BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1. SEJARAH PERUSAHAAN
Pabrik gula watoetoelis di dirikan pada tahun 1838 oleh perusahaan milik Belanda yang bernama N.V Cooed an Cooster Van Voor Hout yang berantor di Surabaya. Pada masa penjajaha, pabrik-pabrik gula di Indonesia dikuasai oleh Jepang. Kemudian setelah Perang Dunia II kembali lagi menjadi perusahaan milik Belanda. Pada tanggal 10 Desember 1957 berdasarkan keputusan militer tertinggi
penguasa
menteri
pertahanan
nomor
1053/PMT/1957
yang
dikeluarkan pada tanggal 9 Desember 1957 dan berdasarkan Undang-Undang nomor 186 tahun 1956 tentang Nasionalisasi, semua perusahaan milik Belanda dikuasai Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan PP nomor 1 tahun 1963 tanggal 28 Januari 1968 didirikan Perusahaan Perkebunan Gula Negara yang di singkat PPN Gula. Kemudian berdasarkan PP nomor 13 tahun 1968, PPN Gula dibubarkan dan berdasarkan PP nomor 14 tahun 1963, ditetapkan pendirian Perusahaan Negara Perkebunan. Berdasarkan PP nomor 23 tahun 1973 tanggal 3 Desember 1973, PNP XXI dan XXI-XXII (pesero). Kemudian berdasarkan PP nomor 15 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 berubah menjadi P.T. Perkebunan Nusantara X (persero) yang berkantor di Jalan Jembatan Merah 3-5 Suraba ya. 3.2. Lokasi Pabrik
Pabrik gula Watoetoelis merupakan salah satu dari 11 pabrik gula di P.T. Perkebunan Nusantara X (persero) dan salah satu pabrik gula di Kabupaten Sidoarjo. Pabrik gula Watoetoelis terletak di Desa Temu,
Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo. Lokasi Pabrik berada di daerah strategis ditinjau dari letak bahan baku, transpotasi, sumber air, maupun sumber tenaga kerja. Wilayah kerja meliputi Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik dengan luas ± 3300 Ha terbagi di Kabupaten Sidoarjo seluas ± 2300 Ha (lahan sawah) dan Kabupaten Gresik ± 1000 Ha (lahan tegal/tadah hujan). Batas-batas Pabrik Gula Watoetoelis adalah:
Sebelah utara
: Desa Watoetoelis
Sebelah selatan
: Desa Bendo Tretek
Sebelah timur
: Desa Temu
Sebelah barat
: Sawah Desa Bendo Tretek
3.3. KEGIATAN USAHA
Sesuai dengan namanya, maka pabrik gula ini memproduksi gula untuk kebutuhan masyarakat umum. Bbahan baku pembuatan gula tersebut adal ah tebu. Pada tahun 1975, tebu yang digunakan merupakan Tebu sendiri(TS) dan mulai tahun 1976 dialikan menjadi Tebu rakyat Intensifikasi(TRI). Sekrang, tebu yang digunakan adalah Tebu sendiri (TS), Tebu rakyat (TR), Tebu Rakyat Mandiri (TRM), Tebu Mandiri Luas (TRLM). Jumlah tenaga kerja di PG. Watoetoelis pada tahun 2014 adalah 353 orang yang terdiri atas :
Karyawan Tetap Golongan I – II ( Karyawan pelaksana ) : 317 orang Golongan III – IV ( Lever pimpinan )
Karyawan Tidak Tetap Kampaye
: 515 orang
PKWT
: 178 orang
Outsourcing
: 99 orang
: 36 orang
4.4. PEMASARAN
Seluruh hasil produksi ditangani langsung oleh bagian pemasaran PTP, yang selanjutnya dilelang kepada pihak distributor. Selanjutnya pihak distributor yang memenangkan lelang memasrkannya dengan caranya sendiri. Biasanya gula produksi pabrik ini dipasarkan di luar Pula Jawa.
4.6. KEGUNAAN PRODUK
PG. Watoetoelis adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang menghasilkan gula jenis SHS (Superior Hooft Suker ) atau GKP (Gula Kristal Putih) yang di gunakan sebagai pemberi rasa manis pada makanan dan minuman, pengental pada beberapa makanan, dan juga sebagai salah satu sumber energi yang diperlukan manusia. Hasil sampingnya adalah ampas tebu, blotong, dan tetes. Ampas tebu yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada ketel. Blotong yang dihasilkan dibuat pupuk kompos, sedangkan tetes yang di hasilkan dijual kepada pihak pabrik MSG (Monosodium Glutamat) dan pabrik alkohol sebagai bahan baku pabrik tersebut.
