LAPORAN SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN POST NATAL CARE (PNC) PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS
Disusun Oleh:
ST. MUSDALIFAH AHMAD MUNAWWARAH SYAM ARMITHA DEWI RL KURNIATI KADIR DEWI AYU ASNANG SRI WAHYUNI RN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014
BAB I KONSEP MEDIS POST NATAL CARE (PNC) A. Defenisi Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6 minggu yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak, 2005). Wiknjosastro (2002) menyatakan bahwa post partum adalah masa yang dimulai persalinan dan berakhir kira-kira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital akan pulih kembali seperti sebelumnya dalam waktu 3 bulan. Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6 minggu yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan (Bobak, 2005). B. Tahap-tahap Masa Nifas Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah se bagai berikut : a. Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu. b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. c. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu). Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Saleha, 2009). C. Perubahan Fisiologis yang Terjadi Selama Nifas Menurut Bobak (2005), perubahan-perubahan yang terjadi selama masa nifas yaitu: 1. Tanda-tanda vital
a. Suhu Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 38 0 C sebagai suatu akibat dari dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh demam. b. Nadi Bradikardi umumnya ditemukan pada 6-8 jam pertama setelah persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi peningkatan cardiac out put dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan cardia output dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan sebelum hamil 3 bulan setelah persalinan. Nadi antara 50 sampai 70 x/m dianggap normal. c. Respirasi Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal seperti sebelum hamil. d. Tekanan darah Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Hipotensi yang diindikasikan dengan perasaan pusing atau pening setelah berdiri dapat berkembang dalam 48 jam pertama sebagai suatu akibat gangguan pada daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah persalinan. Peningkatan tekanan darah sistol dan diastole dapat berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan. Fungsi pernafasan kembali ke fungsi saat wanita melahirkan. Setelah Rahim kosong, diagrafma menurun, aksis jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum dan EKG kembali normal. 2. Adaptasi sistim cardiovaskuler Pada dasarnya tekanan darah itu stabil tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg jika ada perubahan dari posisi tidur ke posisi duduk. Hal ini disebut hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi
cardiovaskuler cardiovaskuler
terhadap
penurunan
resitensi
didaerah
panggul. Segera setelah persalinan ibu kadang menggigil disebabkan oleh instabilitas vasmotor secara klinis, hal ini tidak berarti jika tidak disertai demam.
3. Adaptasi kandung kemih Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan oedema dan menurunnya sensifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari pertama post partum. 4. Adaptasi sistem endokrim Sistem endokrim mulai mengalami perubahan kala IV persalinan mengikuti lahirnya placenta, terjadi penurunan yang cepat dari estrogen progesteron dan proaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap dimana produksi ASI mulai disekitar hari ketiga post partum. Adanya pembesaran payudara terjadi karena peningkatan sistem vaskulan dan linfatik yang mengelilingi payudara menjadi besar, kenyal, kencang dan nyeri bila disentuh. 5. Adaptasi sistem gastrointestinal Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan penurunan motilitas usus, kehilangan cairan dan ketidaknyamanan parineal. 6. Adaptasi sistem muskuloskletal Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya tonus otot yang tampak pada masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan kotor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah yang disebut distasi recti abdominalis, juga terjadi pemisahan, maka uteri dan kandung kemih mudah dipalpasi melalui dinding bila ibu terlentang. 7. Adaptasi sistem integument Cloasma gravidrum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan, hyperpigmenntasi pada areola mammae dan linea nigra, mungkin belum menghilang sempurna setelah melahirkan.
8. Payudara Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama kehamilan menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkam hormone-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentuakan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. a. Ibu tidak menyusui Payudara biasanya teraba nodular yang bersifat bilateral dan difus. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum terjadi pembengkakan. Payudara teregang, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembulu balik limfatik akibat penimbungan air susu. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanyan kurang dalam 24 sampai 36 jam. Apabila bayi belum mengisap, laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu. b. Ibu yang menyusui Ketika laktasi, teraba massa, tetapi kanrong susu yan terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi, payudara lunak. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras. Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam.
