BAGAIMANA MELAKUKAN UJI RAGAM (ANOVA ) ) YANG MUDAH DIPAHAMI OLEH MAHASISWA S1? *
Oleh : Anung SDP ** ) A. LATAR BELAKANG
Skripsi adalah salah satu syarat yang harus dibuat oleh mahasiswa S1 untuk memperoleh gelar kesarjanaannya. Skripsi ini biasanya disusun atas dasar data primer atau sekundair yang diperoleh dari suatu sumber, atau diperoleh secara la ngsung melalui kegiatan survai maupun percobaan.
Sasaran utama utama dari dari penulisan skripsi bagi
mahasiswa S1 ini, adalah melatih mahasiswa agar mampu melakukan penalaran dengan baik dan benar yang didasarkan atas informasi yang terkandung di dalam data yang dianalisisnya.
Oleh karena itu, mahasiswa akan lebih mudah melakukan penalaran
apabila dapat membaca dengan mudah informasi yang terkandung di dalam data yang diperolehnya. Informasi yang terkandung di dalam suatu data akan mudah dibaca atau diketahui, apabila data tersebut diperoleh dan dianalisis dengan metoda yang tepat, serta disajikan secara informatif sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Pada kenyataannya, seringkali dijumpai hasil analisis data yang disajikan kurang informatif, sehingga menyebabkan interprestasi dan pengambilan kesimpulan yang kurang tepat. Contohnya pada penyajian hasil uji ragam yang menggunakan uji kontras orthogonal, penyajian data hasil analisis percobaan faktorial yang ada interaksinya, dlsb. Hal ini terjadi akibat pemilihan metode untuk mendapatkan dan menganalisis data yang kurang dipahami dengan baik dan benar. Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan sumbangan pemikiran tentang uji ragam ( ANOVA), ANOVA), kaitannya dengan pemahaman tentang uji ragam percobaan faktorial dengan perlakuan kontrol menggunakan uji kontras orthogonal, serta tentang pemahaman adanya interaksi pada percobaan faktorial. *) Sumbangan pemikiran bagi mahasiswa dan dosen pembimbing skripsi **) Pengajar pada bidang kajian Hortikultura Hortikultura Faperta UNSOED UNSOED
B. UJI RAGAM (ANOVA )
Dalam analisis data statistik, untuk menguji dua rerata sampel berbeda atau tidak digunakan uji t (t test ). Misalnya uji t untuk mengetahui apakah ada perbedaan daya hasil dua varietas cabai yang diteliti. Apabila varietas cabai yang diuji lebih dari dua, maka pengujian harus dilakukan secara sepasang demi sepasang.
Dalam hal ini kalau
tetap menggunakan uji t, maka peluang membuat kesimpulan yang salah akan lebih besar. Misalnya akan menguji delapan varietas cabai, maka akan didapatkan pasangan pengujian yang berbeda sebanyak : C 8, 2
6! 2!(6 2)!
6.5.4! 2!.4!
15 pasang pengujian
Pada 15 pasang pengujian tersebut, apabila diharapkan 5% pasangan pengujian mendapatkan thit > t 0.05 secara kebetulan saja, maka kemungkinan satu pasang pengujian atau lebih akan menghasilkan t hit > t0.05 adalah : 1 (0.95)15 1 0.46 0.54
Jadi 54% kali atas dasar tingkat significan 5% (α = 5%), akan menarik kesim pulan yang salah dengan mengatakan bahwa dua rerata sampel berbeda nyata. Semakin banyak rerata sampel yang akan diuji dengan uji t, maka akan semakin besar peluang membuat kesimpulan yang salah. Oleh karena itu untuk menguji rerata sampel yang lebih dari dua, digunakan cara lain yaitu dengan analisis variansi ( ANOVA, analyses of variance). a. Variansi Data
Variansi data sampel yang diberi lambang S 2, merupakan rerata dari jumlah kuadrat (mean square), yaitu jumlah kuadrat simpangan ( sum of square) dibagi dengan derajad bebasnya (db = n-1).
