LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KELUARGA DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KELUARGA LANSIA
Tanggal 23 s/d 28 Oktober 2017
OLEH: Arief Hidayat,S. Kep NIM. 1630913310004
PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KELUARGA DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN KELUARGA LANSIA
Tanggal 23 s/d 28 Oktober 2017
OLEH: Arief Hidayat,S. Kep NIM. 1630913310004 1630913310004
Banjarbaru, Oktober 2017 Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Kurnia Rachmawati, S.Kep., Ns., MNSc NIK. 1990 2014 1 139
Pembimbing Lahan
Hj. Laraswati, S.Kep, Ns NIP. 19720425 19720425 199503 2 001 001
KONSEP KELUARGA DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA LANSIA
I. Konsep Dasar Teori A. Pengertian Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antar anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN, 1999). Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi klien (penerima) asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan asuhan keperawatan yang diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah sakit akan menjadi sia-sia jika tidak dilanjutkan dengan perawatan di rumah secara baik dan benar oleh klien atau keluarganya. Secara empiris, hubungan antara kesehatan anggota keluarga terhadap kualitas kehidupan keluarga sangat berhubungan atau signifikan (Efendi F & Makhfudli, 2009). Uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, keluarga mempunyai anggota yaitu ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi, interelasi, dan interpendensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra-sistemnya seperti lingkungan (masyarakat). Sebaliknya, sebagai subsistem dari lingkungan (masyarakat).
B. Keluarga Sebagai Sasaran Pelayanan Keperawatan
Stuart (2001) memberikan batasan mengenai siapa saja yang disebut keluarga. Lima sifat keluarga yang dijabarkan antara lain sebagai berikut (Efendi F & Makhfudli, 2009): 1. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu sistem 2. Keluarga
mempertahankan
fungsinya
secara
perlindungan, makanan dan sosialisasi anggotanya anggotanya
konsisten
terhadap
3. Dalam keluarga ada komitmen saling melengkapi antar anggota keluarga 4. Setiap anggota dapat atau tidak dapat saling berhubungan dan dapat atau tidak dapat tinggal dalam satu atap 5. Keluarga bisa memiliki anak ataupun tidak Berikut ini merupakan latar belakang mengapa keluarga dij adikan sebagai sasaran pelayanan keperawatan (Efendi F & Makhfudli, 2009): 1. Keluarga dipandang sebagai sumber daya kritis untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan Kasus meningkatnya angka kesakitan akibat demam berdarah dengue (DBD) membuat pemerintah dengan gencar menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam skala nasional. Keluarga sebagai unitterkecil dalam masyarakat berperan dalam penyampaian pesan betapa pentingnya PSN agar agar terhindar dari wabah DBD. 2. Keluarga sebagai satu kesatuan Keluarga dipandang sebagai suatu kesatuan dari sejumlah angota keluarga, berada dalam satu ikatan dan saling memengaruhi. Jika perawat tidak meahami ketika melakukan pengkajian terhadap setiap anggota keluarga, maka perawat tersebut tidak akan mendapatkan data yang dibutuhkan, mengingat data anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya saling memengaruhi. Contonya, jika salah satu anggota keluarga ingin melanjutkan sekolah di luar negeri dan ia harus meninggalkan orang-orang yang selama ini dianggap dekat, maka hal tersebut akan berdampak pada orang yang meninggalkan
ataupun
orang-orang
yang
ditinggalkan
(homesick
syndrome). Perubahan yang terjadi bisa dimulai dengan menurunnya nafsu makan, kesedihan yang berlarutlarut, menurunnya prestasi belajar dan lainnya. 3. Hubungan yang kuat dalam keluarga dengan status kesehatan anggotanya Peran anggota keluarga sangat penting dalam tahap-tahap perawatan kesehatan, mulai dari tahapan peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan, sampai dengan rehabilitasi. Contohnya, Contohnya, keluarga yang peduli akan kesehatannya akan memperhatikan pemberian makanan
dengan gizi seimbang pada anggotanya. Memberikan imunisasi sebagai upaya pencegahan pada anak-anaknya. 4. Keluarga sebagai tempat penemuan kasus dini Adanya masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga akan memungkinkan munculnya faktor risiko pada anggota keluarga yang lainnya. Contohnya, dalam keluarga ditemukan kasus tuberkulosis paru pada anak sulungnya, maka anggota keluarga yang lainnya juga berisiko tinggi terkena penyakit sama. 5. Individu dipandang dalam konteks keluarga Seseorang dapat lebih memahami peran dan fungsinya apabila ia dipandang dalam konteks keluarga. Contohnya, peran seorang anak yang sedang beranjak dewasa dan akan menikah berubah menjadi peran suami atau calon ayah bagi keluarganya. 6. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial bagi anggota keluarga lainnya Dukungan sosial sangat diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus kehidupannya. Dukungan sosial akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit, disinilah peran anggota keluarga diperlukan untuk menjalani masa-masa sulit dengan cepat. C. Kesehatan Keluarga Sebagai Tujuan Keperawatan Kesehatan Keluarga
Peningkatan status kesehatan keluarga merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam memeberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, agar keluarga tersebut dapat meningkatkan produktivitasnya, bila produktivitas keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga akan meningkat pula.