Sumber : Soju (2006) http://febrisendaljepit.wordpress.com/2013/02/24/asuhan-keperawatan post-natal-care-pnc/.
9. Sistem Hematologi a. Hematokrit dan Hemoglobin Selama 72 jam pertama bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah (SDM) dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai ketujuh pascapartum. Tidak Tidak ada SDM yang rusak selama masa pascaprtum, tetapi semua kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut. b. Hitung Sel Darah Putih Selama 10 samapi 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit meningkat sekitar 8.000-13.000/mm 3. c. Faktor Koagulasi Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan imobilitas, meingkatkan resiko tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. d. Varises Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Regresi total diharapkan terjadi setelah melahirkan. 10. Sistem Neurologi Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi aaat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami saat melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi selama kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. Rasa baal dan kesemutan periodic pada jari selama hamil akan hilang setelah melahirkan. Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan olehh
hipertensi
serebrospinalis
ke
akibat ruang
kehamilan,
stress,
esktradural.
dan
Lama
kebocoran
nyeri
kepala
cairan dapat
beralangsung satu sampai tiga hari bahakan beberapa minggu tergantung dengan penyebabnya. 11. Adaptasi Reproduksi a. Uterus Proses involusi Proses kembalinya uterus keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini di mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus uter us kirakira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) asa m) dan beratnya kira-kira 1000g. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mancapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum. Uterus, pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil. Berinvolusi menjadi kira-kira 500g 1minggu setelah melahirkan dan 350g (11-12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 g. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab
untuk pertumbuhan masif
uterus
selama
masa
hamil.
Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama
masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil. Subinvolusi ialah kegagalan uetrus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi. b. Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemoistasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit
dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jampertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan konttraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. c. Afterpains Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setalah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, ditempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan
biasanya
meningkatkan
merangsang kontraksi uterus.
nyeri
ini
karena
keduanya
d. Tempat plasenta Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan j aringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan di masa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak sesuai sampai enam minggu setelah melahirkan e. Lokia Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dan uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang. Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desidua
serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia Alba mengandung leukosit, desibua, sel epitel, mukus, serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua samapi enam minggu setelah bayi lahir. Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi
tampon
perineum
sulit
dilakukan.
Jacobson
(1985)
menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum
secara subyektif dengan
mengkaji jumlah cairan yang yang menodai
tampon perineum. Cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengan menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar satu gram setara dengan sekitar satu milimeter darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam. Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan. Lokia rubra yang menetap pada awal periode pascapartum menunjukkan perdarahan berkanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia yang menyerupai bau cairan mestruasi;bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi. Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum adalah lokia. Sumber umum lain ialah laserasi vagina atau servik yang tidak iperbaiki dan perdarahan bukan-lokia.
f.
Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas pasca partum servis memendek dan konsistentinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian se rviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecilkondisi yang optimal untuk perkembangan serviks. Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam suara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mukus dan mukosa.
g. Vagina dan Perineum Estrogen
pascapartum
yang
menurun
berperan
dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memilih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurangkurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan
pelumas larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri. Pada
awalnya,
introitus
mengalami
eritematosa
dan
edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan atau pengobatan dini hematoma dan higiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari itroitus dengan mudah dibedakan dari itroitus pada wanita nulipara. Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episiotomi dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Hemoroid (varises anus), wanita sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan pendarahan berwarna merah terang ppada waktu defekator. Ukuran hemeroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir. h. Topangan Otot panggul Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari,. Jaringan penopang dasar panggul panggul yang terobek dan dan teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan
dengan
pemanjangan dengan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, getapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.
Sumber: Soju (2006) http://febrisendaljepit.wordpress.com/2013/02/24/asuhan-keperawatan-postnatal-care-pnc/.
SECTIO CAESAREA (SC) A. Pengertian Sectio Caesarea Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Sarwono, 2009). Pada operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga jahitannya berlapis-lapis.
(Sumber: Muchtar. (2005) Obstetri patologi, patologi , cetakan I. Jakarta: EGC) .
