MAKALAH AKHLAK BERBUSANA DALAM ISLAM
DOSEN PEMBIMBING Nurzaini, S.Ag., M.Pd.I
DISUSUN OLEH : 1. Novianita Anugrah Islami 2. Muhammad Mario Arief M. 3. Gita Ayu Kusuma W.
(201610330311010) (201610330311044) (201610330311091)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatnya sehingga kelompok kami dapat menulis Makalah Akhlak Berbusana dalam Islam dengan sebaik-baiknya tanpa halangan yang berarti. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai pertanggung jawaban dalam mengikuti mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 4 yang dilaksanakan pada semester ke empat. Terima kasih kepada bapak Nurzaini S.Ag., M.Pd.I sebagai dosen pembimbing kami yang telah membimbing kami selama perkuliahan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 4, tanpa bimbingan beliau kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas makalah berikut. Terima kasih pula kepada orang tua kami atas dukungan yang selama ini diberikan baik berupa finansial maupun maupun moril serta teman-teman yang tidak dapat saya sa ya sebutkan satu. Meski telah disusun sebaik mungkin, namun kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karenanya kami menerima segala bentuk kritik dan saran agar makalah ini dapat menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat menjadi evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksaan mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 4. Wassalamualaikum wr. wb
Malang, 21 Februari 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................1 BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Tujuan Berbusana Menurut Islam..........................................................5 2.2 Batas Aurat Laki-Laki dan Perempuan Menurut Islam.........................c 2.3 Karakteristik Busana Muslim dan Muslimah........................................c 2.4 Beberapa Persoalan Seputar Busana dalam Pandangan Islam..............c BAB III : PENUTUP 3.1 Kesimpulan dan Saran..........................................................................c DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan pangan, hal tersebut sangat penting bagi manusia untuk menutup bagian – bagian tubuh
manusia.
Perkembangan
teknologi
yang
serba
canggih
mampu
menghasilkan suatu produk yang beraneka ragam yang digunakan untuk kebutuhan hidup manusia. Industri pakaian berkembang sangat pesat, hal tersebut ditandai dengan adanya pabrik – pabrik pakaian dengan berbagai bahan dan model yang sangat bervariasi. Agama islam telah mengatur pakaian – pakaian yang seharusnya digunakan oleh kaumnya, tujuan peraturan berpakaian dalam agama islam adalah menutup aurat. Daud (2013) mendeskripsikan secara umum bahwa aurat merupakan bagian badan yang tidak boleh kelihatan orang lain, karena akan
menimbulkan aib atau malu. Boulanouar (2006) menyatakan aurat berarti ‘apa yang harus tertutup’ artinya anggota tubuh yang harus tertutup oleh pakaian. Aurat wanita muslimah meliputi seluruh badan atau anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Islam memerintahkan wanita-wanita muslim untuk berbusana muslimah yang
membedakan
orang-orang
muslim
dengan
non-muslim.
Meskipun
sebenarnya berbusana muslim sudah ada sebelum Islam datang, Islam memberikan ketetapan begitu jelas dalam Al-Qur’an sebagai panduan bagi seluruh kaum muslimah dalam berbusana. Namun, dalam kenyataannya sekarang ini banyak sekali jenis pakaian muslimah, dalam hal ini tidak sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al- Qur‟an. Berbusana muslimah selain menjadi sarana untuk menjaga pandangan dari nafsu syahwat, juga memberikan pengaruh dalam persepsi sosial dan tingkah laku seseorang untuk tetap berusaha berada dalam aturan Islam. Perkembangan mode busana sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang terkait dengan manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang realitanya selalu berkembang dari suatu periode ke periode berikutnya. Semakin