Tujuan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah (Effendy N, 1998): 1.
Tujuan umum: umtuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga mereka sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya (Effendy N, 1998). Secara umum, tujuan asuhan keperawatan keluarga adalah ditingkatnya kemampuan keluarga dalam mengatasi ma salah kesehatannya secara mandiri (Suprajitno, 2004).
2.
Tujuan khusus: a.
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga
b.
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalahmasalah kesehatan dasar dalam keluarga
c.
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya
d.
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya
e.
Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu hidupnya
D. Struktur Keluarga
1.
Elemen struktur keluarga menurut Friedman a. Struktur peran keluarga. Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik didalam keluarganya sendiri maupun peran dilingkungan masyarakat. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri di rumah (Murwani, 2007). b. Nilai atau norma keluarga Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini dalam keluarga. Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat
dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah (Murwani, 2007). c. Pola dan proses komunikasi keluarga. Menggambarkan bagaimana cara pola komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga. Pola interaksi keluarga yang berfungsi : (1) bersifat terbuka dan jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik keluarga, (3) berpikiran positif, dan (4) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri. Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk: (1) karakteristik pengirim: yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik. (2) Karakteristik penerima : siap mendengarkan, memberi umpan balik, melakukan validasi (Murwani, 2007). d. Struktur kekuatan keluarga. Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan perilaku ke arah positif. 2.
Ciri-ciri struktur keluarga a. Terorganisasi Keluarga adalah cerminan organisasi, dimana masing-masing anggota keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai. Organisasi yang baik ditandai dengan adanya hubungan yang kuat antara anggota sebagai bentuk saling ketergantungan dalam mencapai tujuan. b. Keterbatasan Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota tidak semena-mena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. c. Perbedaan dan kekhususan Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan khas seperti halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat anak-anak.
3.
Dominasi struktur keluarga a. Dominasi jalur hubungan darah 1) Patrilineal Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah. Suku-suku di Indonesia rata-rata menggunakan struktur keluarga patrilineal. 2) Matrilineal Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ibu. Suku padang salah satu suku yang yang mengunakan struktur keluarga matrilineal. b. Dominasi keberadaan tempat tinggal 1) Patrilokal Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak suami. 2) Matrilokal Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak istri. c. Dominasi pengambilan keputusan 1) Patriakal Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami. 2) Matriakal Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri.
E. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan Friedman 1998, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu : 1.
Tahap I : Keluarga Pemula. Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, merencanakan keluarga berencana.
2.
Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30 bulan).Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3.
Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 26 tahun). Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
4.
Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun) . Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
5.
Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun) . Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
6.
Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah).Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri. 7.
Tahap
VII
:
Orang
tua
usia
pertengahan
(tanpa
jabatan
atau
pensiunan).Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh. 8.
Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia. Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan
lain
meninggal.
Tugas
perkembangan
keluarga
adalah
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi. F.
Tipe Keluarga
1.
Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu : a. Keluarga Tradisional 1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anakanak yang hidup dalam rumah tangga yang sama. 2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau ditinggalkan. 3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka. 4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja. 6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis. b. Keluarga non tradisional 1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya). 2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak 3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah 4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang sama. 2.
Menurut Allender dan Spradley (2001) a. Keluarga tradisional 1) Keluarga Inti ( Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat 2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi 3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak 4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau kematian. 5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa saja 6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut. b. Keluarga non tradisional 1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah 3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah tangga. 3.
Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan (2005) a. Keluarga berantai ( sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti b. Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama c. Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan.
G. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya : Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2005), yaitu: 1.
Fungsi afektif Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
2.
Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya anak.
3.
Fungsi perawatan kesehatan Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
4.
Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber daya keluarga.
5.
Fungsi biologis Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.
6.
Fungsi psikologis Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan rasa aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
7.