S 2
jumlah kuadrat simpangan ( JK ) n 1 _
2
2
JK ( X X ) X
( X )
2
n
Contoh : Data : 2 6 4 8 5 2
2
2
2
2
JK 2 6 4 8 5
(25) 2 5
145 125 20
S 2
JK n 1
20 4
5
b. Pendekatan ke Model Liner
Untuk menjelaskan dasar dari ANOVA dapat dilakukan dengan pendekatan ke model liner, yaitu bahwa data hasil suatu pengamatan mengikuti model persamaan : Yij = µ + Ti + εij Yij = data pengamatan perlakuan ke i dan ulangan ke j µ = rerata data secara umum Ti = pengaruh perlakuan ke i εij = faktor kekeliruan Dari model liner tersebut akan diketahui bahwa simpangan setiap data terhadap rerata umum (µ), akan sama dengan simpangan akibat perlakuan ditambah simpangan akibat kekeliruan, sehingga : Yij - µ = Ti + εij Jumlah dari masing-masing simpangan tersebut sama dengan nol (0), yaitu : ƩƩ(Yij - µ) = ƩTi + Ʃεij 0
= 0 + 0
Dalam hal ini agar tidak sama dengan nol perlu dikuadratkan, sehingga menjadi jumlah kuadrat simpangan. ƩƩ(Yij - µ)2 = ƩTi2 + Ʃεij2, atau ƩƩ(Yij - µ)2 = Ʃ( xi.-µ)2 + Ʃ(Xij- xi.)2, tidak lain adalah JK total =JK perlakuan + JK galat Dengan manipulasi aljabar, formula jumlah kuadrat simpangan masing-masing suku di atas dapat disederhanakan menjadi : t
r
JKtotal X 2 ij
i 1 j 1
( X ij ) 2 t .r
t
( X . j ) JKperlakuan
i 1
2
( X ij ) 2
r t .r Selanjutnya JK Galat dapat dicari dari persamaan di atas, sehingga: JK Galat = JKtotal - JKperlakuan
Contoh : Perlakuan A B C D
1 12 13 19 23
Ulangan 2 17 11 17 28
3 16 12 21 27
Ʃ
Rerata
45 36 57 78 216
15 12 19 26 18
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rerata umum (µ) = 18, sedangkan masingmasing perlakuan mempunyai rerata A=15, B=12, C=19, dan D=26. Atas dasar model liner Yij - µ = T i + ε ij , dan diketahui bahwa T i adalah akibat pengaruh perlakuan yaitu selisih antara rerata masing-masing perlakuan dengan µ yaitu ( xi.-µ), sedangkan ε ij adalah kekeliruan dalam setiap perlakuan akibat ulangan yaitu (X ij- xi.), maka masingmasing data akan mempunyai persamaan simpangan sebagai berikut : A1 → (12-18) = (15-18) + (12-15) A2 → (17-18) = (15-18) + (17-15) A3 → (16-18) = (15-18) + (16-15) B1 → (13-18) = (12-18) + (13-12) B2 → (11-18) = (12-18) + (11-12) B3 → (12-18) = (12-18) + (12-12) C1 → (19-18) = (19-18) + (19-19) C2 → (17-18) = (19-18) + (17-19) C3 → (21-18) = (19-18) + (21-19) D1 → (23-18) = (26-18) + (23-26) D2 → (28-18) = (26-18) + (28-26) D3 → (27-18) = (26-18) + (27-26) Apabila dalam setiap data, simpangan pada masing-masing suku dikuadratkan, kemudian dijumlahkan mulai dari A 1 s/d D3 akan didapatkan hasil sbb : 368 = 330 + 38 , nilai ini tidak lain adalah JK total = JK perlakuan + JK galat Hasil hitungan tersebut akan persis sama apabila d icari dengan formula :
4
3
JKtotal X 2 ij
( X ij ) 2 4 .3
i 1 j 1 2
2
2
2
12 17 16 ... 27
( 216 ) 2 12
368 4
( X . j ) JKperlakuan
2
i 1
3
( X ij ) 2 4.3
452 362 57 2 782 3
(216) 2 12
330
JK galat = JK total – JK perlakuan = 368 – 330 = 38 c. Pendekatan ke Teori Sampling
Analisis ragam digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan diantara rerata perlakuan yang diuji. Namun dalam hal ini materi yang diuji bukan nilai rerata dari perlakuan tersebut, akan tetapi nilai variansinya. Oleh karena itu hasil ANOVA baru bisa untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan diantara rerata perlakuan, namun belum dapat diketahui rerata perlakuan mana yang berbeda. H0 : perlakuan sama pengaruhnya → H0 : µ1 = µ2 = µ3 … = µt Hi : perlakuan tidak sama pengaruhnya Di bawah H0 berarti dari semua populasi perlakuan hanya ada satu populasi, atau perlakuan-perlakuan dianggap berasal dari satu populasi yang sama, dengan rerata µ dan variansi δ2. Dari hipotesis di atas (H0, Hi), dapat dijelaskan bahwa nilai karakteristik suatu populasi yaitu µ dan δ 2 biasanya tidak diketahui. Untuk dapat memperoleh gambaran tentang µ dan δ 2 dilakukan dengan mengambil contoh acak : X 1, X2, X3, …..Xn kemudian dihitung nilai statistik nya x dan S2 yang merupakan gambaran atau penduga dari µ dan δ2. Nilai statistik dari sampel akan berubah-ubah tergantung dari sampel yang terambil, sehingga dan S2 merupakan suatu distribusi. Distribusi rerata sampel ini akan mempunyai rerata = µ dan varians = δ 2/n.
