BAB I PENDAHULUAN Luka tusuk (vulnus functum) adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat 1
berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.
Benda tajam merupakan benda yang permukaannya mampu mengiris sehingga kontinuitas jaringan hilang. Kekerasan akibat benda tajam menyebabkan luka iris, luka tusuk atau luka bacok. Luka tusuk adalah luka yang diakibatkan oleh benda tajam atau benda runcing yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan luka lebih dalam dari panjang luka. Tepi luka biasanya rata dengan sudut lukayang runcing pada 1,2
sisi tajam benda penyebab luka tusuk.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan per peradang dangaan atau tau infek nfekssi. Tra Trauma uma per perut merup erupaakan kan luka luka pada pada isi isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau
tanpa
tembusnya
dinding
perut
dimana
pada
penanganan/ 2
penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Abdomen 3
a. Anatomi Luar dari Abdomen 1. Abdomen Depan
Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya dibatasi oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua ligamentum inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua linea aksilaris anterior. 2. Pinggang Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior dan linea aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah sampai crista iliaca. Di lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang tebal, berlainan dengan dinding otot yang lebih tipis dibagian depan, menjadi pelindung terutama terhadap lukas tusuk. 3. Punggung Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini otototot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap trauma tajam. 3
b. Anatomi Dalam dari Abdomen 1. Rongga Peritoneal
Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon transversum. Bagian ini juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat diafragma naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga maupun luka tusuk tembus dibawah garis intermammaria bisa mencederai
6
organ dalam abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens dan colon descendens, colon sigmoid dan pada wanita, organ reproduksi internal. 2. Rongga Intraperitoneal Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang dinding peritoneum
yang
melapisi
abdomen
dan
didalamnya
terdapat
aorta
abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum, pankreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon ascendens dan colon descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Disamping itu, rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya pada 4
diagnostic peritoneal lavage (DPL). 3. Rongga Pelvis
Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya rectum, vesica urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita, organ reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya. 4
c. Otot Penyusun Dinding Abdomen
Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar) 1. M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana) - Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis - Dibungkus vagina m. recti abdominis - Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis, antefleksi columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada 7
2. M. transversus abdominis 3. M. obliquus internus abdominis 4. M. obliquus eksternus abdominis Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke luar) 1. M. psoas major dan m psoas minor 2. M. quadratus lumborum 3. M. erector trunci 4. M. latissimus dorsi
Gambar 2.1. Otot Penyusun Dinding Abdomen 3,4
d. Fascia
1. Linea Alba adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh jaringan ikat kasar dari proc. xiphoideus ke symphisis os pubis diantara kedua mm rectiabdominis. 2. Linea Semi lunaris adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh tendo m. Obliquus dan m. transversus, dimulai dari cartilagocostaeberakhir ke bawahumbilikus di kiri dan kanan linea alba. 3. Fascia: (dari luar) a. superfisial abdominis (ventral)
8
b. superfisial dorsi (dorsal) c.
transversa abdominis (dalam)
d. Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale
Gambar 2.2. Fascia 4
e. Vaskularisasi 1.
Aorta abdominalis masuk ke rongga perut setinggi v thoracalis XII berakhir setinggi lumbalis IV = bercabang menjadi arteri iliaca communis.
2.
A iliaca communis a) a. iliaca externa yang kemudian bercabang menjadi a epigastrica inferior dan a circumflexa ilium profunda dan setelah masuk lakuna vasorum menjadi a femoralis. b) a. hypogastrica bercabang menjadi a iliolumbalis.
3.
Cabang aorta abdominal = arteri lumbalis.
4.
a. femoralis bercabang menjadi a epigastrica superficialis dan a circumflexa ilium superficialis
f.
4
Inervasi
Dinding abdomen : a. Nervus intercostalis 7 s/d 12
9
1. Kulit dinding perut 2. Peritoneum parietale 3. Muscle: transversus abdominis, obliquus internus dan externus abdominis, rectus abdominis. b. Nervus lumbalis 1. Kulit sampai di daerah gluteus medial. 2. Muscle: quadratuus lumborum, psoas major dan minor, iliohypogastricus dan ilioinguinalis. 4
g. Peritoneum
1. Differensiasi dari mesoderm 2. Membungkus organ-organ dalam abdomen kecuali ginjal dan pankreas (ekornya saja yang masuk peritoneum) 3. Bagian saluran pencernaan yang terletak di luar peritoneum = a. Duodenum b. Colon ascenden dan descenden 4. Saluran pencernaan yang terletak di dalam peritoneum = a. Jejunum dan ileum b. Colon transversum c. Colon sigmoideum dan caecum 5. Digantung oleh jaringan ikat yang dinamakan mesocolon(colon) dan mesenterium (usus halus).
2.2. Trauma Abdomen
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka ataupun cedera. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara 5
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.
10
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : a. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi Kontusio
dinding
abdomen
tidak
terdapat
cedera
intra
abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. b. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. 6
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002), yaitu: a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen c. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
2.3. Klasifikasi Trauma Tembus Abdomen 7
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) 1. Luka Tusuk 2. Luka Tembak b. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul)
11
2.4. Definisi Luka Tusuk Abdomen
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu : a. Lokasi anatomi injury. b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan. Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan 1,8
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.
2.5. Patofisiologi Luka Tusuk Abdomen
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang
disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tandatanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat 12
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan 1,3
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.
Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan subkutis, bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih dalam akan menembus peritoneum dan mampu mencederai organ intraperitoneal atau mungkin langsung mencederai organ retroperitoneal bila trauma berasal dari arah belakang. Sangat jarang ditemui trauma tajam yang menembus dari muka sampai belakang dinding abdomen atau sebaliknya. Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ, bila trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum. Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium dan mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat mobilitasnya, jarang mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal. Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis. Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma 1,3,8
(20%) dan colon (15%).
2.6. Manifestasi Klinis
a. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh 9
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik. b. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. c. Respon stres simpatis. d. Perdarahan dan pembekuan darah. e. Kontaminasi bakteri dan kematian sel. 13
2.7. Penilaian Luka Tusuk Abdomen 1,2,9
a. Anamnesis
Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan, jarak dari pelaku, jumlah tikaman dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya dan apakah ada nyeri alih. 1,2,9
b. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti bagaimanakah laserasinya, liang tusukannya, adakah benda asing yang menancap, dan apakah ada omentum ataupun bagian usus yang keluar. 2. Evaluasi Luka Tusuk Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami cedera intraperitoneal. Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk diabdomen depan tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi kurang produktif. Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien mengalami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparatomi. Setiap apsien yang sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunka yang mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang atauapun untuk laparatomi. 14
3. Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidka memerlukan pemeriksaan screening x-ray. Pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang normal, rontgen foto thorak tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorak, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
2.8. Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauna Tajam
a. Cedera thorax bagian bawah Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorak foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi ataupun pemeriksaan CT scan. Dengan pemeriksaan diataspun kita masih bisa menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk thoracoabdominal, sehingga untuk luka seperti ini opsi lain diperlukan yaitu eksplorasi bedah.
1,2
b. Eksplorasi lokal luka 55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien selebihnya, sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum sesudah melakukan eksplorasi
lokal
luka,
setengahnya
juga
akan
mengalami
laparotomi.
Laparotomi ini merupakan salah satu opsi yang relevan untuk semua pasien ini. Untuk pasien yang relatif asimptomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan ketajaman sebesar 94%. Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih dini pada pasien yang asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel 15
seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi ataupun menyingkirkan tembusnya peritoneum, tetapi kurang bermakna untuk 1,2,6
mengenali cedera tertentu.
2.9.
Penatalaksanaan
Sesuai Advanced Trauma Life Support , penanganan yang penting untuk trauma 1
tajam pada abdomen, yaitu :
a. Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan. b. Menentukan mekanisme trauma. c. Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala. d. Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan dengan cepat. e. Tetap
waspada
akan
kemungkinan
adanya
cedera
retroperitoneal yang tersembunyi. f.
Segera menentukan bila diperlukan operasi.
Gambar 2.3. Manajemen Trauma Tembus
16
vaskuler
maupun
2.10. Penanganan Pre Hospital dan Hospital a. Pre Hospital
1. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan 10
napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. 2. Breathing Dengan
ventilasi
yang
adekuat.
Memeriksa
pernapasan
dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan 10
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengalsengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi 10
dada dan 2 kali bantuan napas). Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. 4. Imobilisasi pasien. 5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. 17
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka. 7. Kirim ke rumah sakit. b. Hospital
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka 10
masuk dan luka keluar yang berdekatan. 1. Skrinning pemeriksaan rontgen.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. 2. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
2.11. Komplikasi
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis, Syok juga akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan resusitasi secepat mungkin serta infeksi.
11
18
BAB III KESIMPULAN Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh, misalnya luka tusuk pisau. Semua pasien luka tusuk abdomen dan sekitarnya yang mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi organ memerlukan laparotomi segera. Pasien luka tusuk abdomen depan dengan gejala yang ringan, bila eksplorasi lokal menunjukkan tembusnya peritoneum, dievaluasi dengan pemeriksaan fisik diagnostik berulang, walaupun laparotomi merupakan opsi yang dapat dipertanggungjawabkan. Semua pasien luka tusuk pinggang ataupun punggung yang asimptomatik dengan luka yang tidak pasti superficial, sebaiknya dievaluasi dengan pemeriksaan fisik serial ataupun CT dengan kontras. Juga disini pilihan laparotomi merupakan opsi yang dapat diterima.
19
DAFTAR PUSTAKA 1.
American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For Doctors. 7th ed. IKABI.
2.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta : FKUI.
3.
Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
4.
Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
5.
Dudley, H. A. F. 2002. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta : UGM Press.
6.
Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 26 Maret 2013 dari http://www.docstoc.com/docs/30321684/Blunt-AbdominalTrauma-Evaluation.
7.
Hoff. W S., Holevar M., Nagy K. K., Patterson L., Young .J S., Arrillaga A., Najarian M. P.,
Valenziano C. P. 2007. PRACTICE MANAGEMENT
GUIDELINES FOR THE EVALUATION. Coatesville : Eastern Association for the Surgery of Trauma. 8.
King M., Bewes P. 2008. Bedah Primer Trauma. Jakarta : EGC..
9.
Srivathsan. 2009 Abdominal Trauma. Scribd. Scribd. Diakses pada 02 April 2013 dari http://www.scribd.com/doc/15565439/Abdominal-Trauma-
10.
Agung, I. G. N. 2010 Anatomi Abdomen. Catatan Radiograf. Diakses pada 02 April
2013
dari
http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomi-
abdomen.html. 11.
Anonim. 2008 Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan pada Trauma Abdomen. Diakses
pada
8
Februari
2011
dari
content/uploads/2009/10/kegawatdaruratan.pdf.
20
http://pustaka.unpad.ac.id/wp.