LAPORAN TETAP PRAKTIKUM ANTIMIKROBA ALAMI
OLEH KELOMPOK V
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM 2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Antimikroba Alami pada semester Genap Tahun 2016 di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Mataram, 10 Juni 2016 Mengetahui, Co. Assisten Praktikum Antimikroba Alami
Nur Fadhilaturrahmi NIM. J1A 012 069
Praktikan, Baiq Raodatun Khadawiyah NIM. J1A 013 017
Fuad Sauqi Isnain NIM. J1A 013 042
Mutyah Juliarsi NIM. J1A 013 087
Zaifa Ayu Wahyuni W ahyuni NIM. J1A 013 146
Menyetujui, Koordinator Praktikum Antimikroba Alami
Mutia Devi Ariyana, S.Si., M.P. NIP. 19870507 19870507 201504 2 003 003
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya laporan tetap Antimikroba Alami ini dapat terselesaikan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Antimikroba Alami di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Universitas Mataram. Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen, koordinator praktikum, dan para Co. Assisten yang telah banyak membantu serta membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya baik dari segi isi, maupun dari segi penampilannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini selanjutnya. Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga dapat menambah pengetahuan kita. Mataram, 10 Juni 2016
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI` .....................................................................................................iv DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi ACARA I
UJI AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA BEBERAPA JENIS YOGHURT Pendahuluan ................................................................................... 1 Tinjauan Pustaka .............................................................................2 Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 4 Hasil Pengamatan ........................................................................... 6 Pembahasan ................................................................................... 10 Kesimpulan......................................................................................13
ACARA II UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA ASAP CAIR Pendahuluan ................................................................................... 14 Tinjauan Pustaka .............................................................................16 Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 18 Hasil Pengamatan ........................................................................... 20 Pembahasan ................................................................................... 23 Kesimpulan......................................................................................25 ACARA III UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA MINYAK SUMBAWA DAN MINYAK THAIBA Pendahuluan ................................................................................... 26 Tinjauan Pustaka .............................................................................28 Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 29 Hasil Pengamatan ........................................................................... 31 Pembahasan ................................................................................... 37 Kesimpula........................................................................................40 ACARA IV UJI EFEKTIVITAS REMPAH-REMPAH SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI Pendahuluan ................................................................................... 41 Tinjauan Pustaka .............................................................................43 Pelaksanaan Praktiku ...................................................................... 44 Hasil Pengamatan ........................................................................... 45 Pembahasan ................................................................................... 50 Kesimpulan......................................................................................53 ACARA V UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA KAYU KURUT Pendahuluan ................................................................................... 54 Tinjauan Pustaka .............................................................................55 Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 56 Hasil Pengamatan ........................................................................... 48
iv
Pembahasan ................................................................................... 62 Kesimpulan......................................................................................65 ACARA VI UJI AKTIVITAS TUMBUH-TUMBUHAN SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI Pendahuluan ................................................................................... 66 Tinjauan Pustaka .............................................................................68 Pelaksanaan Praktikum ................................................................... 70 Hasil Pengamatan ..........................................................................72 Pembahasan ................................................................................... 89 Kesimpulan......................................................................................91 DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Aktivitas Antimikroba Beberapa Jenis Yoghurt………………………………………………………………. 6 Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Aktivitas Antimikroba Asap Cair ……………… 20 Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Komposisi Minyak Sumbawa dan Minyak Thaiba…………………………………………………………………31 Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Diameter Zona Hambat Minyak Tradisional Minyak Sumbawa Dan Minyak Thaiba…………………………….31 Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Zona Hambat Rempah-Rempah ……………. .45 Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Aktifitas Antimikroba Kayu Kurut…………….. 58 Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Diameter Zona Hambat Beberapa Tanaman...72
vi
1
ACARA I UJI AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA BEBERAPA JENIS YOGHURT
PENDAHULUAN
Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan bakteri asam laktat (BAL). Yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactose intoleran dan mengatur kadar kolesterol dalam darah. Karakteristik yoghurt seperti rasa yang asam dan tekstur yang kental menjadikan beberapa orang tidak menyukainya. Diperlukan adanya difersifikasi dalam pembuatan yoghurt, yaitu dengan membuat produk yoghurt yang tidak terlalu asam (Hidayat, 2013). Bakteri yang digunakan sebagai starter khusus merupakan kultur bakteri asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Kedua bakteri itu mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat di dalam air susu. Laktosa tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Kadar laktosa di dalam air susu adalah 4,60% dan ditemukan dalam keadaan larut. Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa (Ajus, 2015). Efektifitas mekanisme senyawa antimikroba dipengaruhi oleh jenis, jumlah umur dan keadaan mikroba; konsentrasi senyawa antimikroba; suhu dan waktu kontak; sifat fisikokimia substrat seperti pH, kadar air, tekanan permukaan, jenis dan jumlah komponen yang ada. Selain dapat memproduksi asam laktat dan menurunkan BAL juga dapat memproduksi beberapa komponen antimikroba yaitu asam organik, hidrogen peroksida, bakteriosin (Nurdiana, 2002). Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk menguji aktivitas antimikroba pada beberapa jenis yoghurt. Tujuan Praktikum Adapun
tujuan
daripraktikum
antimikroba pada beberapa jenis yoghurt.
ini
adalah
untuk
menguji
aktivitas
2
TINJAUAN PUSTAKA Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan bakteri asam laktat (BAL). Yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactose intoleran dan mengatur kadar kolesterol dalam darah. Karakteristik yoghurt seperti rasa yang asam dan tekstur yang kental menjadikan beberapa orang tidak menyukainya. Diperlukan adanya difersifikasi dalam pembuatan yoghurt, yaitu dengan membuat produk yoghurt yang tidak terlalu asam dengan menghentikan waktu fermentasi pada tingkat keasaman yang diinginkan dan tekstur yang t idak kental (encer) sehingga mudah untuk diminum yang biasa disebut drink yoghurt (Hidayat, 2013). Pada
pembuatan
yoghurt
dilakukan
proses
fermentasi
dengan
memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan
Lactobacillus
bulgaricus dan
thermophilus
Streptococcus
thermophilus.
Streptococcus
berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO 2. Asam dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisma ini sepenuhnya bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Ginting, 2005) Selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasi karbohidrat yang ada hingga terbentuk asam laktat. Pembentukan asam laktat ini menyebabkan peningkatan keasaman dan penurunan nilai pH. BAL akan memanfaatkan gula dalam susu untuk difermentasi menjadi asam laktat hingga terjadi penurunan nilai pH dan peningkatan keasaman (Hidayat, 2013) Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat. Rasa asam pada yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari bakteri. Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C,
3
biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10 –43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu optimum bagi organism secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisme mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C (Ginting, 2005).
4
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 8 April 2016 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan didalam praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, pipet mikro, yellow tip, blue tip, laminar flow , inkubator, swab steril, lampu bunsen, pinset, kertas label, karet gelang dan plastik pembungkus. b. Bahan –bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan didalam praktikum ini adalah YAKULT, yoghurt CIMORY, yoghurt HEAVENLY BLUSH, paper disk, biakan murni staphylococcus aureus, pseudomonas sp., staphylococcus aureus,
pengenceran
pengenceran 10-3
10-3 pseudomonas
sp.,
media
Trypcicase soy agar (TSA) dan alkohol. Prosedur Kerja
a. Persiapan inokulum Inkubator
Ditumbuhkan
Diambil
Diinkubasi
Dilakukan pengenceran
Isolasi bakteri uji pada media TSA pada suhu 340C selama 24 jam
1 ose masing-masing koloni bakteri, diinokulasi pada media TSA Kultur cair selama 24 jam pada suhu 35 0C
Buffer fosfat hingga 10
5
b. Inokulasi pada cawan uji Inokulum
Swab
Cawan petri
Diinokulasi
Cawan uji dengan metode swab
Dicelupkan
Swab kedalam suspensi, diputar dan di peras pada dinding tabung reaksi
Digoreskan
Permukaan media TSA diulangi sebanyak 2 kali
Didiamkan
Terbuka selama 3-5 menit
c. Aplikasi cakram uji Diteteskan
Senyawa antimikroba sebanyak 50 ml pada kertas cakram
Diletakkan
Cakram uji pada permukaan agar yang telah diinokulasi bakteri
Diletakkan
Cakram, lalu ditekan perlahan sehingga permukaan cakram kontak dengan permukaan agar
Diletakkan
Diinkubasi
1 atau lebih cakram kontrol dalam 1 cawan Cawan petri pada suhu 25 0C secara terbalik
d. Pengukuran zona hambat dan interpretasi hasil Diinkubasi
Selama 18 jam, kemudian zona hambat disekitar cakram uji diukur
Diamati
Dengan menempatkan secara terbalik
cawan
uji
Diukur
Jangka sorong 2-4 kali ditempat yang berbeda
6
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No 1 2 3
Hasil Pengamatan Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Aktivitas Antimikroba Beberapa Jenis Yoghurt Staphylococcus aureus pseudomonas sp pseudomonas sp Sampel P1 Ʃ P1 Ʃ P1 Ʃ P1 (cm) (cm) (cm) U1 U2 U2 U1 U2 U2 U2 YAKULT 1,62 1,6 1,61 8,5 3,55 6,02 2,15 2,25 2,2 1,2 CIMORY 2,5 5,7 4,1 7,85 6,3 7,07 1,6 2,25 1,92 1,35 HEAVENLY 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 BLUSH Keterangan : U1 = Ulangan 1 U2 = Ulangan 1 P1 = Kultur asli P2 = Pengenceran Hasil Perhitungan 1. YAKULT a. Staphylococcus aureus Kultur Kultur asli (P1)
U1 = =
()-5(5)-5
= 1,62 mm U2 = =
(5)-5()-5
= 1,6 mm Pengenceran Pengenceran (P2)
U1 =
(1)-5()-5
=
1
= 8,5 mm U2 = =
()-5()-5 1
= 3,55 mm
b. Pseudomonas sp Pseudomonas sp Kultur asli (P1)
U2 2,6 3,7 1,6
Ʃ (cm) 1,9 2,53 0,8
7
U1 = =
(1)-5()-5
= 2,15 mm U2 = =
()-5()-5 5
= 2,25 mm
Pengenceran (P2)
U1 =
(5)-5(55)-5
=
= 1,2 mm U2 = =
(5)-5()-5 5
= 2,6 mm 2. CIMORY a. Staphylococcus aureus Kultur Kultur asli (P1)
U1 = =
(1)-5()-5 5
= 2,5 mm U2 = =
(11)-5(1)-5 11
= 5,7 mm Pengenceran Pengenceran (P2)
U1 =
(11)-5(1)-5
=
15
= 7,85 mm U2 = =
()-5()-5 1
= 6,3 mm
8
b. Pseudomonas sp Pseudomonas sp Kultur asli (P1)
U1 = =
()-5(5)-5
= 1,6 mm U2 = =
(5)-5()-5 5
= 2,25 mm
Pengenceran (P2)
U1 =
(5)-5(5)-5
=
= 1,35 mm U2 = =
()-5()-5 5
= 3,7 mm 3. HEAVENLY BLUSH a. Staphylococcus aureus Kultur Kultur asli (P1) U1 = 0 mm U2 = 0 mm
Pengenceran Pengenceran (P2) U1 = 0 mm U2 = 0 mm
b. Pseudomonas sp Pseudomonas sp Kultur asli (P1) U1 = 0 mm U2 = 0 mm
Pengenceran (P2) U1 = 0 mm
U2 =
(5)-5(5)-5
9
=
= 1,6 mm
10
PEMBAHASAN
Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan bakteri asam laktat (BAL). Yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactose intoleran dan mengatur kadar kolesterol dalam darah. Karakteristik yoghurt seperti rasa yang asam dan tekstur yang kental menjadikan beberapa orang tidak menyukainya. Diperlukan adanya difersifikasi dalam pembuatan yoghurt, yaitu dengan membuat produk yoghurt yang tidak terlalu asam dengan menghentikan waktu fermentasi pada tingkat keasaman yang diinginkan dan tekstur yang t idak kental (encer) sehingga mudah untuk diminum yang biasa disebut drink yoghurt (Hidayat, 2013). Pada
pembuatan
yoghurt
dilakukan
proses
fermentasi
dengan
memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan L actobacillus bulgaricus
dan Streptococcus
thermophilus.
