BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia angka kejadian abortus merupakan angka tertinggi dari penyebab kematian maternal
yaitu 30%-35% dibandingkan dengan
penyebab kematian ibu yang lainya, menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu sekitar 248 per 100.000 kelahiran hidup, dimana untuk kasus abortus spontan diperkirakan 10% -15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau sekitar 600 - 900 ribu, sedangkan untuk abortus buatan angkanya berkisar antara750 ribu-1,5 juta setiap tahunnya, tahun 2009 angka kematian ibu rata-rata
320 per 100.000 100.000 persalinan hidup, hidup, ini
menunjukkan derajat kesehatan ibu selama hamil dan melahirkan masih memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih baik (SDKI, 2010). Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter ataupun tenaga medis tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Berdasarkan uraian di atas, maka dalam makalah ini kami tertarik untuk membahas tentang materi aborsi yaitu tentang Asuhan Pasca Keguguran (APK)
1
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tentang Asuhan Pasca Keguguran(APK)
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan kami tentang Asuhan Pasca Keguguran (APK)
2
BAB II ASUHAN PASCA KEGUGURAN (APK)
A.
Tiga strategi effektif untuk menurunkan AKI
1.
Pelayanan KB Post Partum termasuk konseling dan pelayanan KB Untuk menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB haruslah tokoh masyarakat dan tokoh agama aktif pada setiap desa serta pelayanan KB berkualitas disetiap desa atau kelurahan tertinggal dan terpencil serta di perbatasan, memberikan promosi dan konseling kesehatan reproduksi. Program KB yang terintegrasi dengan outcome yang jelas, sitem informasi yang up to date, fasilitas, advokasi dan supervise dari Pusat untuk daerah, jejaring kerja yang aktif dengan mitra kerja serta adanya dukungan pemda dengan membuat perda ini semua merupakan bentuk menata kembali pengelolaan KB. Memperkuat SDM operasinal KB dengan mengelola KB untuk setiap kecamatan serta petugas KB dengan jumlah yang memadai dengan kompetensi yang baik dan petugas lapangan KB maupun petugas KB terlatih untuk setiap desa atau kelurahan. Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui KB untuk seluruh keluarga dengan balita, aktif jadi anggota badab KB, pra keluarga sejahtera anggota unit pembinaan dan peningkatan keluarga sejahtera punya usaha ekonomi produktif, kelompok percontohan bina
3
keluarha remaja untuk setiap kecamatan serta bina lingkungan keluarga untuk kabupaten/kota. 2.
Penatalaksanaan komplikasi abortus a. Abortus imminens 1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang 2) Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari 3) Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan keadaan janin 4) Berikan obat-obat hormonal dan antispasmodika 5) Berikan obat penenang dan preparat hematinik 6) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C b. Abortus Insipiens 1) Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama 36 jam 2) Pada kehamilan <> 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet. 3) Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta secara manual c. Abortus Inkomplit 1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah
4
2) Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg IM 3) Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan pengeluaran plasenta secara manual 4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi d. Abortus komplit 1) Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari 2) Bila pasien anemia berikan hematinik 3) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi 4) Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral e. Missed abortion 1) Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam 2) Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi 3) Pada kehamilan <> 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg lalu infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml mulai 20 tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. 3.
Asuhan post abortus terintegrasi dengan Pelayanan kegawatdaruratan dan kesehatan reproduksi termasuk KIE. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
5
a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, KIE peran serta masyarakat dalam KB dan kespro b. Peningkatan akses dan pelayanan KB dan kespro c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektifdan efisien d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak kespro termasuk KIE dan konseling. f.
Pengembangan kebijakan pelayanan KRR bagi remaja
g. Penyelenggaraan promosi KRR, pemahaman dan pencegahan dan bahaya NAPZA, termasuk KIE dan konseling bagi masyarakat, keluarga dan remaja h. Penguatan
dukungan
dan
partisipasi
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan program KRR yang mandiri.
B.
Upaya-Upaya dalam rangka APK
Salah satu hal yang perlu diwaspadai dalam asuhan pasca keguguran adalah komplikasi.
Komplikasi dari abortus sering terjadi pada abortus
kriminalis walaupun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada abortus spontan. Komplikasi dini yang paling sering adalah sepsis yang disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap, sebagian atau seluruh produk pembuahan masih tertanam dalam uterus. Jika infeksi tidak diatasi, dapat terjadi infeksi yang menyeluruh sehingga menimbulkan aborsi septik, yang merupakan
6
komplikasi aborsi ilegal yang paling fatal. Jika abortsi septik disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat virulen dan dibiarkan tidak diatasi, pasien dapat mengalami syok septik. Komplikasi kedua setelah sepsis yang paling sering dilaporkan adalah perdarahan. Perdarahan dapat disebabkan oleh aborsi yang tidak lengkap atau cedera organ panggul. Kematian umumnya disebabkan oleh tidak tersedianya darah dan fasilitas rumah sakit yang memadai. Komplikasi aborsi yang secara potensial fatal adalah bendungan sistem kardiovaskuler oleh bekuan darah, gelembung udara, atau cairan; gangguan mekanisme pembekuan darah yang hebat (DIC) yang disebabkan oleh infeksi yang berat. Bagi mereka yang luput dari komplilkasi awal abortus yang dilakukan oleh tenaga yang kurang terlatih mungkin mengalami efek samping jangka panjang yang lama. Misalnya, ineksi dapat menimbulkan kerusakan permanen di tuba falopii yang dapat menyebabkan kemandulan. Beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadi komplikasi adalah : 1.