Fungsi pendidikan Fungsi
pendidikan
diberikan
keluarga
dalam
rangka
memberikan
pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk
kehidupan
dewasa
mendidik
anak
sesuai
dengan
tingkatan
perkembangannya. H. Tugas Keluarga
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Freeman (1981) membagi tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu (Effendy N, 1998; Suprajitno, 2004): 1.
Mengenal masalah kesehatan keluarga (gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya)
2.
Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi maslah kesehatan keluarga
3.
Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh, dan/ atau keluarga yang membutuhkan bantuan, sesuai dengan kemampuan keluarga
4.
Memelihara dan memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, dan sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan keluarga.
5.
Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (misal, puskesma, posyandu, atau sarana kesehatan lain) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga. Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/ penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data maladaptif pada keluarga, contohnya : 1.
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
2.
Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negative dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
3.
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
4.
Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5.
Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga-keluarga yang rawan kesehatan, yaitu keluarga yang mempunyai masalah kesehatan atau yang berisiko terhadap timbulnya masalah kesehatan. Sasaran dalam keluarga yang dimaksud adalah individu sebagai anggota keluarga dan keluarga itu sendiri (Suprajitno, 2004). Sebelum memberikan asuhan keperawatan keluarga, beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh perawat (Suprajitno, 2004): 1.
Menetapkan keluarga yang menjadi sasaran kunjungan serta menentukan kasus-kasus yang perlu ditindaklanjuti di rumah, melalui seleksi kasus di puskesmas sesuai prioritas.
2.
Menetapkan jadwal kunjungan : a. Membuat jadwal kunjungan dan identitas keluarga yang akan dikunjungi b. Membuat kesepakatan dengan keluarga tentang waktu-waktu kunjungan dan kehadiran anggota keluarga pengambil keputusan.
3.
Menyiapkan perlengkapan lapangan yang di butuhkan untuk pelaksanaan kunjungan antara lain: a. Mempelajari riwayat penyakit klien (individu/ anggota keluarga) dari rekam kesehatan keluarga (family folder) di puskesmas dan pencatatan lain (unit kesehatan) yang ada kaitannya dengan klien tersebut. b. Membuat catatan singkat tentang maslah kesehatan klien dan keluarga sebagai dasar kajian lebih lanjut di keluarga c. Formulir atau catatan pengkajian keluarga dan catatan lain yang diperlukan d. Kit Primary Health Nursing (PHN) yang berisi oeralatan dan obat-obat sederhana e. Alat bantu penyuluhan.
I.
Istilah dalam keluarga
1.
Keluarga Sejahtera Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada
Tuhan YME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. a. Prasejahtera Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB b. Sejahtera I Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. c. Sejahtera II Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi d. Sejahtera III Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat e. Sejahtera III plus Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi. 2.
Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan kesejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.
J.
Peran Perawat Keluarga
1. Pendidik Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga. 2. Koordinator Diperlukan
pada
perawatan
berkelanjutan
agar
pelayanan
yang
komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan. 3. Pelaksana Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit
4. Pengawas kesehatan Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. 5. Konsultan Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya 6. Kolaborasi Perawat komunitas juga harus bekerja dama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal 7. Fasilitator Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan, dana sehat, dll) 8. Penemu kasus Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan atau wabah 9. Modifikasi lingkungan Perawat komunitas juga harus dapat mamodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan yang sehat. II.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Keluarga Lansia
A.
Definisi Lansia
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 1980). Usia lanjut atau lansia adalah bagian akhir dari perkembangan
hidup manusia. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir dalam teori Erik Erikson. Perkembangan psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang utuh (Keliat, dkk, 2006 dalamSyarniah, 2010) Secara biologis lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Wulansari, 2011). B.
Batasan Lansia
Batasan usia lansia menurut WHO meliputi (Santi, 2009): a.
Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b.
Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
c.
Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
d.
Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun Batasan Lansia menurut Depkes RI meliputi:
a.
Menjelang usia lanjut (45-54 thn) : masa vibrilitas
b.
Kelompok usia lanjut (55 – 64 thn) : masa presenium
c.
Kelompok usia lanjut (> 64 thn) : masa senium Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial membagi lansia ke
dalam 2 kategori yaitu usia lanjut potensial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut potensial adalah usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya sendiri bahkan membantu sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah usia lanjut yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri(Hayati, 2010).
C.
Proses Menua
Proses menua (aging ) adalah suatu keadaan alami selalu berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses menua secara alamiah(Halis et al , 2008).