Streptococcus
thermophilus
berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO 2. Asam dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisme ini sepenuhnya bertanggung jawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Ginting, 2005) Praktikum ini bertujuan untuk menguji aktivitas antimikroba pada beberapa jenis yoghurt. Yoghurt yang digunakan diantaranya adalah YAKULT, CIMORY dan HEAVENLY BLUSH. Adapun jenis bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada YAKULT adalah lactobacillus casei shirota strain, pada CIMORY yaitu streptococcus thermophylus dan lactobacillus bulgaricus dan pada yoghurt HEAVENLY BLUSH tidak terdapat bakteri asam laktat (BAL). Berdasarkan hasil pengamatan zona hambat yang terlihat pada beberapa sampel yoghurt yang telah diteteskan pada paper disk adalah berbeda-beda. Daya hambat yang paling tinggi adalah
yoghurt CIMORY dengan bakteri staphylococcus aureus
menggunakan kultur murni sebesar 4,1 mm dan kultur pengencer sebesar 7,07 mm.
Sedangkan
pada
bakteri pseudomonas sp.
Daya
hambat
yang
menggunakan kultur asli adalah sebesar 1,95 mm dan kultur pengencer sebesar 2,53 mm. Untuk produk YAKULT
pada bakteri pseudomonas sp.di dapatkan
11
pada kultur asli sebesar 2,2 mm dan kultur pengenceran sebesar 1,9 mm. Sedangkan pada bakteri staphylococcus aureus didapatkan hasil pada kultur asli dan pengenceran berturut-turut yaitu 1,62 mm dan 6,02 mm. Produk yang ketiga adalah HEAVENLY BLUSH. Bakteri yang dapat dihambat adalah bakteri pseudomonas sp. Saja yaitu pada kultur pengencerannya yakni sebesar 0,8 mm. Hal ini disebabkan katrena adanya perbedaan komposisi dari kultur bakteri asam laktat yang digunakan pada masing-masing produk sehingga zona hambat terhadap bakteri staphylococcus aureus dan pseudomonas sp. Juga berbedabeda luas hambatannya. Zona hambat pada bakteri staphylococcus aureus lebih besar karena staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri gram positif sedangkan pseudomonas sp. Merupakan jenis bakteri gram negatif, yang dimana bakteri gram positif hanya memiliki dualapisan dinding sel saja yaitu peptidoglikan, bakteri dapat dengan mudah merubah morfologi dari sel mikroba tersebut. Berbeda dengan bakteri gram negatif yang mempunyai tiga dinding sel yaitu kompleks lipopolisakarida sebagai penghalang yang kuat sehingga morfologi selnya tidak mudah berubah. Mekasinme penghambatan pertumbuhan bakteri patogen
oleh asam
laktat dapat melalui berbagai cara. Prose metabolisme yang dilakukan oleh steptococcus akan menghasilkan akumulasi asam laktat dalam medium, sehingga menyebabkan penurunan pH pada medium. Asam laktat terdisosiasi disalam sel bakteri yang menyebabkan pH internal sel menurun. Penurunan pH sel ini selanjutnya dapat mengganggu aktivitas sel bakteri, diantaranya berkaitan dengan penghambatan pertumbuhan oleh aktivitas enzim. Mekasime efek pengasaman ini dapat menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri asam laktat termasuk streptococcus sp. Karena BAL telah teruji mampu bertahan dalam pH asam. Beberapa substansi antimikroba yang dihasilkan bakteri probiotik misaslnya
L. Acidophillus menghasilkan acidotin, acidophilin, bakteriosin,
lactosidin, L. Bulgaricus (bulgarican), L. Plantarum (lactolin) Bakteriasamlaktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan memproduksi protein yang disebut bakteriosin. Salah satu contoh bakteriosin yang di kenal luas adalah nisin, diproduksi oleh Lactobacillus lactis. Nisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri yaitu bacillus, staphylococcus aureus dan listeria. Oleh karena itu CIMORY memberikan hasil zona hambat yang luas karena menghasilkan nisin. Senyawa bakteriosin yang diproduksi BAL dapat
12
bermanfaat karena menghambat bakteri patogen yang dapat merusak makanan. Selain bakteriosin, senyawa antimikroba yang dapat diproduksi oleh BAL aadalah hidrogen peroksida, asam lemah, reuterin dan diasetil. Senyawasenyawa tersebut juga berfungsi untuk memperpanjang umur simpan dan meningkatkan keamanan produk pangan.
13
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka disimpulkan sebagai berikut: 1.
Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan bakteri asam laktat (BAL).
2. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri patogen yaitu dengan menghasilkan asam laktat, pH asam dapat mengganggu aktivitas sel bakteri. 3.
Zona hambat tertinggi terdapat pada sampel yoghurt CIMORY terhadap bakteri staphylococcus aureus.
4. Sampel CIMORY dan YAKULT dapat menhambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus dan pseudomonas sp karena bakteri asam laktat yang terdapat pada sampel mempunyai senyawa antimikroba berupa bakteriosin dan nisin. 5. Zona hambat yang paling tinggi terdapat pada kultur pengenceran karena sudah dikurangi jumlah mikrobanya yakni dengan pengenceran.
14
ACARA II UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA ASAP CAIR
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan
sumber
makanan
bagi
mikroorganisme.
Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu, pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan pada bahan pangan sehingga bahan pangan tersebut tidak layak konsumsi yang terjadi pada pembusukan bahan pangan. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada bahan pangan antara lain Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang dapat menghasilkan toksin dan dapat menyebabkan keracunan akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Sedangkan Pseudomonas aeruginosa tergolong bakteri gram negatif yang menyebabkan kebusukan pada bahan pangan. Bakteri gram negatif lebih resisten dibandingkan dengan gram positif jika diberikan antimikroba. Salah satu antimikroba alami yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan pembentuk racun pada bahan pangan adalah asap cair. Asap cair dibuat dengan pengembunan dari uap hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon dan senyawa lain seperti kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu, dan lain-lain ( Amritama, 2007 ). Kandungan senyawa yang terdapat pada asap cair dipercaya mampu bertindak sebagai antimikroba. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian untuk melihat aktivitas antimikroba asap cair. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji aktivitas senyawa antimikroba alami yang terdapat pada asap cair dan untuk membandingkan
15
efektivitas metode difusi cakram dan difusi sumuran terhadap aktivitas senyawa antimikroba pada asap cair.
16
TINJAUAN PUSTAKA
Asap cair merupakan hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampasa hasil penggergajian kayu, dan lain-lain. Asap cair diperoleh dengan teknik pirolisis, dimana senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona panas akan berkondensasi pada sistem pendingin. Pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa, dan lignin ( Amritama, 2007 ). Kandungan yang terdapat pada asap cair dikelompokkan kedalam kelompok senyawa fenol, asam dan kelompok senyawa karbonil. Kelompokkelompok senyawa tersebut berperan sebagai antimikroba, antioksidan, pemberi flavor, dan pembentuk warna.oleh karena asap cair dapat berperan sebagai antimikroba dan antioksidan, maka asap cair dapat digunakan sebagai pengawet, anti rayap, anti jamur kayu serta digunakan untutk pengumpulan karet dan pestisida alami. Akan tetapi, komponen asap cair yang paling dominan adalah senyawa fenol. Fenol dan derivat fenol yang terdapat pada asap cair menyebabkan bocornya membran sel bakteri ( Luditama, 2010 ). Kerusakan biologis adalah kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mikroba yang dapat merusak bahan pangan salah satunya adalah bakteri yang terbagi menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Bakteri gram positif adalah bakteri yang akan mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan gram. contoh bakteri gram positif adalah Staphylococcus, Enterococcus, Bacillus, Clostridium, dan Listeria. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode
pewarnaan
Enterobacteriaceae,
gram.
Pseudomonas,
contoh
bakteri
Moraxella,
gram
negatif
Helicobacter,
adalah
Legionella,
Cyanobacteria dan Spiroceata ( Anonim, 2015 ). Aktivitas antibakterial pada asap cair adalah bakteriostatik semua hanya disebabkan karena adanya formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis
17
mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap cair juga perupakan zat antibakteri yang tinggi dengan merusak membran sel sehingga terjadi lisis ( Yunus, 2011 ).
18
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at 15 April 1 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Adapun alat-alat yang digunakan pada parktikum ini adalah cawan petri, yellow tip, blue tip, pipet mikro, vortex, tabung reaksi, inkubator, laminar flow, jarum ose, drigalski, lampu bunsen, hot plate, kantong plastik, karet gelang, tissue, jangka sorong dan rak tabung reaksi. b. Bahan-bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asap cair, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, media Triptic Soy Agar (TSA), Triptic Soy Broth (TSB) alkohol dan aquades.
