BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari berbagai permasalahan, baik yang tergolong sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan kesiapan mental untuk menghadapinya. Pada kenyataannya terdapat gangguan mental yang sangat mengganggu dalam
1
hidup manusia, yang salah satunya adalah depresi. Gangguan mental emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja, dari kelompok mana saja, dan pada segala rentang usia. Bagi penderita depresi ini selalu dibayangi ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian pada mereka sendiri.
Ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan penurunan psikologis yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi.
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. Penyebab depresi bisa dilihat dari faktor biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi pasca-melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial (misalnya konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah kepribadian, masalah keluarga).
Penyebab depresi dari faktor biologis salah satunya adalah depresi pasca-melahirkan. Iskandar (2007) menerangkan bahwa depresi postpartum terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah melahirkan. Depresi Postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi ini. Diperkirakan sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi postpartum, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung depresi postpartum. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa symtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum bila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Angka kejadian depresi postpartum di Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85% (Iskandar, 2007), sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi postpartum antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat, 2007).
2
Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai berbagai macam komplikasi post partum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues, atau karena kurangnya penanganan ibu post partum sangat rentan mengalami infeksi dan perdarahan.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Pengertian depresi post partum blues baby blues 2. Etiologi depresi post partum blues baby blues 3. Klasifikasi depresi post partum blues baby blues 4. Manifestasi klinis depresi post partum blues baby blues 5. Patofisiologi depresi post partum blues baby blues 6. Pemeriksaan penunjang depresi post partum blues baby blues 7. Penatalaksanaan depresi post partum blues baby blues 8. Pencegahan depresi post partum blues baby blues 9. Asuhan keperawatan klien dengan depresi post partum blues baby blues
C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan ini dibedakan menjadi dua yakni :
A. Tujuan umum Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan DEPRESI POST PARTUM BLUES sehingga mempermudah dalam mengaplikasikan ke dunia keperawatan dan mempermudahkan jika mahasiswa menemui kasus serupa pada saat kelapangan nantinya.
B. Tujuan khusus Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya sebagai berikut : 1. Memahami Pengertian depresi post partum blues baby blues 2. Memahami Etiologi depresi post partum blues baby blues 3. Memahami Klasifikasi depresi post partum blues baby blues 4. Memahami Manifestasi klinis depresi post partum blues baby blues 3
5. Memahami Patofisiologi depresi post partum blues baby blues 6. Memahami Pemeriksaan penunjang depresi post partum blues baby blues 7. Memahami Penatalaksanaan depresi post partum blues baby blues 8. Memahami Pencegahan depresi post partum blues baby blues 9. Memahami Asuhan keperawatan klien dengan depresi post partum blues baby blues
D. METODE PENULISAN Studi kasus yaitu dengan cara mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang di alami oleh klien yang terdapat di perpustakaan dan data juga di dapat dari internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut, BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan
dan sistematika
penulisan. BAB II Tinjauan Teori terdiri dari pengertian, epidiomiologi, etiologi, factor resiko, klasifikasi, patofisiologi / pathway, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medis . BAB III Asuhan Keperawatan, terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POST PARTUM Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Masa nifas atau masa purpenium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kirakira 6-8 minggu (Manjoer, A dkk, 2001). Akan tetapi seluruh alat genetal baruh pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Ilmu kebidanan, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah masa setelah kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat kandungan kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.
KLASIFIKASI Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu : 1. Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
B. PENGERTIAN POST PARTUM BLUES
Baby Blues Syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca melahirkan karena beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti 5
karier,kecantikan/penampilan dan aktifitas rutin yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blue syndrome kebanyakan adalah kalangan wanita karier,artis, model dan wanita modern, tetapi syndrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan.Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrolseperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan,susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadidalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hariketiga atau empat setelah persalinan.
Hadi (2004), menyatakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi.
Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan , kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau kecenderungan bunuh diri.
Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tampak tidak terpecahkan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan.
Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
6
Lewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues diartikan sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Post partum blues merupakan depresi yang terjadi setelah melahirkan (post partum). Ibu yang baru melahirkan biasanya diharapkan untuk merasa sangat gembira setelah melahirkan. Tetapi karena perubahan hormonal yang besar waktu melahirkan dan tantangan untuk merawat bayi, sekitar dua per tiga wanita merasa ssedih. Kira-kira 10 sampai 15 % menderita depresi klinis. Dan sekitar 1 dari 1000 menjadi depresi berat sehingga perlu masuk rumah sakit demi keselamatannya dan keselamatan bayi mereka.
Post partum blues disebut juga depresi masa nifas, yaitu keadaaan depresi yang terjadi karena pengaruh perubahan hormonal, adanya proses involusi dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus bayi dan sebagainya. Depresi juga biasanya timbul jika ibu dan keluarganya diilit konflik rumah tangga, anak yang lahir tidak diharapkan keadaan atau trauma karena telah melahirkan anak cacat.
