurangi jumlah tikus komensal tetapi bersifat sementara. Sebaiknya jumlah perangkap yang diletakkan minimal 5% dari jumlah populasi manusia. Wonder trap, suatu perangkap yang dikembangkan oleh The Haffkine Institute, Bombay, dipercaya dapat menangkap sebanyak 25 ekor tikus sekali pasang. Perangkap biasanya diberi umpan dengan makanan makanan asli lokal.
40
Tikus yang terperangkap harus dimusnahkan. Pemusnahan ini dapat dilakukan dengan cara membenamkan mereka ke dalam air. Tikus adalah binatang yang memiliki naluri curiga dan dapat segera bersifat trap wise dan menghindari umpan perangkap. Oleh karena itu, penangkapan dipandang sebagai metode tambahan dalam pemberantasan binatang pengerat yang lain (Chandra, 2007). Pemanfaatan Rodentisida Pengendalian binatang pengerat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau biasa disebut sebagai rodentisida. Terdapat dua jenis rodentisida yang biasa digunakan, antara lain: a. Tipe single dose (akut)
Dosis akut ini sifatnya letal terhadap tikus. Tikus akan mati sesudah makan rodentisida ini satu kali saja. b. Tipe multiple dose (kumulatif)
Tipe pengendalian dengan rodentisida semacam ini memerlukan pemberian yang berulang selama 3 hari atau lebih.
41
Berikut pengelompokan rodentisida akut dari Expert Committee WHO (19730). 1. Rodentisida yang memerlukan perlakuan biasa Red Squill Norbronide Zinc phosphide 2. Rodentisida yang memerlukan perhatian maksimal Natrium fluoroasetat (persenyawaan 1080) Fluoroacetamide Strychine 3. Rodentisida yang terlalu berbahaya untuk digunakan Arsenik trioksida Phosphorus Thallium sulfat ANTU Gophacide Berikut beberapa contoh penggunaan rodentisida untuk mengendalikan populasi tikus. 1.
Barium karbonat Zat ini berbentuk bubuk putih. tidak rnemiliki rasa, dan harganya
sangat murah. Cara menggunakannya adalah dengan mencampurkan zat ini bersama tepung beras dengan perbandingan 1:4. Campuran tersebut ditambah air sampai membentuk adonan yang kemudian dibuat menjadi bulatan-bulatan seperti kelereng untuk umpan. Umpan racun kemudian
42
diletakkan di dekat lubang tikus dan di tempat gelap, tempat-tempat yang terpisah. Tikus yang memakan umpan tersebut akan mati dalam 1-24 jam. Barium karbonat merupakan rodentisida lemah dan penggunaannya tidak dianjurkan lagi. 2.
Zinc phosphide Zinc phosphide merupakan rodentisida yang efisien. Apabila basah,
zat kimianya secara lambat membentuk phosphine yang mengeluarkan bau bawang putih dan merupakat repellent bagi manusia dan hewan peliharaan domestik. Namun, karena tidak memiliki efek yang merugikan bagi tikus, zat ini digunakan bersama tepung terigu atau tepung beras dengan perbandingan 1:10. Selain itu, agar tikus lebih tertarik, tepung yang sudah dicampur dengan zinc phosphide juga ditambah dengan beberapa tetes minyak goreng bekas (minyak jelantah). Tikus yang memakan racun ini akan mati dalam waktu kurang lebih 3 jam. Selama kontak dengan zat ini, sebaiknya pengguna mengenakan sarung tangan karet karena zat tersebut sangat beracun. Untuk mencegah terjadinya keracunan pada manusia dan bintang peliharaan, suatu kotak khusus telah dirancang untuk meletakkan campuran tepung tersebut. Karena keamanannya terjamin. harganya murah, dan keefektifannya tinggi, zat ini dianjurkan untuk pemakaian skala besar guna menekan populasi tikus. Contoh racun tipe multiple dose (kumulatif) antara lain warfarin, diphacinone, coumaryl, dan pindone. Zat di atas memiliki sifat antikoagulan yang dapat menyebabkan perdarahan intemal dan kematian
43
yang lambat dalam waktu 4-10 hari. Pemakaian rodentisida antikoagulan secara terus-menerus menyebabkan terbentuknya populasi tikus Norwegia yang resisten di beberapa negara Eropa. Di beberapa negara, pemakaian rodentisida kronis telah dihentikan. Semua racun yang ditujukan untuk binatang pengerat bersifat toksik bagi mamalia termasuk manusia. Dengan demikian, pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati. Sifat dan derajat racun itu sangat berbeda, misalnya persenyawaan 1080 terutama menyebabkan kejang-kejang yang diikuti depresi saraf pusat. Keracunan Strichine merupakan satu kasus khusus karena kejangkejang hebat pada keracunan inl tidak disertai dengan hilangnya kesadaran, sedangkan kematian yang terjadi dapat disebabkan oleh asfiksia atau serangan pada bagian-bagian vital susunan saraf pusat. Thallium
sulfat
selain
menyebabkan