4.7. STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukkan segenap fungsi pekerjaan, hubungan antara fungsi-fungsi yang ada beserta wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing komponen dalam organisasi di suatu perusahaan, maka akan terlihat adanya pembagian pekerjaan secara tegas dan formal, di antara bagian-bagian dalam perusahaan dan juga diperoleh gambaran yang jelas antara wewenang dan tanggung jawab dalam mekanisme perusahaan. Berikut ini adalah bagian dari struktur organisasi di PG. Watoetoelis :
BAB IV SISTEM PROSES
4.1. PROSES PRODUKSI
Proses pembuatan gula di PG. Watoetoelis menggunakan proses sulfitasi. Rangkaian prosesnya meliputi enam bagian, yaitu : 1. Emplasemen 2. Stasiun Gilingan 3. Stasiun Pemurnian 4. Stasiun penguapan 5. Stasiun Masakan 6. Stasiun putaran Adapun tiga bagian penunjang di dalam operasi, yaitu : 1. Bagian Laboratorium 2. Bagian Utilitas 3. Bagian Pengolahan Limbah 4.2. Emplasemen
Sebelum masuk ke unik emplasemen, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku. Yang meliputi : Penganalisa contoh sampel satu setengah bulan sebelum ditebang,
yaitu dengan mengambil contoh tersebut dari tiap-tiap kebun yang kemudian dianalisa di laboratorium. Dari hasil analisa ini terlihat tebutebu mana yang memiliki tebu yang paling masak. Tebu yang memiliki tebu yang paling masak akan ditebang terlebih dahulu. Penambahan ZPK (Zat Pemacu Kemasakan) dilakukan 4-6 minggu
sebelum tebang bagi tebu yang masih muda/ belum masak. Hal ini bertujuan untuk memaksa tebu cepat masak dengan mematikan titik
tumbuh pada arah pemasakan optimal, di sini enegi yang dipakai untuk pertumbuhan digunakan untuk pemasakan/ penambahan kadar gula didalam tebu tersebut. Emplasemen merupakan tempat penampungan tebu yang akan ditimbang sesaat sebelum digiling. Kapasitas tebang angkut yang dimiliki oleh PG. Watoetoelis tergantung oleh pemerintah pabrik, kapasitas terpasangnya berkisar 22.500 Ku per hari. Proses emplementasi ini penting untuk pemilihan bahan baku yang akan diproses dalam pengolahan tebu yang nantinya akan sangat menentukan hasil produk yang didapat. Tahapan yang terdapat pada PG. Watoetoelis antara lain sebagai berikut : 1. Emplasemen depan, yaitu menampung tebu yang diangkut truk. Tebu yang masuk pabrik harus memiliki nilai brix diatas 18. Cara penentuan nilai brix tersebut yaitu dengan mengambil contoh sepertiga dari pucuk tebu kemudian diperah lalu diukur dengan alat tes yang bernama Hand Brix Refractometer. Bagi tebu yang tidak memenuhi kriteria tidak
dapa diterima oleh pabrik untuk diolah. 2. Emplasemen tengah digunakan untuk menampung tebu yang telah ditimbang dari truk kemudian diangkut oleh lori dan menunggu digiling. 3. Emplasemen belakang digunakan untuk membongkar dan menimbang tebu yang diangkut oleh truk. Peralatan :
1. Railban, yaitu rel yang berhubungan antara desa penghasil tebu disekitar pabrik dan tempat penimbangan tebu. 2. Lori, yaitu kereta pengangkut tebu. Sehingga : berat tebu = berat total ( lori + tebu ) – berat lori. 3. Truk, yaitu alat transportasi yang digunakan untuk tebu dari desa penghasil tebu yang jaraknya jauh dari pabrik dalam kota sidoarjo maupun dari luar kota sidarjo.
4. Timbangan, yaitu alat yang digunakan untuk menimbang berat tebu. Timbangan yang digunakan di PG. Watoetoelis ad 2 macam, yaitu : a. Timbangan berkel Pada timbangan ini, mula-mula truk ditimbang beserta tebu yang diangkut. Setelah tebu dipindahkan ke meja tebu, truk kosong ditimbang kembali sehingga akan diketahui berat tebu sebenarnya. Cara kerja timbangan ini adalah dengan meneruskan tumpuan yang diperoleh dari beban kepada tuastuas yang kemudian berat beban tersebut ditunjukan melalui sebuah skala yang dapat dibaca. Timbangan berkel ini mempunyai kapasitas 20 ton. b. Timbangan digital clane scale ( Timbangan Tebu Digital ) Pada timbangan ini, tebu yang diangkut oleh truk dimasukkan timbangan, lalu tebu diangkut dan secara otomatis dapat diketahui berat tebu kemudian tebu diletakkan dilori. Cara kerjanya adalah dengan memindahkan beban yang dikerjakan oleh cane transloading oleh load sel kedalam digital. Kapasitas timbangannya adalah 10 ton. 5. Meja tebu, yaitu alat untuk membongkar dan meratakan tebu yang diangkat oleh crane dari emplasemen tebu. Meja tebu yang digunakan adalah tipe feed lateral yaitu meja miring yang bergerak. 4.3. Stasiun Gilingan Tujuan : Untuk memisahkan nira dari ampasnya secara maksimal dengan
menekan kehilangan gula semaksimal mungkin. Proses :
Stasiun gilingan merupakan stasiun pertama yang menangani tebu hasil penimbangan dari emplasemen yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Pengerjaan pendahuluan Menata tebu yang akan digiling di meja tebu.
