Acara IV
ISOLASI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN Disusun Oleh : Maria Rosalia K 09.70.0055
Kelompok C7
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2010
1. PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN PUSTAKA
Isolasi adalah suatu cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat yang diinginkan. Untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat dilakukan isolasi mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada suatu media padat di dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga setiap sel akan tumbuh membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya. (Cappuccino & Sherman, 1983). Isolasi adalah suatu metode untuk memisahkan mikroorganisme dalam medium menjadi sel yang individu yang disiapkan untuk mendapatkan spesies tunggal. (Atlas, 1984). Pada prinsipnya percobaan isolasi dimulai dengan membuat suspensi bahan sebagai sumber mikrobia. Lalu suspensi tersebut dituangkan atau digoreskan (dengan menggunakan jarum ose steril) pada media yang sebelumnya telah disediakan terlebih dahulu. (Hadioetomo,1993). (Hadioetomo,1993).
Dalam pengertian mikrobiologi secara umum, mengisolasi artinya memisahkan suatu spesies mikroorganisme tertentu dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni ialah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Pengisolasian untuk mendapatkan biakan murni ini diperlukan, karena semua metode mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk penelaahan ciri-ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja (Hadioetomo, 1993). 1993).
Mikroorganisme yang diisolasi dapat berupa biakan murni, atau populasi campuran. Bila identifikasi ini tercemar, perlu dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Lazimnya, pemurnian dilakukan dengan suspensi mikrobia digoreskan pada media agar lempeng, agar miring, atau media cair. Sifat biakan dari suatu mikrobia tergantung pada penampilan pada berbagai media. Dalam praktikum mikrobiologi, isolasi mikrobia dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba dari bahan yang dikehendaki yang diisolasi pada suatu media selektif. Secara umum, untuk mendapatkan jamur dapat
1
1. PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN PUSTAKA
Isolasi adalah suatu cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat yang diinginkan. Untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat dilakukan isolasi mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada suatu media padat di dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga setiap sel akan tumbuh membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya. (Cappuccino & Sherman, 1983). Isolasi adalah suatu metode untuk memisahkan mikroorganisme dalam medium menjadi sel yang individu yang disiapkan untuk mendapatkan spesies tunggal. (Atlas, 1984). Pada prinsipnya percobaan isolasi dimulai dengan membuat suspensi bahan sebagai sumber mikrobia. Lalu suspensi tersebut dituangkan atau digoreskan (dengan menggunakan jarum ose steril) pada media yang sebelumnya telah disediakan terlebih dahulu. (Hadioetomo,1993). (Hadioetomo,1993).
Dalam pengertian mikrobiologi secara umum, mengisolasi artinya memisahkan suatu spesies mikroorganisme tertentu dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni ialah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Pengisolasian untuk mendapatkan biakan murni ini diperlukan, karena semua metode mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk penelaahan ciri-ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja (Hadioetomo, 1993). 1993).
Mikroorganisme yang diisolasi dapat berupa biakan murni, atau populasi campuran. Bila identifikasi ini tercemar, perlu dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Lazimnya, pemurnian dilakukan dengan suspensi mikrobia digoreskan pada media agar lempeng, agar miring, atau media cair. Sifat biakan dari suatu mikrobia tergantung pada penampilan pada berbagai media. Dalam praktikum mikrobiologi, isolasi mikrobia dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba dari bahan yang dikehendaki yang diisolasi pada suatu media selektif. Secara umum, untuk mendapatkan jamur dapat
1
2
digunakan media PDA sedangkan untuk menumbuhkan bakteri dan khamir dapat digunakan media NA (Lay, 1994).
Pertumbuhan mikroba hanya dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi lingkungannya sesuai. Kondisi fisik contohnya suhu dan struktur bahan. Sedangkan kondisi kimiawi untuk pertumbuhan ditentukan oleh komponen yang menyusun medium pertumbuhan seperti air, sumber karbon, sumber energi, sumber nitrogen, mineral, faktor pertumbuhan, maupun konsentrasi ion hidrogen (pH). Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Mikroba amat jarang
ditemukan
sebagai
spesies
tunggal
di
alam.
Untuk
mencirikan
dan
mengidentifikasi mikroorganisme harus dilakukan dengan cara memisahkan suatu spesies mikroorganisme tertentu dari mikroorganisme lain, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang sel-selnya sel-selnya berasal dari pembelahan satu sat u sel tunggal (Hadioetomo, 1993).
Tujuan dari pemerataan suspensi media dengan spatel agar mikrobia dapat tumbuh membentuk koloni secara rata dengan bentuk yang wajar sehingga mudah diamati dan dipelajari sifat-sifatnya. (Hadioetomo,1993). Prinsip dasar dari isolasi yaitu mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan membentuk koloni dengan karakter yang berbeda beda pula, meliputi ukuran, bentuk, warna, tekstur, bentuk koloni, permukaan, dan elevasi (Vancleave, 1991). Mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan membentuk koloni dengan sifat yang berbeda. Sifat-sifat tersebut antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur, permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak (Lay, 1994).
Pemindahan kultur adalah langkah pertama dan mendasar dalam proses pengkulturan. Salah satu hal mendasar adalah dipakai media untuk menumbuhkan mikroorganisme tersebut, umumnya media umum yaitu NA dan NB atau PDA. Ada tiga cara dalam melakukan pemindahan kultur, baik di dalam tabung reaksi maupun di dalam petridish, dan digunakan peralatan yang berbeda-beda untuk masing-masing teknik pemindahan kultur tersebut; ada yang menggunakan ose, ada pula yang memakai jarum dan ada pula yang menggunakan pipet. Untuk mendapatkan mikroba yang dapat ditumbuhkan dalam tabung reaksi maupun petridish, dapat dipakai beberapa sumber mikroba, seperti
3
makanan, mikroba yang telah dijadikan suspensi, ataupun koleksi mikroba yang telah diisolasi di dalam tabung reaksi (Hadioetomo, 1993).