tinggi tingkat kebudayaan manusia, maka semakin tinggi pula tingkat pemikiran manusia. Kebudayaan bersifat akumulasi, maksudnya semakin lama akan semakin bertambah kaya seperti pemikirannya, kreativitasnya, dan keterampilannya dari sejak zaman primitif sampai saat ini dan ke depan. Untuk membuat bahan busana (tekstil) dan busana diperlukan alat, dari yang paling sederhana sampai dengan alat yang teknologi tinggi sesuai dengan kemajuan pemikiran manusia. Dalam memakai busana atau pakaian. Seseorang selalu mengikuti perkembangan mode yang selalu berjalanup to date, Sedangkan mode busana atau pakaian akan terpengaruh perubahan budaya serta perkembangan peradaban. maka dari i tu tidak sedikit desainer busana dan pakaian selalu mengeluarkan ide atau gagasan kreatif dan inovatif dalam hal busana atau pakaian dan dari ide atau gagasan kreatif inovatif yang ditawarkan kemasyarakat akan tercipta trendsetter. Bila kita melihat ke sekeliling kita, maka kita akan menemukan berbagai macam corak dan model busana yang biasanya berkaitan erat dengan agama, adat istiadat, dan kebudayaan setempat. Pakaian merupakan sebagian dari nikmat yang di karuniakan oleh Allah kepada manusia dan tidak kepada makhluk lain. Pada dasaarnya, tujuan berpakaian untuk melindungi atau memelihara tubuh dari panas, dingin, matahari, dan hujan. Selain untuk memelihara kemuliaan terutama perempuan atau wanita dan agar terlihat cantik dan indah, berpakaian juga bertujuan untuk menjaga aurat laki-laki dan perempuan. Namun, pada masa kini pakaian bukan lagi digunakan sebagai penutup melainkan digunakan untuk pamer atau pertunjukkan kepada yang melihat. Banyak sekali kaum hawa yang memakai pakaian tapi masih terlihat telanjang. Ini terlihat jelas pada perkembangan masa kini pakaian yang digunakan banyak meniru mode pakaian barat. Tak jarang pakaian yang mereka kenakan sangat menggoda. Betapa tidak, pakaian yang mereka kenakan berukuran mini. Kalaupun pakaian itu menutup sebagian besar tubuh mereka, ukuran yang mini itu menyebabkan kontur tubuh tampak dengan jelas. Yang le bih dahsyat lagi, adalah ketika pakaian yang mereka kenakan sudah berukuran mini, dan membuka sebagian besar anggota badan mereka. Pakaian seperti itu bukannya dikenakan tidak hanya di dalam rumah mereka, bahkan di jalan-jalan dan di depan umum. Lebih uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian
tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut. Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak memberikan gambaran bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Namun fashion zaman sekarang ada sisi positifnya, pakaianpakaian zaman sekarang lebih modern dan bervariasi, sehingga membuat pakaian menjadi nyaman dipakai dengan model yang bagus. Sejarah membuktikan, pakaian wanita pada masa keemasan budaya suatu bangsa jauh lebih tertutup dibandingkan dengan masa-masa perkembangan dan masa kemunduran. Seiring dengan perubahan peradapan, busana perempuan biasanya terus berubah, baik dalam hal ukuran mapun modenya. Tetapi perkembangan budaya yang senantiasa bergerak maju, mempengaruhi banyak dan mode pakaian perempuan. Dan dalam perjalanan budaya tersebut, manakala terjadi kemandekan kreativitas, para perancang mode (designer) sering menengok ke belakang, lalu mengadaktasi mode-mode masa silam dengan sentuhan populer, dan berbagai macam improvisasi. Pengulangan ini tentunya mengalami perubahan bentuk dan corak, serta tampil dengan peningkatan mutu baik dari segi bahan, aksesoris maupun desain yang mendasari penampilan itu. Sebab itu tidaklah mengherankan, bila dalam perputarannya mode busana sering kembali kepada bentuk-bentuk lampau, bahkan sampai mencapai ukuran yang hampir primitif. Maksutnya memakai pakaian mini dan menunjukkan auratnya. Maka dari itu kita kembalikan kepada ajaran agama dan norma yang berlaku agar mampu membuat para kaum hawa yang dikatakan memakai baju namun telanjang bisa memakai pakaian yang lebih baik dan tidak senonoh. Di dunia ini telah timbul bermacam-macam agama, yang mana banyak ditemukan persamaan-persamaan ajaran dalam berbagai agama dan kadang ditemukan juga perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam agama-agama tersebut. Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi Firman -Firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca dan dipahami, diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia. Sedangkan al-Kitab adalah kitab suci agama Kristen yang berisi Firman Allah untuk dijadikan pedoman umat-Nya.