Memindahkan tebu dari meja tebu ke cane cutter 1 dan cane
cutter II dengan mengunakan cane carrier I. Memecah tebu sebesar ± 25 cm dengan Cane Cutter I. Masuk ke Cane Cutter II untuk dipotong menjadi lebih kecil
lagi yaitu ± 2,5 cm. Setelah itu masuk ke dalam unigrator untuk ditumbuk dimana
berfungsi untuk memecah sel tebunya hingga berbentuk serabut yang halus agar mempermudah proses pemerahan. Memindahkan cacahan tebu dari unigrator ke unit gilingan
dengan Cane Carrier II. b. Pemerahan
Hal ini dilakukan oleh 4 unit gilingan, fungsi dari pemerahan ini yaitu untuk memerah nira sebanyak-banyaknya serta kehilangan nira sedikit mungkin dari ampas. Dalam 1 unit gilingan terdiri dari 3 roll golingan :
A
Tebu M
B
Keterangan : Rol A ( rol atas / top roll )
Berfungsi
untuk
memerah
tebu
yang
masuk
dengan
menggunakan alas rol muka dari belakang. Rol M ( rol muka / voor roll )
Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari nol bagian belakang dengan rol bagian atas. Rol B ( rol belakang / Achter roll )
Berfungsi sebagai alat penekan amplas dari bagian belakang dengan rol bagian atas. Setelah tebu masuk ke gilingan pertama dan kedua maka diperoleh nira mentah I dan nira mentah 2, pada gilingan III ampas ditambah air imbisisi dengan suhu lebih kurang 70-90º C, penambahan air ambisisi ini bertujuan agar tingkat ekstraksinya menjadi lebih tinggi. Selain itu, penambahan air imbisisi harus diperhitungkan effisiensi pemakaiannya ( ± 31 % berat tebu ) karena berhubungan dengan kemampuan alat penguapan ( evaporator ) karena apabila air yang diberikan air yang diberikan terlalu banyak maka akan menambah beban penguapan. Hasil nira dari gilingan III ini dialirkan ke ampas keluar gilingan I dan hasil nira gilingan IV dialirkan ke ampas keluar gilingan II. Hasil nira dari gilingan I dan II disaring dengan saringan getar untuk pemisahan nira dengan ampas halus yang kemudian ditimbang dengan timbangan Bolougne ( Timbangan Nira Mentah ) untuk dasar pengawasan perhitungan proses (bobotnya). Kapasitas
timbangan adalah 4
ton/cycle. Pada nira mentah gilingan ditambahkan susu kapur untuk menaikan pH dari 5,5 – 5,6 menjadi 6,5 – 6,6 agar tidak terjadi inversi ( kerusakan nira ) serta mengantisipasi penurunan pH karena penambahan phospat cair. Tujuan dari penambahan phospat cair ini untuk menambah kadar phospat dalam nira mentah yang semula antara 250 – 300 ppm menjadi 300 ppm agar kerja pemurnian berjalan dengan baik. Ampas akhir gilingan IV diangkut ke ketel sebagai bahan
bakar dan ampas halus ditarik blower dihembuskan ke mixer bagasilo di stasiun pemurnian. Peralatan :
1. 2 buah Carrier
Carrier I digunakan untuk memindahkan tebu dari meja tebu ke cane cutter I dan II.
Carrier II digunakan untuk memindahka cacahan tebu dari unigrator ke alat penggilingan.
2. 2 buah Cane Cutter, yaitu alat yang digunakan untuk memecah tebumenjadi potongan yang lebih pendek untuk dibawa ke unigrator. Cane Cutter ini terdiri 56 buah pisau yang digerakkan oleh elektromotor.
Contoh Gambar Cane Cutter
3. 1 buan Unigerator, yaitu alat yang digunakan untuk merobek dan mengoyak tebu menjadi serpihan sabut berukuran ± 5 – 10 cm,
sehingga
akan
memudahkan
pengambilan
nira
dalem
proses
penggilingan.
Contoh Gambar Unigerator
4. Sugar Cane Mill atau gilingan tebu, digunakan untuk memerah tebu yang telah dicacah sehingga menghasilkan nira mentah. Ada 4 unit gilingan yang terdapat di PG. Watoetoelis, yang masing-masing terdiri dari:
Feeding Roll, yaitu alat untuk membantu masuknya tebu ke bagian depan gilingan.
Tiga roll pemerahan, yaitu rol atas,rol depan, dan rol belakang.
Scraper (suri amplas ), yaitu alat pembersih ampas yang masih melekat pada alur rol gilingan dan menahan agar ampas dari rol depan masuk ke bukaan belakang bagian belakang.
Trash plate, yaitu alat yang digunakan untuk menghubungkan rol depan dengan rol belakang dan sebagai keluarnya ampas.