Tujuan mengkulturkan adalah untuk mempelajari suatu kultur mikroorganisme tertentu. Dalam studi atau mempelajari mikroorganisme, maka diperlukan tiga langkah yang meliputi enumerasi, isolasi dan determinasi atau identifikasi, dan langkah terakhir disini merupakan cara untuk mengetahui ciri pertumbuhan yang bisa juga dijumpai dalam makanan sehari-hari. Salah satu tahap yang perlu diperhatikan adalah enumerasi atau perhitungan jumlah mikroorganisme baik secara langsung maupun tak langsung. Sebelum digunakan untuk studi yang meliputi beberapa tahap tersebut, namun pertamatama harus melakukan pemindahan kultur mikroorganisme ke dalam medium yang telah dibuat sebelumnya.(Trihendrokesowo, 1989).
Pada bagian agar tempat dimulainya goresan, populasi mikrobia biasanya terlalu pekat sehingga koloni akan berkumpul menjadi satu. Dengan semakin banyaknya goresan atau penyebaran yang dilakukan, akan semakin sedikit sel-sel yang terbawa oleh loop, sehingga setelah inkubasi akan terbentuk koloni-koloni secara terpisah. Satu koloni mungkin berasal dari satu sel atau beberapa sel tergantung dari tingkat penyebaran atau kemurnian kultur. Goresan dan pembiakan yang diulangi beberapa kali terhadap satu koloni yang tumbuh terpisah pada agar akan menghasilkan koloni-koloni yang berasal dari satu sel (Volk & Wheeler, 1993).
Pada
saat
mengambil
mikroba
dari
medium
padat
yang
telah
ditumbuhi
mikroorganisme, jarum ose tidak boleh menggores permukaan medium terlalu keras. Hal ini penting untuk diperhatikan supaya medium tidak ikut terambil dan tidak mengalami kesulitan pada saat menghitung jumlah mikrobanya. Teknik penggoresan pada agar atau medium padat dilakukan dengan satu kali gerakan yang makin lama goresannya makin tipis sehingga didapat hasil goresan garis yang berliku-liku (seperti ular) dan semua permukaannya dapat ditumbuhi mikroorganisme (Lay, 1994).
Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara as eptis. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak
4
dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar (Hadioetomo, 1993).
Cara aseptik yang harus dilakukan dalam pekerjaan mikrobiologi merupakan suatu cara kerja dimana terjadinya kontaminasi oleh mikrobia lain yang tidak dikehendaki dicegah semaksimum
mungkin,
sedangkan
mikrobia
yang
dikehendaki
dipertahankan
semaksimum mungkin. Untuk memindahkan sel-sel mikrobia dari satu medium ke medium lainnya digunakan suatu kawat yang diberi batang pemegang di bagian pangkalnya, yang disebut jarum ose atau loop. Loop harus dipijarkan sampai berwarna merah sesaat sebelum dan sesudah digunakan. Dengan cara ini, bagian jarum dari loop tersebut menjadi steril untuk sementara karena mikrobia yang ada pada permuaakn loop akan mati. Selama pemijaran, jarum ose harus dipegang sedemikian rupa di atas api sehingga seluruh ujung loop hingga bagian dekat tangkai pemegang menyala secara bersamaan. Sebelum digunakan untuk inokulasi, loop yang telah menyala harus didinginkan dalam waktu beberapa detik untuk mencegah kematian mikrobia yang akan diinokualsikan (Volk & Wheeler, 1993).
Untuk mendapatkan koloni yang terpisah sewaktu melakukan goresan harus memperhatikan: y
Gunakan ose yang telah dingin untuk menggores permukaan lempengan agar. Ose yang panas akan mematikan mikrobia, sehingga tidak terjadi pertumbuhan pada bekas goresan.
y
Sewaktu menggores, ose dibiarkan meluncur di atas permukaan lempengan agar yang luka akan mengganggu pertumbuhan mikrobia, sehingga sulit diperoleh koloni yang terpisah.
y
Ose harus dipijarkan setelah menggores suatu daerah, hal ini bertujuan mematikan mikrobia yang melekat pada mata ose dan mencegah pencemaran pada penggoresan berikutnya (Waluyo, 2004).
5
Agar miring merupakan salah satu bentuk medium yang digunakan untuk membiakkan mikrobia, terutama yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. Ciri-ciri kultur termasuk pembentukan warna dan bentuk pertumbuhannya dapat segera diamati pada agar miring. Agar miring dapat digunakan untuk menyimpan kultur dalam jangka waktu o
pendek di lemari es pada suhu 4 C. Penggunaan agar miring adalah untuk mendapatkan permukaan media yang lebih luas sehingga mikrobia yang tumbuh pada media ini semakin banyak dan jumlahnya tersebar sesuai dengan luas permukaan media agar miring (Cappucino & Sherman, 1983). Digunakan NA sebagai media cair yang dimiringkan karena NA berfungsi untuk memberikan keseimbangan kultur murni, selain itu dapat juga mnghasilkan permukaan yang luas untuk isolasi dan mempermudah dalam mempelajari yang tumbuh. Medium padat NA dan PDA ini miring dalam tabung reaksi yang apabila ditumbuhi oleh mikroorganisme maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh rata pada permukaan dan memudahkan kultur untuk dilakukan pemindahan (Schelgel & Schmidt, 1994).
Di dalam medium cair, mikrobia akan tumbuh dalam waktu 24-48 jam. Pertumbuhan mikrobia di dalam suatu medium cair dapat terlihat da lam berbagai bentuk misalnya : 1. Kekeruhan, yang biasanya terlihat pada seluruh ba gian medium. 2. Pertumbuhan pada permukaan yang dapat berbentuk pelikel, cincin, flokulen atau membran. 3. Sedimen / endapan, yaitu kumpulan sel-sel yang mengumpul pada dasar tabung dan akan menyebar lagi jika tabung digerakkan ata u dikocok (Volk & Wheeler, 1993).
Timbulnya kekeruhan dan terbentuknya endapan putih terjadi sebagai tanda pertumbuhan mikroorhanisme karena mikroba tidak menggerombol melainkan menyebar pada seluruh bagian dari medium. Lama kelamaan sebagian dari sel-sel yang menyebar tersebut mengendap di dasar tabung, sehingga terbentuklah endapan (Far diaz, 1992).