Prosedur Kerja a. Metode Cakram Asap cair Pengambilan suspesi 0.05 ml
Cakram steril
Penetesan
Media biakan
Peletakan cakram ( duplo)
Inkubasi
Pengamatan
370 C, 24 Jam
19
b. Metode Sumur
Asap cair
Media biakan bakteri
Tip steril
Pengambilan suspensi 0.05
Pelubangan
Penetesan suspensi dalam sumur media
Inkubasi
Pengamatan
37 C, 24 Jam
20
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Aktivitas Antimikroba Asap Cair No. Metode Zona Hambat ( Cm) Staphylococcus aureus Pseudomonas U1 U2 ∑ U1 U2 1 cakram 1.75 1.5 1.625 2 1.45 2 Sumuran 1.35 1.3 1.325 1.15 0.95
Hasil perhitungan 1.Metode Cakram
Pseudomonas U1 : D1= 2,6-0,6 = 2 cm D2= 2,6-0,6 = 2 cm U1= =
1
= 2 cm U2 : D1= 2,1-0,6 = 1,5 cm D2= 2,0-0,6 = 1,4 cm U1= =
1 15 1
= 1, 45 cm ∑
= =
1
= 1,725 cm
Staphylococcus aureus U1 : D1= 2,3-0,6 = 1,7 cm D2= 2,4-0,6 = 1,8 cm U1=
1
∑ 1.75 1.05
21
=
1 1
= 1,75 cm U2 : D1= 2,1-0,6 = 1,5 cm D2= 2,1-0,6 = 1,5 cm U1= =
1 15 15
= 1, 5 cm ∑
= =
1
= 1,625 cm 2. Metode Sumur
Pseudomonas U1 : D1= 1,7-0,6 = 1,1 cm D2= 1,8-0,6 = 1,2 cm U1=
1
= 1,15 cm U2 : D1= 1,5-0,6 = 0,9 cm D2=1,6-0,6 = 1 cm U1=
1
= 0,95 cm ∑
= =
1
= 1,05 cm
Staphylococcus aureus U1 : D1= 2,0-0,6 = 1,4cm D2= 1,9-0,6 = 1,3 cm U1= =
1 1 1
22
= 1,35 cm U2 : D1= 1,8-0,6 = 1,2 cm cm D2= 2,0-0,6 = 1,4 cm U1= =
1 1 1
= 1, 3 cm ∑
= =
1
= 1,625 cm
23
PEMBAHASAN
Asap cair merupakan senyawa-senyawa senyawa-senyawa yang menguap secara simultan dari reaktor panas melalui teknik prolisis ( penguraian dengan panas ) dan berkondensasi pada sistem pendingin. Proses pembuatan asap cair melalui beberapa tahapan yaitu pirolisis, kondensasi dan redesrilasi. Bahan diprilisis pada suhu tertentu sehingga menghasilkan asap, kemudian asap yang dikondensasikan menjadi bentuk asap cair. Asap cair hasil kondensasi masih memiliki kandungan tar yang tinggi dan berwarna keruh sehingga perlu didestilasi berulang-ulang. Asap cair yang sudah mengalami redestilasi dapat langsung diaplikasikan dalam produk pangan. Asap cair memiliki komponen yaitu asam, fenol dan karbonil yang berperan sebagai pemberi rasa, pembentuk warna, antioksidan dan antibakteri ( Darmaji,2002 ). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil pada aktivitas antiikroba oleh asap cair tertinggi pada Staphylococcus aureus pada kedua metode uji baik itu cakram atau metode sumuran dengan melihat diameter rata-rata zona bening pada metode cakram dan sumuran berturut-turut 1,625 dan 1, 325 cm. Sedangkan zona hambat yang terbentuk pada Pseudomonas lebih rendah. Tingginya Tingginya aktivitas daya hambat pada Staphylococcus Staphylococcus aureus oleh asap cair karena Staphylococcus aureus termasuk dalam bakteri gram positif yang dinding selnya hanya tersusun atas peptidoglikan dan sitoplasma saja sehingga lebih sensitif terhadap antimikroba. Sedangkan Pseudomonas memiliki zona penghambatan yang oleh asap cair rendah karena bakteri tersebut termasuk gram negatif yang memiliki lapisan dinding sel lebig tebal dan mengandung LPS (Lipopolisakarida ) sehingga sulit untuk dihancurkan oleh asap cair. Metode yang digunakan dalam uji aktivitas antimikroba asap cair adalah metode cakram yaitu dengan meneteskan asap cair pada kertas saring kemudian meletakkan pada media yang berisi kultur dan metode sumuran dengan membentuk lubangan yang ditetesi asap cair pada media yang berisi kultur dan memberikan perbedaan hasil daya hambat mikrobanya. Berdasarkan hasil prakkktikum didapatkan bahwa metode cakram lebih tinggi atau lebih besar zona hambat yang terbentuk pada kedua media karena metode cakram menggunakan kertas saring yang mengandung antimikroba terserap dengan sangat baik
24
sehingga zona hambat yang terbentuk besar. Sedangkan metode sumuran lebih kecil karena konsentrasi asap cair pada lubang lebih sedikit. Asap cair dalam fungsiny f ungsinya a sebagai antiikroba adalah karena kandungan fenolik yang tinggi menyebabkan bocornya membran sel bakteri, pada konsentrasi yang tinggi fenol akan menyebabkan koagulasi protein. Selain kandungan fenol, asap cair mnegandung asam-asam seperti asam asetat yang akan
menurunkan
pH
sehingga
akan
memperlambat
pertumbuhan
mikroorganisme. Pada pH 4.0 asap cair mamp menghambat semua bakteri pembusuk dan patogen, sedangkan pH tinggi sekitar 6,0 penghambatan asap cair pada bakteri mulai berkurang. Kualitas asap cair diperoleh dari hasil pirolisi sangan dipengaruhi oleh jenis kayu, suhu yag yag digunaka, ukuran ukuran partikel kayu kayu dan kadar air kayu. Kadar Kadar air dalam bahan baku akan menentukan kualitas asap cair yang diproduksi. Kadar ang terlalu tinggi akan mengurangi kualitas asap cair yang diproduksi karena tercampurnya hasil kondensasi uap air dan menurunkan kadar fenol (Amritama, 2007)
25
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Asap cair merupakan hasil prolisis dari bahan baku yang mengandung fenol dan asam seperti kayu, tempurung kelapa sawit dan sekam hasil penggergajian kayu. 2. Bakteri penyebab kerusakan bahan pangan tergolong dari bakteri gram negatif dan gram positif. 3. Besarnya zona hambat yang terbentuk pada Staphylococous aureus karena memiliki dinding sel tipis tersusun atas peptidoglikan dan sitoplasma. 4. Pseudomonas auroginosa membentuk zona hambat lebih kecil karena termasuk gram negatif yang mempunyai dinding sel tebal dan memiliki lipopoli sakarida yang sulit dihancurkan. 5. Zona hambat pada metode cakram lebih besar dari pada metode sumuran karena metode cakram menggunakan kertas saring yang menyerap cairan yang berasal dari asap cair sedangkan metode sumuray konsentrasi asap cair lebih sedikit.
26
ACARA III UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA MINYAK SUMBAWA DAN MINYAK THAIBA PENDAHULUAN
Latar Belakang Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/ bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Dalam arti sempit, kata minyak biasanya mengacu ke minyak bumi ( petreleum) atau produk olahannya. Namun, kata ini sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari menu makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (minyak rem), sebagi medium pemindahan energi, sebagai wangi-wangian maupun sebagai minyak urut atau obat (Anonim, 2015). Minyak merupakan senyawa trigliserida ataua triasgliserol yang berarti triester dari gliserol. Jadi minyak juga merupakan senyawa ester. Hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. Minyak dalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid (Anonim. 2015). Minyak Sumbawa merupakan salah satu obat tradisional provinsi NTB yang telah dikenal luas di masyarakat dan yang telah terbukti secara epmpiris keefektifannya (Kadriyan, 2010). Selain minyak Sumbawa, NTB juga memiliki obat tradisional asal Lombok yaitu minyak Thaiba. Kedua minyak ini selain digunakan
sebagai
minyak
urut
juga
befungsi
sebagai
obat
karena
kemampuannya untuk menyembuhkan. Kemampuan minyak ini disebabkan karena kandungan minyak yang terdiri dari berbagai macam tanaman dan akar tanaman. Dalam tanaman terdapat kandungan minyak atsiri yang juga berfungsi sebagai antmikroba. Maka selain sebagai obat, minyak Sumbawa dan Thaiba juga berpotensi sebagai antimikroba. Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui aktivitas antimikroba yang terdapat pada minyak Sumbawa dan Thaiba.
27
Tujuan Praktikum adapun tujuan dai praktikum ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba minyak Sumbawa dan minyak Thaiba.
28
TINJAUAN PRAKTIKUM
Antibakteri atau antibiotika merupakan zat yang pada awalnya dibentuk oleh mikroorganisme untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme lain. Seiring berjalannya waktu, definisi ini diperluas karena dengan berkembangnya teknologi, antibakteri bisa didapat dari hewan atau tumbuhan dan juga dibuat secara sintetis (Mutschler, 1986). Beberapa jenis tanaman digunakan dalam bidang pengobatan, salah satunya digunakan sebagai antibakteri. Contoh dari tanaman yang dimanfaatkan sebagai antibakteri adalah daun sirih ( piper betle) dan cengkeh (syzygium aromaticum) yang diambil minyaknya. Diketahui minyak cengkeh mengandung senyawa eugenol yang memiliki aktivitas antibakteri dan fungsida (Agusta, 2000). Beberapa tumbuhan digunakan dalam pengobatan karena kandungan minyak atsirinya. Pada konsentrasi tinggi, minyak atsiri dapat digunakan sebagai anestetika lokal, missal pada minyak cengkeh yang digunakan untuk mengobati sakit gigi (Agusta, 2000). Minyak atsiri tersusun atas gabungan kompleks sekitar 300 komponen senyawa di dalamnya. Senyawa yang memiliki porsi besar di antaranya adalah senyawa terpen yang pada umumnya berbentuk monoterpen. Komponen lain minyak atsiri di antaranya senyawa fenilpropena (Agusta, 2000). Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu golongan hidrokarbon dan golongan hidrokarbon teroksigenasi (Robinson, 1991). Menurut Heyne (1987) dalam Parwata (2008), senyawa-senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya antibakteri yang kuat. Amoksisilin merupakan antibiotik semisintetik dengan spektrum yang luas, aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif, serta keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Amoksisilin merupakan antibiotik beta-laktan yang sering digunakan untuk mengobati infeksi. Amoksisilin membunuh bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri. Antibiotik ini banyak digunakan karena daya serapnya yang baik dan memiliki spektrum yang luas (Ashnagar dan Naseri, 2007).