5. Pompa nira mentah gilingan yang digunakan untuk mempompa nira mentah hasil dari gilingan I dan II ke timbangan Boulogne. 4.4. Stasiun Pemurnian Tujuan : Untuk memisahkan kotoran, koloid dan senyawa bukan gula yang
terdapat dalam nira mentah dengan beberapa tahab, yakni : a. Secara fisis, yaitu dengan pemanasan dan pengendapan. b. Secara khemis, yaitu dengan mereaksikan komponen nira dengan bahan pembantu proses sehingga dihasilkan endapan yang baik. c. Secara khemis dan fisis, yaitu dengan adsorbsi kotoran koloid
sehingga
terjadi
reaksi
penggumpalan
dan
pengendapan. Setelah penambahan susu kapur, nira disaring kembali untuk menyaring ampas yang lebih halus dan ampas hasil penyaringan dikembalikan ke stasiun gilingan untuk digiling. Langkah-langkah di stasiun pemurnian : Nira mentah dari stasiun gilingan ditimbang terlebih dahulu agar tahu
berapa nira yang dikerjakan serta kehilangannya. Nira mentah ditampung dalam buffer tank dengan volume 4,2 m³. Nira dialirkan dengan pompa nira mentah yang memiliki kapasitas 4
m³/menit, menuju juice heater I (JH I) unutuk dipanaskan sampai suhu 75º-80º dengan tujuan mematikan bakteri yang ada di dalam nira dan mempercepat reaksi Ca(OH)2 dengan phospat. Setelah itu masuk ke pre-contactor untuk memberikan kesempatan
susu kapur bereaksi dengan nira. Lalu masuk Defekator I dengan waktu selama 3 menit. Disini
ditambahkan susu kapur dengan viskositas 6ºBe hingga pH 7,2 (netral) agar sukrosanya tidak mudah rusak, sehingga terbentuk inti endapan [CaH(PO4)2] yang berguna untuk meningkatkan zat bukan gula dan koloid.
Kemudian nira dilewatkan pada Defekator II ( waktu tinggal selama 3
detik ) disertai dengan penambahan susu kapur hingga pH 8,6 dengan tujuan mempersiapkan kelebihan susu kapur yang akan direaksikan dengan SO2(g) pada bejana sulfitir nira mentah. Setelah melalui defekator II, nira dialirkan ke sulfitir nira mentah
sampai dihasilkan pH 7,0 – 7,2 dimana gas SO 2 yang digunakan berasal dari pembakaran belerang di tabung belerang. Dalam sulfitir ini, kelebihan susu kapus akan bereaksi dengan SO 2(g) membentuk endapan CaSO3 dan endapan CaSO 3 di adsorbsi oleh inti endapan yang sudah ada [ CaH(PO4)2 ] sehingga terbentuk endapan dengan diameter yang lebih besar. Pada dapur belerang dan sublimator diberi air pendingin berupa mantel yang berguna untuk menurunkan temperatur gas SO2 ± 80ºC agar sama dengan nira mentah dan diharapkan terjadi penyubliman S 2 dan O2 yang belum bereaksi sempurna pada sublimator. Setelah proses sulfitasi, nira dipanaskan pada JH II hingga temperatur
105-110ºC pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi. Jika suhunya melebihi 110ºC maka dapat mengakibatkan terjadi reaksi karamelisasi (penggosongan), dimana zat lilin terlarut sehingga terikut di gula yang menyebabkan warna menjadi coklat. Untuk memisahkan gas-gas terlarut, maka nira dari JH II dialirkan ke
flash tank, lalu dialirkan ke snowballing tank flokulator dimana nira diperlukan hingga membentuk aliran turbulen dan flokulen menjadi homogen. Di snowballing tank diharapkan inti endapan yang sudah terbentuk dengan ukuran yang kecil bisa jadi besar dengan diberi ionion di sekitar endapan sehingga terperangkap dan menjadi lebih besar. Setelah itu nira dialirkan ke door clarifier terdapat 4 buah tray dan pada masing-masing tray akan terbentuk aliran overflow, nira jernih yang akan ditampung pada bak penampung nira jernih. Supaya lebih bersih, dilakukan penyaringan dengan saringan ukuran 200 mesh yang kemudian diproses pada stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor berupa slurry mengalir ke mixer bagasillo. Dimana pada mixer
bagasillo, nira ditambah ampas halus untuk memperbaiki struktur endapan sehingga dapat mempermudah dalam proses penapisan. Dari mixer bagasillo nira dialirkan menuju bak nira kotor pada Rotary dengan perlakuan high vacuum, low vacuum dan no vacuum disertai dengan semprotan air panas dengan temperatur 75ºC sehingga diperoleh nira tapis dan blotong. Nira tapis dialirkan ke nira mentah tertimbang sedangkan blotong bisa dibuat sebagai kompos. Peralatan :