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bagaimana cara berpakaian yang baik adalah surat al-A’raf ayat 26: “Hai anak Adam Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah- mudahan mereka selalu ingat”, yang mana memerintahkan tegas bagi kaum hawa untuk berpakaian yang tidak menunjukkan aurat dan juga bagaimana cara berpakaian yang tidak berlebihan, sopan dan tidak seronok. Kebanyakan kaum Muslim, walau agama mereka Islam, memang awam dengan penampakan penutup aurat yang syar'i, yang benar menurut pandangan dalil-dalil Islam. Adapun yang sudah mengetahui, rupanya belum sempurna dalam memahami dalil. Berkaitan dengan berpakaian ada beberapa persoalan yang sering di perbincangkan banyak orang. Pertama, batasan aurat mengapa tubuh tertentu harus ditutupi. Apakah karena buruk, kotor, atau jelek. Kedua, pakaian seperti apa yang dianggap cukup menutup aurat dan batasan sopan seperti apa dalam etika berpakaian.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tujuan Berbusana Menurut Islam.
a. Pengertian Aurat
Menurut bahasa “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata aurat berasal dari bahasa arab yaitu: “’awira" (
,(artinya hilang perasaan, kalau dipakai
untuk mata, maka mata itu hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang, memalukan dan
mengecewakan. Selain daripada itu kata aurat berasal dari kata “’ āra” ( ,(artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan menimbunnya. Ini berarti, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat dilihat dan dipandang.
Selanjutnya kata aurat berasal dari kata “a’wara” (
,(artinya, sesuatu
yang jika dilihat, akan mencemarkan. Jadi, aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu. Menurut istilah, dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak. Menutup aurat dalam pengertian hukum Islam berarti menutup dari batas minimal anggota tubuh manusia yang wajib ditutupinya karena adanya perintah dari Allah SWT. Adanya perintah menutup aurat ini karena aurat adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang dapat menimbulkan birahi atau syahwat dan nafsu bila dibiarkan terbuka. Bagian atau anggota tubuh manusia tersebut harus ditutupi dan dijaga karena ia (aurat) merupakan bagian dari kehormatan manusia. Dengan demikian, pengertian aurat adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang apabila terbuka atau tampak akan menimbulkan rasa malu, aib, dan keburukan-keburukan lainnya. Berdasarkan pengertian di atas, juga dapat disimpulkan bahwa menutup aurat atau menutupi anggota tubuh tertentu bukan beralasan karena anggota tubuh
tersebut kurang bagus atau jelek, namun lebih mengarah pada alasan lain, yaitu jika tidak ditutupi maka akan dapat menimbulkan malu, aib, dan keburukan b. Pengertian Akhlak
Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jamak dari yang diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak sendiri terbagi menjadi dua yaitu : 1. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) Contohnya : memberi sumbangan, sabar menghadapi masalah, dan berbuat baik kepada orang tua, menutup aurat, rajin melakukan ibadah kepada Allah. 2. Akhlak mazmumah (akhlak tercela) Contoh nya : berdusta ketika
berbicara, malas, syu’uzzan dan lain sebagainya.Sebagai seorang yang beriman, kita harus membiasakan untuk berakhlak yang terpuji, karena akhlak adalah buah dan merupakan hasil dari iman dan aqidah kita sendiri. Akhlak menurut Imam Gazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan
dengan
gampang
dan
mudah
tanpa
memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa dan terdapat macam-macam perbuatan tanpa membutuhkan pertimbangan terlebih dahulu. c. Pengertian Akhlak Berpakaian Menurut bahasa, dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata
“Libaasuntsiyaabun” dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai “barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, baju, jubah, serban dan lain- lain sebagainya”
Menurut isltilah, pakaian adalah “segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, sesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Adapun tujuan berpakaian:
1. Tujuan khusus, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaian”
2. Tujuan umum, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup
atau dilindungi, baik menurut kepatutan agama ataupun adat”
Menurut kepatutan agama lebih mengarah kepada keperluan menutup
aurat, sesuai dengan ketentuan syara’ dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat adalah pakaian yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat. Bentuk akhlak berpakaian dalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi tiga bentuk : 1. Pakaian untuk menutupi aurat Tubuh yang dalam perkembangannya telah melahirkan kebudayaan bersahaja. Hal ini sebagai realisasi dari perintah Allah, aurat wanita seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapan tangan, sedangkan aurat pria menutup aurat di bawah lutut dan di atas pusar. Batasan yang telah ditetapkan Allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dipandang serta menciptakan rasa aman dan tenang, sebab telah memenuhi kewajaran. Bepakaian menutup aurat juga menjadi bagian integral dalam menjalankan ibadah, terutama shalat, haji dan umrah. Oleh sebab itu setiap orang beriman berkewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat. 2. Pakaian merupakan perhiasan Yang menunjukkan identitas diri, sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan perkembangan mode dan zaman. Dalam kaitan dengan pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode pakaian, sesuai dengan fungsi dan mementumnya. Walaupun demikian Allah memberikan batasan kebebasan itu dalam Firman- Nya :
. Artinya :
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan untuk perhiasanmu. Tetapi pakaian takwa, itu yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (al-A'raf : 26) Aurat secara bahasa berarti “hal yang jelek untuk
dilihat” atau “sesuatu yang memalukan bila dilihat”. Menurut syara’ aurat adalah “bagian tubuh yang diharamkan Allah untuk diperlihatkan kepada orang lain” 3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak seperti panas, dingin, angin kencang, sengatan matahari dan yang lain sebagainya. Demikianlah tiga fungsi utama pakaian dalam pandangan Islam, mudah- mudahan dalam berpakaian kita bisa menyadari apa sebenarnya fungsi yang kita inginkan dari pakaian kita, sehingga kita termasuk hamba-hamba allah yang mensyukuri nikmat-Nya dan terhindar dari sifat kufur terhadap karunia-Nya. 2.2 Batas Aurat Laki-Laki dan Perempuan Menurut Islam.