Untuk perlakuan : Perlakuan 1
Perlakuan 2 …………………Perlakuan ke T
Y11
Y21
Yt1
Y12
Y22
Yt2
Y13
Y23
Yt3
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Y1n
Y2n
Ytn
↓
↓
↓
Y1
Y2
Yt
S21
S22
S2t
Variansi dari sampel yaitu S21, S22……S2t, memberi gambaran mengenai variansi populasinya yaitu δ2. Rerata tertimbang S21, S22……S2t yang disebut variansi contoh atau variansi dalam contoh adalah penduga terbaik untuk δ 2, yaitu : 2
S
(n1 1)S 12 (n2 1)S 22 ..... (nt 1)S t 2 (n1 1) (n2 1) .....(nt 1)
erata tertimbang dari 1, 2, … t merupakan penduga µ, sedangkan variansi yang ada diantara Y1, 2, … t yang disebut variansi rerata contoh atau variansi antar contoh merupakan penduga variansi populasi δ2 juga, yaitu : _
2 t
S
2
_
2
_
n1 (Y 1 Y .. ) n2 (Y 2 Y ) ... nt (Y t Y .. ) 2 t 1
Jika H0 benar yaitu µ1 = µ2 = µ3 … = µt , maka variansi dalam contoh dan variansi antar contoh sama-sama merupakan penduga yang baik dari variansi populasi δ2, sedangkan apabila H0 salah maka hanya variansi dalam saja yang merupakan penduga dari variansi populasi, dan variansi antar contoh nilainya akan lebih besar dari variansi dalam contoh. Untuk mengetahui H 0 benar atau salah, dilihat apakah nilai variansi antar contoh dekat dengan nilai variansi dalam contoh. Jika nilai variansi antar contoh dekat dengan nilai variansi dalam contoh, maka rasio kedua variansi tersebut mendekati nilai1(satu). Ratio kedua variansi ini merupakan nilai F hitung, diterima atau ditolaknya H 0 tergantung dari nilai kritis yang dapat dihitung atau dilihat dari nilai F tabel.
Hasil ANOVA dari data di atas adalah sebagai berikut : Sumber Ragam db JK KT F hitung F α=5% Antar Contoh (perlakuan) 3 330 110 23,16 4,07 Dalam Contoh (galat) 8 38 4,75 Total 11 368 Kesimpulan : H0 ditolak dan H i diterima, artinya ada perbedaan nyata diantara rerata perlakuan d. Uji Lanjut Setelah ANOVA
Seperti telah diterangkan di atas, bahwa dari hasil uji ragam (ANOVA) baru diketahui ada atau tidak adanya perbedaan diantara rerata perlakuan yang dicoba, namun belum diketahui rerata perlakuan mana yang berbeda. Untuk itu, diperlukan uji lanjut untuk mengetahui rerata mana yang berbeda diantara perlakuan yang dicoba. Uji lanjut ini hanya dilakukan apabila H 0 ditolak dan H i diterima. Apabila H0 diterima, maka tidak dibenarkan untuk melakukan uji lanjut, hal ini karena ada kemungkinan akan didapat adanya perbedaan diantara rerata perlakuan yang diuji, yaitu terutama terjadi apabila dilakukan uji lanjut dengan BNT (beda nyata terkecil). Hal inilah yang kadang dijumpai pada hasil analisis ragam yang dilakukan oleh mahasiswa S1. Ada beberapa uji lanjut yang biasa diberikan untuk mahasiswa S1, secara garis besar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: uji lanjut dengan menggunakan satu nilai pembanding, uji lanjut dengan beberapa nilai pembanding (uji banding ganda), dan rencana uji F ( plan F ) yaitu memecah jumlah kuadrat (JK) perlakuan sesuai dengan derajad bebasnya menggunakan kontras orthogonal. 1. Uji Beda Nyata Terkecil/BNT ( Least Significant Difference/LSD) Pengujian ini didasarkan atas distribusi t, yaitu bahwa t hitung > t tabel
t hitung _
X 1. X 2. S X
t tabel , sehingga
_
X 1 X 2 t tabel . S X , S X BNT t tabel . t tabel .