Memotivasi ibu agar aborsi tidak berulangkali, sehingga dianjurkan memakai alat kontrasepsi segera setelah abortus
2.
Memotivasi
ibu
memperoleh
pelayanan
APK
sehingga
tidak
menimbulkan komplikasi yang berakibat kematian.
7
3.
Apabila aborsi terpaksa dilakukan karena alasan medis, maka sebaiknya dilakukan oleh Tenaga Terlatih dan difasilitasi pelayanan kesehatan yang memadai
4.
Memberikan Pelayanan kontrasepsi kepada Ibu Pasca Keguguran atau suami untuk menghindari KTD sehingga penanggulan abortus dapat dicegah.
5.
Melakukan rujukan medis ke tempat pelayanan kesehatan terdekat bila terjadi komplikasi keguguran.
C.
Kebijakan Depkes untuk Mencegah Komplikasi atau Kematian Karena Abortus.
Kewajiban umum pasal 7 di Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran berbunyi : ”Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”, artinya segala perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagian, dengan sendirinya dia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia, ini berarti bahwa baik dari segi agama, UU negara, maupun
etik
kedokteran,
seorang
dokter
tidak
dibolehkan
untuk
menggugurkan kandungan ( Abortus Provokatus ). Abortus hanya dapat dibenarkan hanya sebagai pengobatan, apabila satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut atau abortus provokatus therapiuticus, seperti juga tercantum dalam Undang-undang tentang Kesehatan No.23 tahun 1992. Keputusan untuk melakukan abortus, sekurang-kurangnya 2
8
dokter, dan persetujuan tertulis dari isteri, suami dan keluarga terdekat, dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit atau sarana kesehatan yang memadai. Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari
aspek
etika,
Ikatan
Dokter
Indonesia
telah
merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masingmasing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Depkes membuat kebijakan untuk mencegah komplikasi dan kematian karena abortus dengan : 1. Mencegah kehamilan tidak diinginkan dengan kegiatan KB, pendidikan kesehatan reproduksi, moral dan agama
9
2. Advokasi tindakan abortus yang lebih fleksibel (legalisasi abortus karena alasan medis) 3. Mengembangkan APK di fasilitas yang ada
10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di Indonesia angka kejadian abortus merupakan angka tertinggi dari penyebab kematian maternal
yaitu 30%-35% dibandingkan dengan
penyebab kematian ibu yang lainya. Tiga strategi effektif untuk menurunkan AKI : 1. Pelayanan KB Post Partum termasuk konseling dan pelayanan KB 2. Penatalaksanaan komplikasi abortus 3. Asuhan post abortus terintegrasi dengan Pelayanan kegawatdaruratan dan kesehatan reproduksi termasuk KIE. Upaya-Upaya dalam rangka APK 1. Memotivasi ibu agar aborsi tidak berulangkali, sehingga dianjurkan memakai alat kontrasepsi segera setelah abortus 2. Memotivasi
ibu
memperoleh
pelayanan
APK
sehingga
tidak
menimbulkan komplikasi yang berakibat kematian. 3. Apabila aborsi terpaksa dilakukan karena alasan medis, maka sebaiknya dilakukan oleh Tenaga Terlatih dan difasilitasi pelayanan kesehatan yang memadai 4. Memberikan Pelayanan kontrasepsi kepada Ibu Pasca Keguguran atau suami untuk menghindari KTD sehingga penanggulan abortus dapat dicegah.
11
5. Melakukan rujukan medis ke tempat pelayanan kesehatan terdekat bila terjadi komplikasi keguguran. Kebijakan Depkes untuk Mencegah Komplikasi atau Kematian Karena Abortus. 1. Mencegah kehamilan tidak diinginkan dengan kegiatan KB, pendidikan kesehatan reproduksi, moral dan agama 2. Advokasi tindakan abortus yang lebih fleksibel (legalisasi abortus karena alasan medis) 3. Mengembangkan APK di fasilitas yang ada
B.
Saran
Kami berharap apa yang telah disajikan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi kita semua, meskipun kami menyadari bahwa di dalam makalah ini juga masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami menganjurkan pembaca kiranya dapat menambah wawasan dari isi terkait dari sumber lain, sehingga dapat memperkaya isi dari makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E. R., dan Rismintari, Y. S. (2011). Numed. Jogjakarta.
. Asuhan Kebidanan Komuni tas
www. bkkbn.go.id http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/makalah.html http://samsaraindonesia.blogspot.com/2010/01/aborsi-sebagai-suara-hati perempuan.html
13