1. Timbangan Boulogne, berfungsi untuk menimbang nira dari stasiun gilingan yang bekerja secara otomatis dengan kapasitas 4 ton/ c ycle. 2. Peti tarik nira mentah yang merupakan bak penampungan nira mentah dari timbangan boulogne. Buffer tank ini memiliki volume 4,2 m 3. 3. 2 buah pompa nira mentah dengan kapasitas 4 m 3/menit untuk memompa nira yang sudah ditimbang ke JH I. 4. Voor Warmer / Juice Headter. PG. Watoetoelis mempunyai 2 jenis yaitu: a. Juice Headter I ( JH I ), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang berfungsi untuk memanaskan nira mentah sebelum masak defecator sampai suhu 75 - 80ºC. b. Juice Heater II ( JH II ), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang digunakan untuk memanaskan nira yang keluar dari tangki sulfitasi nira mentah sampai suhu 100 - 105ºC. 5. Defekator I, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu kapur yang dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan mempunyai pH 7,2. 6. Defekator II, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu kapur yang dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan mempunyai pH 8,8 – 9. 7. Tangki sulfitasi (sulfitir) nira mentah untuk menetralkan nira encer terkapur dari defekator dengan penambahan gas SO 2 sampai pH 7,2. 8. Pompa nira mentah
9. Peti tarik nira mentah tersulfitir untuk menampung nira encer tersulfitir dari tangki sulfitir nira encer. 10. Expandeur ( falsh tank ) yang berfungsi menghilangkan gas-gas yang masih tersisa dalam nira yang akan masuk ke doo clerifier sehingga proses pengendapan berjalan baik. 11. Snow balling tank, berfungsi untuk mencampur nira tersulfitir dan flokulant menjadi homogen. 12. Door Clarifier, merupakan multi tray clerifier yang memiliki 4 tray, berfusi untuk mengendapkan kotoran-kotoran atau flok dalam nira sehingga akan diperoleh nira jernih dan nira kotor. Selanjutnya nira kotor dipisahkan dan dibawa ke rotary vacuum filter. 13. Rotary Vacuum Filter untuk menyaring nira kotor (blotong) yang berasal dari door clarifier . Vacuum filter terdiri atas silinder yang sebagian tercelup dalam tangki yang berisi nira kotor yang akan disaring. Bagian luar dari dinding silinder berfungsi sebagai bidang penyaringan dan dibagi dalam 18 bagian. Masing-masing bagian dihubungkan secara individu oleh s uatu jaringan pipa yang berakhir pada suatu terminal yag merupakan pengatur mekanik vacuum. Permukaan alat ini terbagi menjadi 3 sektor yaitu : Unit Low Vacuum ( 15 – 30 cmHg ), untuk menempelkan
blotong. Unit High Vacuum ( 40 – 50 cmHg ), untuk menghisap nira
tapis pada blotong. Unit No Vacuum ( 0 cmHg ), untuk melepaskan blotong yang
dibantu dengan sekrap. Cara kerja Rotary Vacuum Filter :
Pada saat vacuum bekerja, bagian silinder yang berhubungan dengan nira kotor adalah bagian yang berhubungan dengan Low Vacuum, hal ini menyebabkan nira tersedot oleh pengaruh vacuum. Sementara itu zat-zat padatan yang tersuspensi dalam larutan akan menempel pada permukaan
saringan yang membentuk saringan tipis. Lapisan ini disebut blotong, yang juga mengandung serpihan
ampas halus (bagacillo) yang sengaja
ditambahkan. Nira hasil penyaringan dari daerah low vacuum masih kotor dan disebut filter kotor (cloudy filtrate). Lapisan tipis ini merupakan media penapis pada tahap berikutnya. Selanjutnya dengan berputarnya silinder, maka bidang penyaringan yang sudah dilapisi dengan blotong masuk ke daerah high vacuum karena pengaturan dalam distributing valve. Nira yang keluar dari daerah vacuum ini lebih jernih dibandingkan dengan nira pertama yang disebut nira tapis. Meskipun demikian mutunya belum layak untuk menghasilkan gula SHS, oleh karena itu dikembalikan lagi ke tangki bejana nira mentah tertimbang untuk dilakukan proses pemurnian kembali. Lapisan blotong yang terbentuk dengan berputarnya silider masuk ke daerah pengabut air panas sehingga blotong dibasahi air. Karena pengaruh vacuum, air ini terhisap. Pengabutan ini merupakan pembasuhan awal. Setelah itu dimulai proses pengeringan oleh vacuum. Silinder selanjutnya memasuki tangki nira kotor. Namun sebelumnya masuk kembali lapisan blotong yang sudah kering di tahan oleh scrapper dan blotong masuk ke Transport Band keluar pabrik. 4.5. Stasiun Penguapan
Tujuan : Untuk menguapkan air yang terdapat dalam nira encer,karena nira encer dari hasil pemurnian masih mengandungair sekitar 80 – 85%, sehingga tercapai brix 65%. Sistem penguapan yang dipakai adalah Quadrupple Effect Evaporator (4 buah evaporator). Sistem ini menghemat bahan pemanas karena setiap 1 kg uap pemanas mampu menguapkan 4 kg air. Tekanan evaporator berikutnya dibuat lebih rendah
daripada
evaporator
sebelumnya sehingga tidak
dibutuhkan pompa untuk mengalirkan nira dan titik didihnya akan makin rendah.
Proses : Nira masuk ke dalam evaporator karena adanya perbedaan tekanan
dalam
evaporator.