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Carpenito, 2001). Adapun jenis jenis operasi sectio caesarea, yaitu sebagai berikut: 1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis) a. Sectio caesarea Transperitonealis 1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihan: Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal. Kekurangan: Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. 2) SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang
konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan: a) Penjahitan luka lebih mudah b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum d) Pendarahan tidak begitu banyak e) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil Kekurangan: a) Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uteri pecah dan mengakibatkan banyak pendarahan b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal. 2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut: a. Sayatan memanjang (Longitudinal) b. Sayatan Melintang (Transversal) c. Sayatan huru T (T insicion) Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu: a. Sayatan Melintang Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Mansjoer, 2002).
b. Sayatan Memanjang (SC klasik) Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Manuaba, 2002). B. Etiologi Manuaba (2002) menjelaskan bahwa indikasi section caesarea, yaitu: 1. Riwayat sectio caesarea Uterus
yang
memiliki
jaringan
parut
dianggap
sebagai
kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri
beresiko
mengalami
kekambuhan,
sehingga
tidak
menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin. 2. Distosia persalinan Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari: a. Ekspulsi (kelainan gaya dorong) Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua. b. Panggul sempit c. Kelainan presentasi, posisi janin d. Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin. e. Gawat janin. Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu sectio caesarea terlambat,
kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea. f.
Letak
sungsang.
Janin
dengan
presetasi
bokong
mengalami
peningkatan resiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala. 3. Bayi Kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. 4. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. 5. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. C. Patofisiologi Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena
indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah. D. Pemeriksaan Penunjang Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Saifuddin, 2002), yaitu: 1. Darah rutin (misalnya, Hb) 2. Urinalisis: menentukan kadar albumin/glukosa 3. Pelvimetri: menentukan CPD 4. USG abdomen 5. KTG (Kardiotocografi) 6. Gula darah sewaktu. E. Komplikasi Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Manuaba, 2002). 1. Perdarahan Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan. 2. Sepsis sesudah pembedahan Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan untuk mengurangi sepsis. 3. Cedera pada sekeliling stuktur Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung
terjadi cedera. Hematuria yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding kandung kemih. 4. Komplikasi Pada anak Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono, 2009). F. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Muchtar, 2005). 1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat. 2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. 3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik biasanya disertai disert ai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg. 4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam. 5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan. 6. Ambulasi, satu hari setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. 7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan. 8. Pemeriksaan pembedahan
laboratorium, untuk
hematokrit
memastikan
diukur
perdarahan
pagi pasca
hari operasi
setelah atau
mengisyaratkan hipovolemia. 9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin spekrum luas setelah janin lahir. G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa. a. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan. keperawatan. b. Keluhan utama c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. 2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tandatanda persalinan. 3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien. d. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. 3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. 4) Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. 5) Istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan 6) Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. 7) Pola penagulangan sters Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas 8) Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya 9) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebihlebih
menjelang
persalinan
dampak
psikologis
klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan dan ideal diri 10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. e. Pemeriksaan fisik 1) Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan 2) Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah 3) Mata Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing 4) Telinga Biasanya
bentuk
telingga
simetris
atau
tidak,
bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. 5) Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung 6) Dada Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae 7)
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. 9) Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. 11) Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun (Carpenito, 2001).
BAB II TINJAUAN KASUS PENGKAJIAN POST PARTUM
Kelompok
:...................................... :...................................... Tanggal Pengkajian :.......................... :..........................
Stambuk
: ...................................... ...................................... Ruangan/RS
: ......................... .........................
DATA UMUM KLIEN
1. Inisial klien
:
Inisial Suami
:
2. Usia
:
Usia
:
3. Status perkawinan :
Status perkawinan
:
4. Pekerjaan
Pekerjaan
:
:
5. Pendidikan terakhir :
Pendidikan terakhir :
Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu No.
Tahun
Tipe
Penolong
Persalinan
Jenis
BB
kelamin lahir
Keadaan
Masalah
bayi waktu
kehamilan
lahir
Pengalaman menyusui eksklusif: ya/tidak Riwayat Kehamilan saat ini
1. Berapa kali periksa kehamilan 2. Masalah kehamilan Riwayat Persalinan
berapa lama :
1. Jenis persalinan : spontan (letkep/letsu)/Tindakan (EV,EF) SC ......................... Tgl/jam :............... 2. Jenis kelamin bayi : L/P, BB/PB :........gram/......cm, 3. Pengeluaran darah per vaginam :...........................cc :...........................cc 4. Masalah dalam persalinan .................................................. .................................................. Riwayat Ginekologi 1.