7
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditangani sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadangkadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah sakit.
Post partum blues disebut juga depresi pasca melahirkan. Menurut Ann Dunnewold, seorang ahli jiwa di Dallas, 10-20 % perempuan yang baru melahirkan mengalami depresi yang muncul dalam beragam bentuk bisa berupa kesedihan mendalam, seringa menangis, insomnia atau tidur tidak nyenyak, mudah tersinggung, kehilangan minat terhadap bayi, kurang berminat terhadap kegiatan rutin sehari-hari. Bisa juga berupa perasaan ketakutan, hilangnya nafsu makan, lesu atau bahkan tidur yang berlebih atau tidur tidak nyenyak imsomnia. Kondisi ini bisa berlangsung hingga tiga sampai enam bulan, bahkan terkadang sampai delapan bulan. Sayangnya, sangat banyak ibu tidak menyadarinya, demikian juga dengan mereka yang ada di sekitanrnya, termasuk suaminya.
Kondisi yang lebih ringan, disebut baby blues, yang dialami oleh sekitar 80 % dari perempuan yang baru melahirkan. Pada kondisi ini, perempuan tersebut mengalami tanda-tanda sebagaimana pada depresi pasca melahirkan, hanya saja dalam intensitas yang lebih ringan dan dalam rentang waktu yang lebih pendek, paling lama enam minggu. Ia masih bisa tidur nyenyak kalau dijauhkan dari kewajiban mengurus bayinya. Berbeda dengan perempuan yang terkena depresi pasca melahirkan, yang tetap saja tidak bias tidur apalagi bergembira sekalipun telah ada tenaga yang membantu merawat bayinya.
C. EPIDEMIOLOGI Baby blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensidi literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yangdisebut sebagai “ milk fever ” karena gejala disforia tersebut muncul bersamaandengan laktasi. Dewasa ini, baby blue syndrome atau sering juga disebut maternityblues atau post-partum blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, 8
dan ditandaidengan gejala-gejala seperti : reaksi depresi /sedih/disforia, menangis ,mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan dirisendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai munculsetelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
Baby blues ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan olehsebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanasebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yangmengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadikeadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pascasalin, yang mempunyaidampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatiankhusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyaikaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai baby blue syndrome diluar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dankriteria diagnosis yang digunakan. Untuk di Indonesia dari penelitian Wratsangka pada tahun 1996 di RS Hasan Sadikin Bandung, ditemukan 33% wanita pasca persalinan mengalami baby blue syndrome Hasil penelitian di berbagai tempat
yangditelaah
Bagian
Obstetri dan
Ginekologi
FKUI-RSCM
menunjukkan,
paling
sedikitterdapat 26%.
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
9
D. FAKTOR RESIKO Beberapa orang yang beresiko mengalami depresi post partum, terutama sindrom baby blues diantaranya adalah : 1. Ibu dengan usia di bawah 17 tahun 2. Orang yang mengalami kehamilan yang tidak di inginkan 3. Orang yang pernah mengalami gangguan kejiwaan sebelumnya 4. Alkoholisme 5. Ibu yang belum siap menghadapi persalinan 6. Ibu dengan persalinan sesar 7. Ibu yang memili gangguan atau masalah dalam keluarga 8. Wanita karier,artis, model ( wanita yang belum siap menghadpi perubahan pada fisik pasca persalinan )
E. KLASIFIKASI SINDROM BLUES A. Ringan : post partum blues atau sering juga maternity blues atau sindroma ibu baru diartikan sebagai suatu sindroma gangguan efek yang sering tampak pada minggu pertama setelah persalinan ditandai dengan gejala –gejala : reaksi depresi atau sedih (disporia), sering menagis, mudah tersinggung,cemas, labilitas perasaan.
B. Berat : depresi berat dikenal sebagai sindroma depresi non psikotik pada kehamilan namun umumnya terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kelahiran. Gejala – gejala depresi berat : perubahan pada mood, gangguan pada pola tidur, perubahan mental dan libido, dapat pula muncul phobia, ketakutan, menyakiti diri sendiri atau bayinya, depresi berat akan memiliki resiko tinggi pada wanita atau keluarga yang pernah mengalami kelainan psikiatrik atau pernah mengalami premenstrual sindrom. Kemungkinan rekuren pada kehamilan berikutnya.
Penatalaksanaan depresi berat : dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, terapi psikologis dari psikiater dan psikolog, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan (pemberian depresan perlu diperhatikan pada wanita hamil dan menyusui ), pasien dengan percobaan bunuh diri sebaiknya tidak ditinggalkan sendirian dirumah, jika diperlukan lakukan perawatan di RS, tidak dianjurkan untuk rooming atau rawat gabung dengan bayinya.