Allah telah membatasi gerak langkah dan kebebasan kita dalam melakukan berbagai hal, untuk memberikan kita hal-hal yang baik dan mencegah kita dari hal-hal yang buruk karena Allah lebih mengetahui mana hal-hal yang bermanfaat bagi hamba-Nya dan mana yang membahayakan hamba-Nya. Termasuk dalam hal ini yaitu hal yang berkaitan dengan perintah menutup aurat. Perintah menutup aurat ini merupakan hukum yang sengaja Allah perintahkan kepada manusia agar mereka menutupi tubuhnya agar tidak timbul hal-hal yang buruk. Mengenai batas anggota tubuh yang dianggap aurat, para ulama membedakan antara aurat laki-laki dan perempuan. Untuk aurat laki-laki, walaupun ada perbedaan, secara umum mayoritas ulama berpendapat bahwa lakilaki semestinya menutup bagian anggota tubuh antara pusar dan kedua lutut kaki. Sedangkan untuk aurat perempuan, ulama fiqh juga berbeda pendapat, tetapi secara umum perempuan lebih tertutup dari laki-laki. Perbedaan pendapat ini terjadi karena al-Qur’an tidak menentukan secara jelas dan rinci mengenai batas batas aurat. Seandainya ada ketentuan yang pasti dan batas yang jelas, maka dapat dipastikan pula bahwa kaum muslimin termasuk ulama-ulamanya sejak dahulu hingga kini tidak akan berbeda pendapat.
Berikut adalah pendapat para ulama mengenai aurat perempuan: a) Wajah dan kedua telapak tangan, bukan aurat. Ini adalah pendapat mayoritas madzhab, antara lain: Imam Malik, Ibn Hazm dari golongan Zhahiriyah
dan sebagian Syi’ah Zaidiyah, Imam Syafi’i dan Imam Ah mad dalam riwayat yang masyhur dari keduanya, Hanafiyah dan Syi’ah Imamiyah dalam satu riwayat, para sahabat Nabi dan Tabi’in (Ali, Ibn Abbas, Aisyah, ‘Atha, Mujahid, Al-Hasan, dll.). b) Wajah, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki, tidak termasuk aurat. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri dan Al-Muzani, Al- Hanafiah, dan Syi’ah Imamiah menurut riwayat yang shahih. c) Seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, pendapat Abu Bakar dan Abd Rahman dari kalangan Tabi’in. d) Seluruh tubuh perempuan kecuali wajah adalah aurat. Ini juga pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan pendapat Daud Al-Zhahiri serta sebagian
Syi’ah Zaidah. 2.3 Karakteristik Busana Muslim dan Muslimah
Busana muslim, begitu sering disebut saat ini. Oleh sebagian perancang busana Indonesia disebut sebagai busana seni kontemporer. Dalam kolom konsultasi syari'ah online, ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi dalam berbusana. Syarat-syarat tersebut adalah: menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan, tidak tembus pandang, tidak ketat sehingga membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak menyerupai pakaian 'khas' milik orang kafir atau pakaian orang fasik. Berikut penjelasannya yang dikutip dari buku Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah fil Kitabi wa Sunnah (Syaikh Al Albany) adalah: 1. Menutup aurat dan menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan Syariat. Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari pusat hingga ke lutut. Aurat wanita ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah, telapak tangan
dan telapak kaki. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Paha itu adalah aurat." (HR.Bukhari) Terdapat dalam surat An Nuur ayat 31 Allah
berfirman: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka .” 2. Tidak tembus pandang dan tidak ketat Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium dari jarak yang jauh." (HR.Muslim). Hal ini dikuatkan firman Allah dalam surat Al -Ahzab ayat 33: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang- orang jahiliyah." Berhias diri seperti orang-orang jahiliyah disini artinya bertabarruj. Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat lakilaki. 3. Tidak menumbuh sifat riya Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang mengenakan pakaiannya karena perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah) 4. Wanita tidak menyerupai laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai perempuan Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah Saw mengingatkan