Masalah ginekologi
2.
Riwayat KB
DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
Status obstetrik : P.... A..... NH...
Bayi Rawat Gabung : Ya/tidak
Jika tidak, alasan alas an : ........................................ .......................................... .. Keadaan umum :..................... Kesadaran :.......................... :.......................... ..BB/TB ...........Kg/cm Tanda Vital Tekanan Darah:.............mmHg; Nadi:....................Suhu:............... Nadi:....................Suhu:............... ºC Pernapasan
: ...............x/mnt ...............x/mnt
Kepala Leher Kepala
:
Mata
:
Hidung Mulut
: :
Telinga Leher
: :
Masalah Khusus
: ........................................... ................................................................. .................................... ..............
Dada Jantung Paru
: :
Payudara Puting susu
: :
Pengeluaran ASI
:
Masalah Khusus
: ........................................... .................................................................. ..................................... ..............
Abdomen Involusi Uterus Fundus Uteri :....................kontraksi : .................Posisi :...................... :...................... Kandung kemih Diastasis rektus abdominis ......................x..................... ......................x......................cm .cm Fungsi pencernaan : Masalah Khusus : ........................................... ................................................................. ...................................... ................ Perineum dan Genital
Vagina : integritas kulit.....edema.....memar.....hematom. kulit.....edema.....memar.....hematom......... ........ Perineum : Utuh/episiotomi/ruptur Tanda REEDA R : Kemerahan : ya/tidak E : Edema
: ya/tidak
E : Ekimosis
: ya/tidak
D : Dischargeserum/pus/darah/tidak ada
A : Approximate : baik/tidak Kebersihan :…….
Lokia : Jumlah : ............Jenis/warna :..............Konsistensi : .............Bau : ..... Hemorrhoid
:
Derajat :...................... lokasi : ..................... Berapa lama : ........
nyeri : ya/tidak
Masalah khusus :........................................ :.............................................................. ............................................ ........................ Ekstremitas
Ekstremitas Atas Edema : ya/tidak Varises : ya/tidak Ekstremitas Bawah Edema : ya/tidak Varises : ya/tidak Tanda Homan : +/Masalah khusus : ……………………………………………..............
Eliminasi
Urin
: kebiasaan BAK……………………………………………
BAK saat saa t ini......................................nyeri/tidak ini......................................nyeri/tidak Fekal
: kebiasaan BAB....................................... BAB............................................................. ......................
BAB saat ini.............................konstipasi/tidak ini.............................konstipasi/tidak : Masalah Khusus :............................................. :.................................................................. ...................................... ................. Istirahat dan Kenyamanan
Pola tidur : kebiasaan tidur, lama...jam, frekuensi............ Pola tidur saat ini................. Keluhan ketidaknyamanan : ya/tidak, lokasi................ Sifat....................intensitas........................... Mobilisasi dan Latihan
Tingkat mobilisasi :............................................. :................................................................... ............................ ...... Latihan/senam
: ............................................ .................................................................. ............................ ......
Masalah khusus
: ........................................... ................................................................ ............................. ........
Nutrisi dan Cairan
Asupan nutrisi : ....................nafsu makan : baik/kurang/tidak ada Asupan cairan : ...................................cukup/kurang ...................................cukup/kurang Masalah khusus : .......................................... ................................................................ .................................. ............ Keadaan Mental
Adaptasi psikologis : ........................................... ................................................................. .......................... .... Penerimaan terhadap bayi :........................................................... :........................................................... Masalah khusus : ......................................... ................................................................ .................................. ........... ............................................................... ........................................ .................. Kemampuan menyusui: .........................................
Obat-obatan Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini :
Hasil pemeriksaan penunjang :
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN
Masalah : ......................................... ............................................................... ............................................ ........................................... ............................................. ........................ ......................................... ............................................................... ............................................ ........................................... ............................................. ........................ ......................................... ............................................................... ............................................ ........................................... ............................................. ........................