Steam
masuk
lewat
pipa
dan mengalir
terdistribusi dalam pipa calandria. Dengan adanya perpindahan panas, maka
steam
terkondensasi
menjadi kondensat. Uap nira yang
terbentuk akan mengalir ke bagian atas evaporator dan selanjutnya sebagian digunakan untuk pemanas pada evaporator berikutnya. Proses penguapan dilakukan dalam kondisi vacuum untuk menekan
kerusakan gula akibat suhu tinggi karena gula tidak tahan pada suhu tinggi. Selain itu juga untuk penghematan steam. Uap nira dari evaporator I digunakan sebagai pemanasan evaporator II,
sebagian lagi dibleeding ke pan masakan. Uap nira dari evaporator II digunakan sebagai pemanasan evaporator III. Sebagian lagi dibleeding ke pemanas I. Uap nira dari evaporator III digunakan untuk memanaskan evaporator IV. Uap nira dari evaporator IV dialirkan ke kondensor. Kondensat yang tidak mengandung gula digunakan sebagai air pengisi
ketel. Sedangkan kondensat yang mengandung gula digunakan sebagai pencuci pada masakan, air siraman RVF dan putaran, serta air imbibisi pada gilingan III. Nira kental dari evaporator terakhir biasanya lebih keruh dibanding
nira sebelumnya karena adanya kenaikan konsentrasi,penggumpalan, dan suspensi dari beberapa jenis zat bukan gula. Untuk menghilangkan warna gelap, nira dialirkan ke tangki sulfitasi II untuk pemucatan agar diperoleh gula yang lebih putih. Pada tangki sulfitasi II ditambahkan gas SO2 yang berasal dari tobong belerang sehingga pH 5,4 - 5,6. Peralatan :
1. Evaporator yaitu alat yang berfungsi untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam larutan nira menjadi lebih kental. Di PG. Watoetoelis digunakan sistem Quadruple Effect Evaporator (4 unit evaporator)
2. Pompa hampa udara sentral, digunakan untuk menurunkan tekanan vacuum terdiri dari dua bagian tekanan, yaitu pompa vacuum dan kondensor. 3. Pompa kondensat untuk mengeluarkan air kondensat. 4. Tangki sulfitir yang digunakan untuk proses sulfitasi nira kental. 5. Peti diksap untuk menampung nira kental. 6. Mesin uap untuk mempercepat terjadinya kondisi vakum. 7. Pompa injeksi untuk menghindari suhu yang terlalu panas yang mengakibatkan tekanan evaporator naik.
4.6. Stasiun Masakan Tujuan : Untuk mengubah nira dari larutan kental menjadi bentuk semi solid,
dimana dalam
proses
ini
juga
terjadi pembibitan untuk
pembentukan kristal yang lebih besar. Proses :
Kecepatan kristalisasi dipengaruhi oleh : a. Temperatur Dalam hal ini temperatur akan mempengaruhi viskositas dan koefisien kejenuhan.
Viskositas
larutan
induk
:
bila
temperatur
turun,
makaviskositas akan naik dan sebaliknya.
Koefisien kejenuhan : bila temperatur turun, koefisien turun sehingga kecepatan
kristalisasi
berkurang. Secara teoritis
kecepatan kristalisasi sebanding dengan kuadrat kejenuhan tetapi dalam praktek tidak boleh melewati harga kritis (1.44) karena kemurnian kristal akan sulit dikontrol. b. Kemurnian larutan induk, Bila kemurnian larutan induk menurun, kecepatan kristalisasi akan menurun. c. Ukuran inti Kristal. d. Viskositas larutan.
Pada stasiun masakan terdapat 21 peti masakan, yaitu : -
Peti nomor 1-10 berisi stroop A.
-
Peti nomor 11-15 berisi stroop C.
-
Peti nomor 16-21 berisi stroop D
Selain itu juga terdapat 7 peti untuk penampungan nira kental yang berasal dari badan penguapan. Pada stasiun masakan terdapat 8 pan masakan yang menjadi 3 macam masakan, yaitu : 1. Masakan A menggunakan 5 buah pan masakan. 2. Masakan C menggunakan 1 buah pan masakan. 3. Masakan D menggunakan 2 buah pan masakan Perbedaan pan masakan A, C, dan D teletak pada desain pemanasnya. Pemanas pada pan masakan itu berupa koil yang disebut serpetin, dimana steam pemanasnya mengalir dalam pipa. Adapun pada setiap masakan mempunyai ukuran butiran gula masingmasing sebagai berikut : 1. Masakan A berukuran 0,9 – 1,1 mm 2. Masakan C berukuran 0,6 mm 3. Masakan D berukuran 0,3 mm Dalam proses kristalisasi, ada 3 jenis masakan berdasarkan kadar brix dan ukuran kristal yang terbentuk, yaitu : 1. MASAKAN D Bahan : Stroop A, stropp C, klare D, fondan (bubuk kristal halus
berukuran 0,3 µm) Proses : Pada masakan ini ditentukan HK masakan D 60% dengan harapan kehilangan gula pada tetes dan jumlah tetes dapat ditekan seminimal mungkin, untuk menghasilkan stroop C yang digunakan sebagai bibitan