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk, ukuran, dan susunan suatu sel. Untuk mengindentifikasikan suatu jenis mikroorganisme dapat dilakukan berdasarkan ciri morfologinya (Lay, 1994). Morfologi adalah bagian dari ilmu biologi yang mempelajari
6
bentuk dan panampilan fisik lainnya dari makhluk hidup. Makhluk hidup ada yang bersel satu yaitu disebut mikroorganisme, dan dari sekian banyak mikroorganisme tersebut ada yang dapat tumbuh pada makanan, yaitu beberapa mikroorganisme dari golongan bakteri, jamur dan yeast. Disamping dapat tumbuh pada makanan sebagai perusak namun ada pula yang tumbuh pada makanan memang disengaja oleh manusia untuk membuat suatu bahan makanan menjadi suatu bentuk baru, dimana proses pengolahan makanan dengan mikroorganisme disebut fermentasi. Ada beberapa istilah yang sebenarnya perlu didefinisikan secara jelas, untuk membedakan pandangan manusia tentang jamur atau yeast. Jamur adalah fungi yang bertunas, sedangkan yeast adalah fungi yang tidak bertunas dan tidak bermiselium, ada istilah ragi yang sering digunakan orang untuk menyebut suatu bentuk seperti tepung dan berwarna putih serta tidak peduli apakah isi ragi itu jamur atau yeast. Dalam masyarakat Indonesia jamur sering disebut kapang dan yeast sering disebut khamir. (Volk & Wheeler, 1993).
Ada tiga golongan besar mikrobia yang dapat dikulturkan untuk berbagai tujuan dalam berbagai bidang. Golongan tersebut adalah : 1. Bakteri, memiliki ciri kultur sebagai berikut : membentuk film atau lapisan pada medium, menghasilkan lendir, menghasilkan bau tak sedap, dan tidak berwarna. Contohnya : Microccocaceae, Streptoccocaceae, Enterobacterium. 2. Yeast, memiliki ciri kultur sebagai berikut : ada yang berwarna merah atau bercak berwarna pada medium; ada yang membentuk film atau lapisan pada permukaan medium; umumnya kering dan berlendir; berwarna putih atau krem; umumnya kering, kecil, dan keriput; serta tidak berbau. Contohnya : Saccharomyces sp, Zygosaccharomyces, Phicia. 3. Jamur, memiliki ciri kultur sebagai berikut : seperti kapas namun berwarna putih atau keruh atau menghasilkan warna lainnya, loose atau lepas-lepas, fluffy atau berserabut atau berserat, ada pula yang kompak, warna pada miseliumnya, gelatinuous, tidak berbau. Contohnya : A spergillus sp., Penicillium, Mucor , Rhizopus (Bibiana, 1994).
Dengan adanya keberadaan mikroorganisme di sekitar kita, maka mikroorganisme itu juga dapat menguntungkan tetapi dapat juga merugikan, karena apa kita tahu bahwa
7
mikrobia dapat membuat makanan kita menjadi busuk, rusak, tengik, dll. Makanan itu dapat terkontaminasi oleh mikrobia karena dalam makanan mengandung banyak sekali nutrient, yang mana kita tahu bahwa suatu mikrobia dapat hidup dan berkembang bila terdapat nutrien, maka itu tidak heran bila makanan dapat mengalami pembusukan, karena makanan merupakan media yang bagus untuk dapat tumbuh suatu mikroorganisme (Winarno et al., 1980).
Jamur sangat menyukai suatu bahan yang mengandung banyak karbohidrat. Sebagaimana kita tahu bahwa pati ini adalah merupakan golongan polisakarida (de Man, 1989). Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang beserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika s pora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Jamur atau kapang adalah kelompok mikroba yang tergolong dalam fungi, yang merupakan suatu organisme eukariotik yang mempunyai ciri spesifik, antara lain: mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis, dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual, beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel yang mangandung selulosa dan kitin. Kapang merupakan fungi multiseluler pertumbuhan pada makanan dapat dilihat penampakannya yang berserabut seperti ka pas (Fardiaz, 1992).
Jamur merupakan suatu bentuk tak sejati, yaitu tidak memiliki akar, batang dan daun sejati, namun memiliki bentuk tersendiri yang disebut hifa yang tumbuh pada awal pertumbuhannya. Hifa ada tiga macam berdasarkan pertumbuhannya pada substrat atau media serta berdasarkan fungsinya dalam tubuh jamur, yaitu : y
Hifa vegetatif, yaitu hifa yang digunakan untuk pertumbuhan secara aseksual yaitu dengan menghasilkan spora aseksual, seperti konidiospora, sporangiospora, arthospora, klamidospora dan zoospora. Disamping itu hifa ini ditandai dengan pertumbuhannya, yaitu selalu berada di dalam substrat.
y
Hifa f ertile, yaitu hifa yang yang digunakan untuk reproduksi, yaitu menghasilkan spora, khususnya spora seksual yaitu ascospora, basidiospora, zigospora, dan oospora.
8
y
Hifa aerial , yaitu hifa yang tumbuh pada substrat, dimana selalu keluar ke permukaan substrat (Bibiana, 1994).
Disamping memiliki hifa, jamur membentuk pula miselium yang merupakan gabungan dari beberapa hifa tersebut, dan kemudian bisa pula membentuk koloni yang berupa yeast koloni dengan bentuk bulat, lonjong ada yang bertunas dan ada pula yang tidak bertunas, serta pada keadaan lingkungan mendukung akan membentuk spor seksual yaitru ascospora. Ada pula bentuk koloni berupa yeast like koloni, yang memiliki bentuk seperti yeast koloni namun memiliki suatu bentuk yang mirip hifa namun bukan hifa yang disebut pseudohifa. Dan terakhir umumnya membentuk filamentous koloni, yaitu berupa bentuk yang kasar, atau berserat. Jamur punya karakteristik umum pada makanan dan pada kultur, yaitu :
Seperti kapas namun berwarna putih atau keruh atau menghasilkan warna lainnya, misalnya A spergillus niger akan menunjukkan warna hitam, A spergillus candidus akan menunjukkan warna putih, dan pada A spergillus f lavus akan menunjukkan warna hijau kekuningan, dan lain sebagainya.
Loose atau lepas-lepas.
F lu ff y atau berserabut atau berserat.
Ada pula yang kompak.
Warna pada miseliumnya.
Gelatinuous.
Tidak berbau, tidak berlendir, tidak membentuk lapisan film di permukaan substrat.
Bila spora sudah matang akan menunjukkan warna.
Kering seperti serbuk, contohnya A spergillus parasiticus .
Memiliki serat yang biasanya putih na mun ada pula yang keruh atau gelap.
Ada yang memiliki bentuk lilin, seperti T .achoenleini.