Perencanaan Pulang : ......................................... ............................................................... ............................................ ............................................. ............................................. ...................... ......................................... ............................................................... ............................................ ........................................... ............................................. ........................ ......................................... ............................................................... ............................................ ............................................. .......................................... ...................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN POST-SC H-2 A. Analisa Data DATA
MASALAH
DS: -
Klien
mengatakan
nyeri
di
daerah abdomen luka operasi seperti tertarik-tarik dan muncul ketika bergerak (berubah posisi) DO: - Nampak luka operasi -
Skala nyeri 4 VAS
-
Klien hanya mampu bergerak
Ketidaknyamanan: Ketidaknyamanan: Nyeri
sedikit karena perut nyeri - Nampak meringis jika nyeri muncul -
Memegang daerah yang sakit
-
TTV: TD: 110/80 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 24 x/mnt, S: 36,3 0C
Faktor Resiko: -
Luka insisi sesar di daerah abdomen (Post-SC TP)
-
Masalah
persalinan:
oligohidramnion, gawat janin Kelas I -
Hasil laboratorium: WBC: 17,3.10 3
-
Terpasang verban post-sectio
-
Luka insisi masih basah.
Resiko Infeksi
-
Tingkat mobilisasi: kurang baik dimana klien terbaring di tempat tidur
karena
bergerak
dank
takut
untuk
lien
masih
terpasang kateter urine sehingga membatasi pergerakan pasien. DS: -
Klien menyusui bayinya tetapi pengeluaran ASI hanya sedikit dan klien merasa payudaranya sangat berat dan besar.
DO: -
Bayi payudara
nampak
mengisap
klien
tetapi
pengeluaran ASI sedikit. -
Penerimaan terhadap bayi baik
-
Payudara nampak besar terisi ASI, area areola hitam
-
Putting susu menonjol.
Ketidakefektifan Ketidakefektifan Pemberian ASI
B. PKDM Kasus Indikasi
- Presentasi kaki - Penumbungan tali pusat - Gawat janin
SC
Pasca operatif
Post Partum
Trauma jaringan abdomen Luka bekas insisi Diskontinuitas jaringan Invasi mikroorganisme Pelepasan mediator kimia (Bradikdin, Histamin, Prostatglandin)
Resiko infeksi
Peningkatan vaskularisasi payudara
Kelainan putting susu, stress, menyusui dini terhambat
Merangsang saraf sensoris Sekresi Oksitosin kurang Melalui proses (Transmisi, Transduksi, Modulasi)
Nyeri
LDR terhambat
ASI masih tertinggal di jaringan payudara ibu.
Penyempitan duktus laktiferus (payudara nampak besar penuh terisi ASI) dan mengeras
Bendungan ASI (engorgement of the breast)
Pengeluaran ASI sedikit
Ketidakefektifan pemberian ASI
C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan luka bekas insisi sesar 2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive (sesar), paparan lingkungan pathogen. 3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan bendungan ASI breast). (engorgement of the breast).
D. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperawatan Nyeri berhubungan dengan luka bekas operasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien mampu untuk melaporkan terjadinya penurunan nyeri dengan KH: 1. TTV dalam batas normal TD: 120/80 mmHg N: 60-100x/mnt R: 20-24x/mnt S: 36,6’C 2. Nyeri teratasi/berkurang.
Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 tindakan invasive jam diharapkan resiko (sesar), paparan infeksi tidak terjadi lingkungan pathogen. dengan KH:
Rencana Intervensi
1. Kaji untuk nyeri insisi (frekuensi, karakteristik, sifat, dan skala nyeri). 2. Kaji abdomen untuk distensi dan nyeri.
3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam. 4. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat. 5. Kolaborasi: - Berikan obat analgetik sesuai indikasi. 1. Periksa (ajarkan klien untuk memeriksa) insisi abdomen untuk kemerahan, pembengkakan, pembukaan pinggir insisi, dan drainase.
