1
SKENARIO 1
INFEKSI JARINGAN PULPA GIGI
Oleh: drg. Dwi Merry Ch.Robin, M.Kes
Seorang penderita usia 35 tahun datang ke RSGM ingin memeriksakan gigi bawah kirinya yang berlubang dan terasa sakit. Dari anamnesa diketahui bahwa gigi bawah kiri pasien tersebut berlubang sejak 1 tahun yang lalu, dan terasa sakit spontan sejak seminggu yang lalu. Rasa sakit juga timbul apabila gigi tersebut kemasukan makanan atau pada saat pasien minum dingin atau manis dan rasa sakitnya bertahan beberapa menit sekalipun rangsangannya dihilangkan. Gigi-gigi atas kanannya terkadang terasa linu bila terkena rangsangan dingin dan sering terselip makanan diantara gigi-gigi tersebut. Keadaan oral hygene pasien sedang.
Dari pemeriksaan intraoral terlihat gigi 36 mengalami karies profunda perforasi klas I, tes dingin (+), tes perkusi (-), tes tekan (-) dan gingiva disekitar gigi normal. Gigi 14 dan 15 mengalami karies superfisial klas II di bagian distal, tes dingin (+), tes perkusi (-), tes tekan (-). Pemeriksaan rontgen foto menunjukan adanya gambaran radiolusen di kavitas gigi 36, sampai mencapai tanduk pulpa, jaringan pendukung gigi masih sehat. Sedangkan hasil rontgen pada gigi 14 dan 15 meunjukkan gambaran radiolusen pada bagian proksimal mesial gigi 14 dan bagian distal gigi 15 dengan kedalaman sebatas email. Dari hasil pemeriksaan subjyektif, dan obyektif serta penunjang, dokter menyimpulkan pasien tersebut mengalami pulpitis irreversible pada gigi 36 dan pulpitis reversible pada gigi 14 dan 15 dan bila kondisi ini dibiarkan/ tidak dilakukan perawatan akan menyebabkan nekrosis pulpa.
STEP 1
Karies Superfisialis klas II :
Merupakan karies yang terjadi dipermukaan enamel pada bagian aproksimal gigi posterior pada daerah distal dan mesial, biasanya penderita masih belum merasakan sakit.
Karies profunda perforasi klas I:
Merupakan karies yang telah mencapai lebih dari ½ bagian dentin tetapi belum menimbulkan peradangan.
Pulpitis irreversible:
Merupakan keradangan pada jaringan pulpa yang rasa sakitnya akan bertahan beberapa menit maupun beberapa jam meskipun penyebabnya telah dihilangkan. Apabila pulpitis ini dibiarkan dan tidak dilakukan perawatan akan menyebabkan nekrosis pulpa.
Pulpitis reversible:
Merupakan keradangan yang bersifat rendah hingga sedang pada jaringan pulpa. Rasa sakit pada pulpitis irreversible ini akan hilang apabila penyebabnya dihilangkan.
Nekrosis pulpa:
Kematian jaringan pulpa gigi akibat adanya penumpukan eksudat yang menyebabkan tesumbatnya pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan jaringan pulpa tidak mendapatkan suplai darah dan akhirnya nekrosis.
Pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang:
Langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan rencana perawatan dan menegakkan diagnose.
Radiolusen:
Gambaran gelap pada radiograf yang terjadi karena densitas suatu obyek rendah sehingga banyak sinar x yang dapat menembus obyek tersebut, menyebabkan Ag halide yang bereaksi juga banyak. Radiolusen ini biasanya menunjukan adanya suatu kavitas atau jaringan lunak dalam rongga mulut.
STEP 2
Bagaimana perbedaan jaringan sehat dan yang terkena karies?
Apa saja etiologi karies?
Bagaimana mekanisme karies?
Bagaimana mekanisme karies hingga terjadi penyakit pulpa gigi?
Mengapa jika pulpitis dibiarkan atau tidak dilakukan perawatan menyebakan nekrosis?
Mengapa rasa sakit timbul saat kemasukan makanan, dan rangsangan dingin?
Mengapa pasien tersebut baru merasakan sakit spontan 1 minggu yang lalu padahal giginya telah berlubang sejak satu tahun yang lalu?
Mengapa harus dilakukan tes dingin, perkusi dan tekan terlebih dahulu, mengapa tidak langsung rontgen?
STEP 3
Perbedaan jaringgan gigi yang sehat dan yang terkena karies
Perbedaan pertama dari visualnya, dimana gigi yang akan mengalami karies terdapat white spot pada gigi tersebut. White spot merupakan lesi berwarna putih atau coklat yang terjadi pada email. White spot ini merupakan daerah yang kepadatannya berkurang dibawah lapisan enamel, namun lapisan diatasnya masih utuh. Hal ini terjadi karena adanya proses demineralisasi dan remineralisasi yang terus-menerus. Demineralisasi adalah proses pelarutan enamel dan terlepasnya ion kalsium dari enamel. Sedangkan remineralisasi adalah proses pendepositan kembali ion-ion yang tadinya lepas yang dilakukan oleh saliva kaena saliva mengandung ion kalsium dan fosfat. Jika demineralisasi lebih besar daripada remineralisasinya maka akan terbentuk kavitas. Perbedaan yang kedua, pada gigi yang mengalami karies akan memudahkan sisa makanan terselip yang akan menjadi tempat hidup bakteri. Sehingga jumlah bakteri lebih banyak pada gigi karies daripada gigi yang sehat. Adanya karies merangsang tubuh untuk memberikan respon imun sehingga terlihat perbedaan adanya sel-sel inflamatori lebih banyak pada gigi karies daripada gigi sehat. Perbedaan selanjutnya dilihat dari pemerikasaan penunjangnya yakni radiograf dimana gigi yang sehat akan terlihat berwarna putih atau radiopak. Sedangkan gigi yang karies akan terliha gambaran radiolusen yang menunjukkan adanya suatu kavitas pada gigi. Selain itu pada gigi yang sehat tidak akan terasa ngilu, sedangkan pada gigi yang karies akan terasa ngilu. pH gigi yang normal adalah normal, sedangkan yang mengalami karies lebih asam.