Hifa umumnya tidak berwarna, atau jernih, ada yang bersepta ada pula yang tidak namun ada pula yang keruh atau berwarna, bila beberapa hifa makin membesar dan bergabung membentuk miselium, dan miselium inilah yang tampak menghasilkan warna pada jamur tertentu.
Punya bentuk khusus, seperti rhizoid atau bangun seperti akar pada Rhizopus, sel kaki pada A spergillus sp, dan lain sebagainya (Bibiana, 1994).
9
Pertumbuhan kapang mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Salah satu jenis kapang adalah A spergillus. A. niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar yang dipak secara padat, bulat, dan bewarna hitam, coklat-hitam atau ungu coklat. Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Adanya hifa dan konidia tipe radial warna hijau, merupakan bukti adanya A spergillus f lavus. Sedangkan warna hitam menunjukkan tumbuhnya jamur A spergillus niger (Fardiaz, 1992).
Pada morfologi A spergillus sp. yang merupakan golongan Pycetomycetes, terbentuk sel hifa, sel kaki bercabang yang membentuk hifa tegak lurus, serta ujungnya berupa gelembung. Dari gelembung tersebut keluar sterigma, dan pada sterigma tersebut tumbuh konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara berwarna kuning kehijauan. A spergillus sp merupakan jamur yang bersepta dan sel kakinya berwarna hijau, serta memiliki konidia berwarna hitam (Hadioetomo, 1993). A spergillus termasuk jenis spora konidiospora yang memiliki ciri: hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, koloni kompak, konidiofora septat atau non-septat, muncul dari ³ f oot cell´, konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam, dan beberapa species tumbuh baik pada suhu 37 rC
atau lebih
(Fardiaz, 1992).
Rhizopus sering disebut juga kapang roti karena sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti. Spesies Rhizopus yang umumnya ditemukan pada roti adalah R. stoloni f er dan R. nigricans . Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah mempunyai hifa nonaseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua, sporangofora tumbuh pada noda di mana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis bebentuk seperti cangkir, tidak mempunyai sporangiola, membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora, pertumbuhannya cepat, dan membentuk miselium seperti kapas (Fardiaz, 1992).
10
Bacillus termasuk bakteri pembentuk spora. Bentuk spora yang diproduksi oleh Bacillus bermacam-macam, tergantung dari spesiesnya. B. subtilis dan B.cereus memproduksi spora berbentuk silinder yang tidak membengkak. Sedangkan B. subtilis memproduksi spora yang langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 Q m (Fardiaz, 1992). Bakteri sukar untuk dilihat dengan mikroskop cahaya biasa karena bakteri itu tampak tidak bewarna, walaupun biakannya secara keseluruhan mungkin bewarna (Volk & Wheeler, 1993). Kenampakan koloni bakteri B.subtilis dengan warna putih ini merupakan kenampakan yang khas yang ditunjukkan oleh bakteri tersebut . Warna koloni ini dipengaruhi oleh pH, suhu, temperatur, dan oksigen yang bebas (Dwijoseputro, 1994).
Bakteri merupakan mikroorganisme ya ng menempati golongan prokariotik, karena tidak memiliki dinding inti yang jelas atau belum memiliki dinding inti yang sejati, sehingga semua bagian intinya tersebar di dalam sitoplasma secara bebas. Tetap memiliki faktor pembawa sifat yang tersimpan di dalam DNA yang berada di dalam kromosom namun tersebar luas dan bebas di dala m sitoplasma. Meskipun demikian bukannya tidak memiliki inti namun hanya saja tidak memiliki dinding inti yang jelas sehingga tampak tidak berinti sel. Beberapa sifat morfologi bakteri perlu diperhatikan karena pertumbuhannya di dalam makanan da n juga karena bakteri memiliki ketahana n cukup tingggi selama pengolahan dengan panas maupun dengan suhu dingin (Schlegel & Schmidt, 1994).
Beberapa sifat morfologi bakteri sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan
dan
perkembang
biakan
bakteri
tersebut
pada
makanan,
serta
ketahanannya terhadap pengolahan bahan pangan. Sifat-sifat tersebut, meliputi bentuk dan pengelompokan sel, susunan dinding sel, pembentukan kapsul, dan pembentukan endospora. Pada umumnya, bakteri mempunyai ukuran sel 0,5 ± 1,0 Q m x 2,0 ± 5,0 Q m, dan atas tiga bentuk dasar, yaitu bulat atau kokus, batang atau basilus, dan spiral (Fardiaz, 1992).
Saccharomyces cerevisiae digunakan dalam pembuatan roti, dan produksi alkohol, anggur, brem, gliserol, dan enzim invertase. Dalam industri alkohol dan anggur digunakan khamir, yaitu : (1) T op yeast , yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat,
11
0
tumbuh dengan cepat pada suhu 20 C, tumbuh secara menggerombol dan melepaskan CO2 dengan cepat sehingga mengakibatkan sel terapung pada permukaan. (2) Bottom yeast mempunyai suhu optimum fermentasi 10-15 0C, tidak hidup menggerombol dan tumbuh serta memproduksi CO 2 dengan lambat sehingga sel-sel akan mengumpul pada dasar tabung. Sel khamir yang termasuk jenis Saccharomyces sp mungkin berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin membentuk pseudomiselium, dengan permukaan yang halus. Reproduksi khamir ini dilakukan dengan cara pertunasan multipolar atau melalui pembentukan askospora. Askospora dapat terbentuk setelah terjadi konjugasi atau berasal dari sel diploid (Fardiaz, 1992).
Morfologi sel yeast terdiri dari kapsul, dinding sel, membran sitoplasma, nukleous, vakuola, mitokondria, globula lipida, dan sitoplasma (Fardiaz, 1992). Morfologi yeast yang perlu diamati sebenarnya hampir sama dengan bakteri, namun yeast bisa berkembang biak dengan banyak cara yaitu dengan pembelahan sel atau binary fission, pertunasan, spora baik seksual maupun aseksual. Perbedaan lainnya dari bakteri yaitu mengenai ukurannya, yeast lebih besar ukurannya dan bentuknya bermacam-macam ada yang bulat, oval, ogival, botol, lemon, batang, pseudomiselium yaitu seperti miselium pada jamur namun bukan miselium sebenarnya. Yeast punya beberapa sifat umum, yaitu :
Tidak berfilamen
Uniseluler
Sebagai pembusuk makanan atau untuk fermentasi
Sedangkan karateristik kulturnya adalah :
Pada medium cair bisa mebentuk beberapa bentuk seperti memberikan warna keruh dan ada endapan, bisa pula membentuk pelikel cincin atau pelikel berupa garis melingkar putus-putus, pelikel yang tumbuh pada permukaan serta bisa pula membentuk pelikel yang berbentuk seperti kulit.