2 MSE k
k
, sehingga
, untuk ulangan yang sama
MSE MSE k 1
2 MSE
k 2
, untuk ulangan yang tidak sama
Nilai BNT yang kecil menyebabkan uji ini mempunyai kelemahan, yaitu rerata yang seharusnya tidak berbeda untuk kasus tertentu dengan uji BNT ini menjadi berbeda. Oleh karena itu, sementara pembimbing Skripsi tidak menghendaki uji BNT ini untuk kasus-kasus tertentu. 2. Uji Beda Nyata Jujur/BNJ ( Honestly Significant Defference/HSD) Untuk mengatasi kelemahan uji BNT, maka disusun formula lain yang mempunyai nilai pembanding lebih besar yaitu uji BNJ. Perbedaannya terletak pada nilai tabel yang lebih besar, yaitu dengan menggunakan tabel Tukey. Tabel ini
disamping
ditentukan
oleh
besarnya
derajad
bebas
dan
tingkat
signifikansinya, juga di dasarkan atas banyaknya rerata yang akan dibandingkan. Kelemahan dari BNJ ini kebalikan dari BNT, yaitu rerata yang seharusnya berbeda untuk kasus tertentu dengan BNJ ini menjadi tidak berbeda. Sementara pembimbing senang menggunakan uji lanjut BNJ ini, karena akan diperoleh kesimpulan yang tebih tegas. 3. Uji Dunnet Uji Dunnet biasanya digunakan untuk membandingkan antara rerata kontrol dengan rerata perlakuan yang lain.
Cara menghitung nilai pembanding uji
Dunnet sama dengan uji BNT, bedanya pada uji ini menggunakan tabel Dunnet. Tabel Dunnet disamping ditentukan atas dasar derajad bebas dan tingkat signifikansinya, juga ditentukan atas dasar banyaknya rerata yang akan dibandingkan. 4. Uji Banding Ganda Duncan/UBGD ( Duncan Multiple Range Test/DMRT ) Uji lanjut yang hanya mempunyai satu nilai pembanding untuk kasus tertentu mempunyai kelemahan, yaitu apabila rerata yang akan dibandingkan banyak, maka akan berkemungkinan melakukan kesimpulan yang salah. Perbedaan dua rerata yang dibandingkan mungkin terjadi hanya karena jarak rankingnya yang jauh.
Untuk itu diperlukan uji lanjut dengan formula yang lain dengan
mempertimbangkan jarak perbandingan dalam suatu ranking, yaitu yang dikenal dengan uji banding ganda. Dua rerata dibandingkan dengan suatu nilai atas dasar
jarak
perbandingannya,
sehingga
akan
diperlukan
banyak
nilai
pembanding. Besarnya nilai pembanding, disamping didasarkan atas variansi galat,
derajad
bebas,
tingkat
signifikansi,
juga
didasarkan
atas
jarak
perbandingan menurut ranking. Untuk uji UBGD menggunakan tabel Duncan. Dapat dilihat bahwa, untuk uji UBGD pada jarak perbandingan 2 tidak lain adalah sama dengan uji BNT. 5. Uji Student Newman Keul (SNK) Uji SNK disusun guna memperbaiki kelemahan uji UBGD yang nilainya lebih kecil, seperti halnya uji BNT yang diperbaiki dengan uji BNJ. Cara menghitung pada uji SNK sama dengan uji UBGD, perbedaannya hanya pada tabel yang digunakan, uji SNK menggunakan tabel Tukey. 6. Rencana Uji F ( Plan F ) Semua uji lanjut yang telah dibicarakan di atas mempunyai kelemahan, yaitu bahwa hasil uji tersebut kadang tidak bisa secara langsung menjawab hipotesisnya. Atas dasar itu, maka disusun uji lanjut lain yaitu rencana uji F ( plan F ) untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada rencana uji F, jumlah kuadrat simpangan dari perlakuan dipecah menjadi beberapa perbandingan sebanyak derajad bebasnya. Perbandingan-perbandingan yang diinginkan disusun atas dasar hipotesisnya, atau disusun untuk mengetahui sebanyak banyaknya informasi yang terkandung di dalam data yang dianalisis.