gula D, dan untuk menghasilkan gula D 2 sebagai inti bibitan masakan C. Ada 2 putaran yaitu : masakan D 1 dan D2. MuIa-mula pan masakan di vacuum untuk diisi stroop A/nira kental dan dipanaskan sampai terbentuk benangan, diusahakan jangan sampai terbentuk gula kristal kemudian diberi fondan (gula halus) sebagai bibit dan pembentuk kristal sambil dibantu dengan penambahan air. Setelah terbentuk kristal yang cukup, stroop C dan klare D dimasukkan. Sebelum terlalu kental sebagian masakan dipindah ke pan D 2 dan sisanya di pan D1 ditambah stroop A atau C. Hasil masakan di D 1 diturunkan ke palung pendingin yang bertujuan mendinginkan hasil masakan gula D 1 agar sisasisa sakarosa yang masih larut dapat mengkristal. Masakan yang keluar dipanaskan lagi agar tidak beku dapat dipisahkan dengan tetes. Setelah dari receiver , hasil masakan kemudian ditarik ke putaran LGF D 1 (no.3,4,5). Dari putaran LGF D 1 dihasilkan tetes dan gula D 1. Tetes kemudian dialirkan ke tangki tetes dan gula D 1 dialirkan ke putaran LGF (no.6) untuk menghasilkan gula D 2 dan klare D. Gula D 2 selanjutnya masuk
ke pan masakan C sedangkan klare D dikembalikan ke peti
masakan nomor 16-21. 2. MASAKAN C Bahan : Stroop A, gula D 2 Proses :
Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula C yang digunakan sabagai bibitan gula A. Ada 1 pan masakan, yaitu : masakan C. Pan masakan C yang divakum diisi dangan stroop A dan D 2 dimana sebagai bibit gula, sehingga mendapatkan larutan gula yang lebih kental turun ( HK 72 – 74% ) yang nantinya jadi akan terbentuk Kristal gula. Dalam proses ini memerlukan pengontrolan yang teliti karena tidak sedikit Kristal yang terbentuk adalah Kristal palsu ( Kristal yang kecil – kecil, tidak diinginkan ), Kristal paksu ini dapat dihilangkan dengan
menambahkan air panas kedalam pan masakan yang melarutkannya. Setelah itu, hasil masakan C diturunkan ke palung pendingin,kemudian ditarik keputaran LGF C. Di sini dihasilkan gula C dan stroop C. Gula C selanjutnyan masuk ke pan masakan A untuk inti bibitan, sedangkan stroop C masak ke peti stroop Cuntuk pembesaran Kristal masakan D. 3. MASAKAN A Bahan : nira kental, gula C/D 2 , dan klare SHS. Proses :
Proses pertama membuat bibitan masakan A yang artinya akan dipecah menjadi gula A1 yang merupakan gula produk sebanyak 4 kali. Penentuan pemecahan ini adalah dari ukuran kristal gula yang telah terbentuk. Jika kristal gula yang telah terbentuk sudah besar, maka pemecahan yang dilakukan tidak terlalu banyak karena semakin banyak pemecahan akan semakin menurunkan HK masakan yang akan berpengaruh pada produk smaping. Kadang prosesnya tidak melalui gula A 4 tetapi bisa menjadi A3 atau A2 Yang artinya gula A3 bisa dipecah menjadi gula A 1 sebanyak 3 kali dan gula A 2 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 2 kali tergantung dari ukuran gula yang telah terbentuk tadi. Ukuran yang diinginkan untuk menjadi gula produk adalah 0,9 -1,1 mm. Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula SHS sebagai gula produksi.
Gambar Macam masakan gula A Pada saat awal gilingan, nira kental dari evaporator masuk ke pan masakan A yang divakum dan dicampur dengan fondan. Hal ini dilakukan karena pada awal gilingan belum terbentuk stroop A. Setelah terbentuk stroop A dari pan masakan A, maka fondan dimasukkan ke pan masakan D 1. Seperti halnya pada evaporator, gas amoniak harus dikeluarkan dari masakan karena akan menyelimuti tube dan akan menghalangi aliran panas ke nira, sehingga proses pemanasan akan terganggu. Aliran panas yang digunakan berasal dari uap nira dan uap bekas. Uap nira diperoleh dari nira yang dipanaskan dengan tekanan 0,5 kg/cm2, sedangkan uap bekas adalah uap dari gilingan. Penambahan
bahan-bahan
dalam
masakan
harus
dilakukan secara
bertahap. Hal ini bertujuan untuk : Mencegah penurunan koefisien kejenuhan sehingga gula tidak larut. Memperbesar pertumbuhan kristal. Mempertahankan kedudukan larutan dalam proses pembesaran.
Berikut beberapa palung pendingin yang ada di PG. Watoetoelis antara lain : a. Palung 1 – 6 untuk gula D b. Palung 7 – 8 untuk gula C c. Palung 9 – 14 untuk gula A Harga kemurnian dari Brix tiap hasil masakan berbeda-beda, antara lain : Untuk jenis masakan A
Harga kemurnian (HK) : > 80% Brix : 94 – 96 % Untuk jenis masakan C
Harga kemurnian (HK) : 72 – 74 % Brix : 96 – 97 % Untuk jenis masakan D
Harga kemurnian (HK) : 60 – 62 % Brix : 99 – 100 % Peranan air dalam stasiun masakan ini adalah untuk :
Melarutkan kristal-kristal palsu
Membersihkan nira
Memisahkan kristal gula yang menggumpal
Memperbesar ukuran kristal
Peralatan :
1. Pan masakan (vacuum pan), yang berfungsi membuat kondisi lewat jenuh larutan gula dan untuk mempercepat proses kristalisasi. Tersedia 8 buah pan masakan 2. Kondensor sentral, berfungsi untuk mengkondensasikan uap yang keluar masakan.