Rasional
1. Untuk menentukan intensitas nyeri dan keefektifan pemberian analgesia narkotik. 2. Untuk menentukan apakah peristaltic telah kembali pasca bedah. Peristaltic biasanya pulih dalam waktu 2 jam hingga 96 jam setelah anatesi umum. 3. Mereleksasikan otot-otot tubuh untuk mengurangi nyeri. 4. Mengurangi ketegangan otot abdomen dan memberi waktu dalam proses pemulihan post-operasi. 5. Menghambat system neurotransmitter untuk mengirimkan sinyal nyeri sehingga dapat mengurangi persepsi nyeri. 1. Untuk mendeteksi infeksi luka, eritema hangat dan pembengkakan ringan pada lokasi insisi yang meluas serta nyeri yang kontinu menandakan infeksi.
1. Tanda-tanda infeksi tidak ada 2. Lokasi insisi kering dan bersih.
2. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mencuci tangan. 3. Kaji tinggi fundus uteri (TFU).
4. Kaji balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi. 5. Anjurkan mengkonsumsi nutrisi (tinggi protein rendah lemah, kaya vitamin). 6. Tingkatkan instirahat dan anjurkan penggunaan posisi semi-Fowler.
7. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mobilisasi dini.
2. Mencegah kontaminasi silang terhadap infeksi. 3. Uterus yang sangat lunak atau lembek (tidak berkontraksi dengan baik) dapat mengindikasikan retensi jaringan atau infeksi uterus. 4. Balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesar sesar membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. 5. Nutrisi yang baik akan dialirkan ke bayi melalui ASI. 6. Istirahat menurunkan proses metabolism, memungkinkan oksigen dan nutrient digunakan untuk penyembuhan. Posisi semi Fowler meningkatkan aliran lokia dan menurunkan penumpukan pada uterus, serta memaksimalkan pernapasan. 7. Mobilisasi dapat membantu dan melatih otot-otot abdomen meregang setelah operasi sehingga mempercepat
Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan bendungan ASI (engorgement of the breast). breast).
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kenyamanan posisi selama menyusui dengan KH: 1. Ibu mengungkapkan kepuasan dengan proses menyusui.
8. Kolaborasi: Pemberian antibiotic sesuai indikasi. 1. Kaji keefektifan menyusui.
2. Ajarkan posisi yang dapat memfasilitasi menyusui tanpa meningkatkan nyeri. 3. Anjurkan kompres hangat dengan handuk pada payudara setelah menyusui. 4. Bantu pengeluaran ASI dengan melakukan pijatan ringan pada payudara/melakukan perawatan payudara, pijatan oksitosin. 5. Kolaborasi: Berikan obat penambah ASI bagi klien dengan pengeluaran ASI yang sedikit.
proses vaskularisasi jaringan dan mempercepat proses penyembuhan luka. 8. Menurunkan invasi mikroorganisme dengan mematikan organism easing penyebab infeksi. 1. Untuk membantu memastikan bahwa bayi menerima nutrisi yang adekuat tanpa menimbulkan peningkatan nyeri pada ibu. 2. Posisi menyusui yang berbeda tidak memperparah nyeri pada insisi bedah. 3. Melebarkan duktus laktiferus payudara agar tidak terjadi bendungan bendungan ASI. 4. Melancarkan vaskularisasi dan kelenjar produksi ASI.
5. Meningkatkan produksi ASI dan memperkaya nutris bagi bayi selama masa menyusui.
E. Implementasi dan Evaluasi No. Dx 1
Tanggal/ jam
Tindakan Keperawatan
06 Oktober 2014 08.00
Evaluasi (SOAP)
S: Klien mengatakan nyeri perut l uka operasi agak 1. Mengkaji nyeri (frekuensi, karakteristik, sifat dan skala nyeri)
berkurang. O:
Hasil: Skala nyeri 4 VAS, nyeri sering muncul
-
Skala nyeri 2 VAS
terutama bergerak
-
Klien masih meringis jika nyeri muncul
2. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam 08.15
3. Mengkaji adanya distensi abdomen.
terutama saat bergerak -
Hasil: Tidak ada distensi abdomen 13.00
4. Kolaborasi: Memberikan asam mefenamat 500 mg/12 jam/oral.
19.00
napas dalam secara mandiri. -
Distensi abdomen (-)
-
Klien meminum obatnya tepat waktu di depan
5. Mengkaji TTV, hasil: TD: 120/70 mmHg
Pasien mampu melakukan teknik relaksasi
perawat. -
TTV pukul 21.00
N: 84x.mnt
TD: 110/70 mmHg
R: 22x/mnt
N: 80x.mnt
S: 36,6’C.
R: 22x/mnt S: 36,6’C.
A: Nyeri berkurang
P: Nyeri teratasi
2
06 Oktober 2014 08.00
-
Pantau skala nyeri
-
Kaji TTV
-
Terapi obat oral lanjut.
Faktor Resiko: 1. Mengkaji insisi abdomen
-
Nampak luka operasi
Hasil: Insisi terletak di SBR scr transversal,
-
Nampak verban post-sectio H+2
panjang13 cm.
-
Hasil Lab: WBC: 17,3.10 3
-
Klien mengetahui manfaat buah bagi t ubuh
2. Mengkaji balutan/verban post-sectio Hasil: Verban (+), tidak ada rembesan darah atau cairan lain. 08.10
dan klien mengkonsumsi buah. -
3. Melakukan pendkes tentang manfaat buah dan nutrisi
Tingkat I: Mika-Miki
untuk proses penyembuhan luka. 10.15
Tingkat II: Duduk
4. Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mobilisasi
Tingkat III: Berdiri dgn menopang
dini
Tingkat IV: Berjalan meskipun perlahan-
5. Menganjurkan penggunaan posisi semi Fowler 13.00
6. Kolaborasi: Memberikan obat cefadroxil 500 mg/12 jam/oral
16.00
lahan. -
Keluarga mampu membantu klien mobilisasi
-
Pasien meminum obat tepat waktu di depan
7. Pengambilan sampel darah: pemeriksaan darah lengkap.
Pasien mampu melakukan tahap mobilisasi:
perawat -
Sampel darah selesai diambil
A: Resiko infeksi tidak terjadi P: Resiko infeksi tidak terjadi
3
06 Oktober 2014 09.10
-
Pantau luka operasi.
1. Mengkaji ketidakefektifan menyusui
keluar
2. Melakukan perawatan payudara dan pijatan
O: -
Kemampuan menyusui klien baik
-
Nampak pengeluaran ASI
-
Klien mampu memompa sendiri payudaranya
4. Membantu klien saat menyusui bayinya dan PMK
-
Klien tidak merasa nyeri saat menyusui bayi
5. Membantu ibu untuk memompa payudaranya
-
Payudara nampak besar terisi ASI, area areola
3. Mengajarkan posisi menyusui tanpa meningkatkan nyeri
6. Menganjurkan kompres hangat pada payudara setelah menyusui bayi.
13.00
Tingkatkan asupan nutrisi
S: Klien mengatakan bahwa ASI nya sudah mulai
oksitosin
11.00
-
7. Kolaborasi:
hitam -
Putting susu menonjol.
-
Klien mengompres air hangat pada
Memberikan obat penambah ASI Moloco B12/1 tablet.
payudaranya setelah menyusui bayi bayi -
Klien meminum obatnya tepat waktu di depan perawat.
A: Keefektifan pemberian ASI P: Melaporkan pemberian ASI telah efektif.
DAFTAR PUSTAKA Bobak & Lowdermik. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Maternitas, edisi 4. Jakarta: EGC. Carpenito. (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif . Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC. Mansjoer, A. (2002). Asuhan (2002). Asuhan Keperawatn Maternitas Maternitas.. Jakarta: Salemba Medika. Muchtar. (2005). Obstetri patologi, patologi, cetakan I. Jakarta: EGC. Saifuddin, AB. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal . Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saleha, S. (2009). Asuhan (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika. Sarwono, Prawiroharjo. (2009). Ilmu (2009). Ilmu Kebidanan, Kebidanan, edisi 4, cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Wiknjosastro, H. (2002). Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada Wanita Hamil. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan, Ed. 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.