Menua didefinisikan sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment ), keterbatasan fungsional
( functional
limitations),
ketidakmampuan
(disability)
dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Santi, 2009). Proses menua dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Apabila seseorang mengalami proses menua secara fisiologis maka proses menua terjadi secara alamiah atau sesuai dengan kronologis usianya (penuaan primer). Proses menua seseorang yang lebih banyak dipengaruhi faktor eksogen, misalnya lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup disebut mengalami proses menua secara patologis (penuaan sekunder) (Fatimah, 2008). Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial. Secara umum teori biologi dan psikososiologis dijelaskan sebagai berikut (Stanley, 2006): a. Teori Biologi 1) Teori Genetika Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetik, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya. 2) Teori Wear and Tear Teori Wear and Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metebolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molecular dan akhirnya malfungsi organ
tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. 3) Riwayat Lingkungan Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan. 4) Teori Imunitas Teori Imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap orgenisme sering mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh. 5) Teori Neuroendokrin Para ahli menyatakan bahwa penuaan terjadi karena suatu perlambatan dalam suatu sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh suatu sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal dan reproduksi.
b. Teori Psikososiologis 1) Teori Kepribadian Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.
2) Teori Tugas Perkembangan Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk mengalami penyesalan atau putus asa. 3) Teori Disengagement Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan) menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini. Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Manfaat pengurangan kontak sosial untuk lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi. 4) Teori Aktivitas Menurut teori ini, jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pentingnya aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
5) Teori Kontinuitas Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi
bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah tua. D. Kebutuhan Hidup Lansia
Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas (Subijanto et al , 2011): a. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan. b. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan perhatian lebih dari sekelilingnya. c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. d. Kebutuhan ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan secara ekonomi sehingga harus terdapat sumber pendanaan dari luar, sementara untuk lansia yang potensial membutuhkan adanya tambahan keterampilan, bantuan modal dan penguatan kelembagaan. e. Kebutuhan spiritual, spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaia n tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan spiritual diidentifikasi sebagai kebutuhan dasar segala usia. Fish dan Shelly mengidentifikasi kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan akan makna dan tujuan, akan cinta dan keterikatan dan akan pengampunan (Stanley, 2006).
E. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut (Hurlock, 1980): a. Perubahan Fisik 1) Perubahan penampilan Saat seseorang memasuki usia lanjut, penampilan secara fisik akan berubah. Misal sudah mulai terlihat kulit keriput, bentuk tubuh berubah,
rambut mulai menipis. 2) Perubahan fungsi fisiologis Perubahan pada fungsi organ juga terjadi pada lansia. Perubahan fungsi organ ini yang menyebabkan lansia tidak tahan, terhadap temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin, tekanan darah meningkat, berkurangnya jumlah waktu tidur. 3) Perubahan panca indera Perubahan pada indera berlangsung secara lambat dan bertahap, sehingga setiap individu mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuain dengan perubahan tersebut. Misal, kacamata dan alat bantu dengar hampir sempurna untuk mengatasi penurunan kemampuan melihat atau kerusakan pendengaran. 4) Perubahan seksual Pada lansia, terjadi penurunan kemampuan seksual karena pada fase ini klimakterik pada lansia laki – laki dan menopause pada wanita. Tapi, hal itu juga tidak membuat potensi seksual benar – benar menurun. Ini disebabkan penurunan atau peningkatan potensi seksual juga dipengaruhi oleh kebudayaan, kesehatan dan penyesuain seksual yang dilakukan di awal. b. Perubahan Kemampuan Motorik 1) Kekuatan Terjadi penurunan kekuatan otot. Hal ini menyebabkan lansia lebih cepat capai dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri dari keletihan dibandingkan orang yang lebih muda.
2) Kecepatan Kecepatan dalam bergerak nampak sangat menurun setelah usia enam puluhan. 3) Belajar keterampilan baru Lansia yang belajar keterampilan baru cenderung lebih lambat dalam belajar dibanding dengan yang lebih muda dan hasil akhirnya juga cenderung kurang memuaskan.