Oleh
karena itu, dengan uji F interprestasi, penalaran, dan penarikan kesimpulan atas informasi yang terkandung di dalam data akan lebih komprehensip. Namun demikian, dalam uji F dituntut adanya pemahaman secara mendalam tentang uji ragam serta penguasaan permasalahan yang akan dikaji. Prinsip dasar dari uji F ini adalah, bahwa jumlah kuadrat sebelum dan sesudah dipecah harus sama. Pemecahan ini dilakukan menggunakan kontras orthogonal, dengan formula:
JKQi
( iT i ) 2 n( i2 )
Qi = macam perbandingan yang dibuat ke i λ i = koefisien kontras orthogal ke i yang dibuat sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat kontras (Σλ i = 0), dan syarat orthogonal (Σλ i.λ i+1 = 0). Ti = jumlah nilai data perlakuan ke i n
= banyaknya ulangan pada perlakuan
C. PERCOBAAN FAKTORIAL DENGAN PERLAKUAN KONTROL Adakalanya dalam merancang perlakuan sebuah percobaan perlu menambah satu perlakuan kontrol, baik untuk perlakuan faktorial maupun non faktorial. Perlakuan kontrol ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perlakuan yang dicoba memberi pengaruh pada obyek yang diamati. Misalnya, sejauh mana perlakuan pupuk yang diberikan berpengaruh terhadap tanaman yang diuji dibandingkan tanpa dipupuk, sejauh mana larutan hara hidroponik organik yang dibuat berpengaruh terhadap hasil tanaman dibandingkan dengan larutan hara yang sudah biasa digunakan (AB-mix), dlsb. Di bawah ini suatu contoh tabel ANOVA dari suatu makalah yang ditulis bersumber bukunya Steel and Torrie (1984) dengan informasi sbb: -
Rancangan perlakuannya adalah perlakuan faktorial plus kontrol
-
Faktor yang dicoba jenis pupuk (J 1, J2) dan dosis N (N1, N2, N3)
-
Rancangan lingkungannya RAKL tiga ulangan (blok)
TABEL ANOVA No
Sumber Variansi
Db
1. Blok
2
2. Perlakuan
6
3. Kntrl vs Faktorial
1
4. J1 vs J2
1
5. N2 vs (N1+N3)
1
6. (N1-N3) pd J 1 vs J2
1
7. (N2 vs N1+N3) pd J1vs J2
1
8. Galat
12
9. Total
20
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Atas dasar tabel ANOVA di atas, dapat diketahui bahwa JK Perlakuan dipecah menjadi enam perbandingan (sejumlah derajad bebasnya) menggunakan kontras orthogonal. Perbandingan no 3 untuk mengetahui perbedaan kontrol dengan perlakuan faktorial, no 4 dan 5 untuk mengetahui efek mandiri masing-masing faktor, serta no 6 dan 7 untuk mengetahui pengaruh interaksi kedua faktor. Pada kenyataannya, tidak semua mahasiswa mampu membaca, menginterprestasikan, dan menyajikan hasil ANOVA tersebut dengan baik.
Hal ini terbukti, bahwa hasil analisis data yang
disajikan pada bab pembahasannya masih dalam bentuk perbandingan-perbandingan seperti yang tercantum di dalam ANOVA, data seperti ini jelas kurang informatif bagi pembaca. Oleh karena itu, perlu pendekatan ca ra analisis ragam faktorial plus kontrol di atas agar lebih mudah dipahami oleh mahasiswa, yaitu dengan mengembalikan ke dalam bentuk dasar analisis ragam faktorial. Apabila dikembalikan dalam bentuk dasar, maka tabel ANOVA di atas dapat ditulis sbb: TABEL ANOVA No
Sumber Variansi
db
1. Blok
2
2. Perlakuan
6
3. Kntrl vs Faktorial
1
4. Faktorial (JN)
5
5. J
1
6. N
2
7. J >< N
2
8. Galat
12
9. Total
20
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Atas dasar tabel ini, JK Perlakuan (db=6) dipecah menjadi JK Kntrl vs Faktrl (no 3) dan JK Faktorial (no 4), selanjutnya JK Faktorial dipecah menjadi JK efek mandiri (no 5 dan 6) dan JK interaksi (no 7). Seperti telah dijelaskan di muka, bahwa variansi adalah jumlah kuadrat simpangan dibagi dengan derajad bebasnya. Sumber variansi no 3 (Kntrl vs Faktrl) mempunyai db = 1, artinya variansi yang terjadi hanya disebabkan oleh dua rerata, yaitu rerata Kontrol dan rerata perlakuan Faktorial secara keseluruhan. Oleh karena itu jumlah kuadrat simpangan yang dimaksud disini adalah simpangan kuadrat rerata Kontrol terhadap rerata umum ditambah simpangan kuadrat rerata Faktorial terhadap rerata umum, yaitu : _
