LAPORAN DEPARTEMEN SURGIKAL RUANG 13 RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Surgikal
Oleh : Ratih Dwi Lestari Kelompok 7 NIM. 105070201111018
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKSI
A. DEFINISI Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Guyton, 2005). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). B. ETIOLOGI Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 : 1. Lesi
ekstrinsik
(ekstraluminal)
yaitu
yang
disebabkan
oleh
adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal. 2. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi. 3. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu. Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain (Manif, 2008): 1. Hernia inkarserata Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera. 2. Non hernia inkarserata, antara lain : a. Adhesi atau perlekatan usus Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dar i rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium. c. Askariasis Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi. d. Volvulus Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi. e. Tumor Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. f.
Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling
sering ialah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. C. KLASIFIKASI Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan menjadi, antara lain: 1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileumterminal). 2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampairectum). Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain : 1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit. 2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah),
antara lain karena atresia usus dan neoplasma 3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus. (Manif, 2008) D. MANIFESTASI KLINIS 1. Obstruksi sederhana -
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,
yang
jarang
menjadi
muntah
fekal
walaupun
obstruksi
berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal. 2. Obstruksi disertai proses strangulasi Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus. 3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkanadanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik
sederhana adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan tanda ini. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.
2. Pemeriksaan Penunjang a.
HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi
b. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah.
c. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen •
Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
•
Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
d. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab
e. Foto polos Abdomen o
Untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar
o
Berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air – fluid level.
o
Penggunaan
kontras
dikontraindikasikan
adanya
perforasi-
peritonitis. o
f.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
F. PENATALAKSANAAN Tujuan
utama
penatalaksanaan
adalah
dekompresi
bagian
yang
mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-
kadang suatu penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit. (Sjamsuhidajat, 2003).
1. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
2. Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :-StrangulasiObstruksi
lengkap-Hernia
inkarserata-Tidak
ada
perbaikan
dengan
pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter) (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
3. Pasca Bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sari, 2005; Sjamsuhidajat, 2003). G. KOMPLIKASI Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum (Sjamsuhidajat, 2003).
DAFTAR PUSTAKA Guyton A.C., Hall J.E. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Manif Niko, Kartadinata. (2008). Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 29. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. (2003). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Sari, Dina, et al. (2005). Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise. Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
H. PATOFISIOLOGI Predisposisi sistemik, meliputi: sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit dan metabolik, infarkmiokard, pneumonia, trauma, biller dan ginjal kolik, cedera kepala dan prosedur bedah saraf, inflamasi intra-abdomen dan peritonitis, hematona retroperitoneal
Predisposisi pascaoperatif bedah abdominal
Tersumbatnya lumen usus
Obstruksi menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan ↓ Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen (70% dari gas yang tertelan)
Ileus obstruktif
Ketidakmampuan absorpsi air Penurunan intake cairan
Respons psikologis misinterpretasi perawatan dan pengobatan
Hilangnya kemampuan intestinal dalam pasase material feses
Kecemasan pemenuhan informasi
Konstipasi
Gangguan gastrointestinal
Distensi Abdomen
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Nyeri Asupan nutrisi tidak adekuat
Risiko ketidakseimbangan cairan Penurunan volume cairan
Respons lokal saraf terhadap inflamasi
Risiko tinggi syok hipovolemik
Kehilangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Risiko Ketidakseimbangan cairan elektrolit
(Muttaqin, 2011)
ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan (Umumnya terjadi pada semua umur, terutama dewasa laki – laki maupun perempuan) b. Keluhan Utama nyeri pada perut c. Riwayat Penyakit Sekarang nyeri pada perut, muntah, konstipasi (tidak dapat BAB dan flatus dalam beberapa hari) d. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya klien sebelumnya menderita penyakit hernia, divertikulum. e. Riwayat Penyakit Keluarga Ada keluarga dengan riwayat atresia illeum dan yeyenum. f.
Activity Daily Life 1) Nutrisi Nutrisi terganggu karena adanya mual dan muntah. 2) Eliminasi Klien mengalami konstipasi dan tidak bisa flatus karena peristaltik usus menurun/ berhenti. 3) Istirahat Tidak bisa tidur karena nyeri hebat, kembung dan muntah. 4) Aktivitas Badan lemah dan klien dianjurkan untuk istirahat dengan tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas. 5) Personal Hygiene klien tidak mampu merawat dirinya.
g.
Pemeriksaan 1) Keadaan umum: Lemah,
kesadaran
meningkat(39o
C),
menurun
sampai
pernapasan
syok
hipovolemia
meningkat(24x/mnt),
suhu nadi
meningkat(110x/mnt) tekanan darah(130/90 mmHg) 2) Pemeriksaan fisik ROS (Review Of System) a. Sistem kardiovaskular: tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada oedema, tekanan darah 130/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar normal
b. Sistem respirasi: pernapasan meningkat 24x/mnt, bentuk dada normal, dada simetris, sonor (kanan kiri), tidak ada wheezing dan tidak ada ronchi c. Sistem hematologi: terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi. d. Sistem perkemihan: produksi urin menurun BAK < 500 cc e. Sistem muskuloskeletal: badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri f.
Sistem integumen: tidak ada oedema, turgor kulit menurun, tidak ada sianosis, pucat
g. Sistem gastrointestinal: tampak mengembang atau buncit, teraba keras, adanya nyeri tekan, hipertimpani, bising usus > 12x/mnt, distensi abdomen.
2. RENCANA INTERVENSI a. Konstipasi b.d hipomotilitas Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, klien tidak terjadi konstipasi atau mengalami perbaikan Kriteria Hasil: o
Klien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB
o
Bising usus terdengar normal,frekuensi 5-25 x/menit
o
Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal INTERVENSI Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus
RASIONAL Predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi terdapat faktor presdisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat intervensi medis misalnya adanya sepsis harus diatasi kondisi gangguan elektrolit harus dikoreksi Monitoring status cairan Penurunan volume cairan akan meningkatkan risiko ileus semakin parah karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat harus mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila didapatkan adanya perubahan yang signifikan Evaluasi secara berkala laporan pasien Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau tentang flatus dan periksa kondisi bising usus sebagai peran untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbakan ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status medis Pasang selang nasogastrik Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan lambung kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap 4 jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik Kolaborasi opioid antagonis selektif Alvimopan ini ditujukan untuk membantu mencegah ileus postoperatif reseksi usus
b. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tubuh b.d keluar cairan tubuh dari muntah,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Kriteria hasil: o
Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal
o
TD: 130/80, N: 80-100x/menit, RR: 16-20x/menit,S: 36,5-37,5 °C
o
CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari
o
Lab: nilai elektrolit normal
INTERVENSI Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)
RASIONAL Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik Kaji sumber kehilangan cairan Kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit Dokumentasikan intake dan output Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara cairan umum Monitor TTV secara berkala Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer perifer, dan diaforesis secara teratur Kolaborasi - Pertahankan pemberian cairan Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan secara intravena - Evaluasi kadar elektrolit Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah pada pasien peritonitis
c. Risko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan yang adekuat Tujuan: setelah diberikan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan Kriteria Hasil: o
Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25 x/menit
o
Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
o
Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen
o
Berat badan pada hari ke-5 pascabedah meningkat minimal 0,5kg
INTERVENSI Evaluasi secara berkala motilitas usus Hindari intake secara oral Berikan nutrisi parenteral
RASIONAL kondisi Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral Pemberian enteral diberikan secara hatsi-hati dan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik Lakukan oral hygiene Untuk menurunkan risiko infeksi oral Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Ahli gizi terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan jenis nutrisi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan individu pasien