29
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, cawan petri, pipet mikro, blue tip, yellow tip, jarum ose, paper disk , tisu, kertas label, botol uc, erlenmeyer dan inkubator. b. Bahan-bahan praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kultrur Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, alkohol, aquades, amoksisilin, dan media Tryticase Soy Agar (TSA). Prosedur Kerja a. Metode Cakram Minyak Sumbawa dan Thaiba Aquades dan amoksisilin Pengambilan suspense 0,05 ml
Cakram steril
Cawan petri berisi biakan bakteri
Diteteskan
Diletakkan cakram (duplo)
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
Pengamatan
30
b. Metode Sumuran Minyak Sumbawa, Thaiba, amoksisiln dan aquades
Media biakan bakteri Tip steril
Pelubangan
Diambil suspense 0,05 ml
Diletakkan suspense dalam sumur media
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
Pengamatan
31
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan Table 3.1 hasil pengamatan komposisi minyak Sumbawa dan minyak thaiba no
Sampel Minyak sumbawa
%
Minyak thaiba
gram
1
Coconut oil
75
Andrografis panisulcica
12.5
2
Zingiber officinale rase
7
Hedyotis corymbos
12.5
3
Languas galauga
5
Pyflanthi radix
12.5
4
Curcumae rhizomae
3
Elephathopus scaber
12.5
5
Piper ningrum
2
Peperomia pellucid
12.5
6
Nigelia sativa L
2
Agerctum coryzoider
12.5
7
Piper retno tiroctum
1
Kayu tulang
12.5
8
Dan lain-lain
5
Zirigiberis rhizome
40
9
Metode
Sumuran
cakram
Oleum cocus
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Diameter Zona Hambat Minyak Tradisional Minyak Sumbawa Dan Minyak Thaiba Sampel Pseudomonas Aeruginosa Bacillus Cereus U1
U2
∑
-
+
U1
U2
∑
-
+
Minyak Sumbawa U1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0.8
Minyak Sumbawa U 2
1.1
1.1
1.1
0
3.75
0.7
0.7
0.7
0
1.85
Minyak Sumbawa U 3
0.25
0.25
0.25
0
0.65
0.2
0.2
0.2
0
1.2
Minyak Thaiba U1
0.15
0.4
0.27
0
1.3
0.55
0.95
0.25
0
1.15
Minyak Thaiba U2
0.3
1
0.65
0
0
1.05
1.1
1.03
0
0.35
Minyak Sumbawa U1
0.15
0.2
0.17
0.35
0.95
0.25
0.1
1.75
0
0.4
Minyak Sumbawa U 2
0.85
0.9
0.47
2.15
1.95
0.7
0.7
0.7
0.75
0.95
Minyak Sumbawa U 3
0.25
0.3
0.27
0
0.5
0.25
0.1
0.17
0.65
0.15
Minyak Thaiba U1
0.2
0.35
0.55
0.2
0.2
0.4
0.35
0.37
0.2
0.55
Minyak Thaiba U2
0.3
0,3
0.3
0
0.7
0.4
0.3
0.35
0
0.9
Keterangan: -
: aquades
+
: Amoxicilin 2000 ppm
32
U1 : Paper dish I (minyak) U2 : paper dish II (minyak)
Hasil perhitungan 1. Diameter zona hambat pada sampel minyak Sumbawa a. Metode sumuran
Pseudomonas aeruginosa (U 1) U1 U2 ∑ + -
= 0 cm = 0 cm = = = 0 cm = = = = = 1 cm = = = 0 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 2) U1 U2 ∑ + -
= =
= =
= 0.5 cm = 0.45 cm = = = 0.47 cm = = = = = 3.15 cm = = = 0 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 3) U1
= =
= 0.15 cm
U2
= =
= 0.25 cm
∑
= =
= cm
+
=
= = 0.65 cm
-
=
= = 0 cm
33
Bacillus cereus (U1) U1 U2 ∑ + -
= =
= 0 cm = 0 cm = = = 0 cm = = = = = 0.8 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U2) U1 U2 ∑ + -
= =
= 0.1 cm = 0.25 cm = = = 0.17 cm = = = = = 1.25 cm = = = 0 cm
b. Metode Cakram
Pseudomonas aeruginosa (U 1) U1 U2 ∑ + -
= 0.15 cm = 0.2 cm = = = 0.17 cm = = = = = 0.95 cm = = = 0.35 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 2) U1 U2 ∑ + -
= =
= =
= 0.25 cm = 0.3 cm = = = 0.27 cm = = = = = 1.35 cm = = = 1.55 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 3)
34
U1 U2 ∑ +
U2 ∑ + -
= =
= 0.25 cm = 0.1 cm = = = 0.17 cm = = = = = 0.4 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U2) U1 U2 ∑ + -
= 0.25 cm = 0.3 cm = = = 0.27cm = = = = = 0.5 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U1) U1
= =
= =
= 0.1 cm = 0.1 cm = = = 0.1 cm = = = = = 0.35 cm = = = 0.15 cm
Bacillus cereus (U3) U1 U2 ∑ + -
= =
= 0.25 cm = 0.1 cm = = = 0.17 cm = = = = = 0.15 cm = = = 0.65 cm
2. Diameter zona hambat pada sampel minyak Thaiba a. Metode sumuran
Pseudomonas aeruginosa (U 1)
35
U1 U2 ∑ +
U2 ∑ + -
= =
= 0.5 cm = 0.45 cm = = = 0.47 cm = = = = = 3.15 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U1) U1 U2 ∑ + -
= 0.15 cm = 0.4 cm = = = 0.27 cm = = = = = 1.3 cm = = = 0 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 2) U1
= =
= =
= 0.55 cm = 0.95 cm = = = 0.75 cm = = = = = 1.15 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U2) U1 U2 ∑ + -
= =
= 0.1 cm = 0.25 cm = = = 0.17 cm = = = = = 1.25 cm = = = 0 cm
b. Metode Cakram
Pseudomonas aeruginosa (U 1) U1
= =
= 0.2 cm
36
U2 ∑ +
U2 ∑ + -
= =
= 0.3 cm = 0.3 cm = = = 0.3 cm = = = = = 0.7 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U1) U1 U2 ∑ + -
= 0.35 cm = 0.25 cm = = = = = 0.35 cm = = = 0.2 cm
Pseudomonas Aeruginosa (U 2) U1
= =
= =
= 0.4 cm = 0.95 cm = = = 0.75 cm = = = = = 0.9 cm = = = 0 cm
Bacillus cereus (U2) U1 U2 ∑ + -
= =
= 0.1 cm = 0.25 cm = = = 0.17 cm = = = = = 1.25 cm = = = 0 cm
37
PEMBAHASAN
Minyak Sumbawa dan Thaiba merupakan minyak tradisional NTB yang dibuat dari berbagai macam tanaman. Selain sebagai obat, minyak ini juga berfungsi sebagai antimikroba. Kemampuan kedua minyak ini sebagi antimikroba karena kandungan senyawa-senyawa yang berasal dari tanaman. Senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba asal tanaman antara lain minyak atsiri. Di dalam minyak atsiri terdapat senyawa fenol, dimana fenol ini mampu merusak membran sel dan membunuh mikroba. Praktikum uji aktivitas antimikroba pada minyak Sumbawa dan Tahiba ini menggunakan dua metode, yaitu metode sumuran dan cakram. Metode sumuran yaitu membuat sumuran pada agar padat yang telah diinokulasikan dengan bakteri. Kemudian sumuran diisi dengan larutan yang akan diuji. Sedangkan metode cakram dilakukan dengan menginokulasikan pelat agar dengan biakan dan membiarkan zat yang memiliki potensi antibakteri berdifusi media agar. Cakram yang telah mengandung zat antibakteri diletakkan di permukaan pelat agar yang mengandung mikroorganisme yang akan diuji. Efetivitas zat antibakteri ditunjukkan oleh zona hambat (Harmita, 2008). Berdasarkan praktikum, zona hambat
bakteri
pada
metode
sumuran
lebih
besar
daripada
dengan
menggunakan metode cakram. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa metode sumuran lebih efektif dan menghasilkan zona hambat bakteri yang lebih besar daripada metode cakram (Pelczra dan Chan, 2005). Bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki struktur sel 3 lapis yaitu inner membran, peptidoglikan dan outermembran. Struktur inilah yang menyebabkan bakteri Gram negatif lebih resisten terhadap senyawa antimikroba maupun panas. Sedangkan B. cereus merupakan bakteri Gram positif yang hanya terdiri dari dua lapisan struktur sel yaitu membran sel dan peptidoglikan. Struktur ini yang menyebabkan bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba dan panas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata zona hambat P. aeruginosa lebih kecil dari B. cereus, karena B. cereus lebih mudah ditembus oleh senyawa antimikroba dan lebih mudah dihambat sehingga hasilnya lebih besar. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa efek penghambatan senyawa
38
antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan karena bakteri Gram positif 90% dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat. Sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20% peptidoglikan , selebihnya terdiri atas protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Brotosuwarso, 2015) Uji efektivitas antimikroba pada minyak menunjukkan bahwa daya hambat minyak Sumbawa terhadap bakteri rata-rata lebih besar jika dibandingkan dengan minyak Thaiba. Hal ini disebabkan karena kandungan minyak Sumbawa yang tidak hanya minyak atisiri akan tetapi juga mengandung minyak kelapa. Di dalam minyak atsiri terdapat senyawa fenol. Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan bakteri dikarenakan turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, fenol akan membentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel akan mengalami lisis (Luthana, 2009). Sedangkan di dalam minyak kelapa (coconut oil ) terdapat asam laurat, dimana asam laurat ini dapat membunuh bebbagai jenis mikroba, dapat melarutkan membran virus sehingga akan mengganggu kekebalan virus yang akan menyebabkan inaktivasi virus. Sementara itu, asam kaprilat yang terdapat pada minyak kelapa sangat berpotensi untuk mematika jamur (Sutarmi dan Rozaline, 2005). Akan tetapi, efektifitas antimikroba minyak Sumbawa dan Thaiba lebih rendah jika dibandingkan dengan amoksisilin. Menurut Kour et al. (2011), amoksisilin merupakan jenis antibiotik yang memiliki spektrum luas, stabil asam, semisintetis, termasuk dalam golongan penisilin yang efektif untuk membunuh bakteri Gram positif dan negatif. Amoksisilin bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri (Ashnagar dan Naseri, 2007). Sedangkan aquades bersifat netral dan bukan termasuk antimikroba. Menurut Schlegel dan Schmidt (1994) dalam Mandey, dkk. (2014) bahwa banyak
faktor
yang
mempengaruhi
ukuran
daerah
penghambatan
yaitu
sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme, dan komposisi media. Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang
39
lebih rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan semakin besar aktifitas antibakterinya (Pelczar dan Chan, 2005). Pengukuran adanya kekuatan antibiotik terhadap bakteri menurut Suriawiria (1978) dalam Mandey, dkk. (2014) yaitu sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih), kuat (daerah hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat (5 - 10 mm) dan lemah (daerah hambat <5 mm).
40
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Minyak Sumbawa dan Thaiba memiliki sifat sebagai antimikroba karena memiliki kandungan yang salah satunya adalah minyak atsiri. 2. Metode sumuran menghasilkan zona hambat yang lebih besar daripada metode cakram. 3. Bakteri Bacillus cereus memiliki zona hambat rata-rata lebih besar dari Pseudomonas aeruginosa. 4. Efektifitas amoksisilin sebagai antimikroba lebih besar daripada minyak Sumbawa dan Thaiba. 5. Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme, dan komposisi media.
41
ACARA IV UJI EFEKTIVITAS REMPAH-REMPAH SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI
PENDAHULUAN
Latar belakang Produk pangan sangat mudah mengalami kerusakan oleh mikroba, apalagi produk yang memiliki kandungan protein dan air yang cukup tinggi. Selama pemyimpanan dan distribusi, produk pangan harus tetap dijaga kualitasnya. Karena pada tahap ini produk pangan sangat rentan terhadap terjadinya rekontaminasi, terutama dari mikroba pathogen yang berbahaya bagi tubuh dan mikroba perusak yang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan. Salah satu cara untuk menjaga kualitas pangan adalah dengan menambahkan bahan aditif berupa zat antimikroba dalam bentuk rempah-rempah Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kasus food born illnesses dapat
dilakukan
pengolahan
dengan
pangan
mengaplilasikan
untuk
antimikroba
menginaktifkan
ataupun
pada untuk
saat
proses
mencegah
pertumbuhan mikroba. Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan banyak digunakan sebagai bumbu dalam makanan tradisional. Penggunaan rempah-rempah dalam makanan tidak hanya memberi karakteristik rasa, kepedasan, dan warna melainkan juga memberikan aktivitas antioksidan dan antimikroba dan nilai gizi (Thongson, et all, 2004). Rempah-rempah yang digunakan dalam pengolahan makanan sehari-hari dengan konsentrasi biasa tidak dapat mengawetjan makanan tetapi pada konsentrasi tersebut rempah-rempah dapat membantu bahan-bahan lain yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada makanan. Setiap jenis antimikroba mempunyai kemampuan penghambatan yang khas untuk satu jenis mikroba tertentu. Beberapa jenis rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, jahe kunyit dan lengkua (Rahayu, 2000). Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui efektifitas rempah-rempah tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
42
Tujuan praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui efektifitas
rempah-rempah tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroba.