_
_
_
JK Kntrl vs Fak trl ( K X .. ) 2 ( F X .. ) 2 Dengan manipulasi aljabar dapat ditulis dan disederhanakan menjadi :
JK Kntrl vs Faktrl
T K 2 n K
T F 2 n F
CF
Hasil perhitungan dengan formula ini akan persis sama dengan uji kontras orthogonal. Untuk menghitung JK Perlakuan Faktorial (JN) beserta pemecahannya ke dalam pengaruh mandiri dan pengaruh interaksinya, persis sama dengan perhitungan JK untuk perlakuan Faktorial yang telah dipelajari selama ini, hanya bedanya data perlakuan Kontrol tidak dimasukkan. TELADAN : 1. Data berikut adalah simulasi angka data yang akan digunakan untuk menjelaskan permasalah yang telah diterangkan di atas. Misalkan data pengaruh konsentrasi larutan (K) dua macam bahan organik (O) terhadap hasil sawi hidroponik, dengan rancangan perlakuan faktorial 2 x 3 plus perlakuan kontrol (AB-mix), disusun dengan RAKL tiga ulangan. PERLK
BLK I
BLK II
BLK III
Jumlah
KONTROL O1 K1 K2 K3 O2 K1 K2 K3
3 2 3 4 4 5 7
5 2 3 5 3 5 6
4 1 2 4 3 4 5
12 5 8 13 10 14 18
Jumlah
28
29
23
80
Perhitungan jumlah kuadratnya : 2
JK blok
2
28 29 23
2
7
JK perlakuan
80
2
21
2,9524
122 52 ... 18 2
JK Kontrl vs Faktrl
3 12 2 3
68 2 18
802 21
80 2 21
35,9048
0,1270
Jika dicari dengan kontras orthogonal hasilnya adalah: JK Kontrl vs Faktrl
JK Faktorial
{(6)12 5 8 13 10 14 18}2 3(36 1 1 1 1 1 1)
52 82 13 2 10 2 14 2 18 2 3
682 18
0,1270
35,7778
Jika perhitungannya benar, maka : JK Perlakuan = JK Kontrl vs Faktrl + JK Faktorial 35,9048
=
0,1270
+
35,7778
Selanjutnya pemecahan untuk perlakuan Faktorialnya sama seperti yang telah dipelajari, yaitu : 2
JK O
(5 8 13) (10 14 18)
JK K
9
2
68
2
18
2 2 2 (5 10 ) (8 14 ) (13 18 )
6
14,2222 2
68
18
21,4444
JK Interaksi = JK Faktorial – JK O – JK K = 35,7778 – 14,2222 – 21,4444 = 0,1111 Tabel ANOVA PERLK
DB
JK
KT
F hitung
BLOK PERLK K>
2 6 1 5 1 2 2 12
2,9524 35,9048 0,1270 35,7778 14,2222 21,4444 0,1111 4,3810
1,4762 5,9841 0,1270 7,1556 14,2222 10,7222 0,0556 0,3651
4,04 16,39 0,35 19,60 38,96 29,37 0,15
TOTAL
20
43,2381
F 5%
F 1%
Atas dasar hasil ANOVA di atas, diketahui bahwa Kontrol vs perlakuan Faktorial tidak nyata. Hal ini bukan berarti dapat disimpulkan bahwa perlakuan larutan hara organik yang dicoba otomatis bisa menggantikan larutan hara AB-mix (kontrol), karena yang dibandingkan dengan kontrol adalah rerata seluruh kombinasi perlakuan (rerata dari 6 kombinasi perlakuan secara keseluruhan). Jadi ada kemungkinan dari 6 kombinasi itu ada yang berbeda dengan kontrol, sehingga masih perlu dicari perlakuan mana yang bisa menggantikan AB-mix dengan baik. Pada kondisi lain apabila Kontrol vs perlakuan Faktorial nyata, perlu hati-hati di dalam membaca dan menarik kesimpulan, karena masih perlu ditetahui perlakuan yang mana diantara semua kombinasi perlakuan Faktorial yang mempunyai rerata lebih tinggi atau lebih rendah
dengan kontrol. Hasil lain atas dasar ANOVA di atas yaitu: perlakuan Faktorial nyata, pengaruh mandiri kedua faktor yang dicoba nyata, tetapi tidak ada pengaruh interaksi. Untuk uji lanjut setelah ANOVA, karena akan membandingkan rerata perlakuan dengan rerata kontrol maka digunakan uji BNT-Dunnet. Dalam hal ini harus hati-hati, karena rerata kontrol dan rerata perlakuan mempunyai ulangan yang tidak sama, sehingga dari formula 2MSE/n ujinya harus ditulis sebagai berikut : MSE MSE
BNT DUNNET (t DUNNET )
0,3651
( 2,11).
