Makalah
Etika Budaya Menurut Agama Islam
Dibuat Oleh :
Nama : Zulkifli
No Mahasiswa : 1610211850
Matakuliah : Agama Islam
UNIVERSITAS PANCA BHAKTI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan mengolah tanah atau bertani. Kata culture, juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah menggariskan adab-adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah l melalui wahyu kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam hal etika dan adab ini.
Sebelum kedatangan Islam, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Arab ketika itu ialah budaya jahiliyah. Di antara budaya jahiliyah yang dilarang oleh Islam, misalnya tathayyur, menisbatkan hujan kepada bintang-bintang, dan lain sebagainya.
Dinul-Islam sangat menitik beratkan pengarahan para pemeluknya menuju prinsip kemanusiaan yang universal, menoreh sejarah yang mulia dan memecah tradisi dan budaya yang membelenggu manusia, serta mengambil intisari dari peradaban dunia modern untuk kemaslahatan masyarakat Islami. Allah berfirman:
"Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri". Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" ['Ali 'Imran/3:84-85]
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agama dan Kebudayaan adalah dua hal yang sangat berbeda. Agama selalu dikatakan bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Alam Semesta beserta segala isinya, sedangkan kebudayaan adalah produk manusia. Penggabungan kata agama dan kebudayaan, akan melahirkan agama kebudayaan dan kebudayaan agama. Keduanya sangat berbeda.
Lalu bila ada pertanyaan, mana yang lebih dahulu ada kebudayaan atau agama? Pertanyaan ini tidak dapat disamakan dengan mana terlebih dahulu ada telur atau ayamnya. Pastinya jawabannya adalah kebudayaan. Kebudayaanlah yang lebih dahulu ada daripada agama. Bukti-bukti mendukung pendapat ini, hingga saat ini masih ditemukan yaitu masih ada masyarakat yang belum beragama, namun mempunyai kebudayaan.
Perumusan Masalah
Bagaimana perbedaan konsep agama dan budaya?
Bagaimana hubugan islam dan kebudayaan?
Bagaimana proses asimilasi Islam dengan masyarakat Indonesia?
Bagaimana proses terjadinya akulturasi antara Islam dan budaya Nusantara?
Tujuan Penulisan
Mengetahui perbedaan konsep agama dan budaya
Mengetahui nilai-nilai dasar islam tentang kebudayaan
Mengetahui proses asimilasi Islam dengan masyarakat Indonesia
Mengetahui proses terjadinya akulturasi antara Islam dan budaya Nusantara
BAB II
PEMBAHASAN
Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama.
Agama dan budaya Indonesia
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen.
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau. Agaknya setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan masalah-masalah bangsa dan penanggulangannya.
Hubungan Agama Dengan Budaya
Para antropolog dan sejarawan umumnya menganggap bahwa agama itu merupakan bagian dari kebudayaan (religion is a part of every known culture). Karena memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama / kepercayaan yang lahir dari keyakinan masyarakat tertentu, dengan agama yang berasal dari wahyu tuhan kepada Rosul-Nya. Sedangkan para agamawan, pada umumnya memandang agama sebagai sumber titik sentrak kehidupan manusia, terutama yang ada kaitannya dengan system keyakinan (credo) dan system peribadatan (ritus). Agama mempunyai doktrin-doktrin (pokok-pokok ajaran) yang mengikat pemeluknya, diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis (inti keyakinan), yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan system kebudayaan yang berlawanan. Meskipun demikian, dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Disana terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi.
Hubungan antara agama dan kebudayaan memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara agama dengan kebudayaan, dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw sebagai berikut :
Agama dan keudayaan menyatu.
Agama dan kebudayaan renggang.
Agama dan kebudayaan terpisah.
Agama dan kebudayaan saling mengisi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapat kita ambil manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.
Islam Mencakup Agama dan Budaya
Kebudayaan atau peradaban terbentuk dari akal budi yang berada dalam jiwa manusia. Karena itu bentuk kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk kebudayaan tersebut yaitu manusia. Kebudayaan atau peradaban yang berdasar pada nilai-nilai ajaran islam disebut kebudayaan islam. Dalam pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan manusia harus memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui para nabi dan rasulnya.