hal ini dengan tegas dalam sabdanya : "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda : "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim). 5. menutup tubuh bagian atas dengan tudung kepala Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman : Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istriistrimu,
anak-anak
perempuanmu
dan
istri-istri
orang
Mukmin,
“Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al- Ahzab:59). Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, wajah dan dada. 6. Tidak menyerupai pakaian khas orang kafir atau orang fasik. Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka. Dalilnya adalah firman Allah surat Al-Hadid:16, yang berbunyi: "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik."Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal. 43: Firman Allah "Janganlah mereka seperti..." merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata: "Karena itu Allah
melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara- perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah:22 bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan. . 7. Memakai busana bukan untuk mencari popularitas. Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata: "Rasulullah bersabda: 'Barang siapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.'" Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya. Ibnul Atsir berkata: "Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orangorang yang mengangkat pandangan nya mereka kepada nya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong. 8. Memilih warna sesuai. Contohnya warna-warna lembut termasuk putih karena warna-warna seperti itu kelihatan bersih dan sangat disenangi serta sering menjadi pilihan Rasulullah Saw. Beliau bersabda : "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim). 9. Laki-laki dilarang memakai emas dan sutera. Ini termasuk salah satu etika berpakaian di dalam Islam. Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita, namun hari ini banyak di antara laki-laki cenderung untuk berhias seperti wanita sehingga ada yang memakai anting, cincin dan gelang emas. Semua ini sangat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah saw bersabda : "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan dihalalkan (memakainya) ke pada wanita”. Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda : "Janganlah kamu memakai sutera,
sesungguhnya orang yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya
di akhirat." (HR. Muttafaqun ‘alaih). 10. Dahulukan sebelah kanan. Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah : "Rasulullah suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai baju, berjalan kaki dan bersuci". Apabila memakai baju atau seumpamanya hendaklah membaca basmalah, dahulukan sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukan sebelah kiri. Rasulullah SAW bersabda : "Apabila seseorang memakai baju, dahulukanlah sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, dahulukanlah sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai baju dan yang terakhir menanggalkannya." (HR. Muslim). 11.
Berdo’a. Ketika menanggalkan pakaian, lafaz-kanlah: "Pujian kepada Allah yang mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia." Sebagai seorang muslim, sewajarnya memakai pakaian yang sesuai dengan tuntunan dan tuntutan agama Islam itu sebdiri, karena sesungguhnya pakaian yang sopan dan menutup aurat adalah cerminan kepribadian seorang Muslim yang sebenarnya.
KETENTUAN PRIA BERBUSANA DAN BERDANDAN : 1. Untuk kebersihan dan kebutuhan “ Kebersihan adalah sebagian dari iman “ menurut hadist tersebut jika seseorang hidup bersih berarti orang itu beriman, begitu juga untuk laki – laki yang senang pergi ke salon dan menjaga penampilannya itu diperbolehkan selama untuk menjga kebersihan diri. Pria berdandan juga diperbolehkan selama untuk kebutuhan, misalnya seorang pembicara publik, presenter, salesman dan profesi lain yang menuntut banyak interaksi dengan banyak orang harus berpenampilan rapi, sehingga hal tersebut merupakan hal yang mahfum. Dalam lingkup pribadi berdandan juga kebutuhan suami untuk menyenangkan isteri. 2. Tak berlebihan Allah tidak menyukai apapun yang berlebihan, termasuk berdandan bagi pria. Boleh berdandan rapi, memakai wangi – wangian, pergi
kesalon, creambath, pedicure, manicure dan lain – lain asal tidak berlebihan dan sifat lelakinya masih ada.