n1 3
n2
0,3651 9
0,85
Hasil analisis data di atas dapat disajikan seperti pada tabel berikut : Tabel 1. Rerata hasil tanaman akibat perlakuan jenis bahan organik dan konsentrasi larutan hidroponik. Perlakuan
Kontrol
Kontrol O1 O2
4,00
Rerata
4,00 B
K1
K2
K3
Rerata
1,67 3,33
2,67 4,67
4,33 6,00
4,00 a 2,89 b 4,67 a
2,50 D
3,67 C
5,17 A
(-)
Keterangan : (-) tidak ada interaksi, rerata perlakuan yang diikuti huruf kecil pada kolom yang sama dan rerata perlakuan yang diikuti huruf besar pada baris yang sama tidak berbeda pada taraf BNT-Dunnet 5%. Atas dasar Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa larutan organik yang dapat menggantikan AB-mix adalah berasal dari jenis bahan organik 2 (O2), larutan tersebut dapat menggantikan AB-mix apabila diberikan dengan konsentrasi tinggi (K3). 2. Data berikut adalah simulasi angka data seperti di atas, tetapi dibuat untuk menjelaskan adanya interaksi antara dua faktor yang dicoba. PERLK
BLK I
BLK II
BLK III
Jumlah
Kontrol O1 K1 K2 K3 O2 K1 K2 K3
3 2 3 4 4 6 4
5 2 3 5 3 7 4
4 1 2 4 3 5 3
12 5 8 13 10 18 11
Jumlah
26
29
22
77
Dengan cara yang sama, akan diperolah tabel ANOVA sebagai berikut : TABEL ANOVA PERLK
DB
JK
KT
F hitung
BLOK PERLK K>
2 6 1 5 1 2 2 12
3,5238 33,3333 0,3889 32,9444 9,3889 11,4444 12,1111 3,8095
1,7619 5,5556 0,3889 6,5889 9,3889 5,7222 6,0556 0,3175
5,55 17,50 1,23 20,76 29,58 18,03 19,08
TOTAL
20
40,6667
F 5%
F 1%
Tabel ANOVA di atas menunjukkan bahwa ada interaksi antara jenis bahan organik
dengan
konsentrasi,
artinya
setiap
jenis
bahan
organik
konsentrasinya apabila digunakan sebagai larutan hara hidroponik.
tergantung
Dengan adanya
interaksi kedua faktor perlakuan yang dicoba menjadi saling tergantung (dependent factor ).
Oleh karena itu, sudah tidak dibenarkan kalau masih membaca/membahas
pengaruh mandiri faktor.
Hal ini kadang masih sering dilakukan oleh sementara
mahasiswa dalam tulisan skripsinya. Dalam hal ini ada beberapa kondisi interaksi : 1. Kedua faktor bersifat kualitatif, uji lanjut setelah ANOVA yang dapat dilakukan berupa uji rerata perlakuan. Hasil uji disajikan dalam bentuk tabel matrik seperti hasil analisis di atas. Pola interaksinya dapat diketahui dari tanda huruf yang menyertai rerata per kondisi faktor, bisa ke arah baris atau ke arah kolom tergantung faktor mana yang dipentingkan. 2. Satu faktor kualitatif dan satu faktor kuantitatif, uji lanjut dapat dilakukan dengan uji rerata perlakuan, tetapi sangat dianjurkan melakukan uji garis pada masing-masing kondisi faktor kualitatif. 3. Kedua faktor bersifat kuantitatif, uji lanjut dapat dilakukan dengan uji rerata perlakuan, tetapi sangat dianjurkan melakukan uji garis pada masing-masing kondisi salah satu faktor kuantitatif. Pemilihan faktor kuantitatif yang dikondisikan ditentukan sendiri oleh peneliti. Uji garis dilakukan dengan kontras orthogonal, yaitu memecah jumlah kuadrat interaksi ditambah jumlah kuadrat faktor yang dikondisikan, menjadi beberapa jumlah kuadrat respon garis regresi faktor kuantitatif pada masing-masing faktor yang lain. Jadi uji
garis ini akan benar, apabila JK pemecahan akan sama persis dengan JK interaksi ditambah JK faktor yang dikondisikan. Untuk Tabel ANOVA di atas, dapat dilanjutkan dengan uji sebagai berikut : PERLK