43
TINJAUAN PRAKTIKUM
Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan banyak digunakan sebagai bumbu dalam makanan tradisional. Rempah-rempah adalahtanaman atau bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun dalam bentukkering. Sebagian besar rmpeh-rempah mempunyai manfaat ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan atau rasa produk yang dihasilkan serta digunakan untuk bahan dasar dalam kegiatan pengolahan makanan, tetapi pada konsentrasi biasa tidak dapat mengawetkan makanan, namun pada konsentrasi tersebut rempah-rempah dapat membuat bahan-bahan lain yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada makanan (Rahayu, 2000). Lengkuas
merupakan
salah
satu
tanaman
yang
diketahui
dapat
digunakan sebagai antibakteri. Senyawa aktif yang terkandung dalam lengkuas adalah fenol yang terdapat dalam minyak atsiri. Dalam dunia kedokteran, senyawa fenol telah lama dikenal sebagai antiseptik dan dipercaya memiliki daya antibakteri. Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri berwarna kuning kehijauan, kurang lebih 1%. Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen,
yaitu
golongan
hidrokarbon
dan
hidrokarbon
terhidrogenasi
(Florenna, 2012). Menurut Heyne (1987) dalam Parwata (2008), senyawasenyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi memiliki daya antibakteri yang kuat. Minyak atsiri jahe merah mempunyai aktivitas antioksidan sebesar 16,61% dan minyak atsiri lengkuas merah sebesar 22,22%. Minyak atsiri jahe merah terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif ( Bacillus licheniformis, Bacillus spititenii, staphylococcus aureus) dan bakteri gram negatif (escherichia coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas sp). Sedangkan minyak atsiri lengkuas merah mampu menghambat pertumbuhan
Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, pseudomonas aeruginosa yang diakibatkan adanya kandungan sineol di dalamnya. Hal ini menyebabkan minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah sangat berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet (Utami, 2013).
44
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortar dan alu, inkubator, yellow tip, blue tip, jarum ose, jarum ent, tabung reaksi, rak tabung reaksi, laminar air flow , korek gas, vortex, lampu bunsen, cawan petri, pipet mikro dan plastik. b. Bahan-bahan praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalahjahe, kunyit, lengkuas, kencur, temu kunci, kultur Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, alkohol, medium Trypticase Soy Agar (TSA), aquades dan Amoxicillin.
Prosedur Kerja a. Persiapan Sampel Jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temu kunci Dibersihkan dan
Dicuci
Ditumbuk halus
Diperas dan disaring
Dengan pisau
Dengan aquades
Dengan mortar Ekstrak jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temu kunci
45
b. Metode sumuran Ekstrak jahe, kunyit, lengkuas, kencur dan temu kunci
Media biakan bakteri
Tip steril
Diambil suspensi 0,05
Pelubangan
Diletakkan suspensi dalam sumur media
Diinkubasi 24 jam
Diamati
46
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Zona Hambat Rempah-Rempah Zona Hambat Kelompok Pseudomonas aeruginosa Bacillus cereus U1 U2 ∑ + U1 U2 ∑ + I 1,35 0,55 0,95 0,85 0 0 0 0 1,45 II 1,9 1,9 1,9 1,725 0,35 0,3 0,75 0,125 1,7 III 0 0 0 1,4 0 0 0 0 0,95 IV 2,15 0,05 1,1 1,5 0 0 0,6 0,3 1,5 V 1 0,8 0,9 1,2 0 1,0 0,4 0,725 1,6 Keterangan : Kontrol (-) = aquades
U1 = ulangan 1
Kontrol (+) = amoxicillin 2000 rpm
U2 = ulangan 2
Hasil Perhitungan 1. Sampel Jahe
Pseudomonas aeruginosa U1 = U2 = ∑=
1 1
1
= =
=
= 1,35 cm
= 0,35 cm
15 55
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
1 1
= 0,95 cm
1
=
1
=
1 5
Bacillus cereus U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
= 0 cm
= 0 cm = 0 cm = 0 cm
= 0,85 cm
0 0 0 0 0
47
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
1 1
=
= 0 cm
1 1
=
= 1,45 cm
2. Sampel Kunyit
Pseudomona aeruginosa 1= 2= =
1 1 1
= =
=
ontrol (-) = ontrol (+) =
1 1
= 1,9 cm
1 1
= 1,9 cm
1 1
= 1,9 cm
1 1
=
=
1 1
= 1,725 cm
Bacillus cereus U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
= 0,3 cm
11
= 0,75 cm
5
= 0,125 cm
1
=
1
=
Pseudomonas aeruginosa U1 = U2 =
1 1
= =
= 0 cm
= 0 cm
1 1
3. Sampel Lengkuas
= 0,35 cm
= 0 cm
= 1,7 cm
48
∑ =
1
=
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
= 0 cm
1 1
=
=
= 0 cm
15 1
= 1,4 cm
Bacillus cereus U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
Kontrol (-) = Kontrol (+) = 4.
= 0 cm = 0 cm = 0 cm
1 1
=
=
= 0 cm
1 15
= 0,95 cm
Sampel Kencur
Pseudomonas aeruginosa U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
1 1
= 2,15 cm
1
= 0,05 cm
15 5
= 1,1 cm
1 1
=
=
= 0 cm
1 1
= 1,5 cm
Bacillus cereus U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
= 0 cm
= 0,6 cm
= 0,3 cm
49
Kontrol (-) = Kontrol (+) = 5.
1 1
=
=
= 0 cm
1 1
= 1,5 cm
Sampel Temu Kunci
Pseudomonas aeruginosa U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
Kontrol (-) =
11
= 1 cm
= 0,8 cm
1
= 0,9 cm
1
=
= 0 cm
Bacillus cereus U1 = U2 = ∑ =
1 1 1
= = =
Kontrol (-) = Kontrol (+) =
1
= 1,05 cm
5
= 0,4 cm
15 1 1
=
=
= 0,725 cm
= 0 cm
1 1
= 1,6 cm
50
PEMBAHASAN
Menurut Majid (2008), antibakteri adalah senyawa-senyawa kimia alami yang pada kadar rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan antibakteri adalah antibiotik. Antimikroba dapat berupa senyawa kimia sintetik atauprodukalami. Antimikroba sintetik dapat dihasilkan dengan membuat suatu senyawa yang sifatnya mirip dengan aslinya yang dibuat secara besarbesaran. Sedangkan yang alami didapatkan langsung dari organisme yang menghasilkan senyawa tersebut dengan melakukan proses pengekstrakan, misalnya dari hewan, mikroorganisme dan dari tumbuhan. Praktikum
ini
dilaksanakan
untuk
mengetahui
efektifitas
senyawa
antimikroba alami yang berasaldari tumbuhan, yaitu rempah-rempah. Rempahrempah mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antibakteri dan antikapang. Akibatnya produk memiliki daya awet yang tinggi. Tujuan pemakaian rempah-rempah adalah membangkitkan selera makan, bahan pengawet yang bersifat antimikroba dan antioksidan (Astawan, 2010). Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam praktikum ini antara lain jahe, kunyit, kencur, lengkuas dan temu kunci. Masing-masing memiliki daya hambat yang berbeda
terhadap
mikroba.
Namun
rempah-rempah
memiliki
senyawa
antimikroba yang sama yaitu minyak atsiri dengan konsentrasi yang berbedabeda (Utami, 2013). Metode yang digunakan dalampraktikum ini yaitu metode sumuran. Metode sumuran merupakan metode dengan cara membuat sumuran pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri, kemudian sumuran diisi dengan larutan antimikroba yang akan diuji. Menurut Pleczar (2005), metode sumuran lebih efektif dalam
menghasilkan zona hambat jika dibandingkan dengan
metode lain, misalnya metode cakram. Sedangkan bakteri yang digunakan dalampraktikum ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus. pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif yang memiliki struktur sel tiga lapis yaitu inner membrane, peptidoglikan dan outermembrane. Struktur inilah yang menyebabkan bakteri gram negatif lebih resisten terhadap senyawa antimikroba dan panas. Sedangkan bacillus cereus merupakan bakteri gram positif yang hanya memiliki struktur sel dua lapis yaitu membran sel dan
51
peptidoglikan. Struktur inilah yang menyebabkan bakteri gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba dan panas. Berdasarkan hasil pengamatan baik menggunakan antimikroba dari rempah-rempah maupun amoxiciliin menunjukkan bahwa rata-rata daya hambat bakteri pseudomonas aeruginosa lebih besar dari bacillus cereus. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan karena bakteri gram positif 90% dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam tekoat. Sedangkan bakteri gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20% peptidoglikan, selebihnya terdiridari protein, lipopolisakarida dan lipoprotein (Protosuwarso, 2015). Sedangkan berdasarkan rempah-rempah yang digunakan, kunyit memiliki daya hambat yang paling besar pada pseudomonas aeruginosa sedangkan pada bacillus cereus temu kunci memiliki saya hambat paling besar, yaitu
1,9 cm
dan 0,725 cm. Berdasarkan literature (Said, 2007), kunyit memberikanefek antimikroba sehingga dapat dipakai untuk mengawetkan makanan. Minyak atsiri dalam kunyit terbukti dapat membunuh terhadap bakteri golongan cereus, bacillus subtilis, bacillus megaterum.
bacillus
Sebagai senyawa fenolik,
mekasinme kerja kurkumin pada kunyit sebagai antibakteri mirip dengan persenyawaan fenol lainnya yaitu menghambat metabolisme bakteri dengan cara merusak
mempran
sitoplasma
dan
mendenaturasi
protein
sel
yang
menyebabkan kebocoran nutrient dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya (Azim, 2011). Aktivitas antibakteri yang ditimbulkan oleh ekstrak rimpang temu kunci dapat
dihubungkan
dengan
senyawa-senyawa
kimia
yang
terkandung
didalamnya. Dimana kandungan utama temu kunci berupa flafonoid yang memiliki derivat isolasipertama berupa pinocembrin yang juga diketahui memiliki khasiat antibakteri. Dari percobaan yang telah dilakukan Azhar (2013) dalam Mar’aturrahman 1 diketahui pinocembrin yang didapat dari ekstrak temu kunci merupakan salah satu senyawa yang didapatkan dariisolasi primer flavonoid. Dimana pada bakteri, pinocembrin dapat menyebabkan sel bakteri menjadi lisis. Maka dpat dipastikan bahwa pinocembrin merupakan salah satu zat antibakteri yang terdapat dalam ekstrak temu kunci, yang memiliki
52
kemampuan mengambat pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes dimana bakteri ini juga termasuk bakteri gram positif sama seperti bacillus cereus. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kontrol amoxicilin memiliki daya hambatyang luas, lebih luas dari rempah-rempah yang digunakan baik pada pseudomonas aeruginosa maupun pada bacillus cereus. Menurut Ashnyar dan Naseri (2007), amoxicilin merupakan antibiotik semi sintetik dengan spektrum yang luas, aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, serta keefektifannya juga tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Amoxicilin merupakan antibiotik betalaktanin yang sering digunakan untuk mengobati infeksi. Amoxicilin membunuh bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri. Antibiotik ini banyak digunakn karena daya serapnya yang baik dan memiliki spektrum luas. Menurut Schlegel dan Schiet (1994) dalam Mendey dkk (2014), bahwa banyak
faktor
yang
mempengaruhi
ukuran
daerah
penghambatan
yaitu
sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam aga, konsentrasimikroorganisme dan komposisi media. Zona hambat yang kecil menunjukan adanya aktifitas antibakteri yang rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukan semakin besar aktifitas antibakterinya (Pleczar dan Chan, 2005). Sedangkan menurut Suriawira (1978) dalam Mendey dkk (2014), pengukuran adanya kekuatan antibiotik terhadap bakteri yaitu sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih), kuat (daerah hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat 5-10 mm) dan lemah (daerah hambat <5 mm).