4) Kekakuan Lansia cenderung canggung dan kagok, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh. Selain itu, lansia juga melakukan sesuatu dengan tidak hati – hati dan dikerjakan secara tidak teratur. c. Perubahan Kemampuan Mental 1) Belajar Lansia lebih berhati – hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk dapat mengintegrasiakan jawaban mereka dan kurang mampu mempelajari hal – hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu. 2) Berpikir dalam memberi argument Secara umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan, baik dalam alasan induktif maupun deduktif. 3) Kreativitas Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi lansia cenderung berkurang. 4) Ingatan Lansia pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal – hal yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal – hal yang telah lama dipelajari. 5) Mengingat kembali Kemampuan dalam mengingat ulang banyak dipengaruhi oleh faktor usia dibanding pemahamam terhadap objek yang ingin diungkapkan kembali. Banyak lansia yang menggunakan tanda – tanda, terutama simbol visual, suara, dan gerakan, untuk membantu kemampuan mereka dalam mengingat kembali. 6) Mengenang Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi pada masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia. 7) Rasa humor Kemampuan lansia dalam hal membaca komik berkurang dan
perhatian terhadap komik yang dapat mereka baca bertambah dengan bertambahnya usia. 8) Perbendaharaan kata Menurunnya perbendaharaan kata yang dimiliki lansia menurun dengan sangat kecil, karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah dipelajari pada masa anak – anak dan remajanya. 9) Kekerasan mental Kekerasan mental tidak bersifat universal bagi usia lanjut. d. Perubahan Minat 1) Minat Pribadi Minat pribadi meliputi minat terhadap diri sendiri, minat terhadap penampilan, minat pada pakaian dan minat pada uang. Minat terhadap diri sendiri pada lansia cenderung meningkat, sedangkan minat terhadap uang dan penampilan cenderung menurun. Untuk minat terhadap pakaian, disesuaikan dengan kegiatan sosial lansia. 2) Minat Kegiatan Sosial Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orang yang merasa menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukannya semakin berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan kemasyarakatan ( social disengagement ). 3) Minat Rekreasi Lansia cenderung untuk tetap tertarik pada kegiatan rekreasi yang biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka hanya akan mengubah minat tersebut kalau betul – betul diperlukan. 4) Minat Kegiatan Keagamaan Sikap sebagian besar lansia terhadap agama mungkin lebih sering dipengaruhi oleh bagaimana mereka dibesarkan atau apa yang telah diterima pada saat mencapai kematangan intelektualnya. Bagaimanapun juga, perubahan minat dan sikap terhadap kegiatan keagamaan merupakan ciri orang berusia lanjut dalam beberapa kebudayaan dewasa ini. Beberapa perubahan keagamaan selama usia lanjut memberi pengaruh pada usia
lanjut, antara lain dalam hal toleransi keagamaan dan ibadat keagamaan. Terdapat bukti-bukti bahwa kualitas keanggotan dalam tempat peribadatan memainkan peranan yang lebih penting bagi penyesuaian individual pada usia lanjut dibanding keanggotan itu sendiri. Mereka yang aktif di tempat peribadatan secara sukarela di waktu masih muda cenderung dapat menyesuaikan diri dengan pada masa tuanya dibanding mereka yang minat dan kegiatannya dalam perkumpulan keagamaan terbatas. 5) Minat Mengenai Kematian Semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akherat dan lebih mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematiannya sendiri. F. Penanggulangan Masalah Terkait Proses Penuaan Alami
Dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi sebagai akibat perunahan yang dialaminya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh lansia sebagai upaya penyesuaian
diri
terhadap
perubahan-perubahan
tersebut.Penanggulangan
masalah terkait dengan proses penuaan adalah sebagai berikut ( Maryam, 2008): a. Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh. 1) Perawatan diri sehari-hari 2) Senam/latihan pergerakan secara teratur 3) Pemeriksaan kesehatan secara rutin 4) Mengikuti kegiatan yang masih mampu dilakukan 5) Minum obat secara teratur jika sakit 6) Memakan makanan yang bergizi 7) Minum paling sedikit delapan gelas setiap sehari b. Penanggulangan masalah akibat perubahan psikologis 1) Mengenal masalah yang sedang dihadapi 2) Memiliki keyakinan dalam memandang masalah 3) Menerima proses penuaan 4) Memberi nasehat dan pandangan 5) Beribadah secara teratur 6) Terlibat dalam kegiatan sosial maupun keagamaan
7) Sabar dan tawakal 8) Mempertahankan kehidupan seksualnya c. Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat. 1) Memiliki pandangan/wawasan 2) Saling mengunjungi 3) Melakukan kegiatan rekreasi
III.
Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Pengumpulan data a.
Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
b.
Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga 1) Kebiasaan makan, meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Untuk penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan yang bayak menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi. 2) Pemanfaatan
fasilitas
kesehatan,
perilaku
keluarga
didalam
memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi. 3) Pengobatan tradisional, karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga bisa memanfaatkan pengobatan tradisional dengan minum air ketimun yang dijus sehari dua kali pagi dan sore. c.