DB
JK
KT
F hitung
BLOK PERLK K>
2 6 1 5 1 2 2 1 1 1 1 12
3,5238 33,3333 0,3889 32,9444 9,3889 11,4444 12,1111 10,6667 0,2222 0,1667 12,5000 3,8095
1,7619 5,5556 0,3889 6,5889 9,3889 5,7222 6,0556 10,6667 0,2222 0,1667 12,5000 0,3175
5,55 17,50 1,23 20,76 29,58 18,03 19,08 33,60 0,70 0,53 39,38
Total
20
40,6667
F 5%
F 1%
Hasil perhitungan pemecahan regresi dengan kontras ortogonal akan benar, apabila jumlah keempat JK pemecahan (O1-Lin, O1-Kua, O2-Lin, dan O2-Kua) sama persis dengan JK K ditambah JK interaksi (O>
Kontrol
K1
K2
K3
Rerata
O1 O2
4,00 a 4,00 b
1,67 c 3,33 b
2,67 b 6,00 a
4,33 a 3,67 b
3,77 4,25
4,00
2,50
4,33
4,00
(+)
Rerata
Keterangan : (+) ada interaksi, rerata perlakuan yang diikuti huruf kecil pada baris yang sama tidak berbeda pada taraf BNT-Dunnet 5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa ada pengaruh interaksi antara jenis dan konsentrasi larutan hara organik terhadap hasil tanaman secara hidroponik. Pada jenis 1 (O1) dapat menggantikan AB-Mix apabila diberikan dengan konsentrasi tinggi (K3), sedangkan
pada jenis 2 (O2) pada semua konsentrasi yang dicoba dapat menggantikan AB-Mix, bahkan pada K2 hasil tanaman lebih tinggi dibandingkan AB-Mix. b. Penyajian dalam bentuk gambar Dalam hal ini tidak perlu uji garis lagi, karena pada ANOVA di atas sudah jelas diketahui bahwa pada O1 konsentrasi berpengaruh secara liner, sedang pada O2 berpengaruh secara kuadratik. Pada gambar akan terlihat R 2 nya nyata.
8 7 6
O2 = -0,1x2 + 2,0333x - 4,3333 R² = 0,7917
5 4
O1 O1 = 0,2667x + 0,2222 R² = 0,8276
3 2
O2 Linear (O1) Poly. (O2)
1 0 0
5
10
15
20
D. PENUTUP Agar informasi yang terkandung di dalam suatu data akan mudah dibaca atau diketahui, maka data tersebut sebaiknya diperoleh dan dianalisis dengan metoda yang tepat, serta disajikan secara informatif sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Atas dasar uraian di atas, hal-hal yang perlu dipahami mahasiswa S1 dalam melakukan analisis ragam, khususnya untuk rancangan perlakuan faktorial dengan satu perlakuan kontrol adalah : 1.
Analisis ragam yang akan dilakukan sebaiknya dikembalikan ke dalam bentuk dasar analisis ragam perlakuan faktorial yang selama ini sudah dipelajari. Penggunaan uji kontras orthogonal dapat dianjurkan, apabila mahasiswa mampu memahaminya dengan baik, sehingga mampu membaca dan menyajikan hasil analisis secara informatif.
2.
Uji lanjut untuk membandingkan dua rerata dengan ulangan yang berbeda, perlu memperhatikan kesalahan bakunya, bukan
3.
2 MSE n
tetapi
MSE MSE n1
n2
Jika terjadi pengaruh interaksi antar faktor, maka tidak dibenarkan lagi membaca atau membahas pengaruh mandiri faktor-faktor tersebut, karena antar faktor menjadi saling tergantung (dependent factor )
4.
Untuk melihat pola pengaruh interaksi antar faktor yang memuat faktor kuantitatif, dianjurkan melakukan uji ragam sampai ke tingkat regresi, dengan mengkondisikan pada salah satu faktor, dilakukan menggunakan kontras orthogonal.
5.
Penyajian data hasil analsis dapat berupa tabel matrik, atau gambar regresi apabila termuat faktor yang bersifat kuantitatif. Semoga sumbangan pemikiran ini bermanfaat, saran, koreksi dan masukkan
sangat diharapkan.