3. Tidak menyerupai perempuan Dalam hadits marfu’ riwayat Ibnu Abbas radhiallahu’anhu disebutkan “ Rasulullah SAW melaknat laki - laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki- laki “. ( HR al Bukhori Fathul Bari : 10/332 ). Menyerupai dalam hal ini bisa dari pakaian, perhiasan, cara berdandan, cara berbicara dan tingkah laku la innya. Peniruan pria terhadap wanita atau sebaliknya menyalahi fitrah dan akan membuka pintu keburukan. 4. Tidak berbahan sutera Hadits riwayat Hudzaifah bin Yaman ra, bahwasanya
rasulullah saw bersabda : “ Janganlah kalian minum dalam wadah emas dan perak dan jangan mengenakan pakaian sutera, sebab pakaian sutera itu untuk mereka (orang kafir ) didunia dan untuk kalian (orang mukmin) di akhirat pada hari
kiamat“.(HR.Muslim). Para lelaki jelas dilarang memakai pakaian sutera, namun ada pengecualian bagi mereka yang sakit kulit untuk memakai sutera ( karena pakaian lain memicu penyakit mereka ) sebagaimana keringanan yang diberikan nabi saw kepada Abdurahman bin Auf dan Zubair bin Awwam.
5. Emas Rasulullah bersabda, “ diharamkan memakai sutera dan emas bagi kalangan laki -laki umatku dan diperbolehkan bagi kalangan wanitanya “ ( H R Abu Dawud, tirmidzi, An- Nasa’I dan Ibnu Majah ), jadi walau bagaimanapun indahnya emas laki-laki tidak boleh memakainya , tapi perak boleh dipakai. 6. Menyemir Rambut Seorang muslim diperkenankan untuk menyemir rambut, menurut halal haram dalam islam, untuk orang tua yang rambutnya telah memutih semuanya semestinya dihindari semir rambut warna hitam, sementara yang masih muda diperkenankan semir rambut warna hitam 2.4 Beberapa Persoalan Seputar Busana dalam Pandangan Islam
a. Haruskah Hitam? Terkait dengan warna pakaian terutama pakaian perempuan, terdapat beragam sikap orang yang dapat kita jumpai. Ada yang beranggapan bahwa warna pakaian seorang perempuan muslimah itu harus hitam atau minimal warna yang
cenderung gelap. Di sisi lain ada yang memiliki pandangan bahwa perempuan bebas memilih warna dan motif apa saja yang dia sukai. Sesungguhnya Allah itu maha indah dan mencintai keindahan, kata mereka beralasan. Manakah yang benar dari pendapat-pendapat ini jika ditimbang dengan aturan al- Qur’an dan sunnah shahihah yang merupakan suluh kita untuk menentukan pilihan dari berbagai pendapat yang kita jumpai?
Salah satu persyaratan pakaian muslimah yang syar’i adalah pakaian tersebut bukanlah perhiasan. Dalam syarat ini adalah firman Allah yang artinya,
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”(QS. an Nur:31). Dengan redaksinya yang umum ayat ini mencakup larangan menggunakan pakaian luar jika pakaian tersebut berstatus
“perhiasan” yang menarik pandangan laki-laki.
Dari Fadhalah bin Ubaid, dari Nabi beliau bersabda, “Tiga jenis orang yang tidak perlu kau tanyakan (karena mereka adalah orang-orang yang binasa). Yang pertama adalah orang yang meninggalkan jamaah kaum muslimin yang dipimpin oleh seorang muslim yang memiliki kekuasaan yang sah dan memilih untuk mendurhakai penguasa tersebut sehingga meninggal dalam kondisi durhaka kepada penguasanya.Yang kedua adalah budak laki-laki atau perempuan yang kabur dari tuannya dan meninggal dalam keadaan demikian. Yang ketiga adalah seorang perempuan yang ditinggal pergi oleh suaminya padahal suaminya telah memenuhi segala kebutuhan duniawinya lalu ia bertabarruj setelah kepergian sang
suami. Jangan pernah bertanya tentang mereka.” (HR Ahmad no 22817 dll, shahih. Lihat Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal 387)
Sedangkan tabarruj itu didefinisikan oleh para ulama’ dengan seorang perempuan yang menampakkan “perhiasan” dan daya tariknya sert a segala
sesuatu yang wajib ditutupi karena hal tersebut bisa membangkitkan birahi seorang laki-laki yang masih normal.