Etiologi karies
Host
Host yang dimaksud adalah gigi dan saliva. Permukaan gigi yang rentan terjadinya karies, yaitu pit dan fisur, permukaan halus di daerah proksimal di bawah titik kontak, servikal, permukaan akar yang terbuka, tepi tumpatan yang bocor/kasar/overfilling, dan permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan. Gigi sulung lebih rentan terkena karies karena memiliki kandungan air dan bahan organic yang lebih banyak sedangkan mineralnya sedikit. Saliva berperan dalam proses remineralisasi pada karies dini.
Mikroorganisme
Bakteri yang berperan penting dalam proses karies adalah Streptococcus mutans (S.Mutans) dan Lactobacillus acidophilus (L. Acidophilus). S.mutans merupakan bakteri kokus gram positif, bersifat nonmotil, dan mikroorganisme fakultatif anaerob yang dapat memetabolisme karbohidrat.
Substrat
Bahan makanan (karbohidrat) akan dapat memicu terjadinya karies gigi bila melekat dengan permukaan gigi dalam waktu cukup lama. Karbodidrat terutama jenis yang lengket atau melekat pada gigi. Jenis karbohidrat yang dijumpai, yaitu polisakarida, sukrosa dan glukosa. Sukrosa yang paling mudah menyebabkan terjadinya karies gigi. Karbohidrat ini dapat dijumpai pada hampir semua makanan. Makanan atau jajanan yang disukai anak-anak banyak ang mengandung sukrosa seperti: permen, coklat, kue-kue dan gula. Bakteri pada mulut akan mengubah glukosa, fruktosa, dan sukrosa menjadi asam laktat melalui proses glikolisis yang disebut fermentasi. Bila asam ini mengenai gigi dapat menyebabkan demineralisasi.
Waktu
Memerlukan waktu yang cukup lama untuk pembentukan asam yang cukuo agar dapat melebihi batas kemampuan buffer saliva sehingga akan mampu melakukan demineralisasi dan akhirnya menjadi karies.
Factor predisposisi
Sistem imun
Konsumsi makanan
Hormonal
Tingkat pendidikan
Social ekonomi
Gaya hidup
Penggunaan fluoride
Mekanisme karies
Karies berasal dari interaksi bakteri yang memproduksi asam ( Streptococcus Mutans, Sp Lactobacillus dan Sp sanguis) pada plak dengan substrat makanan dalam waktu yang lama. Karies dimulai dengan dekalsifikasi email yang tampak sebagai bercak, garis atau fisur putih seperti kapur. Lesi awal disebut insipient. Begitu lesi matang, akan menyebabkan kerusakan email dan penyebaran lateral disepanjang pertautan dentinoenamel junction (DEJ), melalui dentin dan akhirnya kearah pulpa. Ciri klasik dari lesi karies adalah (1) perubahan warna (putih kapur, coklat, atau
perubahan warna hitam), (2) hilangnya jaringan keras(kavitasi), dan (3) melekat ke sonde. Perubahan warna disebabkan oleh dekalsifikasi email, terbukanya dentin, dan demineralisasi serta pewarnaan dentin.
Secara umum mekanisme terjadinya karies diawali dengan adanya sisa makanan pada area rongga mulut, terutama yang mengandung glukosa. Glukosa yang terbentuk kemudian di pecah melalui mekanisme glikolisis menjadi asam piruvat, yang kemudian difermentasikan oleh bakteri Streptococcus mutans menjadi asam laktat yang akan menrunkan PH rongga mulut menjadi kurang dari 5,5. Selain memecah glukosa menjadi asam laktat, bakteri juga memproduksi enzin glukosil transferase, yang berfungsi membentuk struktur rantai glukosa dari glukosa-glukosa yang terurai pada glikolisis. Tujuannya adalah membentuk adesif glukan, yang akan menjadi tempat perleketan antara bakteri dengan permukaan gigi, dan bakteri yang lain, sehingga dihasilkanlah pelikel. Pelikel yang berkembang dalam suasana yang asam di rongga mulut, akan berubah menjadi plak, yang merupakan cikal bakal dari terjadinya karies. Komponen asam pada plak akan menguraikan ikatan hidroksiapatit dengan menghancurkan kolagen, sehingga akan terjadilah demineralisasi enamel dan pada akhirnya menyebabkan terbentuknya suatu kavitas, dan akan terus berlanjut apabila terdapat 4 faktor pendukung yaitu host, waktu, substrat, dan mikroorganisme yang saling berhubungan dan membentuk sifat kariogenik.
Mekanisme terjadinya karies hingga terjadi penyakit pulpa gigi
Indikasi awal dari karies gigi adalah white spot pada email karena hilangnya kalsium. Asam menyebabkan terjadinya demineralisasi email. Pada tahap ini gigi masih dapat meremineralisasi yang dibantu oleh mineral dari saliva dan fluoride
Jika proses demineralisasi lebih besar daripada proses remineralisasi maka lesi akan terus berlanjut. Permukaan email gigi akan mengalami kerusakan. Jika terus berlanjut, maka akan terjadi kerusakan email yang permanen.