Status Sosial Ekonomi 1) Pendidikan, tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar. 2) Pekerjaan dan Penghasilan, penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
d.
Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga Menurut Friedmen (1998:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.
e.
Aktiftas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga (Friedman, 1998:9). f.
Data Lingkungan 1) Karakteristik rumah, cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada penderita stroke fase rehabilitasi. 2) Karakteristik Lingkungan, menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi
oleh
lingkungan.
Ketenangan
lingkungan
sangat
mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi g.
Struktur Keluarga 1) Pola komunikasi, menurut (Friedman, 1998) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan ras a kepedulian yang tinggi. 2) Struktur Kekuasaan, kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke. 3) Struktur peran, menurut Friedman(1998), anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
h.
Fungsi Keluarga 1) Fungsi afektif, keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
2) Fungsi sosialisasi, keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress. 3) Fungsi kesehatan, menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. i.
Pola istirahat tidur Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum terselesaikan.
j.
Pemeriksaan fisik anggota keluarga Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
k.
Koping keluarga Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara legal dapat mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan. Kolaburasi dan koordinasi dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk menghindari kebingungan anggota akan kurangnya pelayanan kesehatan. Menurut Suprajitno (2004) dalam bukunya Asuhan Keperawatan Keluarga menyatakan bahwa tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a.
Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan memperlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b.
Diagnosis risiko atau risiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
c.
Daiagnosa potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan. Perumusan
diagnosis
keperawatan
keluarga
menurut
Suprajitno
(2004) menggunakaan aturan yang telah disepakati, terdiri dari : a.
Masalah (P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.
b.
Penyebab adalah (E) suatu pernyataaan yang dapat menyebabkan masalah dengan mengacu pada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanaan kesehatan.
c.
Tanda atau gejalan (S) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab.
Menyusun prioritas
Friedman (1998:64), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi bersama yang dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka terhadap klien dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang. Menurut Bailon dan Maglaya (1978), etiologi pada diagnosis keperawatan keluarga menggunakan lima sekala ketidak kemampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan dan keperawatan. Penilaian (skoring) diagnosis
keperawatan menurut Bailon dan Maglaya (1978) sebagai berikut (Suprajitno, 2004): NO
Kriteria
1
Sifat Masalah Tidak/kurang sehat Ancaman kesehatan Krisis atau keadaan sejahtera
2
3
4
Kemungkinan masalah dapat diubah Dengan mudah Hanya sebagian Tidak dapat Potensial masalah untuk dicegah Tinggi Cukup Rendah Menonjolkan masalah Masalah berat, harus segera ditangani Ada masalah, tetapi tidak segera ditangani Masalah tidak dirasakan
Skor
Bobot
1 3 2 1 2 2 1 0 1 3 2 1 2 1
1
0
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan : a.
Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.
b.
Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan d engan bobot
c.
Jumlahkan skor untuk semua criteria skor tertinggi adalah 5
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan proritas a.
Sifat masalah Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi karena ma salah tersebut memerlukan tindakan yang segera dan biasanya masalahnya dirasakan atau disadari oleh keluarga.
b.
Kemungkinan masalah dapat diubah
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor kemungkinan masalah dapat diperbaiki adalah : 1) Pengetahuan dan teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah 2) Sumber-sumber yang ada pada keluarga, baik dalam bentuk fisik, keuangan atau tenaga 3) Sumber-sumber dari perawatan, misal dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan, dan waktu 4) Sumber-sumber di masyarakat, dan dukungan sosial masyarakat c.
Potensi masalah dapat dicegah Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan skor kriteria potensi masalah bisa dicegah adalah sebagai berikut : 1) Kepelikan dari masalah, berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah, prognosis penyakit atau kemungkinan mengubah masalah. Umumnya makin berat masalah tersebut makin sedikit kemungkinan untuk mengubah atau mencegah sehingga makin kecil potensi masalah yang akan timbul 2) Lamanya masalah, hal ini berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah tersebut. Biasanya lamanya masalah mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah bisa dicegah 3) Kelompok risiko, adanya kelompok risiko tinggi atau kelompok yang peka atau rawan, hal ini menambah masalah bisa dicegah
d. Menonjolnya masalah merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah untuk diatasi. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam memeberikan skor pada cerita ini, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana keluarga tersebut menilai masalah dan perlu untuk menangani segera, maka harus diberi skor tinggi. Menyusun tujuan
Friedman (1998:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.