gastroenteritis,
juga
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. ensefalopati, neuritis, dan ataksia. Sementara itu, walfarin dapat menyebabkan keracunan kronis karena zat tersebut menghambat pembentukan protrombin dan menyebabkan kerapuhan kapiler sehingga terjadi perdarahan. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk racun-racun tersebut, antara lain: 1. Persenyawaan 1080 (0,05 mg/m3) 2. Thallium sulfat (0,15 mg/m3) 3. Warfarin (0,1 mg/m3)
44
Fumigasi Fumigasi merupakan cara yang efektif untuk membasmi tikus maupun pinjalnya. Fumigant yang dipakai dalam kampanye anti-tikus adalah kalsium sianida (sering disebut Sianogas atau cymag), karbon disulfida, mentil bromida, sulfur dioksida, dan lain-lain. Sianogas telah digunakan secara luas di India untuk memfumigasi liang-liang tikus. Zat kimia ini dibuat dalam bentuk bubuk dan dipompakan ke dalam terowongan tikus dengan pompa kaki khusus yang disebut Sianogas Pump. Sekitar 2 ons zat ini dipompakan ke dalam liangliang tikus setelah sebelumnya lubang keluar liang itu ditutup dengan lumut basah. Apabila berkontak dengan kelembaban, bubuk sianogas akan membebaskan gas HCN yang mematikan baik tikus maupun terhadap pinjalnya. Dalam pelaksanaan furmigasi ini, diperlukan petugas yang terlatih karena zat yang digunakan sangat berbahaya bagi manusia dan ternak. Untuk pemberantasan tikus dari kapal, fumigasi dilakukan dengan menggunakan sianogas atau sulfur dioksida (Chandra, 2007). Komosterilan Kemosterilan merupakan zat kimia yang dapat menyebabkan sterilitas sementara maupun permanen baik pada satu tikus (baik jantan maupun betinanya). Kemosterilant untuk pengendalian binatang pengerat masih dalam tahap percobaan (Chandra, 2007).
45
Rat Proofing Tikus cenderung tumbuh dan berkembang biak sesuai dengan persediaan makanan yang tersedia. Bangunan anti-tikus baik di luar maupun dalam gedung adalah konstruksi bangunan yang tidak memiliki tempat terbuka sama sekali untuk tikus dalam gedung. Material anti-tikus adalah perangkat kayu keras, logam gaalvanic, dan sement porthland martir, yang dapat mencegah tikus masuk melalui lubang ukuran ½ inci atau lebih. Rat stoppage adalah modifikasi bangunan anti-tikus yang diterapkan pada bangunan yang sudah ada. Metode ini merupakan suatu kontruksi bangunan yang lebih murah untuk mencegah masuknya tikus ke dalam bangunan dengan cara menutup semua kemungkinan jalan yang ada. Prinsip metode ini adalah menutup dinding luar yang terbuka dengan material yang tidak bisa ditembus tikus (Chandra, 2007).
46
BAB III PENUTUP
3.3 Kesimpulan 1. Kelas arthropoda penting dalam dunia kedokteran yang dapat menularkan penyakit pada manusia adalah kelas insekta, arachinoda, dan crustasea. 2. Penularan penyakit arthropoda dapat berlangsung secara transmisi biologis, yaitu saat terjadi proses perkembangbiakan agens penyakit atau parasit dalam tubuh vektor. 3. Beberapa prinsip dalam pengendalian arthropoda yaitu pengendalian lingkungan, biologis dan mekanik. 4. Binatang pengerat dapat diklasifikasikan menjadi dua, rodent domestik dan rodent liar. 5. Tikus domestik dan binatang pengerat lain, karena distribusinya yang luas dan hubungannya dengan manusia, berpotensi menyebarkan penyakit yang penting. 6. Metode pengendalian binatang pengerat yang sering dipakai, antara lain:Pemusnahan tikus dengan memanfaatkan musuh alami, sanitasi, perangkap, penggunaan rodentisida, fumigasi, kemosterilan, rat proofing.
3.4 Saran Pengendalian harus dilakukan secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu.
47
DAFTAR PUSTAKA
Boettner, G. H., J. S. Elkinton, and C. J. Boettner. 2000. Effects of biological control introduction on three nontarget native species of saturniid moths. Conservation Biology 14: 1798-1806.
Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan Lingkungan.Jakarta : EGC
Chandra,Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran
Heru, Adi. 1995. Kader Kesehatan Masyarakat. Worl Healt Organization
Hoodle, M.S. 2012. Classical biological control of arthropods in the 21st century. Department of Entomology, University of California: Riverside, California, U.S.A.
Soemirat, J.S.2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahmawati,
yeni.
2013.
Kesehatan
(yenirahmawati.blogspot.com/2013/04/makalah-kesehatanlingkungan.html). Diakses pada tanggal 01 Maret 2015.
48
lingkungan.