53
KESIMPULAN Berdasarkan
hasil
pengamatan
dan
pembahasan
maka
dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1. Rempah-rempah mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antimikroba, antara lain senyawa fenolik yang terdapat didalam minyak atsiri rempah-rempah. 2. Berdasarkan hasil pengamatan bacillus cereus memiliki zona hambat yang lebih kecil dari pseudomonas aeruginosa,hal ini bertentangan dengan literature yang ada. 3. Kunyit memiliki zona hambat yang paling besar pada pseudomonas aeruginosa karena kunyit mengandung minyak atsisri dengan senyawa fenolik. 4. Temu kunci memiliki zona hambat yang paling besar pada bacillus cereus karena temu kunci mengandung pinocembrin yang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri 5. Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme dan komposisi media
54
ACARA V UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA KAYU KURUT
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dysoxylum parasiticum merupakan satu jenis Dysoxylum yang lebih dikenal oleh masyarakat lombok dengan sebutan kayu purut/kurut. Kayu purut ini biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat berbagai macam peralatan seperti meja, bangku dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam bidang pangan kayu ini biasanya digunakan dalam proses pembuatan gula aren. Dalam proses pembuatan gula aren, kayu purut dicacah dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi nira. Penambahan kayu purut selama proses pembuatan gula aren dilakukan sejak lama dan turun temurun. Beberapa petani gula aren mengatakan bahwa, jika tidak ditambahkan kayu purut maka kualitas gula yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang tidak baik. Namun masyarakat cenderung tidak mengetahui secara ilmiah apakah yang menyebabkan kayu tersebut dapat memberikan efek tekstur yang baik pada gula aren yang diproduksi. Kayu purut diduga memiliki sifat yang mampu mempertahankan pH sehingga
dapat
mencegah
terjadinya
pembentukan
asam
yang
dapat
berpengaruh terhadap tekstur gula yang dihasilkan dan juga mempunyai komponen antimikroba tertentu sehingga pengaruhnya bukan lagi hanya untuk perbaikan tekstur seperti yang dikatakan, tetapi dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang. Oleh karena itu, dilakukan
praktikum
ini
untuk
mengetahui
aktivitas
kayu
kurut
sebagai
antimikroba.
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba kayu kurut dalam menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri.
55
TINJAUAN PUSTAKA
D. parasiticum merupakan satu jenis Dysoxylum yang dikenal oleh masyarakat di Bali atau lebih dikenal dengan sebutan majegau. Jenis ini dianggap sebagai jenis tanaman khusus, karena menghasilkan suatu kesegaran dan keharuman yang sangat berbeda. Masyarakat Bali menggolongkan majegau sebagai kayu dewa (divine trees) yang menjadi salah satu unsur yang harus ada di suatu bangunan suci. Masyarakat Bali mengenal jenis ini sebagai flora yang memberikan kekhasan bagi Bali dan bermanfaat dalam ritual keagamaan. Kayu D. parasiticum banyak pula digunakan oleh masyarakat Bali sebagai bahan dasar kerajinan ukir, dan menjadi salah satu penggerak perekonomian, khususnya sektor pariwisata (Undaharta dkk, 2008). Indian Journal of Medicine and Healthcare Vol 4 (2), menerangkan bahwa pada ekstrak kayu kurut diidentifikasi adanya beberapa jenis metabolit sekunder yang digunakan sebagai antioksidan, anti mikroba, anti jamur dan juga anti kanker. Metabolit-metabolit ini antara lain alkaloid, glikosida, flavonoid, tannin, saponin dan komponen senyawa fenolik. Selain itu, Kayu purut atau Dyxolium parasiticum menghasilkan metabolit sekunder yaitu senyawa pollen Copenhaver (2005). Komponen fenolik yang dimiliki kayu purut antara lain senyawa tannin, flavonoid dan glikosida. Senyawa fenolik ini berfungsi untuk beberapa hal penting. Menurut Pelczar dan Reid (1979) Seyawa fenol ini merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antimikroba, dengan mekanisme penghambatan mikroba oleh fenol yaitu merusak dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, dan merusak (Peoloengan, 2006).
56
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 27 Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, pipert mikro, yellow tip, blue tip, lampu Bunsen, rak tabung reaksi, waterbath, incubator, laminar flow, vortex, tisu dan kertas label. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kultur Pseudomonas aeruginosa, Bacillus cereus, media Trypticase Soy Agar (TSA), dan alkohol.
Prosedur Kerja a. Ekstraksi Kayu Kurut Kayu kurut Dihaluskan
Ditimbang dan dilarutkan
Simplisia
Aquades 90-98oC, t= 15 menit
Diaduk
Disaring
Ekstrak kayu kurut
57
b. Metode sumuran
Ekstrak kayu kurut
Media biakan bakteri
Tip steril
Diambil suspensi 0,05
Pelubangan
Diletakkan suspensi dalam sumur media
Diinkubasi 24 jam
Diamati
58
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Aktifitas Antimikroba Kayu Kurut Zona Hambat ( cm) No.
Suhu ektraksi
S. aureus
P. aeruginosa
S. cerevisiae
U1
U2
∑
U1
U2
∑
U1
U2
∑
1
90 oC
0
0
0
0.1
0.1
0.1
0.65
0
0.325
2
92 oC
0.65
0.65
0.65
0
1.05
0.525
1.15
0.65
0.9
3
94 oC
0.80
0
0.4
0.55
0.1
0.325
1.05
0.75
0.95
4
96 oC
0,25
1.5
0.87
0
0
0
0
0.75
0.375
5
98 oC
0
0
0
0
0
0
0.2
0
0.1
Hasil Perhitungan 1.
Ekstraksi pada Suhu 90 oC Bacillus cereus
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 0.65 cm = 0.1 cm
Saccharomyces cerevisiae
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.1 cm = 0.1 cm = 0.1 cm
Pseudomonas Aeruginosa
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.65 cm = 0 cm = 0.325 cm
59
2.
Ekstraksi pada Suhu 92 oC Bacillus cereus
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.65 cm = 0.65 cm = 0.65 cm
Saccharomyces cerevisiae
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 1.05 cm = 0.525 cm
Pseudomonas Aeruginosa
U1 = =
U2 = =
∑ = =
3.
= 1.5 cm = 0.65 cm = 0.9 cm
Ekstraksi pada Suhu 94 oC Bacillus cereus
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.8 cm = 0 cm = 0.4 cm
Saccharomyces cerevisiae
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.55 cm = 0.1 cm = 0.325 cm
Pseudomonas Aeruginosa
U1 = =
U2 = =
= 1.05 cm = 0.75 cm
60
∑ = =
4.
= 0.95 cm
Ekstraksi pada Suhu 96 oC Bacillus cereus
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0.25 cm = 0.5 cm = 0.87 cm
Saccharomyces cerevisiae
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 0 cm = 0 cm
Pseudomonas Aeruginosa
U1 = =
U2 = =
∑ = =
5.
= 0 cm = 0.75 cm = 0.325 cm
Ekstraksi pada Suhu 90 oC Bacillus cereus
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 0 cm = 0 cm
Saccharomyces cerevisiae
U1 = =
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 0 cm = 0 cm
Pseudomonas Aeruginosa
U1 = =
= 0.2 cm
61
U2 = =
∑ = =
= 0 cm = 0.1 cm
62
PEMBAHASAN
Dysoxylum parasiticum atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Lombok dengan sebutan kayu purut/kurut. Kayu ini digunakan oleh masyarakat Lombok sebagai bahan campuran dalam pembuatan gula aren. Karena kayu ini dipercaya mampu menjaga tekstur gula aren dan memperpanjang produk. Kayu kurut diduga memiliki sifat yang mampu mempertahankan pH sehingga mampu mencegah pembentukan asam oleh mikroba tertentu. Kayu kurut juga memiliki aktifitas sebagai antimikroba sehingga mampu memperhambat pertumbuhan mikroba. Salah satu komponen anti mikroba pada kayu kunit adalah senyawa fenolik. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui aktifitas dari antimikroba pada kayu kurut. Metode yang digunakan yaitu metode sumuran, karena metode ini efektif dan mampu menghasilkan zona hambat yang lebih besar pada metode cakram (pelzar dan chan, 2005). Sedangkan metode ekstraksi yaitu metode infundasi. Infundasi adalah proses penyaringan yang umumnya digunakan untuk menyaring kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati pada suhu 90-98 oC selama 15 menit (narfina, 2011). Suhu ekstraksi yang digunakan pada praktikum ini berbeda-beda, 90 oC, 92 oC, 94 oC, 96 oC dan 98 oC. Berdasarkan hasil praktikum, suhu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap daya hambat yang dihasilkan kayu kurut terhadap beberapa mikroba. Pada Bacillus cereus, zona hambat terbesar dihasilkan oleh kayu kurut yang diekstraksi pada suhu 96 derajat celcius sedangkan pada Saccharomyces cerevisiae, zona hambat terbesar dihasilkan oleh kayu kurut yang diekstraksi pada suhu 92 oC, dan pada Pseudomonas aeruginosa zona hambat terbesar dihasilkan pada ekstraksi 94
o
C. Sedangkan ekstraksi
menggunakan suhu yang paling rendah (90 oC) dan suhu yang paling tinggi (98oC) menghasilkan zona hambat yang paling kecil bahkan 0 cm. Menurut Sari, dkk. (2013), Kenaikan temperatur meningkatkan permeabilitas dinding sel, yang mengakibatkan meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa fenolik dan penurunan viskositas dari pelarut sehingga memudahkan proses ekstraksi. Kenaikan suhu akan meningkatkan kandungan senyawa fenolik yang terekstrak kenaikan temperatur ekstraksi dapat merusak atau meningkatkan ikatan hidrolisis
63
dari beberapa senyawa fenolik dan menyebabkan senyawa tersebut mudah terekstrak. Ekstraksi senyawa fenolik hubungan antara suhu dan senyawa fenolik terekstrak bersifat kuadratik, peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kadar total fenol sampai suhu tertentu kemudian peningkatan suhu menyebabkan penurunan senyawa fenolik yang disebabkan dekomposisi senyawa fenolik yang disebabkan komponen baru lebih rendah dari titik didih komponen sebelumnya sehingga lebih mudah menguap. Lama waktu ekstraksi dapat menyebabkan paparan terhadap oksigen lebih banyak. Hal ini dapat meningkatkan peluang untuk terjadinya oksidasi senyawa fenolik sehingga kandungan total fenolik yang terekstrak menurun. Mikroba yang digunakan dalam praktikum ini berbeda-beda, yang juga memiliki ketahanan pada senyawa antimikroba yang berbeda. Berdasarkan hasil praktikum, antara Bacillus cereus dan Pseudoomonas aeruginosa, zona hambat yang besar rata-rata terdapat pada P. aeruginosa. hal ini kurang sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap
bakteri gram positif (Bacillus cereus) daripada bakteri gram
negatif (P. aeruginosa). hal ini disebabkan karena bakteri gram positif 90% dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, selebihnya adalah asam terikoat, sedangkan
bakteri
gram
negative
dinding
selnya
mengandung
5-20%
peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, polisakorida, dan lipoprotein (Brotosuwarso, 2015) Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang dapat membentuk asam dalam gula aren sehingga papat merusak terkstur dan kualitas gula aren tersebut. Sehingga dalam pembuatan gula aren ditambahkan kayu kurut yang mampu mencegah pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dan menjaga kualitas gula aren. Berdasarkan hasil praktikum, zona hambat kayu kurut pada Saccharomyces cerevisiae sebesar 0,525 cm pada ekstraksi 92 oC. hal ini ini disebabkan karena kayu kurut mengandung senyawa antimikroba yang salah satunya adalah senyawa fenolik. Berdasarkan penelitian Tao et al. (2009), senyawa
fenolik
yang
terdapat
pada
jeruk
manis
dapat
menghambat
pertumbuhan Bacillus cerus, Saccharomyces cerevisiae, dan Pseudomonas aeruginosa.