Ada 3 kegiatan menurut Friedman (1998:64) yaitu: a. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik b. tujuan jangka menengah c. tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai tujuan d. Menentukan kriteria dan standar evaluasi. Kriteria yang akan dicapai adalah respon verbal, afektif dan psikomotor keluarga mengenai penjelasan tentang masalah kesehatan (Friedman:1998:71).
3.
Fokus Intervensi
a.
Fokus Intervensi Individu
Diagnosa 1 : Sindrom lansia lemah berhubungan dengan perubahan kognitif dan
tinggal sendirian. b.
Fokus Intervensi pada keluarga
Berikut ini intervensi keperawatan keluarga yang dilakukan pada masalah hipertensi sesuai dengan 5 tugas keluarga : 1)
Mengenal masalah kesehatan Intervensi : a)
Gali pengetahuan keluarga tentang konsep lansia
b)
Jelaskan pada keluarga tentang pengertian konsep lansia
c)
Jelaskan pada keluarga mengenai macam-macam penyebab Penyakit pada lanjut usia
2)
Mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat Intervensi : a)
Jelaskan akibat-akibat bila Penyakit lanjut usia tidak ditangani dengan tepat
b)
Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan yang tepat guna menangani Penyakit pada lanjut usia
c)
3)
Beri reinforcement positif atas keputusan keluarga
Merawat anggota keluarga yang sakit Intervensi :
4)
a)
Jelaskan pada keluarga tentang perawatan Penyakit pada l anjut usia
b)
Beri kesempatan keluarga untuk mendemonstrasikannya
c)
Beri reinforcement atas ketrampilan keluarga
Memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan Intervensi : Jelaskan tentang pencegahan Penyakit lanjut usia yang dilakukan di rumah
5)
Memanfaatkan fasilitas kesehatan Intervensi : a)
Jelaskan pada keluarga mengenai tempat pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk pengobatan Penyakit pada lanjut usia (posyandu lansia, puskesmas dll)
b)
Motivasi keluarga untuk mengunjungi tempat fasilitas kesehatan
c)
Beri reinforcement (+) atas minat keluarga.
No
Diagonsa
1)
Ketidakefektif Koping an
NOC
NIC Peningkatan koping
koping
keluarga
Setelah dilakukan tindakana
berhubungan
keperawatan selama 1x15
tentang
dengan
menit
proses penyakit dan konsep
hubungan
menjadi
keluarga yang
criteria hasil:
ambevalen
a) Menunjukan
koping
a) hargai pemahaman klien
keluarga
efektif
dengan
dir b) hargai dan diskusikan substitute respon terhadap
fleksibilitas peran b) keluarga
c)
situasi
menunjukan
c)
fleksibilitas peran para
perubahan peran dan
anggotanya
hubungan
nilai
keluarga
mengatur
dapat
d) dukung penggunaan
masalah-
sumber spiritual jika
masalah
diminta
d) memanaj masalah e) melibatkan
e) sediakan informasi actual
anggota
keluarga mengekspresikan perasaan
tentang diagnosis,
dalam
membuat keputusan f)
hargai sikap klien terhadap
penangan dan prognosis f)
sediakan pilihan yang realistis tentang aspek
dan
kebebasan emosional
perawatan saat ini
g) menggunakan
strategi
g) dukung penggunaan
penurunan stress h) peduli
mekanisme defensive yang
terhadap
kebutuhan
anggota
tepat h) dukung keterlibatan
keluarga i)
keluarga dengan cara yang
menentukan
jadwal
untuk rutinitas danm
tepat i)
aktivitas keluarga
Bantu klien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup dan perubahan peran
j)
Bantu klien beradaptasi dan mengantisipasi perubahan klien
2)
Defisiensi
Pengetahuan
Pengetahuan
Penyakit
:
Proses
Mengajar : Proses Penyakit
a) Berikan penilaian tentang Setelah dilakukan tindakana
tingkat pengetahuan pasien
keperawatan selama 1x15
tentang
menit pengetahuan menjadi
yang spesifik
meeningkat dengan criteria
penyakit dan bagaimana hal dan
keluarga
ini
menyatakan
berhubungan
anatomi
pemahaman
tentang
penyakit,
kondisi,
dan
dengan fisiologi,
dengan cara yang tepat. c)
Gambarkan
tanda
dan
prognosis dan program
gejala yang biasa muncul
pengobatan
pada penyakit, dengan cara
b) Klien
dan
keluarga
mampu melaksanakan prosedur
yang tepat d) Gambarkan
yang
Klien
dan
tepat
keluarga
e) Identifikasi
mampu
menjelaskan
penyebab,
kembali
apa
yang tepat
yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
proses
penyakit, dengan cara yang
dijelaskan secara benar c)
penyakit
b) Jelaskan patofisiologi dari
hasil: a) Klien
proses
f)
Sediakan pasien
kemungkinan dengna
cara
informasi
pada
tentang
kondisi,
dengan cara yang tepat g) Hindari
harapan
yang
kosong h) Sediakan
bagi
keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat i)