Manusia pada dasarnya tidak mungkin dapat mengetahui seluruh kebenaran, bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menentukan semua kebaikan dan keburukan. Hal ini bisa dibuktikan dengan perbedaan tata nilai yang beraneka ragam dalam kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Suatu hal yang dianggap baik dan terpuji oleh bangsa dalam Negara tertentu, sebaliknya hal itu dianggap sesuatu yang buruk dan tercela disuatu bangsa dan Negara lain. Akal dan fikiran manusia tidak mampu menentukan semua kebaikan atau keburukan, karena itu banyak hal yang dianggap baik oleh akal fikiran ternyata buruk menurut agama. Banyak hal yang dianggap buruk oleh akal fikiran manusia, justru dianggap sesuatu yang terpuji menurut agama.
Dengan demikian, agar kebudayaan terlepas dari jalan yang sesat dan sebaliknya mengikuti jalan yang benar dan terpuji, maka harus dilandasi oleh ajaran agama.
Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan
Umat islam sejak sejarah perkembangannya yang paling awal sampai pada masa kini, telah banyak menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban mereka. Dalam budaya intelektual umat islam banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang ilmu pengetahuan agama, seperti lahirnya tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan karya-karya mereka, tokoh-tokoh dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imam-imam madzab, seperti hanafi, maliki, hambali dan syafi'i. Dalam bidang filsafat juga melahirkan para tokoh dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Razi, , Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan tokoh-tokoh besar, seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri, Rubai'ah al-Adawiyah, Al-Ghazali, dan beberapa tokoh lain.
Selain melahirkan tokoh-tokoh besar dalam berbagai bidang tersebut diatas, dalam pengembangan sains dan teknologi juga melahirkan beberapa tokoh, antara lain: Muhammad al – Khawarizmi, ahli matematika, Abu yusuf ya'qub dibidang fisika, ibnu sina dibidang kedokteran dan berbagai tokoh lain yang jumlahnya sangat banyak.
Kebudayaan islam yang melahirkan banyak ahli yang disebutkan diatas diilhami dari ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulillah s.a.w karena itu keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai kebudayaan islam yang harus terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain:
[1]. Bersikap Ikhlas.
[2]. Berorientasi Ibadah. Dan ke
[3]. Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam..[5]
BAB III
PENUTUP
Di dalam perjalanannya, suatu kebudayaan memang lazim mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu, corak kebudayaan di suatu daerah berbeda-beda dari jaman ke jaman. Perubahan itu terjadi karena ada kontak dengan kebudayaan lain, atau dengan kata lain karena ada kekuatan dari luar. Hubungan antara para pendukung dua kebudayaan yang berbeda dalam waktu yang lama mengakibatkan terjadinya akulturasi, yang mencerminkan adanya pihak pemberi dan penerima. Di dalam proses itu terjadi percampuran unsure-unsur kedua kebudayaan yang bertemu tersebut. Mula-mula unsure-unsurnya masih dapat dikenali dengan mudah, tetapi lama-kelamaan akan muncul sifat-sifat baru yang tidak ada dalam kebudayaan induknya. Rupanya proses seperti diuraikan di atas berulang kali terjadi di Indonesia, termasuk ketika Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Pertemuan dan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha, Prasejarah, dan Islam (kemudian juga kebudayaan Barat) terjadi dalam jangka waktu yang panjang, dan bertahap. Tidak dipungkiri bahwa selama itu tentu terjadi ketegangan serta konflik. Akan tetapi hal tersebut adalah bagian dari proses menuju akulturasi. Factor pendukung terjadinya akulturasi adalah kesetaraan serta kelenturan kebudayaan pemberi dan penerima, dalam hal ini kebudayaan Islam dan pra-Islam. Salah satu contohnya adalah bangunan mesjid. Akulturasi juga memicu kreativitas seniman, sehingga tercipta hasil-hasil budaya baru yang sebelumnya belum pernah ada, juga way of life baru.
Setelah mengetahui bahwa terjadi akulturasi dan perubahan sehingga terbentuk kebudayaan Indonesia-Islam, maka perlu dipikirkan bagaimana pengembangannya pada masa kini dan masa mendatang. Dalam hal budaya materi memang harus dilakukan pengembangan-pengembangan sesuai dengan kemajuan teknologi, supaya tidak terjadi stagnasi, tetapi tanpa meninggalkan kearifan-kearifan yang sudah dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumardi, Mulyono. (1982). Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Yatim, Badri. (2006). Sejarah Peradaban islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Hamka. (1975). Sejarah Umat Islam IV. Jakarta : Bulan Bintang.
Geertz, Clifford. (1992). Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius
Azra, Azyumardi. (1999). Konteks Berteologi di Indonesia. Pengalaman Islam. Jakarta : Paramadina.
https://almanhaj.or.id/2643-pandangan-islam-terhadap-kebudayaan.html