Di samping itu, maksud dari perintah berjilbab adalah menutupi segala sesuatu yang menjadi perhiasan (baca: daya tarik) seorang perempuan. Maka sungguh sangat aneh jika ternyata pakaian yang dikenakan tersebut malah menjadi daya tarik tersendiri. Sehingga fungsi pakaian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Meski demikian anggapan sebagian perempuan multazimah (yang komitmen dengan aturan agama) bahwa seluruh pakaian yang tidak berwarna
hitam adalah pakaian “perhiasan” adalah anggapan yang kurang tepat dengan menimbang dua alasan. Yang pertama, sabda Nabi,
“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi nampak bau harumnya. Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun
baunya tidak begitu nampak.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.7564 dll, hasan. Lihat Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal. 38 7) Hadits ini mengisyaratkan bahwa adanya warna yang jelas bukanlah suatu hal yang terlarang secara mutlak bagi seorang perempuan muslimah. Yang kedua, para sahabiyah (sahabat Nabi yang perempuan) bisa memakai pakaian yang berwarna selain warna hitam. Bukti untuk hal tersebut adalah riwayat-riwayat berikut ini:
Dari Ikrimah, Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh Abdurrahman bin az Zubair. Aisyah mengatakan, “Bekas istri rifa’ah itu memiliki kerudung
yang
berwarna
hijau.
Perempuan
tersebut
mengadukan
dan
memperlihatkan kulitnya yang berwarna hijau. Ketika Rasulullah tiba, Aisyah mengatakan, Aku belum pernah melihat semisal yang dialami oleh perempuan mukminah ini. Sungguh kulitnya lebih hijau dari pada paka iannya.” (HR. Bukhari no. 5377) Dari Ummi Khalid binti Khalid, Nabi mendapatkan hadiah berupa pakaian berwarna hitam berukuran kecil. Nabi bersabda, “Menurut pendapat kalian
siapakah yang paling tepat kuberikan pakaian ini kepadanya?” Para sahabat hanya terdiam seribu bahasa. Beliau lantas bersabda, “Bawa kemari Ummi Khalid (seorang anak kecil perempuan yang diberi kuny ah Ummi Khalid)” Ummi Khalid dibawa ke hadapan Nabi sambil digendong. Nabi lantas mengambil pakaian tadi dengan
tangannya
lalu
mengenakannya
pada
Ummi
Khalid
sambil
mendoakannya, “Moga awet, moga awet.”Pakaian tersebut memiliki garis -garis hijau atau kunin g. Nabi kemudian berkata,“Wahai Ummi khalid, ini pakaian yang
cantik.” (HR. Bukhari no. 5823) Meski ketika itu Ummi Khalid belum balig namun Nabi tidak mungkin melatih dan membiasakan anak kecil untuk mengerjakan sebuah kemaksiatan. Sehingga hadits ini menunjukkan bolehnya seorang perempuan mengenakan pakaian berwarna hitam yang bercampur dengan garis-garis berwarna hijau atau kuning. Jadi pakaian tersebut tidak murni berwarna hitam.
Dari al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr, “Sesungguhnya Aisyah memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur saat beliau berihram” (HR. Ibnu Abi Syaibah 8/372, dengan sanad yang shahih) Pada tulisan yang lewat telah kita bahas bahwa yang dimaksud dengan
celupan dengan ‘ushfur adalah celupan yang menghasilkan warna merah. Perbuatan Aisyah sebagaimana dalam riwayat di atas menunjukkan bahwa seorang perempuan muslimah diperbolehkan memakai pakaian berwarna merah
polos. Bahkan pakaian merah polos adalah pakaian khas bagi perempuan sebagaimana keterangan di edisi yang lewat. Berikut ini beberapa riwayat yang kuat dari salaf t entang hal ini: 1. Dari Ibrahim an Nakha’i, bersama Alqamah dan al Aswad beliau menjumpai beberapa istri Nabi. beliau melihat para istri Nabi tersebut mengenakan pakaian berwarna merah. 2. Dari Ibnu Abi Mulaikah, aku melihat Ummi Salamah mengenakan
kain yang dicelup dengan ‘ushfur (baca: berwarna merah). 3. Dari Hisyam dari Fathimah bin al Mundzir, sesungguhnya asma’
memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur (baca: berwarna merah) 4. Dari Said bin Jubair, beliau melihat salah seorang istri Nabi yang
thawaf mengelilingi Ka’bah sambil mengenakan pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur(Baca: Berwarna merah). (Lihat Jilbab Mar’ah Muslimah karya al Albani hal. 122 -123). Di samping itu riwayat-riwayat di atas juga menunjukkan bahwa pakaian berwarna merah tersebut dipakai di hadapan banyak orang.
Singkat kata, yang dimaksud dengan pakaian yang menjadi “perhiasan” yang tidak boleh dipakai oleh seorang muslimah ketika keluar rumah adalah: Pakaian yang terdiri dari berbagai Warna warni Pakaian yang dihias dengan garis-garis berwarna keemasan atau berwarna perak yang menarik perhatian laki- laki yang masih normal. (Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal. 388).