64
Senyawa fenolik yan terdapat pada kayu kurut memiliki mekanisme penghambatan mikroba antara lain merusak dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat proses pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, mendenaturasi protein sel, dan merusak (Peoloengan, 2006). Kontrol yang digunakan dalam praktikum ini yaitu amoksisilin, dimana berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, kontrol amoksisilin memiliki zona hambat yang lebih besar dari senyawa antimikroba alami yang terdapat pada kayu kurut. Menurut Ashnagar dan Naseri (2007), amoksisilin merupakan antibiotik semisintetik dengan spektrum yang luas, aktif terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif. Amoksisilin membunuh bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri. Menurut Schlegel dan Schmidt (1994) dalam Mandey, dkk. (2014) bahwa banyak
faktor
yang
mempengaruhi
ukuran
daerah
penghambatan
yaitu
sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme, dan komposisi media. Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang lebih rendah, sedangkan zona hambat yang besar menunjukkan semakin besar aktifitas antibakterinya (Pelczar dan Chan, 2005). Pengukuran adanya kekuatan antibiotik terhadap bakteri menurut Suriawiria (1978) dalam Mandey, dkk. (2014) yaitu sangat kuat (daerah hambat 20 mm atau lebih), kuat (daerah hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat (5 - 10 mm) dan lemah (daerah hambat <5 mm).
65
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kayu kurut sering digunakan dalam pembuatan gula aren karena mampu mempertahankan pH dan memiliki aktivitas antimikroba. 2. Senyawa fenol yang terdapat pada kayu kurut bekerja dengan cara merusak dinding sel,menyebabkan kebocoran sel, dan mendenaturasi protein sel. 3. Suhu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap daya hambat yang dihasilkan oleh kayu kurut. 4. Daya hambat terbesar kayu kurut dihasilkan oleh ekstraksi pada suhu 96 oC pada Bacillus cereus, 92oC pada Saccharomyces cerevisiae, dan 94oC pada Pseudomonas aeruginosa. 5. Aktivitas penghambatan kayu kurut pada Pseudomonas rata-rata ebih besar daripada Bacillus cereus. 6. Faktor yang mempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas organisme, medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusi dalam agar, konsentrasi mikroorganisme, dan komposisi media.
66
ACARA VI UJI AKTIVITAS TUMBUH-TUMBUHAN SEBAGAI ANTIMIKROBA ALAMI
PENDAHULUAN
Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya aktivitas dan gaya hidup manusia, banyak sekali polusi yang dihasilkan seperti asap kendaraan, asap dan limbah pabrik, sampah yang menumpuk dan berbagai limbah lainnya yang tidak hanya berdampak negatif bagi lingkungan melainkan berdampak pula bagi kesehatan manusia. Berbagai jenis penyakit muncul akibat terserang mikroorranisme penyebab penyakit yang bersumber dari lingkungan yang kurang bersih. Oleh karenanya, dunia medis menyediakan bermacam obat untuk mengobati penyakit yang ada yang kebanyakan terbuat dari bahan sintesis. Obat yang bersifat sintesis akan menimbulkan efek samping jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan dengan dosis yang tidak tepat. Oleh karenanya banyak penelitian yang dilakukan unutuk menemukan alternatif lain yang dapat menggantikan bahan kimia dalam pembuatan obat. Salah satunya adalah obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuhan yang bersifat alami. Sifat alami dari bahan ini menjadi nilai tambah karena tidak menimbulkan efek samping berlebih seperti obat kimia. Tumbuh-tumbuhan
secara
alami
dapat
digunakan
sebagai
obat
tradisional. Penggunaan tumbuh-tumbuhan yaitu sebagai obat penurun demam, penyembuhan luka dan lain sebagainya. Tumbuh-tumbuhan ini dapat secara luas di alam, bahkan beberapa diantaranya dijual dipasaran dengan harga yang relatif mudah untuk dijangkau semua kalangan seperti wortel, kemangi, daun pepeya, tumpangan air dan lain-lain. Akan tetapi daya hambat tumbuahan pada mikroba penyebab penyakit dan kerusakan bahan pangan berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukanya praktikum untuk mengetahui daya hambat tumbuhan-tumbuhan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus.
67
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji aktivitas tumbuhtumbuhan sebagai antimikroba alami.
68
TINJAUAN PUSTAKA
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas
mikroorganisme
dengan
bermacam-macam
cara.
Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara f isik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. Tanaman obat yaitu tanaman yang berupa daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern maupun obatobatan tradisional. Pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku obat, terutama obat tradisional mencapai lebih dari 1000 jenis, dimana 74% diantaranya merukapan tumbuhan liar yang hidup di hutan. Informasi dan penelitian mengenai jumlah dan jenis-jenis tanaman obat sangat diperlukan untuk mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan tanaman obat melalui budidaya jenis. Prioritas jenis tumbuhan untuk dibudidayakan di Indonesia perlu ditentukan berdasarkan kajian dari berbagai aspek antara lain, permintaan pasar, kelangkaan tumbuhan di alam, potensi sebagai bahan alternatif untuk menanggulangi kebutuhan sekarang maupun masa yang akan datang, kompetitif dengan bahan pengganti alamiah lainnya, ketersediaan bahan tanaman dan teknis lainnya (SOEDIARTO dan AFFANDI, 1990). Tumpangan air (Peperomia pellucida) adalah terna kecil semusim dan berakar dangkal yang mudah ditemukan tumbuh liar di tepi saluran air atau pematang dan taman. Ukurannya 15 sampai 45 cm. Batangnya sukulen (berair), cerah, berdaging, demikian pula daunnya yang agak tebal tapi lunak. Efek farmakologinya adalah sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) dan antiradang (antiinflammatory ), diduga terkait dengan efeknya pada sintesis prostaglandin pada tubuh manusia. Diketahui pula memiliki efek antibiotik spektrum luas, ditunjukkan pada pengaruhnya dalam menekan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, and Escherichia coli . Ekstrak daun keringnya dalam kloroform diketahui menghambat fungi Trichophyton mentagrophytes. Dalam pengobatan tradisional, tumpangan air dikenal sebagai bagian dalam pengobatan sakit perut, bengkak, jerawat, kolik, pegal-pegal, sakit kepala,
69
gangguan kemih, dan sakit sendi karena reumatik. Di Asia Tenggara, seduhan tumbuhan ini dipakai untuk mengurangi asam urat dan mengobati gangguan kemih. Ia juga digunakan sebagai pembalur untuk jerawat. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses ekstraksi ini didasarkan pada proses perpindahan massa senyawa-senyawa
zat
padat
yang
ada
pada
simplisia. Setelah
pelarut
menembus dinding secara osmosa dan melarutkan senyawa kimia yang ada dalam sel sehingga terjadi perbedaan konsentrasi. Ini menyebabkan terjadinya aliran secara difusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, begitu seterusnya sampai terjadi konsentrasi yang seimbang (Yanti, 2015). Wortel ( Daucus carota ) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun
dan
merupakan
tumbuhan
jenis
sayuran
umbi
yang
biasanya
berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Penurunan pH sari wortel pada kondisi penyimpanan yang berbeda-beda ini dimungkinkan bahwa sari wortel mengandung zat anti mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri khususnya bakteri yang peka terhadap senyawa anti bakteri. Dengan demikian hanya bakteri tertentu yang tahan hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu perbedaan pH sari wortel yang disimpan pada ketiga macam suhu tersebut sedikit perbedaannya (Amar, 2006). Salah satu tanaman yang banyak terdapat disekitar kita adalah daun kemangi. Biasanya daun kemangi digunakan untuk memasak dan sebagai lalapan. Ternyata selain sebagai bahan masakan dan lalapan, daun kemangi juga digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti penyakit kulit, diare, disentri, sebagai antiseptik untuk luka, dan lain-lain. Di india, daun kemangi telah banyak dijadikan sebagai obat. Menurut Kumar, Daun kemangi memiliki peranan medis untuk mengobati bermacam penyakit termasuk penyakit infeksi (Kumar, 2013).
70
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at Juni 1 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mortar, pastle, jarum ose, water bath, inkubator, parut, timbangan analitik, pipet mikro, yellow tip, tip steril, tissue, kapas, kertas label, kantong plastik, sarung tangan, laminar flow , penggaris, drigalski, dan lampu bunsen. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquades, air, alkohol, media Trypticase Soy Agar (TSA), kultur Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus, tanaman Kayu Bayuru, Meniran, Tumpangan Air, Patikan Kebo, Daun Pepaya, Sambiloto, Beluntas, Pare, Kemangi, Wortel, Daun PKI dan Belimbing Wuluh. Prosedur Kerja a. Persiapan kultur
Kultur bakteri
Dipipet
Dimasukkan
Disebar
Sebanyak 0,1 ml dengan pipet mikro
Cawan berisi media TSA
Drigalski
71
b. Persiapan sampel (Ekstraksi) 1. Metode Infundasi
Kayu
Diparut
Ditimbang
parut
Sebanyak 1 gr
Dimasukkan
Tabung reaksi berisi 10 ml air
Dipanaskan atau direbus
Water bath, T = 94°C, t = 15’
Ekstrak
2. Ekstraksi tumbuh-tmbuhan
Tanaman
Dibersihkan
Dipotong
Dicuci
Dihaluskan
Dari kotoran
Pisau
Aquades
Mortar dan pastle
72
Diperas
Ekstrak
c. Metode Sumuran
Tip steril
Media
Ekstrak tanaman
Dilubangi
Diambil suspensi sebanyak 0,2 ml
Dimasukkan ke dalam media berisi kultur
Diinkubasi
Diamati dan dihitung zona hambat
73
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Diameter Zona Hambat Beberapa Tanaman Diameter Zona Hambat (cm) Sampel Pseudomonas aeruginosa Bacillus cereus U1 U2 ∑ + U1 U2 ∑ Kayu Bayuru 0,65 0,6 0,62 0 0,75 0 0 0 0 Tumpangan Air 0 0 0 0 1,95 0 0,4 0,2 0 Wortel 0 0 0 0 1,9 0 0 0 0 Meniran 0 0 0 0 1,45 0 0 0 0 Sambiloto 0 0 0 0 2,65 0 0 0 0 Daun PKI 0 0 0 0 2,5 0 0 0 0 Patikan Kebo 0,4 0,5 0,45 0 2,35 0,35 0,4 0,37 0 Pare 0 0 0 0 1,65 0 0 0 0 Kemangi 0 0 0 0 1,85 0 0 0 0 Beluntas 0 0 0 0 1,1 0 0 0 0 Belimbing wuluh 0,65 0,55 0,6 0 1,6 0,65 0,5 0,57 0 Daun Pepaya 0 0 0 0 2,4 1,2 0,5 0,87 0 Keterangan : U1
=
ulangan 1
U2
= ulangan 2
Kontrol (-)
= Aquades
Kontrol (+)
= Streptomicin
Hasil Perhitungan 1.