Pada medium padat biasanya membentuk koloni dengan garis melingkar atau garis radial, namun selain koloni juga dapat diamati tepian koloni, ada yang rata atau halus, ada yang bergelombang, ada yang menggelembung, ada yang bergerigi dan ada pula yang tampak berambut.
12
Bila masih muda biasanya lembek, namun selanjutnya akan menjadi bentuk yang kecil namun berkerut.
Berlendir namun kering, bila bakteri hanya berlendir dan tidak kering.
Umumnya berwarna putih atau terkadang krem, sehingga dalam pengamatan perlu dilakukan pewarnaan khusus untuk melihat bagian tertentu, yaitu anilin untuk melihat seluruh sel, besi hemosiklin untuk melihat inti sel, tinta india untuk melihat kapsulanya saja, kalium iodida untuk melihat granula pati dan glikogen, merah netral untuk melihat granula metakromik dan vakuola, merah sudan dan hitam sudan untuk melihat granula lemak, zink chlorida iodium untuk melihat selulosa pada dinding sel, dan plochroma biru metilen untuk melihat nukleoprotein pada tubuh yeast.
Untuk mengamati morfologi yeast bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan mikroskop biasa, dengan menggunakan mikroskop biasa namun sudah melalui pewarnaan tertentu, dengan mikroskop elektron namun dinding sel telah dipisahkan dari selnya, dan terakhir dengan menggunakan mikroskop elektron untuk mengamati 1 potongan tipis sel yeast. (Shclegel dan Schmidt, 1994).
Bentuk pertumbuhan mikroba, dapat dibedakan menjadi beberapa, berdasarkan cara melihatnya. Yaitu bentuk pertumbuhan mikroba pada permukaan, terdiri dari bentuk cincin, folikel, filiform, ekinulat, vilous, dll. Bentuk pertumbuhan koloni mikrobia berdasarkan penonjolannya adalah datar, timbul, konveks, gunung, umbonat, berbukit, dan tumbuh ke dalam media. Bentuk dari pinggir meliputi halus, bergelombang, lobat, tidak teratur, siliat, benang, rambut, wool dan bercabang. Sedangkan bentuk dari atas mencakup bulat, konsentrik, filamen, kompleks, rhizoid, filiform, permukaan kusut, bulat dengan tepi timbul dan menyebar dengan tidak teratur (Fardiaz, 1992).
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mamae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena komposisi nutrisinya ideal untuk pertumbuhan mikrobia (Winarno, 1994). Karena air susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan bahkan air susu yang dipasteurisasi pun tidak steril, suhu dingin untuk menghambat pertumbuhan bakteri
13
merupakan sesuatu yang perlu. Bakteri coli f ormis anaerob dan beberapa khamir mungkin memproduksi gas dan cita rasa ya ng tidak dikehendaki dalam air susu (Volk & Wheeler, 1993).
Kerusakan protein pada susu terjadi karena hidrolisis protein oleh mikrobia proteolitik menyebabkan perubahan tekstur pada produk. Terutama disebabkan oleh koagulasi dan likuifikasi protein sehingga mempercepat pembusukan serta terjadinya penghancuran protein struktural seperti kolagen dan elastin. Kerusakan lemak menyebabkan ketengikan, timbul rasa asam, bersabun, dan perubahan bau. Hal ini dikarenakan lemak mengalami hidrolisis oleh enzim lipase, terutama Streptococcus lactis (Winarno et al.,1980).
Bakteri asam laktat mempunyai sifat mampu memfermentasi gula menjadi asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi seperti fermentasi sayuran, susu, dan ikan. Selain itu, bakteri asam laktat juga sering menyebabkan kebusukan asam pada beberapa makanan seperti susu. Yang termasuk bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus , Streptococcus, Leuconostoc,
dan Pediococcus (Fardiaz,
1992).
Warna
koloni
merupakan sifat yang penting yang diperlukan untuk dapat menentukan identifikasi dari suatu spesies yang dapat diamati. Warna koloni bakteri Lactobacillus adalah putih. Mikroorganisme pada umumnya tidak bersifat kromogenetik namun menampilkan warna putih (Dwidjoseputro, 1994).
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui manfaat dan cara melakukan isolasi, mengetahui cara mengidentifikasi mikroorganisme yang tumbuh, mengetahui cara melakukan pemindahan kultur mikroba, mengetahui faktor-faktor dan ciri-ciri pertumbuhan mikrobia, mengetahui bentuk-bentuk koloni mikrobia, mengetahui ciri genus dari mikrobia yang diisolasi, mengetahui penyebab dan jenis mikrobia yang mengkontaminasi, mengetahui mikroorganisme yang tumbuh pada roti busuk dan susu basi, serta mengetahui kenampakan mikroorganisme pada media dan bahan pangan.
2. MATERI METODE 2.1. MATERI 2.1.1. Alat
Peralatan yang dipakai dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, jarum ose, bunsen, korek api.
2.1.2.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah media PDA, NA, MEA, PG Y, Bacillus subtilis, A spergillus niger , A spergillus tereus, Saccharomyces cereviceae, roti berjamur, susu segar dan susu basi.
2.2. METODE 2.2.1. Isolasi
Sampel susu segar, susu basi, roti berjamur, dan media PDA dan NA steril disiapkan. Isolasi dilakukan dengan cara as eptis, tangan disterilkan dengan alkohol terlebih dahulu, kemudian meja yang digunakan untuk praktikum juga dibersihkan dengan alkohol. Lalu jarum ose dipijarkan sampai bewarna merah pada seluruh bagiannya agar steril. Lalu tabung reaksi berisi media steril yang berupa agar miring dipegang dengan tangan kiri, tutup tabung dibuka (tutup tabung tetap dipegang, jangan diletakkan diatas meja karena akan menyebabkan kontaminasi pada tutup tabung). Setelah itu mulut tabung dipanaskan sebentar di atas api. Kemudian sampel susu segar diambil sedikit dengan menggunakan jarum ose. Lalu digoreskan secara zig-zag pada permukaan agar miring. Mulut dan tutup tabung kemudian dipanaskan lagi lalu ditutup. Jarum ose juga dipanaskan sampai berpijar seluruhnya baru kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi alkohol. Kemudian diinkubasi selama 3 hari, diamati perubahan yang terjadi, digambar, dan diberi keterangan meliputi bentuk pertumbuhan, bentuk tumbuh dari atas, bentuk tumbuh dari pinggir, serta bentuk penonjolan. Percobaan ini diulangi dengan menggunakan susu basi dan roti berjamur sebagai sampelnya.