Al Alusi berkata, “Kemudian ketahuilah bahwa menurut kami termasuk “perhiasan” yang terlarang untuk dinampakkan adalah kelakuan mayoritas perempuan yang bergaya hidup mewah di masa kita saat ini yaitu pakaian yang melebihi kebutuhan untuk menutupi aurat ketika keluar dari rumah. Yaitu pakaian dari tenunan sutra terdiri dari beberapa warna (baca:warna-warni). Pada pakaian tersebut terdapat garis-garis berwarna keemasan atau berwarna perak yang
membuat mata lelaki normal terbelalak. Menurut kami suami atau orang tua yang mengizinkan mereka keluar rumah dan berjalan di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya dalam keadaan demikian itu disebabkan kurangnya rasa cemburu. Hal ini adalah kasus yang terjadi di mana- mana.” (Ruhul Ma’ani, 6/56, lihat Jilbab
Mar’ah Muslimah, karya Al Albani hal. 121-122). Jika demikian keadaan di masa beliau, lalu apa yang bisa kita katakan tentang
keadaan masa sekarang! Allahul Musta’an (Hanya kepada A llah kita memohon pertolongan). Meskipun demikian, pakaian yang lebih dianjurkan adalah pakaian yang berwarna hitam atau cenderung gelap karena itu adalah: Pakaian yang sering dikenakan oleh para istri Nabi. Ketika Shafwan menjumpai Aisyah yang tertinggal dari rombongan, Shafwan melihat sosok hitam seorang yang sedang tidur. (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits dari Aisyah yang menceritakan bahwa sesudah turunnya ayat hijab, para perempuan anshar keluar dari rumah-rumah mereka seakan-akan di kepala mereka terdapat burung gagak yang tentu berwarna hitam. (HR. Muslim) b. Jilbab Putih
Lajnah Daimah (Komite Fatwa Para Ulama’ Saudi) pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apakah seorang perempuan diperbolehkan memakai pakaian ketat dan memakai pakaian berwarna putih?” Jawaban Lajnah Daimah, “Seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya atau keluar ke jalan-jalan dan pusat perbelanjaan dalam keadaan memakai pakaian yang ketat, membentuk lekuk tubuh bagi orang yang memandangnya. Karena dengan pakaian tersebut, perempuan tadi seakan telanjang, memancing syahwat dan menjadi sebab timbulnya hal-hal yang berbahaya. Demikian pula, seorang perempuan tidak diperbolehkan memakai pakaian yang berwarna putih jika warna pakaian semisal itu di daerahnya merupakan ciri dan simbol laki-laki. Jika hal ini
dilanggar berarti menyerupai laki-laki, suatu perbuatan yang dilaknat oleh Nabi.” (Fatawa al Mar’ah, 2/84, dikumpulkan oleh Muhammad Musnid). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada asalnya seorang perempuan diperbolehkan memakai pakaian yang berwarna putih asalkan cukup tebal sehingga tidak transpar
BAB III KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan
Pakaian untuk menutupi aurat yaitu perkara yang dianggap buruk bila terlihat. Perhiasan ialah perkara untuk keindahan lahiriah. Akramah berkata bahwa pakaian takwa ialah busana yang dipakai oleh orang-orang yang takwa pada hari kiamat. Kata zinah yang secara bahasa berarti perhiasan, tetapi bukanlah perhiasan yang biasa dipakai orang tetapi makna zinah di sini adalah anggota badan yang merupakan tempat perhiasan (mahaluzzinah), karena illa mâ zhahara minha yang dimaksud adalah yang biasa nampak pada saat itu (saat ayat ini turun) yaitu muka dan telapak tangan. B. Saran
Pakaian yang sesuai dengan syariat islam adalah pakaian yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW , ada baiknya sebagai kaum muslimin kita mengikuti anjuran dari nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Jauhilah larangan Allah SWT tentang membuka aurat(bagi wanita) jika tidak ingin merasakan azab pedih dari-Nya. Naudzubillah min dzalik,semoga kita tidak termasuk golongan seperti itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. JURNAL PESONA DASAR Universitas Syiah Kuala Vol. 2 No.3, Oktober 2014, hal 65-78 ISSN: 2337-9227 2. http://eprints.walisongo.ac.id/4042/3/103111126_bab2.pdf (diakses pada 21 februari 2018) 3. https://chairunisamaulidafasri07.wordpress.com/2013/11/27/makalah berpakaian-sesuai-syariat-islam/ (diakses pada 21 februari 2018)