Diameter Zona Hambat pada Kayu Bayur a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0,65 cm U2
= =
1
= 0,6 cm ∑
= =
1 5 5
+ 1,65 2,55 1,7 0,55 1,55 2,2 1,1 1,55 3 1,8 1,35 1,35
74
= 0,625 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
= 0,75 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,65 cm 2.
Diameter Zona Hambat pada Tumpangan Air a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm
75
U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1
= 1,95 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0,4 ∑
= =
1
= 0,2 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
76
= 2,55 cm 3.
Diameter Zona Hambat pada Wortel a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1
= 1,9 cm
b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
=
1
77
=
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 15
= 1,7 cm 4.
Diameter Zona Hambat pada Meniran a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 15
= 1,45 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
78
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 5
= 0,55 cm
5.
Diameter Zona Hambat pada Sambiloto a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm
79
Kontrol (+)
= =
1 5
= 2,65 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 15
= 1,55 cm 6.
Diameter Zona Hambat pada Daun PKI atau Golkar () a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
=
1
80
=
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
= 2,5 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
= 2,2 cm 7.
Diameter Zona Hambat pada Patikan Kebo () a.
Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
81
= 0,4 cm U2
= =
1 5 5
= 0,5 cm ∑
= =
1 5
= 0,45 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 5
= 2,35 cm
b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0,35 cm U2
= =
1
= 0,4 cm ∑
= =
1 5
= 0,375 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm
82
Kontrol (+)
= =
1 1
= 1,1 cm 8.
Diameter Zona Hambat pada Pare a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,65 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
=
1
83
=
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,55 cm 9.
Diameter Zona Hambat pada Kemangi a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1
= 1,85 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
84
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
= 3 cm
10. Diameter Zona Hambat pada Beluntas a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
85
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,1 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,8 cm 11. Diameter Zona Hambat pada Belimbing Wuluh a. Pseudomonas aeruginosa U1
= =
1
= 0,65 cm U2
= =
1 5
= 0,55 cm
86
∑
= =
1 5 55
= 0,6 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 15
= 1,6 cm b. Bacillus cereus U1
= =
1
= 0,65 cm U2
= =
1 5 5
= 0,5 cm ∑
= =
1 5 5
= 0,575 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,35 cm 12. Diameter Zona Hambat pada Daun Pepaya a. Pseudomonas aeruginosa U1
=
1
87
=
= 0 cm U2
= =
1
= 0 cm ∑
= =
1
= 0 cm Kontrol (-)
= =
1
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1
= 2,4 cm
b. Bacillus cereus U1
= =
1 1
= 1,2 cm U2
= =
1
= 0,55 cm ∑
= =
1 1 55
= 0,875 cm Kontrol (-)
= =
1
88
= 0 cm Kontrol (+)
= =
1 1 1
= 1,35 cm
89
PEMBAHASAN
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas
mikroorganisme
dengan
bermacam-macam
cara.
Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara f isik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. Salah satu sumber antimikroba yang bersifat alami adalah dari tmbuh-tumbuhan. Sifat antimikroba yang dimiliki oleh tumbuhtumbuhan adalah karena senyawa hasil metabolit sekunder. Akan tetapi efektivitas
senyawa
antimikroba
pada
tumbuh-tumbuhan
berbeda-beda
tergantung jenis mikroba dan kandungan senyawa antimikroba dari tumbuhan. Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai antimikroba di aplikasikan pada berbagai jenis kebutuhan seperti mengobati penyakit yang biasanya dijadikan sebagai
campuran
minyak
atau
obat
tradisional
dan
digunakan
sebagaiantimikroba pada bahan pangan tanpa mempengaruhi cita rasa dan aroma dari pangan tersebut. Oleh karena itu, banyak pengujian yang dilakukan untuk menemukan jenis antimikroba yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pengujian dilakukan dengan berbagai metode, tetapi yang paling umum dan sering digunakan adalah metode difusi logam silinder, cakram dan sumuran. Begitu pula pada praktikum ini dengan menguji beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang dipercaya memiliki sifat antimikroba dengan mikroba uji Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil pada tanaman tumpangan air dan daun pepaya
terdapat penghambatan terhadap
bakteri Bacillus cereus sebesar 0,4 cm dan 0,875 cm dan belimbing wuluh diameter penghambatannya sebesar 0,6 cm dan 0,57 cm. Tanaman patikan kebo terdapat daya hambat sebesar 0,45 cm dan 0,375 cm sedangkan kayu bajur diameter penghambatannya yaitu sebesar 0,625 cm pada bekteri Pseudomonas aeruginosa sedangkan pada Bacillus cereus tidak terbentuk penghambatan.
Untuk
penghambatan
mikroba
terhadap
Pseudomonas
aeruginosa dan Bacillus cereus oleh sambiloto, beluntas, pare, meniran, kemangi, wortel, dan daun PKI tidak memiliki daya hambat terhadap kedua jenis mikroba tersebut.
90
Tanaman merupakan sumber daya alam yang berlimpah dan banyak sekali manfaatnya. Salah satunya tumbuhan berfungsi sebagai antimikroba. Antimikroba merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk menghambat maupun membunuh mikroba patogen. Pada umumnya tumbuhan mengandung senyawa fenolik dan sebagian besar tumbuhan bisa dimanfaatkan sebagai antimkroba.
Mekanisme
penghambatan
senyawa
antimikroba
dalam
menghambat pertumbuhan mikroba yaitu dengan melisis dinding sel mikroba sehingga terjadi kebocoran dinding sel. Kebocoran dinding sel ini menyebabkan mikroba tidak dapat membentuk DNA dan RNA sehingga pertumbuhannya terhambat.
Senyawa antimikroba dalam penghambatanya memilki mekanisme
yang berbeda. Menurut Scalbert (1991), Saponin meningkatkan permeabilitas membran sel dengan menurunkan tegangan permukaan sehingga menyebabkan keluarnya senyawa intraseluler. Tanin bekerja menghambat enzim DNA topoisomerase pada bakteri. Selain itu tanin juga mengambil substrat yang diperlukan
untuk
pertumbuhan
mikroba
atau
tindakan
langsung
metabolisme mikroba melalui penghambatan fosforilasi oksidatif.
pada
91
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara.
2.
Pada umumnya tumbuhan mengandung senyawa fenolik dan sebagian besar tumbuhan bisa dimanfaatkan sebagai antimkroba.
3.
Tanaman tumpangan air dan daun pepaya
terdapat penghambatan
terhadap bakteri Bacillus cereus sebesar 0,4 cm dan 0,875 cm. 4.
Sambiloto, beluntas, pare, meniran, kemangi, wortel, dan daun PKI tidak memiliki daya hambat terhadap kedua jenis mikroba uji.
5.
Mekanisme
penghambatan senyawa antimikroba dalam menghambat
pertumbuhan mikroba yaitu dengan melisis dinding sel mikroba sehingga terjadi kebocoran dinding sel.
92
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB.
Ajuz,
Yayan. 2015. Laporan Fermentasi Yogurt. http://yayanajuz.blogspot.com/2012/06/laporan-fermentasi-yoghurt cara.html. (Diakses tanggal 10 April 2016).
Amritama, 2007. Asap cair. http://tech.groups.yahoo.comessage/7945. (diakses 3 mei 2016) Anonim,
2015. Potensi asap cair dalam mengendalikan mikroba. http://septaviam.com/2015/09/potensi-asap-cair-mengendalikan.html. (diakses 3 mei 2016)
Ashnayar dan Naseri, N.G. 2007. Analysis Of Three Penicillin Antibiotic (Ampicillin, Amoxicillin And Cloxacillin) Of Several Iranian Pharmaceutical Comparites By Hplc. A.Journal Of Chemistry. 9(9): 536-545. Astawan, Made. 2010. Pengaruh Jenis Larutan Perendaman Serta Metode Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Dari Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14 (1). Azima. 2011. Efektifitas Kuyit Sebagai Bahan Pengawet Alami Terhadap Masa Simpan Nugget Jagung. http://pasca.unad.ac.id/ . (Diakses tanggal 26 Mei 2016). Broto
Suwarso. 2015. Antimikroba Dari Tumbuhan. http://dokumen.tips/dokuments (Diakses tanggal 26 Mei 2016).
Copenhaver , Gregory P. 2005. A Compendium Of Plant Species Producing Pollen Tetrads. Journal Of The North Carolina Academy Of Science, 121(1). Darmaji, 2002. Optimasi proses pembuatan tepung asap. Agritech. 202 (4). 172171 Florensia; Stella; Pramesti Dewi dan Nur Rahayuutami. 2012. Pengaruh Ekstrak Lengkuas Pada Perendaman Ikan Bandeng Terhadap Jumlah Bakteri. Unnes Journal Of Life Science. 1 (2): 113-118.
Ginting, Nurzainah & Pasaribu, Elsegustri. 2005. Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2
93
Harmita dan Maksum Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 3. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Hidayat, I.R. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai Ph Dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt Dari Susu Sapi Yang Diperkaya Dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal Agriculture Journal, Vol. 2.(1): 160 – 167. Luditama, 2010. Pengendalian mutu mikrobiologi pangan. Malang: Ikip Mandey, Jet Scartje, Bernat Tulung, Mursey N. Begar, Youdhie H.S. Kowel. 2014. Analisis In Vitro Aktivitas Antibakteri Daun Gedi Asal Sulawesi Utara Sebagai Kandidat Bahan Pakan Ayam Pedaging. Manado: Universitas Sam Ratulangi. Mar’aturrahman. 1. Efektifitas Ekstrak Rimpang Temu Kunci Boesenbergia Rotunda) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Pyogenes. Skripsi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Narfina. 2011. Ektraksi menggunakan metode http://narfina.blogspot.com/. (Diakses tanggal 02 Juni 2016).
infundasi.
Nurdiana, M., 2002. Aktivitas dan Identifikasi Golongan Senyawa Antibakteri Yoghurt Dari Tiga Kultur Campuran Bakteri . Jurusan kimia FMIBA IPB. Bogor. Parwata, I.M. Oka Adi, dan P. Fanny Sastra Dewi. 2008. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas. Jurnal Kimia. 2 (2): 100-104. Pleczar, M.T dan Chan, E.C. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi . Jakarta. UI. Press Rahayu, W.P. 2000. Aktifitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan 11 (2) Said, Ahmad. 2007. Khasiat Dan Manfaat Kunyit . Jakarta: Sinar Wadja Lestari
Sari, Denni Kartika, Dyah Hesti Wardhani, dan Aji Prasetyaningrum. 2013. Kajian isolasi Senyawa Fenolik Rumput laut Euceuma Cottoni Berbantu Gelombang Micro dengan Variasi Suhu dan Waktu. Jurnal Teknik Kimia. 19 (3). 38-43 Soekardjo, Siswandono B. 1995. Kimia Medisinal . Surabaya: Universitas Airlannga. Thongson, C.P.M Davidson,W. Mahakarnchanakul Dan J. Weiss. 2004. Antimicrobial Activity Of Ultrasound Assisted Solvent Axtracted Spices. Letters In Applied Microbiology 39:401-406