2.2.2. Pemindahan kultur
Kultur berisi Bacillus subtilis, A spergillus niger , Penicillium digitatum, Saccharomyces cerevisiae, tabung reaksi berisi larutan garam fisiologis, serta media PDA, NA, MEA
14
15
dan PGY steril disiapkan. Pemindahan kultur dilakukan dengan cara aseptik, tangan disterilkan dengan alkohol terlebih dahulu. Lalu tabung reaksi berisi kultur Bacillus subtilis dipegang dengan tangan kiri, tutup tabung dibuka (tutup tabung jangan diletakkan diatas meja karena akan menyebabkan kontaminasi pada tutup tabung). Setelah itu mulut tabung dipanaskan sebentar di atas api. Kemudian larutan garam fisiologi dimasukkan ke dalamnya. Jarum ose dipijarkan sampai bewarna merah pada seluruh bagiannya agar steril. Kemudian kultur Bacillus subtilis digores dengan menggunakan jarum ose, dengan hati-hati tanpa merusak media agar. Setelah mulut dan tutup tabung dipanaskan sebentar, tabung berisi larutan kultur dituangkan ke dalam tabung reaksi kosong bekas larutan garam fisologis, kemudian mulut tabung dipanaskan sebentar dan ditutup kembali dengan kapas. Media NA yang akan digunakan untuk membiakkan mikrobia diambil. Tutup dibuka dan mulut tabung dipanaskan sebentar. Lalu jarum ose dicelupkan sedikit ke dalam larutan kultur dan digoreskan secara zig-zag pada permukaan media NA. Mulut dan tutup tabung reaksi media NA kemudian dipanaskan lagi lalu ditutup. Jarum ose juga dipanaskan hingga berwarna merah kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi alkohol. Kemudian diinkubasikan selama 3 hari, diamati perubahan yang terjadi, digambar, dan diberi keterangan meliputi warna, bentuk dari atas, bentuk dari pinggir, serta bentuk koloni. Percobaan ini diulang dengan menggunakan kultur A spergillus niger pada media PDA yang merupakan agar miring, menggunakan kultur Penicillium digitatum pada media MEA yang merupakan agar miring dan kultur Saccharomyces cerevisiae pada media PGY yang berupa media tegak yang berbentuk cair.
3.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Isolasi Kelompok
Bahan
C1
Roti (PDA)
C2
Roti (PDA)
C3
Roti (PDA)
C4
Roti (PDA)
C5
Susu (NA)
C6
Susu (NA)
C7
Susu (NA)
Gambar
Bentuk pertumbuhan
16
Bentuk tumbuh atas
Bentuk tumbuh pinggir
Bentuk penonjolan
17
Susu (NA)
C8
Pada tabel 1. diatas diperoleh bahwa pada kelompok 1 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh pinggir siliat dan bentuk penonjolan timbul; pada kelompok 2 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh pinggir siliat dan bentuk
penonjolan
timbul;
pada
kelompok
3
(Roti)
media
PDA,
bentuk
pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas kompleks, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan konveks; pada kelompok 4 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas filiform, bentuk tumbuh pinggir siliat dan bentuk penonjolan tumbuh ke dalam media; pada kelompok 5 (Susu basi) media NA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan datar; pada kelompok 6 (Susu basi) media NA, bentuk pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas filiform, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan tumbuh ke dalam media; pada kelompok 7 (Susu segar) media NA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh
atas bulat, bentuk tumbuh
pinggir halus dan bentuk penonjolan timbul; pada kelompok 8 (Susu segar) media NA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh
pinggir
halus dan bentuk penonjolan timbul.
Tabel 2. Pemindahan Kultur Kelompok
Bahan
C1
Bacillus subtilis
C2
Bacillus subtilis
Gambar
Bentuk pertumbuhan
Bentuk tumbuh atas
Bentuk tumbuh pinggir
Bentuk penonjolan
18
C
Asperg ill s ni ger
C4
Asperg ill s ni ger
C5
Asperg ill s t ereus
C6
Aperg ill us t ereus
C7
Saccharomyces cerevi siae
C8
Saccharomyces cerevi siae
Pada tabel 2. diatas di eroleh bahwa pada kelompok 1 Bacill ( us subtili s) media NA, bent k per t mbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk halus dan bentuk penon jolan datar dengan warna putih; pada kelompok 2 (Bacill us subtili s) media NA, bentuk per tumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh
pinggir
halus dan bentuk penon jolan datar dengan warna putih; pada kelompok 3 (Asperg ill us ni ger ) media PDA, bentuk per tumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas f ilamen, bentuk tumbuh
pinggir siliat dan bentuk penon jolan konveks dengan warna hitam; pada
kelompok 4 ( Asperg ill us ni ger ) media PDA, bentuk per tumbuhannya efus, bentuk
19
tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh
pinggir siliat dan bentuk penonjolan konveks
dengan warna hitam; pada kelompok 5 ( A spergillus tereus) media MEA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas bulat tapi berserabut, bentuk tumbuh pinggir wool dan bentuk penonjolan konveks dengan warna kemerahan; pada kelompok 6 ( A spergillus tereus) media MEA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas bulat tapi berserabut, bentuk tumbuh
pinggir wool dan bentuk penonjolan konveks
dengan warna kemerahan; pada kelompok 7 (Saccharomyces cerevisiae) media PGY, bentuk pertumbuhannya flokulen dengan garis-garis abu-abu di permukaan; pada kelompok 8 (Saccharomyces cerevisiae) media PGY, bentuk pertumbuhannya pelikel garis-garis abu-abu di permukaan.
4. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan dua percobaan yaitu isolasi dan pemindahan kultur. Isolasi adalah suatu cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat yang diinginkan. Menurut Cappuccino & Sherman (1983), untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat dilakukan isolasi mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada suatu media padat di dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga setiap sel akan tumbuh membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya. Menurut Hadioetomo (1993), pada prinsipnya percobaan isolasi dimulai dengan membuat suspensi bahan sebagai sumber mikrobia. Lalu suspensi tersebut dituangkan atau digoreskan (dengan menggunakan jarum ose steril) pada media yang sebelumnya telah disediakan terlebih dahulu. Sedangkan pemindahan kultur adalah suatu pemindahan mikrobia dalam biakan murni ke media lain yang baru. Tujuan mengkulturkan adalah untuk mempelajari suatu kultur mikroorganisme tertentu. Menurut Trihendrokesowo (1989), dalam studi atau mempelajari mikroorganisme, maka diperlukan tiga langkah yang meliputi enumerasi, isolasi dan determinasi atau identifikasi, dan langkah terakhir disini merupakan cara untuk mengetahui ciri pertumbuhan yang bisa juga dijumpai dala m makanan sehar ihari. Salah satu tahap yang perlu diperhatikan adalah enumerasi atau perhitungan jumlah mikroorganisme baik secara langsung maupun tak langsung. Sebelum digunakan untuk studi yang meliputi beberapa tahap tersebut, namun pertama-tama harus melakukan pemindahan kultur mikroorganisme ke dalam medium yang telah dibuat sebelumnya.
4.1. Isolasi
Pada percobaan ini dilakukan isolasi dan identifikasi mikroba pada roti busuk, susu basi dan susu segar. Media NA digunakan untuk isolasi mikroba pada roti busuk dan media PDA digunakan untuk isolasi mikroba pada susu basi dan susu segar. Media NA dan PDA yang digunakan pada percobaan ini termasuk agar miring. Agar miring merupakan salah satu bentuk medium yang digunakan untuk membiakkan mikrobia, terutama yang bersifat aerobik dan anaerobik. Penggunaan agar miring ini bertujuan untuk mendapatkan permukaan media yang lebih luas sehingga mikrobia yang tumbuh pada
20
21
media ini akan semakin banyak. Selain itu, menurut Cappuccino & Sherman (1983) dengan adanya agar miring ini maka ciri dari kultur termasuk pembentukan warna serta bentuk pertumbuhannya lebih mudah untuk diamati. Penggunaan media perlu diperhatikan dengan cermat, karena media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang ditumbuhkan di dalam media tersebut. Menurut Fardiaz (1992), Nutrient agar (NA) cocok digunakan untuk identifikasi bakteri, Potato Dextrose A gar (PDA) cocok digunakan untuk identifikasi kapa ng. Menurut Schegel & Schmidt (1994), PDA ( Potato Dextrose A gar ) kandungan aslinya adalah ekstrak kentang. Medium tempat kapang ini tumbuh dapat dikatakan telah sesuai, sebab PDA memiliki kandungan ekstrak kentang yang komposisi nutrisinya hampir serupa dengan komposisi roti. Oleh sebab itu kapang pada roti dapat tumbuh pada medium ini. Media adalah tempat tumbuh dari suatu jenis mikroorganisme. Peppler & Perlman (1979) juga menambahkan bahwa media sebagai larutan yang mengandung nutrien yang dibutuhkan oleh mikrobia untuk pertumbuhan mikroba. Pada percobaan, suspensi yang ada pada ose
diinokulasikan
secara
merata
pada
media
agar
miring
dengan
cara
menggoreskannya secara zig-zag. Langkah pemerataan ini adalah untuk membentuk koloni mikroorganisme yang banyak dan merata sehingga memudahkan pengamatan yang dilakukan untuk identifikasi. Menurut Hadioetomo (1993), tujuan dari pemerataan suspensi media dengan spatel agar mikrobia dapat tumbuh membentuk koloni secara rata dengan bentuk yang wajar sehingga mudah diamati dan dipelajari sifat-sifatnya.
Pada percobaan ini diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu dengan bahan roti busuk pada kelompok 1 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh
pinggir siliat dan bentuk penonjolan timbul, koloni
menggerombol berhubungan, serta berwarna merah; pada kelompok 2 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh pinggir siliat dan bentuk penonjolan timbul, koloni menggerombol berhubungan, serta berwarna hitam; pada kelompok 3 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas kompleks, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan konveks, koloni menggerombol berhubungan, serta berwarna merah; pada kelompok 4 (Roti) media PDA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas filiform, bentuk tumbuh
pinggir siliat dan bentuk penonjolan tumbuh ke dalam media, koloni
22
menggerombol berhubungan, serta berwarna hijau. Berdasarkan ciri-ciri mikroba tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mikroba yang ada pada roti adalah sejenis jamur karena memiliki bentuk koloni yang berserabut dan menggerombol berhubungan. Jamur terdiri dari suatu thallus ya ng tersusun dari filamen bercabang yang disebut hifa, sedangkan koloni jamur yang merupakan massa hifa disebut miselium. Maka benarlah pernyataan Lay (1994), jamur mempunyai hifa yang tersusun dari filamen yang bercabang dan merupakan satu sel dengan satu inti terdiri dari dinding sel dan sitoplasma, pada umumnya hifa mempunyai ketebalan s 5 mikron. Hal serupa juga diungkapkan oleh Bibiana (1994), bahwa jamur, memiliki ciri kultur sebagai berikut : seperti kapas namun berwarna putih atau keruh atau menghasilkan warna lainnya, loose atau lepas-lepas, f lu ff y atau berserabut atau berserat, ada pula yang kompak, warna pada miseliumnya, gelatinuous, tidak berbau. Contohnya : A spergillus sp, Penicillium, Mucor , Rhizopus.