Jika tidak dilakukan perawatan karies akan berlanjut ke dentin. Ketika sub surface email terkikis maka permukaan akan collaps dan terbentuk kavitas. Pada karies ini bisa dilakukan restorasi dan pembersihan kavitas.
Jika terus berlanjut maka akan terjadi kerusakan pulpa. Bakteri akan invasi dan menginfeksi pulpa. Pembuluh darah dan saraf akan mati karena infeksi. Perawatan saluran akar merupakan cara untuk memperbaiki gigi pada kondisi ini.
Jika infeksi menyebar maka akan terbentuk abses (kumpulan pus) di sekitar apeks. Infeksi di daerah tersebut juga merusak tulang pendukung di sekitar gigi. Akan terjadi sakit yang memanjang terutama pada malam hari.
Jika infeksi tidak dapat dihentikan meskipun dengan perawatan saluran akar maka gigi akan tanggal atau lebih baik dilakukan ekstraksi.
Nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kelanjutan dari pulpitis irreversible yang dibiarkan dan tidak dilakukan perawatan. Karena tidak dilakukannya perawatan tersebut makan akan terjadi peradangan kronik menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan naiknya permeabilitas pembuluh darah. Aliran darah membawa sel-sel PMN dan cairan intistitial, yang menyebabkan terjadinya eksudat. Eksudat yang menumpuk akan menyebabkan tersumbatnya aliran darah dan akhirnya jaringan pulpa tidak medapatkan suplai darah jika keadan ini terjadi terus menerus akan terjadi kematian jaringan pulpa gigi atau yang disebut sebagai nekrosis pulpa.
Timbulnya rasa sakit
Terbukanya dentin membuat makanan masuk dan menekan tubuli dentin kemudian diterima oleh saraf trigeminal yang akan menyampaikan pesan sakit. Dengan adanya sisa makanan pada area rongga mulut, terutama yang mengandung glukosa. Glukosa yang terbentuk kemudian di pecah melalui mekanisme glikolisis menjadi asam piruvat, yang kemudian difermentasikan oleh bakteri Streptococcus mutans menjadi asam laktat yang akan menrunkan PH rongga mulut menjadi kurang dari 5,5 dengan turunya ph berarti rongga mulut menjadi asam dan lama kelamaan menjadi karies. Lalu, saat minum atau makan panas atau dingin terasa nyeri, karena karies tersebut sudah mencapai lebih dari ½ dentin, namun belum mencapai pulpa.. apabila karies sudah mencapai lebih dari ½ dentin, maka jika akan makan atau minum yang panas atau dingin akan terasa nyeri sesaat, lalu hilang. Dan tidak berlangsung lama.
Berdasarkan klasifikasinya, karies ada akut dan kronis. Akut apabila persebarannya cepat dan kronis apabila persebarannya lambat. Pada skenario, lubangnya sejak 1 tahun yang lalu, berarti kariesnya kronis. Lalu seminggu yang lalu, terjadi sakit yang spontan, yang berarti kariesnya akut.
Dilakukannya tes-tes tersebut adalah untuk mengetahu gigi bagia mana yang berlubang dan untuk mengetahui rencana perawatan selanjutnya. Tes tersebut juga bertujuan untuk mengetahui vitalitas dari gigi. Setelah dilakukan tes-tes tersebut barulah dilakukan rontgen sebagai pemeriksaan penunjang dalam menentukan perawatan dan penegakan diagnosa.
STEP 4
ETIOLOGI KARIESETIOLOGI KARIES
ETIOLOGI
KARIES
ETIOLOGI
KARIES
MEKANISMEKARIESMEKANISMEKARIES
MEKANISME
KARIES
MEKANISME
KARIES
KARIES SUPERFISIALKARIES SUPERFISIAL
KARIES
SUPERFISIAL
KARIES
SUPERFISIAL
KARIES MEDIAKARIES MEDIA
KARIES
MEDIA
KARIES
MEDIA
TIDAK DILAKUKAN PERAWATANTIDAK DILAKUKAN PERAWATAN
TIDAK DILAKUKAN PERAWATAN
TIDAK DILAKUKAN PERAWATAN
KARIES PROFUNDAKARIES PROFUNDA
KARIES
PROFUNDA
KARIES
PROFUNDA
RASANYERIRASANYERI
RASA
NYERI
RASA
NYERI
PULPITIS REVERSIBLEPULPITIS REVERSIBLE
PULPITIS REVERSIBLE
PULPITIS REVERSIBLE
PULPITIS IRREVERSIBLEPULPITIS IRREVERSIBLE
PULPITIS IRREVERSIBLE
PULPITIS IRREVERSIBLE
NEKROSIS PULPANEKROSIS PULPA
NEKROSIS
PULPA
NEKROSIS
PULPA
KELAINAN PERIAPIKALKELAINAN PERIAPIKAL
KELAINAN PERIAPIKAL
KELAINAN PERIAPIKAL
STEP 5
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan etiologi karies.
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi karies.
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan pathogenesis karies, pulpitis dan nekrosis.
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan perbedaan pulpitis reversible dan pulpitis irreversible
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan mekanisme timbulnya rasa nyeri
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan pada gigi yang terkena karies dan pulpitis.