Diskusikan perubahan gaya hidup
yang
mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan
datang
proses
dan
atau
pengontrolan
penyakit 3)
Kesiapan Pengetahuan: meningkatkan kesehatan manajemen kesehatan Setelah
Perilaku Edukasi Kesehatan
1. Tetapkan penyuluhan yang akan diberikan ke keluarga dilakukan tentang perilaku kesehatan tindakan keperawatan terkini selama 1x 60 menit 2. Identifikasi sumber yang masalah di keluarga diperlukan untuk teratasi dengan kriteria menjalankan program hasil: edukasi 1. Keluarga mengetahui 3. Presentasikan informasi dan masalah yang akan di tentang penyakit yang diskusikan berisiko dikeluarga Skala 1 : tidak 4. Melibatkan individu, dan keluarga untuk mendukung mengetahui perubahan perilaku kesehatan ke arah kondusif. Skala 2 : sedikit mengetahui Skala
3
:
cukup
mengetahui Skala
4
:
banyak
mengetahui Skala 5 : mengetahui sepenuhnya 2. Keluarga mengetahui tentang Perilaku hidup bersih dan sehat Skala
1
mengetahui
:
tidak
Skala
2
:
sedikit
:
cukup
mengetahui Skala
3
mengetahui Skala
4
:
banyak
mengetahui Skala 5 : mengetahui sepenuhnya 3. Keluarga aktif berkonsultasi dan memeriksakan lansia ke pelayanan kesehatan Skala 1 : tidak aktif Skala 2 : sedikit aktif Skala 3 : cukup aktif Skala 4 : banyak aktif Skala 5 sepenuhnya
:
aktif
4. Implementasi (Suprajitno, 2004)
Menurut Sri Setyowati dan Arita Murwani (2008) dalam bukunya Asuhan Keperawatn Keluarga, menyebutkan tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal berikut, yaitu : a.
Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b.
Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan.
c.
Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga melakukan perawatan.
d.
Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan yang menjadi sehat dengan cara menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungklin.
e.
Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan cara mengendalikan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas tersebut. Menurut Sri Setyowati dan Arita Murwani (2008) dalam bukunya Asuhan
Keperawatn Keluarga, menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan tindakan keperawatan keluarga antara lain (Novriadi E, 2013): a.
Partisipasi keluarga, mengikutsertakan anggota keluarga dalam sesi-sesi konseling, suportif, dan pendidikan kesehatan.
b.
Penyuluhan, upaya-upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau terciptanya suatu kondisi bagi perorangan, kelompok atau masyarakat untuk menerapkan cara-cara hidup sehat.
c.
Konseling, yaitu pembimbingan dalam proses memberikan dukungan bagi anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.
d.
Kontrak, persetujuan kerja antara kedua belah pihak yaitu kesepakatan antara keluarga dan perawat dalam kesepakan dalam asuhan keperawatan.
e.
Managment kasus yaitu strategi dan proses pengambilan keputusan melalui langkah pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (rujukan, koordinasi dan advokasi)
f.
Kolaburasi, kerjasama perawat bersama tim kesehatan yang lain dan merencanakan perawatan yang berpusat pada keluarga.
g.
Konsultasi, merupakan kegiatan untuk memberikan pendidikan kesehatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah
tindakan
intelektual
untuk
melengkapi
proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana
tindakan
dan
pelaksanaan
sudah
berhasil
dicapai.
Melalui
evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealfaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Novriadi, E). Dalam Nursalam (2008) dalam bukunya Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, dinyatakan evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan. Evaluasi kualitas asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan (Novriadi E, 2013): a.
Evaluasi Struktur, dilaksanakan sebelum kegiatan dilakukan dimulai dari persiapan kegiatan yang akan dilakukan.
b.
Evaluasi proses, fokus pada evaluasi proses adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus segera
dilaksanakan setelah
perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas interfrensi tersebut. c.
Evaluasi hasil, fokus efaluasi hasil adalah prubahan prilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan, bersifat objektif, feksibel, dan efesiensi.
DAFTAR PUSTAKA
Achjar K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto.