I.
PENDAHULUAN Maraknya aksi demo yang dilakukan para buruh yang terjadi di Jakarta memicu aksi serupa di bebrapa wilayah indonesia dan menuai perdebatan panjang, para buruh meminta pemerintah mencabut ketentuan masalah pelaksanaan outsourcing di Indonesia. Perdebatan panjang sudah lama terjadi bahkan saat undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan masih dalam bentuk draf. Persoalan system kerja fleksibel dalam wujud buruh kontrak/ PKWT (selanjutnya disebut buruh kontrak) dan sistem outsourcing telah menjadi prioritas agenda serikat buruh di Indonesia untuk diatasi bersama dengan dua pokok persoalan lain yakni sistem jaminan sosial dan upah layak. Kendala yang banyak terjadi akibat permasalahan outsourcing adalah ketentuan pesangon pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT), adanya diskriminasi terhadap sesama pekerja (PKWT) dan (PKWTT) dan Praktek mengurangi hak-hak buruh dan menurunkan tingkat kesejahteraan buruh dan keluarganya karena sebagai buruh kontrak dan outsourcing kondisi kerjanya tidak stabil dan tidak memperoleh berbagai hak dan tunjangan sebagaimana yang didapat oleh buruh tetap. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai oursourcing lebih spesifik megarah ke hak karyawan yang di PHK sebelum waktunya.
II.
TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teoritis 1. Outsourcing Dalam pengertian umum, istilah Outsourcing (alih daya) diartikan sebagai contract (work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut “Contract toenter into or make a contract. From the latin contractus, the past participle ofcontrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary). Mengandung pengertian kegiatan menerima perjanjian atau membuat perjanjian. Pada masa lalu kegiatan perjanjian membuat rancangan bersama, menghasilkan sesuatu yang menjadi dasar persetujuan (dikutip oleh Nurcahyo: 2006). Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja (Pasal 64 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang Outsourcing yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain. 2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak. 3. Hak Karyawan Hak-hak buruh/ Karyawan adalah sejumlah peraturan perundangan dan hak asasi manusia yang terkait dengan hubungan antara buruh dengan majikan/ perusahaan dengan pekerja meliputi gaji, tunjangan, kondisi kerja serta hak berserikat.
B. Undang Undang Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, dan pengaturan hukum Outsourcing di Indonesia diatur dalam: 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Ketenagakerjaan 2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: 3. Kep-100/Men/VI/2004 tanggal 21 Juni 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep101/Men/VI/2004 tanggal 21 juni 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. 5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep220/Men/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. 6. Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan misalnya yang mengatur bahwa outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsug dengan proses produksi. 7. Pengaturan hukum Outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004).
III.
PEMBAHASAN Secara konsep, ada dua jenis PHK, yaitu PHK secara sukarela dan PHK dengan tidak sukarela. Dalam artikel Berkembangnya Alasan-Alasan PHK dalam Praktik dijelaskan ada beberapa alasan penyebab pemutusan hubungan kerja (“PHK”) yang terdapat dalam UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). PHK sukarela misalnya, yang diartikan sebagai pengunduran diri buruh tanpa paksaan dan tekanan. Begitu pula karena habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan (probation), memasuki usia pensiun dan buruh meninggal dunia. PHK tidak sukarela dapat terjadi karena adanya pelanggaran, baik yang dilakukan buruh maupun pengusaha/perusahaan misalnya pada outsourcing. Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia b. jangka waktu kontak kerja telah berakhir c. adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Ini telah diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.” Bagi perusahaan, sistem outsourcing ini bisa dibilang sangat menguntungkan, karena bisa dilakukan dengan cepat dan anggaran yang jelas. Sementara bagi pekerja yang menjadi bagian dari perusahaan outsourcing-nya sendiri, agak kurang adil. Karena mereka bekerja berdasarkan kontrak. Ketika kontrak habis dan perusahaan tidak memperpanjang kontraknya maka pekerja tersebut tidak akan memiliki posisi tawar yang cukup untuk menuntut apapun. Karena semua sudah diatur di dalam kontrak perekrutan tenaga kerja di awal. Artinya, tidak ada atau tipis sekali kemungkinan bagi pekerja untuk memiliki jenjang karir. Itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa sistem ini ditentang oleh pekerja
IV.
PENUTUP A. Kesimpulan Berkenaan dengan hak-hak tenaga kerja outsourcing (yang nota bene non-organik), pada umumnya sama saja hak-haknya dengan tenaga kerja organik di perusahaan dan perusahaan outsourcing pun wajib memberikan hak karyawan yang di PHK sebelum waktunya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. B. Saran 1. Agar karyawan lebih mengetahui sejauh mana hak yang diperoleh pada perusahaan outsourcing 2. Agar menghentikan segala bentuk-bentuk diskriminasi pada perusahaan outsourcing 3. Mengembalikan karkat dan martabat pekerja
V.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Nur Cahyo, 2006, Tesis, Pengalihan Pekerjaan Penunjang perusahaan dengan Sistem Outsourcing (Alih Daya) Menurut Undang undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Suwondo, Chandra, 2003, Outsourcing; Implementasi di Indonesia Elex Media Computindo, Jakarta http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56c2a7ebebdad/tujuh-penyebab-phk-yanglayak-anda-waspadai https://www.finansialku.com/apa-saja-hak-karyawan-yang-di-phk-menurut-uuketenagakerjaan/ Darmawan. 2014. Seputar Maslah Tenaga Kerja Outsourcing di Indonesia. Diakses melalui http:// www.academia.edu/ 4820761/ Seputar_Masalah_Tenaga_Kerja_Outsourcing_di_Indonesia pada tanggal 24 Juni 2015 pukul 10.31