STEP 7
Etiologi karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan (Harris and Christen, 1995). Demineralisasi dimulai dari permukaan gigi dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri (Harris and Christen, 1995)
Karies terjadi bukan disebabkan karena suatu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan menyatakan bahwa karies merupakan suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor waktu (Harris and Christen, 1995).
Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)
Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)
Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)
Host
Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan enamel yang terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan enamel. Enamel merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersifat rapuh dan memiliki struktur sangat tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta dapat mengalami kalsifikasi tinggi. Jika enamel pecah atau berlubang tidak dapat melakukan regenerasi karena tidak memiliki sel.
Kandungan bahan organik dan anorganik enamel dapat mempengaruh kerentanan permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat mengisi kurang lebih 97% bahan anorganik, apatit berperan terhadap penambahan resistensi enamel terhadap serangan asam, sedangkan karbohidrat dapat mengurangi resistensi terhadap serangan asam. 1% lainnya terdiri dari bahan organik yang tidak dapat larut air yaitu keratin, dan dapat larut air yaitu mukopolisakarida. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam proses terjadinya karies. Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya suatu karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah (Edwina A.M., 1991):
Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit bukal molar dan pit palatal insisif.
Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak
Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi ginginva karena penyakit periodontium.
Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies. Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali. Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah gusi. Cairan celah gusi ini mengandung antibody yang didapat dari serum yang spesifik terhadap S. mutans (Edwina A.M., 1991).
Mikroorganisme
Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut. Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari kumpulan mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri (Edwina A.M., 1991).
Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstras sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terterutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi memiliki konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Penebalan plak yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi saliva dalam menetralkan pH. Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan bakteri yang semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan tersedianya karbohidrat yang mudah meragi seperti sukrosa dan glukosa, menyebabkan pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi dan dimulai proses karies (Edwina A.M., 1991).
Substrat
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Edwina A.M., 1991).
Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan (demineralisasi) dan perbaikan (remineralisasi) yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Edwina A.M., 1991).
Faktor predisposisi
Oral hygiene
Anak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk memperhatikan perilaku oral hygiene sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak.Insidenskariesdapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur.Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.
Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran saliva, yang menyebabkan aktivitas karies meningkat.Dalam hal ini karies ditemukan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Xerostomia
Hiposalivasi dan gangguan fungsi saliva sangat mempengaruhi proses terjadinya demineralisasi gigi. Produksi dan aliran saliva yang rendah akan meningkatkan retensi bakteri penyebab karies, karena dalam saliva sendiri terdapat komponen antibacterial yang menghambat pembentukan bakteri kariogenik.
Sindrom Sjorgen
Merupakan penyakit kronis yang menyerang kelenjar eksokrin.Tanda tandanya adalah mata kering, mulut kering dan penyakit jaringan ikat dan kolagen. Disini akan dijumpai karies yang cepat menjalar dan infeksi Candida.
Tingkat social ekonomi
Weinstein (1998) menjelaskan pada dasarnya masyarakan yang memiliki tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi yang rendah cenderung mempunyai kesadaran akan kebersihan gigi dan mulut yang rendah pula. Hal tersebut juga didukung karena terbatasnya pengetahuan yang didapat serta terbatasnya keadaan ekonomi yang memungkinkan untuk tidak mengunjungi dokter gigi di waktu yang telah dianjurkan. Maka dari itu, peluang terserang karies akan lebih besar dibandingkan masyarakat yang mempunyai tingkat sosial dan ekonomi yang tinggi.
Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi akibat tidak terkontrolnya kadar gula darah yang menyebabkan kadar glukosa glukosa dalam saliva tinggi. Saliva dengan kadar glukosa tinggi menyebabkan peningkatan produksi asam melalui proses fermentasi oleh bakteri dalam mulut sehingga menyebabkan demineralilasi gigi.
Kalsifikasi karies
Klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya :
Karies primer : serangan karies pertama pada gigi.
Karies sekunder : karies yang terjadi pada tepi restorasi gigi dikarenakan permukaan yang kasar, pecahnya bagian-bagian gigi posterior yang memiliki kecenderungan karies karena sulit dibersihkan.
Klasifikasi berdasarkan cepat/ lambatnya penyebaran :
Karies akut : karies yang prosesnya berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar gigi geligi.
Karies kronis : karies yang prosesnya berjalan lambat dan meliputi beberapa gigi geligi.
Karies terhenti : karies yang lesinya tidak berkembang lagi, karena kemampuan remineralisasi lebih tinggi daripada demineralisasi.
Klasifikasi karies berdasarkan jumlah permukaan yang terkena :
Simple karies : karies yang telah mengenai 1 permukaan.
Compound karies : karies yang telah mengenai 2 permukaan.
Complex karies : karies yang telah mengenai lebih dari 2 pemukaan.
Klasifikasi berdasarkan cara meluasnya karies
Karies Penetriende: Karies yang meluas dari email kedentin dalam bentuk kerucut perluasannya secara penetrasi merembes ke dalam.
Karies Unterminirende. Karies yang meluas dari email ke dentindimana pada oklusal kecil tetapi di dalam email atau dentin sudah meluas
Klasifikasi berdasarkan dalamnya karies
Karies Superfisialis Karies yang baru mengenai lapisan email,tidak sampai dentin
Karies Media. Karies yang sudah mengenai dentin tetapi belummelebihi setengah dentin
Karies Profunda. Dimana karies sudah mengenai lebih setengahnya dentin dan kadang kadang sudah mengenai pulpa
Profunda pulpa terbuka: Bila pulpa sudah terbuka/ mengenai pulpa
Profunda pulpa tertutup: Bila karies belum mengenai pulpa
Kalsifikasi berdasarkan Lokasi Karies
Karies kelas I. Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar. Dapat juga terdapat ada anterior di foramen caecum.