10
F. ETIOLOGI. Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja mengaktifasi adrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. 2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas. 3. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu atau berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan anak sebelumnya. 4. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan. 5. Ibu belum siap menghadapi persalinan 6. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada psikologi ibu seperti adanya pembengkakan pada payudara yang menyebabkan rasa nyeri ataupun jahitan yang belum sembuh 7. Marital dysfunction atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain, merasa terisolasi 8. Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetes melitus, disfungsi tiroid)
11
9. Pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan yang bersifat trauma (seperti seksio cesaria,dan epistomi) 10. kelahiran anak dengan kecacatan/penyakit 11. Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik (orang orang mempunyai latar belakang gangguan mental dan pernah bermasalah secara psikis sebelum hamil, berisiko tinggi mengalami post partum blues. Resikonya bias 2-3 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mempunyai latar belakang masalah tersebut. Pada wanita yang tidak berisiko pun, bila di saat persalinannya ada masalah, bias meningkatkan insiden PBB. Ibu yang melahirkan dengan operasi karena terjadi keracunan kehamilan seperti preeclampsia, bias berisiko mengalami PBB.) 12. Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan) 13. Stress dalam keluarga, misalnya : Faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan suami, problem dengan mertua. stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak keluar,frustasi karena bayi tidak mau tidur, stress melihat bayi sakit,rasa bosan dengan hidup yang dijalani.
Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar dan episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.
Peyebab lain menurut para ahli adalah :
Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variable sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Llewellyn–Jones (1994), karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal
12
dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
1.
Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
2. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
3. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
13
4. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor : 1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalum lambat. 2. Karakteristik ibu, yang meliputi : A. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
B. Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
C. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan social dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka
14
sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono, 1992).
D. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
E. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.
G. MANIFESTASI KLINIS Depresi masa nifas terjadi terutama di minggu-minggu pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih tinggi. Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya adalah : sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia penakut tidak mau makan tidak mau bicara
sakit kepala sering berganti mood
mudah tersinggung (iritabilitas) merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja dilahirkan
15
insomnia yang berlebihan Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Klien yang menderita post partum blues akan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut : kesedihan mendalam sering menangis insomnia mudah tersinggung kehilangan minat terhadap bayi kurang berminat terhadap rutinitas sehari hari Bisa juga berupa perasaan ketakutan hilangnya nafsu makan, lesu
Kondisi ini bias berlangsung hingga tiga sampai enam bulan, bahkan terkadang sampai delapan bulan. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
GEJALA LAINNYA YANG BIASA DITEMUKA PADA IBU DENGAN SINDROM BABY BLUES ADALAH : A. PHOBIA. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum (Duffet-Smith, 1995).
B. KECEMASAN. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.
16
C. MENINGKATNYA SENSITIVITAS. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).
D. PERUBAHAN MOOD. Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi bayinya.
Menurut Nevid dkk (1997), depresi postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian. Kriteria diagnosis spesifik depresi postpartum tidak terlalu dijelaskan , dimana tidak terdapat informasi yang adekuat untuk membuat diagnosis spesifik. Diagnosis dapat dibuat jika depresi terjadi dalam hubungan temporal dengan kelahiran anak dengan onset episode dalam 4 minggu pasca persalinan.
simptom–simptom yang biasanya muncul pada episode postpartum antara lain perubahan mood, labilitas mood dan sikap yang berlebihan terhadap bayi. Wanita yang menderita depresi postpartum sering mengalami kecemasan yang sangat hebat dan sering panik. Meskipun belum ada kriteria diagnosis spesifik, secara karakteristik penderita depresi postpartum mulai mengeluh kelelahan, perubahan mood, memiliki episode kesedihan, kecurigaan dan kebingungan serta tidak mau berhubungan dengan orang lain.
17
Selain itu, penderita depresi postpartum memiliki perasaan tidak ingin merawat bayinya, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya. Gejala depresi pascasalin ini memang lebih ringan dibandingkan dengan psikosis pascasalin. Meskipun demikian, kelainan–kelainan tersebut memiliki potensi untuk menimbulkan kesulitan atau masalah bagi ibu yang mengalaminya (Kruckman dalam Yanita dan Zamralita, 2001).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi postpartum antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.