3. Pompa vacuum untuk memvacuumkan pan masakan. 4. Palung pendingin (Cooltrog) untuk pan masakan, berfungsi untuk mendinginkan hasil masakan dan tempat terjadinya proses kristalisasi lanjut. 5. Peti-peti masakan, untuk menampung nira kental , stroop A, stroop C, klare D, dan klare SHS Stasiun Puteran Tujuan : Untuk memisahkan kristal gula dari larutan sehingga didapat kristal
gula yang bersih Proses :
Campuran antara kristal sukrosa dan larutannya yang keluar dari pan masakan dipisahkan dengan cara pemutaran (sentrifugal). Dalam centrifuge kristal akan tertahan dan cairan / stroop akan keluar melalui saluran pipa centrifuge dan berputar didalamnya. Alat pemutaran terdiri dari suatu silinder yang terbuat dari saringan dan dihubungkan dengan sumbu yang berputar. Bila alat pemutar dijalankan maka larutan akan terlempar putarannya. Dinding alat
menjauhi
sumbu
pemutar yang berupa saringan akan menahan
kristal gula dan melewatkan larutannya. Kristal yang menempel pada saringan setelah proses pemutaran masih mengandung kotoran sehingga perlu disiram air untuk melepaskan kotoran yang masih menempel pada kristalnya. Gula dari palung pendingin A akan mengalami dua kali proses putaran. Setelah keluar dari palung pendingin A, gula dialirkan ke feed distributor dan mengalami proses pencampuran, selanjutnya diproses pada putaran A. Dimana pada putaran A ditambahkan air dengan suhu kamar. yang gunanya melepaskan kotoran-kotoran yang masih menempel dan untuk mengencerkan agar dapat dialirkan kembali. Hasil dari putaran A berupa stroop A dengan HK ± 61 yang akan digunakan kembali sebagai bahan baku di vaccum pan C dan D dan juga menghasilkan kristal gula A yang dialirkan ke mingler mixer A. Kemudian gula A mengalami proses putaran yang kedua di putaran SHS.
Putaran SHS ini dilengkapi dengan steam pemanas yang berguna untuk menghilangkan warna sehingga warna gula menjadi putih bening dan juga
ada penambahan air panas ± 65-70°C untuk melarutkan gula yang
berukuran sangat kecil sehingga tidak menyumbat saringan. Kristal gula yang keluar putaran masih panas dan akan kering dengan sendirinya dengan melewatkan pada talang goyang yang panjang dan dilengkapi dengan blower pendingin. Putaran SHS menghasilkan gula produk dengan nilai HK ± 99,9 dan juga klare SHS yang merupakan bahan baku dari masakan A. Gula dari palung pendingin C hanya akan mengalami satu kali proses putaran, yaitu di putaran C. Kristal gula C dipompa ke feed distributor C yang kemudian dialirkan ke putaran C. Pada putaran C ditambahkan air dengan suhu kamar untuk pengenceran agar mudah dialirkan ke proses selanjutnya. Hasil dari putaran ini berupa stroop C dengan HK ± 52 sebagai bahan baku masakan D dan gula C sebagai inti bibitan masakan A. Gula dari palung pendmgin D akan mengalami dua kali prosesputaran. Masakan D yang telah diproses ditempatkan pada palung pendingin D selama 16-20 jam dengan tujuan agar terjadi Nakristalisasi (kristalisasi lebih lanjut) karena pada masakan D, gula D telah terbentuk tetapi gulanya sangat kecil sehingga jika diputar gula D akan terikut ke tetes pada putaran D 1. Gula D akan dimasukkan pada feed mixer D kemudian dialirkan ke putaran D 1 dan akan menghasilkan tetes dengan HK < 32 sebagai hasil samping gula D 1 dan selanjutnya dimasukkan ke putaran D 2. Putaran D2menghasilkan klare D dan gula klare D akandikembalikan lagi sebagai bahan baku masakan D sedangkan gula D2 akan digunakan sebagai inti bibitan masakan C. Pada D 1 dan D2 ditambahkan air dingin untuk pengenceran supaya hasil dari putaran dapat dialirkan dengan mudah. Kualitas gula pada stasiun putaran bergantung pada : 1. Keadaan kristal dalam masakan, meliputi ukuran dan jumlah kristal. 2. Kekuatan putar centrifuge. Makin cepat putaran centrifuge, proses pemisahan akan semakin cepat.
3. Jumlah air panas yang disemprotkan. Jumlah air panas yang disemprotkan harus tepat, jika terlalu sedikit proses pemisahan tidak efektif sedangkan jika terlalu banyak ada kemungkinan gula akan larut dalam air. Peralatan :
-
Putaran LGF (Low Grade Centrifuge) berjumlah 6 buah, berfungsi untuk memisahkan tetes dari gula D 1 (LGF no. 3,4,5); memisahkan gula D2 dan klare D (LGF no. 6); dan memisahkan gula C dari stroop C (LGF no. 1,2).
-
Putaran HGF (High Grade Centrifuge) berjumlah 23 buah yang terbagi alas 2 bagian, yaitu :
HGF A (no. 1-5), HGF Broad Bent (no. 1-4) berfungsi untuk menghasilkan gula A dan stroop A.
HGF SHS (no. 12-21) berfungsi untuk menghasilkan gula SHS dan produk samping klare SHS.
Stasiun Penyelesaian Tujuan : Untuk mengeringkan gula dan mengemas gula agar siap dipasarkan. Peralatan:
a. Talang goyang (grash hopper), merupakan talang yang dilengkapi dengan saringan / ayakan untuk membawa gula dari stasiun putaran ke stasiun penyelesaian. b. Vibrating screen untuk memisahkan gula dengan ukuran yang diinginkan. c. Timbangan untuk menimbang gula sesuai dengan berat yang diinginkan. d. Tangga Yacob, digunakan untuk membawa gula dan talang goyang ke sugar bin untuk ditampung sementara. e. Sugar Bin, merupakan tempat penampungan sementara gula produk sebelum dikarungi.