Karies kelas II. Karies yang terdapat pada bagian aproximal dari gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian oklusal.
Karies kelas III. Karies yang terdapat pada bagian aproximal darigigi anterior tetapi belum mencapai margo incisal (belum mencapai1/3 incisal gigi).
Karies kelas IV. Karies yang terdapat pada bagian aproximal darigigi anterior dan sudah mencapai margo incisal (telah mencapai 1/3incisal gigi)
Karies kelas V. Karies yang terletak di cerviks gigi anterior maupun posterior (Robert, 2002).
Klasifikasi menurut G.J Mount and WR.Hume berdasarkan size atau ukuran.jika kavitas berkembang dari lesi bercak putih menjadi kavitas berlanjut sehingga menghancurkan mahkota gigi. Mahkota tersebut diklasifikasikan menjadi:
Size 0 : lesi dini
Size 1 : kavitas minimal, melibatkan dentin namun belum terjadi. Kavitas yang masih minim dapat dilakukan perawatan remineralisasi.
Size 2 : ukuran kavitas sedang, dimana masih terdapat struktur gigi cukup untuk dapat menyangga restorasi yang akan di tempatkan.
Size 3 : kavitas yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi kavitas di perluas agar restorasi dapat dipergunakan untuk melindungi struktur gigi yang tersesa dari keretakan atau bahkan patah.
Size 4 : sudah terjadi kehilangan sebagian besar struktur gigi seperti cups atau sudut insisial.
Karies bisa digolongkan bedasarkan keparahan atau kecepatan berkembangnya. Gigi dan permukaan gigi yang terkena bias berbeda-beda bergantung kepada keparahan karies yang dihadapi. Oleh karena itu karies disebut karies ringan jika yang terkena karies adalah daerah yang memang sangat rentan terhadap karies misalnya permukaan oklusal gigi molar permanen. Dikatakan moderat jika karies meliputi permukaan oklusal dan proksima gigi posterior, dan dikatakan parah jika karies telah menyerang gigi anterior, suatu daerah yang biasanya bebas karies. Karies rampan adalah nama yang diberikan kepada kerusakan yang meliputi beberapa gigi yang cepat sekali terjadi, seringkali meliputi permukaan gigi yang biasanya bebas karies. Keadaan inu terutama dapat dijumpai pada gigi sulung bayi yang selalu menghidap dot yang berisi larutan gula. Karies rampang dapat juga dijumpai pada gigi permanen remaja dan hal ini biasanya disebabkan oleh seringnya makan kudapan kariogenik dan minuman manis. Karies radiasi adalah karies yang terjadi pada pasien yang menerima radioterapi yang kurang mendapatkan fungsi perlindungan saliva. Karies ini muncul disepanjang tepi gingiva gigi dan dapat membuat gigi lemah begitu hebat sehingga mahkota gigi akan fraktur. Karies akar adalah gambaran yang mirip karies radiasi, tetapi tidak berhubungan dengan riwayat terapi radiasi. Sebagai gantinya, pasien ini biasanya mempunyai riwayat xerostomia. Karies akar berkembang lebih perlahan dibandingkan dengan karies radiasi karena xerostomia tidak begitu hebat (Robert P., 2013)
Patogenesis karies, pulpitis dan nekrosis pulpa
Patogenesis karies
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus mutans adalah karies gigi. Ada beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah mengkonsumsi sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Willett dkk., 1991; Ari, 2008).
Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolism glikolisis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH sampai batas tertentu sehingga dapat menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi mendorong kearah pembentukan suatu rongga atau lubang. Streptococcus mutans ini yang mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyl transferase diatas permukaannya yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk plak gigi. Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi (Willett dkk.,1991; Kidd dkk 1992 ; Kawai dan Urano, 2001; Samaranayake, 2002 ; Ari, 2008).
Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara glukan, dimana produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor virulensi yang penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan fruktosyl transferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat sukrosa yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan atau levan (Jawetz dkk., 1996; Kawai dan Urano, 2001; Regina, 2007). Koloni Streptococcus mutans yang ditutupi oleh glukan dapat menurunkan proteksi dan daya antibakteri saliva terhadap plak gigi (Regina, 2007).
Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga konsentrasi asam pada permukaan enamel meningkat. Asam akan melepaskan ion hidrogen yang bereaksi dengan kristal apatit dan merusak enamel, berpenetrasi lebih dalam ke dalam gigi sehingga kristal apatit menjadi tidak stabil dan larut (Carvalho dan Cury, 1999; Regina, 2007). Selanjutnya infiltrasi bakteri aciduric dan acidogenik pada dentin menyebabkan dekalsifikasi dentin yang dapat merusak gigi. Hal ini menyebabkan produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga menjadi asam dan kondisi ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus berlanjut (Regina, 2007). Perlekatan bakteri karena adanya reseptor dextran pada permukaan dinding sel, sehingga mempermudah interaksi intersel selama formasi plak. Dextran berhubungan dengan kariogenik alami bakteri (Regina, 2007). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang berkembang dalam suatu plak, yang virulensinya tergantung koloni dan produk-produk yang dihasilkan bakteri (Steinberg dan Eyal, 2001).
Tes mikrobiologi dipakai untuk penilaian karies, yaitu sampel air liur dapat digunakan untuk mengetahui jumlah koloni Streptococcus mutans dan Lactobacillus di dalam rongga mulut. Selanjutnya dikuantifikasi dan diekstrapolasi untuk memperoleh jumlah koloni bakteri tersebut dalam hitungan permililiter air liur yang disebut dengan CFU (colony forming unit) dan ditetapkan sebagai:
Aktifitas karies yang tinggi, jumlah koloni Streptococcus mutans > 106 /mL, sedangkan jumlah koloni Lactobacillus > 105 /mL.
Aktifitas karies yang rendah, jumlah koloni Streptococcus mutans< 105 /mL, sedangkan jumlah koloni Lactobacillus < 104 /mL (Samaranayake, 2002).
Etiologi dan Patogenesis pulpitis
Etiologi pulpitis
Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia (Walton, 2008)
Iritan mikroba.
Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, imfosit, dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis.
Iritan mekanik.
Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa. Preparasi kavitas mendekati pulpa dan dilakukan tanpa pendinginan sehingga jumlah dan diameter tubulus dentinalis akan meningkat. Pada daerah yang mendekati pulpa menyebabkan iritasi pulpa semakin meningkat oleh karena semakin banyak dentin yang terbuang. Pengaruh trauma yang disertai atau tanpa fraktur mahkota dan akar juga bisa menyebabkan kerusakan pulpa. Keparahan trauma dan derajat penutupan apeks merupakan faktor penting dalam perbaikan jaringan pulpa. Selain itu, aplikasi gaya yang melebihi batas toleransi fisiologis ligamentum periodontal pada perawatan ortodonsi akan mengakibatkan gangguan pada pasokan darah dan saraf jaringan pulpa. Scaling yang dalam dan kuretase juga bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan saraf di daerah apeks sehingga merusak jaringan pulpa.
Iritan kimia.
Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi, pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan inflamasi pada jaringan pulpa.
Patogenesis pulpitis
Pulpitis dapat terjadi karena bakteri maupun karena trauma yang menyebabkan terbukanya jaringan pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, imfosit, dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu virulensi bakteri, kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah tekanan intrapulpa, ketahanan pejamu, dan jumlah sirkulasi serta drainase limfe (Walton, 2008).
Bakteri bisa masuk ke dalam jaringan pulpa bisa melalui invasi langsung, karies, fraktur, melalui pembuluh darah maupun darah. Pada pulpitis reversible inflamasi yang terjadi berupa infalmasi ringan hingga sedang. Ketika pulpitis reversible dibiarkan dan tidak dilakukan perawatan akan menjadi pulpitis irreversible. Peradangan pada jaringan pulpa berbeda dengan peradangan di jaringan lainnya. Hal ini disebabkan oleh pulpa yang berada diantara dinding dentin yang rigid sehingga tidak bisa terjadi ekspansi. Saat terjadi inflamasi karena injury maka akan terjadi perubahan vaskuler termasuk vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah yang membawa PMN dan juga cairan instititial yang lama kelamaan akan menyebabkan terakumulasinya eksudat dalam jaringan. Karena jaringan pulpa yang tidak bisa berekspansi dan tidak adanya sirkulasi, menyebabkan terjadinya tekanan intrapupla yang dapat menekan ujung-ujung saraf dan bila keadaan tersebut terjadi terus menerus dapat menyebabkan nekrosis pulpa (Walton, 2008).
Patogenesis Nekrosis Pulpa
Seperti yang kita tahu, nekrosis pulpa berawal dari keradangan pada pulpa. Saat terjadi keradangan pada pulpa, mengakibatkan lepasnya sel-sel inflamasi dalam konsentrasi tinggi seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas vascular dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif di area iritasi pulpa. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral iniyang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa (Walton, 2008).
Perbedaan pulpitis reversible dan pulpitis irreversible
NO
PULPITIS REVERSIBLE
PULPITIS IRREVERSIBLE
1.
Definisi
Kondisi inflamasi pupa ringan sampai sedang yang di sebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan normal setelah stimuli ditiadakan.
Kondisi inflamasi pulpa yang persisten, yang disebabkan oleh stimui noksius.rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulusthermal dihilangkan.
2.
Penyebab
Trauma, syok thermal, dehidrasi kavitas dengan alcohol atau kloroform berlebihan, penempatan tumpatan amalgam baru yang berkontak atau beroklusi dengan suatu restorasi emas, stiumulus kimiawi, bakteri
Keterlibatan bacterial pulpa melalui karies, factor klinis, kimiawi, thermal, mekanis, memburuknya keadaan dari pulpitis reversible yang akan menjadi pulpitis irreversible
Mekanisme timbulnya rasa nyeri
Sekitar 80% saraf pulpa adalah serabut saraf tipe C dan sisanya adalah serabut saraf tipe A. Aktivasi serabut A dihubungkan dengan sensitivitas dentin. Lebih sukar dijelaskan karena tidak pernah ditemukan adanya hubungan langsung antara dentin perifer dan ujung saraf. Ada tiga teori yang menjelaskan mekanisme rasa nyeri pada kasus sensitivitas dentin, yaitu teori persarafan langsung dari dentin, teori persarafan odontoblas, dan teori hidrodinamik. Akan tetapi, teori hidrodinamik-lah yang paling dapat diterima dan dipertahankan dibandingkan teori lainnya.
Teori hidrodinamik mengatakan bahwa rasa nyeri terjadi akibat adanya pergerakan cairan di dalam tubulus dentin. Pergerakan cairan tubulus ini merupakan akibat dari rangsangan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan di dalam dentin sehingga mengaktifkan serabut saraf tipe A yang ada di sekeliling odontoblas dan di sepanjang prosesus odontoblas dalam tubulus dentin, yang kemudian direspon sebagai rasa nyeri. Aliran hidrodinamik ini akan meningkat bila ada pemicu, seperti perubahan temperatur (panas atau dingin), kelembapan (udara), dan tekanan osmotik atau tekanan yang terjadi pada gigi. Rangsangan dingin menyebabkan gerakan cairan ke luar (menjauhi pulpa) dan menghasilkan respon saraf lebih cepat dan besar, sedangkan rangsangan panas menyebabkan gerakan cairan ke arah dalam (mendekati pulpa). Hal ini dapat menjelaskan bahwa adanya respon yang cepat dan hebat terhadap rangsangan dingin dibandingkan dengan respon yang lambat terhadap rangsangan panas. Selain itu, perubahan tekanan osmotik juga dapat menimbulkan rasa nyeri karena cairan hipertonik (contohnya minuman manis) menyebabkan pergerakan cairan tubulus ke luar. Pergerakan cairan ini akan mengaktivasi serabut saraf A dan selanjutnya Serabut A delta menuju neuron nociceptor perifer trigeminal yang memiliki reseptor dan saluran ion. Ketika stimulus mengaktifkan nociceptor perifer trigeminal, sebuah potensial aksi dihasilkan yang menyebarkan panjang neuron dan melepaskan neurotransmitter dari sentral terminal, termasuk asam amino glutamat, neuropeptida, CGRP dan SP. Aktivasi CGRP mnyebabkan terjadinya aktivasi jalur sinyal intraseluler sehingga terjadi stimulasi Gs protein kinase A ( misalnya , Prostagland E2 (PGE2) atau aktivasi Gq dari protein kinase C ( misalnya , bradikinin ). Impuls menuju trigeminal kompleks diinterpretasikan ke korteks sebagai nyeri
Gambar 2. Ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit/nyeri Gambar 2. Ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit/nyeri
Gambar 2. Ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit/nyeri
Gambar 2. Ilustrasi mekanisme teori hidrodinamik yang diawali oleh adanya rangsangan terhadap syaraf intradental dan akhirnya menimbulkan rasa sakit/nyeri
Gambar 3. Mekanisme terjadinya nyeri pulpa menurut teori hidrodinamik akibat berbagai rangsangan (sentuhan, uap, panas, dingin dan manis)Gambar 3. Mekanisme terjadinya nyeri pulpa menurut teori hidrodinamik akibat berbagai rangsangan (sentuhan, uap, panas, dingin dan manis)
Gambar 3. Mekanisme terjadinya nyeri pulpa menurut teori hidrodinamik akibat berbagai rangsangan (sentuhan, uap, panas, dingin dan manis)
Gambar 3. Mekanisme terjadinya nyeri pulpa menurut teori hidrodinamik akibat berbagai rangsangan (sentuhan, uap, panas, dingin dan manis)
Sedangkan aktivasi serabut C dihubungkan dengan adanya injuri jaringan pulpa yang menyebabkan timbulnya mediator nyeri akibat proses inflamasi, misalnya prostaglandin, dan meningkatnya tekanan intrapulpa.
Ketika pulpa terkena injuri dan mengalami inflamasi, terjadilah vasodilatasi dan permeabilitas pembuluh darah pun meningkat. Reaksi vaskular ini menyebabkan terakumulasinya eksudat di dalam jaringan dan lama-kelamaan jaringan akan membengkak. Namun, karena jaringan pulpa terkurung dalam suatu ruangan yang dibatasi oleh dentin yang keras dan kaku, jaringan pulpa tidak bisa membengkak dengan bebas sehingga timbullah tekanan intrapulpa yang akan meningkat secara signifikan. Meningkatnya tekanan intrapulpa ini akan mengaktivasi serabut saraf C yang terdistribusi di dalam pulpa. Impuls yang menjalar dari serabut saraf C (injuri jaringan pulpa) ataupun dari saraf A (sensitivitas dentin). Neurotransmitter serat C menghasilkan glutamat dan SP yang masing-masing berperan pada post – sinaptik NMDA dan reseptor AMPA atau reseptor NK1. Serat sensorik dapat langsung mengaktifkan neuron WDR atau tidak langsung mengaktifkannya melalui kontak dengan rangsang interneuron . Beberapa jalur transduksi sinyal telah terlibat dalam modulasi respon dari proyeksi neuron, termasuk jalur protein kinase A ( PKA ) dan protein kinase C ( PKC ). Neuron proyeksi dapat memodulasi sendiri sel terdekat dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin ( PG ) melalui siklooksigenase ( COX ) dan oksida nitrat ( NO ) via nitrat oksida sintase ( NOS ). Sel mast dan basophil yang menyerang bakteri terjadi pelepasan mediator kimiawi histamin sehingga terjadi vasodilatasi. Permeabilitas vaskuler meningkat dan plasma keluar dari pembuluh darah kemudian terbentuklah eksudat. Karena eksudat diselubungi dentin yang keras, tekanan intrapulpa meningkat Selain tekanan intrapulpa, terdapat kininogen saat plasma keluar dari pembuluh darah. kininogen akan menghasilkan bradikinin yang turut serta dalam menimbulkan nyeri. Mediator kimiawi ini akan membawa impuls menuju trigeminal kompleks di medula, lalu diinterpretasikan ke korteks sebagai nyeri.
Injuri jaringan pulpa Sensitivitas dentin
Tekanan intrapulpa dan Teori hidrodinamik serta mediator kimia inflamasi
aktivasi serabut C aktivasi serabutA-δ
impuls menuju
pleksus Raschkow
impuls menjalar melalui batang saraf di daerah sentral pulpa
keluar melalui foramen apikal, menuju nervus trigeminal
melalui nervus trigeminal, impuls diteruskan
menuju trigeminal neural complex yang terletak di medulla
di medulla, impuls diolah
sebelum diteruskan ke korteks serebral
impuls sampai di korteks, diinterpretasikan menjadi RASA NYERI
Pemeriksaan dan tes pada gigi
a. Pemeriksaan Subjektif
Mengungkap riwayat sakit pada penderita
Mengarahkan pertanyaan-pertanyaan menjadi informasi diagnostic dengan menganamnesanya (tujuan penderita dating, lokasi gigi sakit yang mana, kapan pertama kali sakit, bagaimana rasa sakitnya, berapa lama rasa sakitnya, dan penyebab rasa sakit) (Grossman, 1995).
b. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Visual dan Taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan jaringan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan "three C's": Color, Contour, dan Consistency (warna, kontur, dan konsistensi) (Grossman, 1995).
Perkusi dan Palpasi
Perkusi dengan cara tepi insisal/oklusal gigi diketuk dengan ujung pegangan hand instrument. Dimulai dari gigi tetangga/gigi senama. Perkusi merupakan indikator yang baik keadaan periapikal. Respon yang positif menandakan adanya inflamasi periapikal. Bedakan intensitas rasa sakit dengan melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal atau respon positif yang disebabkan inflamasi ligamen periapikal, karena adanya peradangan pulpayang berlanjut ke apikal dan meluas mengenai jaringan penyangga. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Suatu responsensitif yang berbeda dari gigi disebelahnya, biasanya menunjukkan adanya periodontitis. Sering juga, arah pukulan harus diubah dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau lingual mahkota dan tiap bonjol dipukul dengan urutan berbeda. Akhirnya, sambil mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai rasa sakit gigi tertentu, klinisi akan memperoleh suatu respon yang lebih benar, bila pada waktu yang sama diperhatikan gerakan badan pasien, dan reflex respon rasa sakit. Reaksi : sakit karena rangsangan pada jaringan periodontal (Grossman, 1995).
Palpasi dilakukan jika dicurigai ada pembengakakan, dapat terjadi intraoral atau ekstra oral. Abses dalam mulut terlihat sebagai pembengkakan dibagianlabial dari gigi yang biasanya sudah non vital.Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringanuntuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting.Bila ada pembengkakan tentukan hal berikut(1) apakah jaringan fluktuan dan cukup membesar untuk insisi dan drainase;(2) adanya, intensitas dan lokasi rasa sakit; (3) adanya dan lokasi adenopati dan(4) adanya krepitasi tulang (Grossman, 1995).
Ekstra Oral
Pemeriksaan meliputi wajah yang simetris atau tidak dan pemeriksaan jaringan limfe (Grossman, 1995).
Intra Oral
Pemeriksaan pada daerah yang dikeluhkan (gigi) kemudian tes Jarum Miller untuk mendetekdi nonvital total atau sebagian (Grossman, 1995).
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Radiograf adalah salah satu alat klinis paling penting untuk menegakkan diagnosis. Tujuan memberikan gambaran radiografik dua dimensi dari suatu struktur tiga dimensi yang tidak mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang, untuk menunjukkan perbedaan kepadatan suatu objek, dan menunjukkan gambaran radiolusen dan radiopaque. Serta dapat melihat tidak ada resorbsi interna / eksterna, tidak ada kelainan periapikal dan tidak ada fraktur akar (Grossman, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Ari, W. N. 2008. Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana, Available from : http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans 31.pdf
Carvalho, A. S., and Cury, J.A. 1999. Fluoride Release from Some Dental Materials in Different Solutions, J Op Dent, 24, page 14-19.
Edwina A.M. Kidd dan Sally Joyston-Bechal. 1991. Dasar dasar karies. Alih Bahasa, Narlan Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta : EGC
Grossman, Louis I, et al.1995. Edodontic Practice eleventh edition . Alih bahasa, Rafiah Abiyono. Jakarta: EGC
Harris, N.O.,Christen., A.G., 1995. Primary Preventive Dentistry 4th edition. Connencticut Apletton & Lange 1-37.
Kawai, K., and Urano, M. 2001. Adherence of Plaque Component to Different Restorative Materials, J Op Dent, 26, page 396-400.
Kidd, A. M., Joyston., Bechal, S. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya, Penerjemah : Narlan Sumawinata, EGC, Jakarta.
Regina, R. A. 2007. The Effect of Mouthwash Containing Cetylpyrydinium Chloride on Salivary Level of Streptococcus mutans, J PDGI, 57(1), page 19-24.
Robert P. Langlais. Atlas bewarna lesi mulu yang sering ditemukan. Alih Bahasa, Titi Suta. Ed. 4. Jakarta : EGC, 2013.
Samaranayake L. Essentials microbiology for dentistry. 3rd ed. London: Elsevier, 2007: 268.
Steinberg, D., and Eyal, S. 2002. Early Formation of Streptococcus sobrinus Biofilm on Various Dental Restorative Materials, J of Dent (30), page 47- 51.
Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic). EGC, Jakarta.
Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endondonsia, edisi 3 (Alih Bahasa: drg. Narlan Sumawinata, SpKG). Jakarta: EGC.