H. PATOFISILOLOGI Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan faktor emosi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah melahirkan sedangkan hormon menyusui mengalami peningkatan. Hal ini kemudian memodulasi ekstabilitas otak, sehingga menyebabkan sub unit reseptor GABA teraktivasi, GABA merupakan suatu reseptor ionotropik yang terdapat diberbagai belahan otak dan memiliki kadar yang tinggi yaitu 1000 kali lebih tinggi dari kadar neorotransmiter, disamping untuk memperantarai hambatan simpatik yang cepat, GABA juga berfungsi untuk mengambat ion cloroda masuk kedalam darah, jika kadar ion clorida dalam darah meningkat maka akan menghasilkan kecemasan yang berkepanjangan , dan akan menyebabkan terlepasnya beberapa hormon otak lain tampa kendali, dan memicu terjadinya peningkatan CRH dikelenjer hipotalamus. CRH akan merangsang kelenjer adrenal untuk menghasilkan hormon kortisol . hormon kortisol adalah suatu hormon yang menyebabkan kekecewaan, kesedihan, perasaan tertekan , dan ketakutan yang berlebihan
18
I. WOC Post partum
Perubahan hormon yang terlalu cepat
Karakteristik ibu
Kehamilan yang tidak di inginkan
Esterogen dan progesteron me 72 jam setelah persalinan
Hormon menyusui meningkat (prolagtin)
Merasa bersalah pd diri atau lingkungan
Ketidaksanggupan dlm perubahan peran jd ortu Memodulasi ekstabilitas otak Perubahan energi
MK: Depresi mental
MK : Koping keluarga tidak efektif
Kesedihan yang mendalam Resiko kekurangan nutrisi
MK : kelelahan
Beberapa hormon lain di otak terlepas tampa kendali
Penerimaan yang kurang
gg. nafsu makan
Aktivasi sub unit reseptor GABA
Permeabilitas ion klorida kedalam sel meningkat
Dampak keluarga
MK : resiko PK
Rasa ingin menyakiti bayi,diri sendiri atau keduanya Memicu peningkatan CRH di kel hipotalamus
MK : Koping individu tidak efektif
19
Ketidakmampuan dlm menerima kehadiran bayi
Merangsang kel.adrenal untuk menghasilkan hormon kortisol
Kekecewaan, perasaan tertekan, kesedihan dn ketakutan yang mendalam
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Hasil menunjukkan positif jika klien mampu menjawab pertyaan dibawah 73%. EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
K. PENATALAKSANAAN Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues
20
membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masamasa tersebut serta penanganannya. Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan
para
ibu
yang
mengalami
post-partum
blues
dibutuhkan
pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
L. PENCEGAHAN TERJADINYA POST PARTUM BLUES : 1. Persiapan diri yang baik, artinya persiapan diri yang baik padasaat kehamilan sangat diperlukan sehingga saat kelahiran memiliki kepercayaan diri yang baik dan mengurangi terjadinya resiko depresi post partum. Kegiatan yang dapat ibu lakukan adalah dengan membaca artikel atau buku yang ada kaitannyadengan kelahiran, 21
mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam hamil. Ibu dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada saat kelahiran ibu sudah siap dalam hal traumatis yang mungkin mengejutkan dapat dihindari.
2. Olahraga dan nutrisi yang cukup, dengan olahraga dapat menjaga kondisi dan stamina sehingga dapat membuat kedaan emosi juga lebih baik. Nutrisi yang baik, baik asupan makanan maupun minum sangat penting pada periode post partum. Usahakan mendapatkan keseimbangan dari kedua hal ini.
3.
Support mental dan lingkungan sekitar, support mental sangat diperlukan pada periode post partum. Dukungan ini tidak hanya dari suami tapi dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar. Jika ingi bercerita ungkapkan perasaan emosi dan perubahan hidup yang dialami kepada orang yang dipercaya dapat menjadi penggemar yang baik. Ibu post partum harus punya keyakinan bahwa lingkungan akan mendukung dan selalu siap membantu jika mengalami kesulitan. Hal tersebut akan membuat ibu merasa lebih baik dan mengurangi resiko terjadinya depresi post partum
4.
Ungkapkan apa yang dirasakan, ibu post partum jangan memendam perasaan sendiri. Jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan baik dengan suami maupun teman terdekat. Petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk mengungkapkan perasaan dan emosi ibu agar lebih nyaman.
5. Mencari informasi tentang depresi post partum, informasi tentang depresi post partum yang kita berikan akan sangabermanfaat sehingga ibu mengetahui faktor – faktor pemicu sehingga dapat mengantisipikasi atau mencari bantuan jika menghadapi kondisi tersebut. Ibu juga harus mempelajari keadaan dirinyasehingga ketika sdar terhadap kondisi ini akan mendapat bantuan secepatnya. Bergabung dengan orang yang pernah mengalami depresi post partum dapat membantuibu memperoleh informasi terhadap gejala dan hal nyata yang dialami.
22
6. Menghindari perubahan hidup yang drastis, maksudnya perubahan hidup yang drastis sesudah kelahiran aka berpengaruh terhadap emosional ibu sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari misalnya pindah kerja, pindah kerumah yang baru. Hiduplah dengan wajarseperti sebelum melahirkan
7. Melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, merawat tanaman dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang dapat membantu melupakan gejolak emosi yang timbul pada periode post partum. Saat kondisi ibu masih labil bisa dilampiaskan dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Ibu dapat meminta dukungan dari keluarga dan lingkungan meski mempunyai pembantu rumah tangga ibu dapat melakukan aktivitas tersebut.
23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengenalan gejala mood merupakan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat perinatal untuk menentukan rencana keperawatan yang dapat merefleksikan respons perilaku suatu individu dari gangguan tertentu. Rencana keperawatan yang diberikan pada individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik yang dialaminya. Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi :
IDENTITAS KLIEN: Nama
:
Umur
:
Agama
:
Suku / bangsa
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat / tlp
:
Status perkawinan
:
Kawin
:
(kali)
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB Nama suami
:
Umur
:
Suku / bangsa
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Alamat / tlp
:
Lama perkwaninan
:
(tahun)
24
2. RIWAYAT KESEHATAN KELUHAN UTAMA Biasanya depresi post partum blues ditemukan pada ibu post partum hari ke 3, dengan keluhan ibu merasa frustasi karena anaknya rewel dan menyebabkan tidurnya terganggu, ibu mnegatakan sering migrain, lemah, lesu, gelisah, mudah sedih, nafsu makan menurun, sulit memusatkan konsentrasi, emosi mudah terpancing.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG Klien dengan post partum blues biasanya mengeluhkan mudah menangis secara tiba, gangguan konsentrasi, nafsu makan menurun, gangguan tidur, lemah, lesuh, sensitivitas meningkat, sering gelisah, cemas, kesedihan yang mendalam, kehilangan minat terhadap bayi, sakit kepala, sering berganti mood, tidak bergairah, malas berinteraksi dengn lingkungan atau orang lain, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan bayi, sulit membuat keputusan, memiliki perasaan ketakutan, sering panik, tidak ingin merawat bayinya, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayinya.
RIWAYAT KESEHATAN DAHULU Pada riwayat kesehatan dahulu perawat perinatal perlu mengkaji apakah sebelumnya ibu pernah menderita atau mengalami gangguan jiwa sebelumnya, hal ini perlu dikaji karena ibu yang mempunyai riwayat gangguan jiwa memiliki resiko 3 x lebih besar untuk menderita depresi post partum blues dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat gangguan jiwa. Dan perlu juga dilakukan pengkajian mengenai riwayat penyakit menahun yang dialami ibu, karena ibu yang menderita penyakit menahun seperti DM, jantung dan Hepatits akan cenderung mengalami depresi postpartum baby blues karenan ibu merasa terlalu cemas anaknya akan menderita penyakit yang sama, cemas yang berlebihan akan mneyebabkan ibu takut kehilangan bayinya dan akhirny dapay menyebabkan depresi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Perlu juga dikaji apakah ada keluarga yang menderita penyakit seperti diabetes, TBC, dan hepatitis.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL Yang perlu dikaji adalah bagaimana perencanaan kehamilan dan persalinan, perasaan klien dan keluarga tentang persalinan dan kelahiran anak, bagaimana cara melakukan stress yyang dirasakan, bagaimana peran dalam struktur keluarga, kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi.
25
RIWAYAT PERSALINAN Pada riwayat persalinan perlu dikaji adalah persalinan keberapa apakah primigravida, atau multigravida, primigravida biasanya lebih berpotensi mengalami depresi post partum blues dibandingkan multigravida, karena primigravida merupakan awal pertama ibu menyesuaikan diri dengan bayi, dan menyesuiakan diri untuk menjadi orang tua baru, serta ibu juga pertama kali menyesuaikan diri untuk menghadapi perubahan pada fisik pasca melahirkan, jenis persalinan yang dilalui ibu apakah pervaginal atau SC, namun kemungkinan multigravida untuk mengalami baby blues juga ada, ini biasanya ditemukan karena ketidakmampuan anak sebelumnya untuk menerima kehadiran adik sehingga membuat orang tua menjadi depresi terutama ibu, biasanya disebabkan karena jarak kelahiran yang terlalu dekat. dan kita jug harus mengkaji apakah ibu dan pasangan telah mencapai target yang di inginkan dalam persalinan yang telah dilalui karena mungkin saja Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya : induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
RIWAYAT PENGGUNAAN KB Yaitu mengkaji apakah ibu melaksanakan program KB sebelumnya, jika ya jenis kontrasepsi apa yang disunakan (IUD, PIL, suntik, implan, dan lain-lain), sejak kapan ibu menggunakan kontrasepsi , apakah ada masalah yang terjadi dan yang paling penting adalah rencana penggunaan kontrasespi untuk masa yang akan datang.
CITRA DIRI IBU Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
26
INTERAKSI ORANG TUA – BAYI Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Bagaimana perilaku yang ditunjukkan ayah ataupun ibu setelah kelahiran bayi, namun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk mencapai tahap menjadi orang tua yang memiliki perilaku adaktif dalam merawat anaknya. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, yaitu terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk mendekatkan hubungan mereka.
PERILAKU ADAPTIF DAN PERILAKU MALADAPTIF Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan ada keinginan spontan dari orang tua untuk menenangkan bayinya jika bayi menangis, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah serta keinginan untuk berinteraksi, untuk dipeluk dan melakukan kontak mata dengan orang tua. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
STRUKTUR DAN FUNGSI KELUARGA Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
27
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
3. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1. Pola Aktivitas dan istirahat Mengkaji waktu mulai tidur, waktu bangun, hal-hal yang menjadi faktor penyulit tidur dan yang mempermudah tidur, jenis gangguan tidur yang sering dialami , pemakaian jenis obat tidur, hal yang dapat menyebakan klien mudah terbangun? Biasanya ibu dengan depresi post partum blues akan ditemukan adanya gangguan pada pola tidur berupa imsomnia.
2. Pola Nutrisi dan cairan Mengkaji jenis,jumlah,dan waktu makan selama di rumah dan di rumah sakit. Pantangan makanan,apakah ada kesulitan menelan,mengunyah, mual, anoreksia?Dan bagaimana usaha yang dilakukan baik keluarga maupun klien dalam mengatasi kesulitan yang dialami? Akan dijimpai adanya penurunan nafsu makan karena stress atau depresi yang dialami ibu.
3. Pola Eliminasi Pada ibu dengan post partum akan mengalami Terjadinya diuresis atau peningkatan urine post partum sebagai mekanisme tubuh mengatasi kelebihan cairan, meningkat 2448 jam PP sampai sektiar hari ke 5 setelah melahirkan.namun tidak jarang wanita tidak dapat kencing sendiri akibat : Pada saat partus muskulus sfingter vesika et uretrea mengalami tekanan oleh kepala janin sehingga fungsinya terganggu Rasa saskit Memar Ibu malu karena kurang privasi Takut akan rasas sakit pasca persalinan Dan pemanjangan uretra (bersama dengan memar atau odem uretra menyumbat lumen uretra (Fakultas Kedokteran Unpad, 1983, Obsteri Fisiologi).
28
4. Pola integritas ego Klien dengan depresi baby blues akan mengalami peningkatan sensitivutas ini ditandai dengan klien akan merasa mudah marah, mudah tersinggung, mudah menangis dan sulit untuk memusatkan konsentrasi serta mersa tidak mempunyai iktan bati dengan bayinya. (ini sering terlihat kira-kira hari ke-3 post partum).
5. Personal Higiene Mengkaji status kebersihan klien mulai dari rambut hingga kaki, frekuensi mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku? Frekuensi mandi dan oral higiene akan berkurang karena ibu baru saja melahirkan, sehingga adanya ketrbatasan dalam melakukan personal higiene.
6. Pola seksualitas Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
4. PEMERIKSAAN FISIK Adalah tindakan keperawatan untuk mengkaji bagian tubuh pasien baik secara lokal atau (head to toe) maupun persistem guna memperoleh informasi atau data dari keadaan pasien secara komprhensif untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maupun kedokteran. Selain pemeriksaan fisik umum yang selalu harus dilakukan, pemeriksaan terhadap abdomen, genitalia, rectum, fungsi neurologis.
TUJUAN a. Untuk mencari masalah keperawatan b. Untuk menegakkan / merumuskan diagnose keperawatan/kedokteran c. Untuk membantu proses rencana keperawatan dan pengoatan
29
1. PEMERIKSAAN UMUM : A. TANDA-TANDA VITAL
TD
: tergantung keadaan klien dan tergantung pendarahan yang dialami klien selama persalinan dan tergantung tingkt cemas yang dialamai klien, biasanya klien depresi post partum blues terkaji peningkatan TD (normal 110/80 mmhg)
Nadi
: biasanya cepat atau takikardi (normal :60-100 x /menit)
Suhu
: biasanya normal (normal :36,6-37,2 derjat celcius)
RR
: biasanya cepat (16-20 kali / menit)
PEMERIKSAAN HEAD TO TOE A. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
PEMERIKSAAN RAMBUT Inspeksi dan Palpasi : distribusi atau penyebaran rambut merata atau tidak
tontok atau tidak
Berbau atau tidak ada perubahan warna yang abnormal atau tidak
PEMERIKSAAN INTEGUMENT a. Inspeksi : ada lesi pada integumen atau tidak
ada jaringan parut atau tidak
b. Palpasi : Suhu kulit lembab atau tidak tekstur teraba halus atau tidak torgor kulit baik atau tidak ada edema atau tidak
PEMERIKSAAN KUKU
30
Nadi
a.Inspeksi dan palpasi : kuku terlihat bersih atau tidak warna merah muda atau tidak
kapilari refil
terdapat sianosis atau tidak
B. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
PEMERIKSAAN KEPALA a. Inspeksi : Kepala simetris atau tidak tidak ada kelainan pada kepala seperti hirochepalus (pembesaran kepala). b. Palpasi : ada nyeri tekan ditandai dengan pada saat pemeriksa melakukan penekanan pada bagian kepala bayi tidak menagis atau tidak frontanl tidak cekung (biasanya dilakukan pada bayi saja) tidak ada edema atau tidak
PEMERIKSAAN MATA Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan atau tidak konjungtiva anemis atau tidak sklera ikterik atau tidak reflek pupil terhadap cahaya baik isokor (baik) atau tidak palpasi : ada edema atau tidak ada nyeri tekan atau tidak
PEMERIKSAAN TELINGA Inspeksi dan palpasi Ukuran simetris kiri dan kanan atau tidak ada lesi atau tidak ada peradangan atau tidak 31
ada penumpukkan serumen atau tidak
adan nyeri tekan atau tidak
ada edema atau tidak
PEMERIKSAAN HIDUNG
Inspeksi dan palpasi ada pendarahan pada hidung atau tidak Hidung terlihat bersih atau tidak ada kotoran atau tidak ada pembesaran abnormal pada hidung seperti poli atau tidak ada edema atau tidak
PEMERIKSAAN MULUT Inspeksi Mukosa bibir lembab atau tidak kering Mukosa bibir anemis atau tidak ada lesi atau tidak
Palpasi ada massa atau edema atau tidak ada nyeri tekan atau tidak
PEMERIKSAAN LEHER
inspeksi leher simetris atau tidak ada tanda-tanda imflamasi atau tidak
ada jaringan parut atau tidak
ada perubahan warna atau tidak palpasi ada pembesaran gelenjer tiroid (normalnya tidak teraba) atau tidak ada pembesaran vena jugularis atau tidak ada pembesaran kelenjer linfe atau tidak
32
PEMERIKSAAN PAYUDARA inspeksi Simetris kanan-kiri atau tidak pembesaran normal atau tidak putting susu menonjol atau tidak Adanya pengeluaran kolostrum atau tidak Hiperpigmentasi pada aerola atau tidak Aerolla bersih atau tidak palpasi ada benjolan atau tidak konsistensi keras atau tidak
PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU INSPEKSI
Bentuk torak simetris atau tidak
ada edema atau tidak
PALPASI Takstil permitus kiri dan kanan sama atau tidak Ekspansi paru kiri dan kanan sama atau tidak
PERKUSI Suara paru sonor atau tidak
AUSKULTASI Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara rendah ,lembut dan bersih. ada suara napas tambahan atau tidak
PEMERIKSAAN JANTUNG Inspeksi : Dinding dada simetris atau tidak ada edema atau tidak 33
Palpasi iktus cordis teraba atau tidak
Perkusi Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar, batasbatas jantung normal adalah : Batas atas : ICS II Mid sternalis Batas bawah : ICS V Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra Auskultasi tidak ditemukan adanya suara tambahan
ABDOMENT Tinggi fundus uterus setelah melahirkan tergantung berapa lama klien setelah melahirkan yaitu : Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat Pada hari ke3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat Pada hari ke5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut (postpartum haemorrhage).
Dan juga tergantung proses persalinan yang dilakukan pada ibu apakah itu persalinan pervaginam atau SC, kalau SC pada inspeksi akan ditemukan adanya luka post op pada abdoment ibu.
GENETALIA Apakah vulva bersih atau tidak Apakan ada pengeluaran darah dan cairan lain atau tidak Apakah ada tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi atau tidak 34
5. ANALISA DATA NO 1.
DATA DS :
Klien mengatakan dia
Penurunan hormon
Klien mengatakan sulit
esterogen dan
dengan bayinya
Peningkatan hormon proglagtin
Klien mengatakan ketidakmapuan untuk menghadapi peran sebagai orang tua
progesteron
Klien mengatakan tidak tidak memiliki ikatan batin
Koping individu tidak efektif
Klien mengatkan mudah
untuk memusatkan pikiran
Post partum
yang terlalu cepat
sedih dan letih
MASALAH
Perubahan hormon
mudah marah
PATOFIOLOGI
Memodulasi ekstabilitas otak Aktivasi sub unit reseptor GABA
Klien mengtakan tidak mampu untuk membuat keputusan dan mengatasi masalah
Permeabilitas ion klorida kedalam sel meningkat Beberapa hormon lain di otak terlepas tampa kendali
DO: Klien tampak gelisah Terjadi peningkatan TD, Suhu, nadi dan pernapasan karen cemas Klien tampak menolak
Memicu peningkatan CRH di kel hipotalamus Merangsang kel.adrenal untuk menghasilkan hormon kortisol
kehadiran bayinya Klien menolak untuk pemberian asi dini Klien tampak tidak percaya diri Klien tampak murung dan tidak mampu untuk
Kekecewaan, perasaan tertekan, kesedihan dn ketakutan yang mendalam MK : Koping individu
beradaptasi dengan 35
lingkungan sekitar
2
tidak efektif
DS :
Post partum
Klien mengatakan belum
Karakteristik ibu
siap untuk menjadi orang Kehamilan yang tidak di inginkan
tua
Klien mengatakan merasa Merasa bersalah pd diri atau lingkungan
bersalah pada dirinya maupun lingkungan
Ketidaksanggupan dlm perubahan peran jd ortu
Klien mengatakan benci melihat anaknya
Klien mengatakan tidak
Kesedihan yang mendalam
menyayangi anaknya
Klien mengatakan secar
Ketidakmampuan dlm menerima kehadiran bayi
tiba-tiba dia merasa ingin menyakiti anaknya
Rasa ingin menyakiti bayi,diri sendiri atau keduanya
Klien mengatakan belum siap untuk menjadi orang tua
DO :
Klien tampak tidak suka kepada anaknya
Klien selalu menghindari jika didekatkan kepada anaknya
Klien tampak sering menunjukkan perilaku yang maladaktif kepda anaknya
Klien menolak menyusui anaknya.
36
MK : resiko PK
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidak efektifan Koping individu berhubungan dengan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu 2. Resiko tinggi terhadap kekerasan : diarahkanpada diri sendiri atau bayi 3. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional 4. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah ataupun episiotomi 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis (ansietas), nyeri karena proses persalinan dan kelahiran. 7. Kontipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron,nyeri perical ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang dari biasanya.
37
INTERVENSI KEPERAWATAN NO
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI
HASIL 1.
Ketidak efektifan koping
NOC :
NIC :
keluarga perubahan
Decision making
emosional yang tidak stabil
Role inchasmet
pada ibu
Sosial suport
Dicision making : Menginformasikan pada klien tentang alternatif dan solusi
DEFENISI : Ketidakmampuan untuk
KRITERIA HASIL : Mengidentifikasi
membentuk penilaian valid
pola koping yang
tentang stressor, ketidak
efektif
adekuatan pilihan respon
Mengungkapkan
yang dilakukan atau
secara verbal koping
ketidakmampuan
yang efektif
menggunakan sumber daya
Mengatakan
yang tersedia
penurunan stress Klien mengatakan
BATASAN KARAKTERISTIK :
keadaannya
Penurunan penggunaan
telah menerima
Mampu
dukungan sosial
mengidentifikasi
Perilaku destruktif
strategi tentang
terjadap orang lain
koping
dan diri sendiri
letih
ketidakmampuan
Memfasilitasi klien untuk membuat keputusan Bantu pasien mngidentifikasi keuntungan, kerugian dari keadaan Role inhancement : Bantu pasien untuk mengidentifikasi bermacam – macam nilai kehidupan Bantu pasien identifikasi strategi
pola nilai yang dimiliki
konsentrasi ketidakmampuan memenuhi harapan peran
diberikan
positif untuk mengatur
memusatkan
penanganan yang akan
pemecahan masalah
38
yang tidak adekuat
kosentrasi buruk, gangguan tidur, ketidakmampuan mengatasi masalah
2
Resiko tinggi terhadap kekrasan :diarahkan pada diri sendiri atau bayinya
DEFENISI : Perilaku kekerasan adalah
NOC :
NIC :
Intervensi awal
Pertahankan
adalah untuk
lingkungan dalam
mecegah respon
tingkat stimulus yang
perilaku agresif
rendah
Pasien
dapat
suatu keadaan dimana
menentukan
seseorang melakukan
bagaimana sentuhan
tindakan yang dapat
yang
membahayakan secara fisik,
ancaman dan yang
baik diri sendiri orang lain
tidak ancaman
maupun lingkungan.
merupakan
Mencegah kemungkinan
BATASAN KARAKTERISTIK:
psikososial Observasi perilaku klien secara ketat setiap 15 menit Singkirkan semua benda berbahaya Jelaskan prinsip-prinsip
terjadinya cedera
tindakan keperawatan
Memperlihatkan
pada dirinya
yang akan diberikan
permusuhan
ataupun pada bayi
Mendekati orang lain
Keterlibatan pasien
Lakukakn fiksasi bila diperlukan Berika obat
dengan ancaman
dalam dalam
Memberikan kata-
kegiatan
antipsikotik sesuai
kata ancaman
interpersonal untuk
program terapi
dengan rencana
menolong klien
(pantau keefektifan
melukai
kemnali kerealitas
dan efek samping obat)
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Ciptakan lingkungan
Mempunyai untuk melukai 39
BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Baby Blues Syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier,kecantikan/penampilan dan aktifitas rutin yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blue syndrome kebanyakan adalah kalangan wanita karier,artis, model dan wanita modern, tetapi syndrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan.Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrolseperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan,susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadidalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau empat setelah persalinan.
SARAN Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan Keperawatan serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tenanga kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan depresi postpartum blues.
40
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta: EGC.
Diposting oleh Agus Sutiono dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Konsep Dasar dan Askep Postpartum Blues. http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustakakonsep-dasar.html. diakses tanggal 09 januari 2011
Diposting
Oleh
zietraelmart
dalam
Postpartum
Blues.
2008.
Tags:
Ilmu
Jiwa
Kebidanan.http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/8/POST_PARTUM_BLUES. diakses tanggal 09 januari 2011
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, Jakarta : EGC.
41