Salah satu indikasi pada jamur yang paling mudah diamati adalah berdasarkan warnanya, dari percobaan diperoleh kelompok 1 dan 3 jamur berwarna merah, kelompok 2 jamur berwarna hitam, dan pada kelompok 4 jamur berwarna putih sedikit kehijauan. Menurut Fardiaz (1992), mikroorganisme yang menunjukkan ciri-ciri, warnanya putih orange, bentuk koloninya f ilamentous, bentuk permukaannya halus, elevasinya flat, dan teksturnya kering menunjukkan adanya jamur golongan Neurospora. Ini karena miselium jamur orange panjang dan tumbuh bebas di permukaan, memiliki tekstur fisik halus dan berserabut, tumbuhnya pada tape busuk dan memiliki pigmen berwarna orange merupakan ciri-ciri dari jamur Neurospora sitophila atau disebut juga Monilia sitophila. Maka dari penyataan-pertanyaan tersebut, kemungkinan besar jamur yang tumbuh pada roti kelompok 1 dan 3, yang berwarna merah merupakan jamur dari spesies Neurospora sitophila. Menurut Fardiaz (1992) pula, kapang (jamur) yang sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti termasuk ke dalam jenis Rhizopus. Rhizopus sering disebut juga kapang roti karena sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti. Rhizopus oligosporus karena Rhizopus oligosporus adalah jamur non septa. Bentuk koloninya termasuk dalam kategori plumose atau berbulu halus. Rhizopus adalah jamur yang menghasilkan miselia non septa. Jay (1986) juga menambahkan, bahwa sporanya dihasilkan dalam sporangia
23
dan biasanya berwarna gelap. Hal serupa diungkapkan juga oleh Capuccino & Sherman (1983), bahwa Rhizopus oligosporus setelah diinkubasi akan tampak seperti kapas pada permukaan agar, warnanya gradasi hitam dan putih, ada bundaran warna hitam. Sehingga berdasar pernyataan tersebut, maka kemungkinan besar jamur yang tumbuh pada kelompok 2 adalah Rhizopus oligosporus. Menurut Frazier & Westhoff (1988) pada jamur Rhizopus stoloni f er sering dijumpai tumbuh pada roti dengan miselium berbentuk kapas dan berwarna putih. Selain Rhizopus stoloni f er , khamir dengan spesies Endomycopsis f ibuligera dan T richosporon variable juga dapat menyebabkan bintik bintik putih seperti kapur pada roti. Namun kasus seperti ini adalah kasus yang tidak umum terjadi. Selain warna-warna tadi, Frazier & Westhoff (1988) juga menambahkan jika roti ditumbuhi oleh Penicillium expansum atau Penicillium stoloni f erum, maka pada roti akan tampak warna hijau yang berasal dari spora Penicillium tersebut. Sehingga kemungkinan besar jamur pada kelompok 4 berasal dari spesies Rhizopus stoloni f er atau Penicillium sp. Perbedaan pengamatan bentuk pertumbuhan, bentuk tumbuh dari atas bentuk tumbuh dari pinggir dan bentuk penonjolan disebabkan karena kesalahan/ keterbatasam praktikan dalam mengamati morfologi mikroba.
Dan pada bahan susu basi, diperoleh kelompok 5 (Susu basi) media NA, bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan datar dengan warna putih; pada kelompok 6 (Susu basi) media NA, bentuk pertumbuhannya filiform, bentuk tumbuh atas filiform, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan tumbuh ke dalam media dengan warna putih kemerahan. Sedangkan pada bahan susu segar, diperoleh kelompok 7 (Susu segar) media NA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan timbul dengan warna putih; pada kelompok 8 (Susu segar) media NA, bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk tumbuh pinggir halus dan bentuk penonjolan timbul dengan warna putih. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, rata-rata untuk mikrobia dalam susu yang rusak menunjukkan warna mikrobia putih, bentuk koloni yang bergerombol, bentuk dari atas bulat, bentuk dari pinggir halus, bentuk penonjolan datar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Timotius (1982), yang mengatakan bahwa bentuk dari mikroba di susu adalah halus, datar dan bulat. Pada hasil pengamatan ini, dapat disimpulkan bahwa pada
24
susu busuk ini, mikroba yang tumbuh didalamnya termasuk golongan bakteri. Hal ini dapat dibuktikan pula dari bentuk susu busuk yang berlendir dan berbau busuk. Menurut Bibiana (1994), bakteri memiliki ciri kultur yaitu membentuk film atau lapisan pada medium, menghasilkan lendir, menghasilkan bau tidak sedap, serta tidak berwarna. Menurut Dwidjoseputro (1994), yang mengatakan bahwa warna koloni bakteri Lactobacillus adalah putih. Mikroorganisme pada umumnya tidak bersifat kromogenetik namun menampilkan warna putih. Menurut Volk & Wheeler (1993) pula bakteri yang paling banyak menyusun flora normal air susu tergolong dalam suku Lactobacillaceae
seperti L.casei, L.brevis, L.acidophillus.
Bakteri-bakteri
itu
memfermentasi karbohidrat dalam air susu untuk membentuk asam (terutama asam laktat), jadi menurunkan pH air susu. Apabila pH menurun hingga 4,5 makan kasein dalam air susu menjadi mengumpal dan terjadi endapan gumpalan. Juga karena terbentuknya asam ini air susu terasa asam. Air susu mengandung protein, karbihidrat, lemak, vitamin, dan mineral dan mempunyai pH sekitar 6,8 tidaklah mengherankan bahwa di samping merupakan makanan yang sangat baik bagi manusia juga merupakan medium pertumbuhan yang sangat baik bagi mikroorganisme. Selain itu, bakteri asam laktat juga sering menyebabkan kebusukan asam pada beberapa makanan seperti susu. Yang termasuk bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus , Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus (Fardiaz, 1992). Maka berdasarkan hasil pengamatan dan pernyataan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bakteri yang tumbuh termasuk dalam golongan Lactobacillus .
4.2. Pemindahan Kultur
Pemindahan kultur ini digunakan kultur Bacillus subtilis dengan media NA berwujud agar miring, A spergillus niger dengan media PDA berwujud agar miring, A spergillus tereus dengan media MEA berwujud agar miring, dan Saccharomyces cereviceae dengan media PGY berwujud agar cair. Penggunaan media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang ditumbuhkan di dalam media tersebut. Menurut Fardiaz (1992), media Nutrient agar cocok digunakan untuk bakteri, media PDA ( Potato Dextrose A gar ) dan MEA ( Malt Extract A gar ) cocok digunakan untuk kapang, dan media PGY ( Pepton Glucose Yeast) yang cocok untuk khamir. Media adalah tempat tumbuh dari suatu jenis mikroorganisme. Media menurut Peppler & Perlman (1979)
25
juga diartikan sebagai larutan yang mengandung nutrien yang dibutuhkan oleh mikrobia untuk pertumbuhan. Sehingga kultur diatas dapat dikelompokkan sebagai berikut bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis, kapang yang digunakan adalah A spergillus niger dan A spergillus tereus, dan khamir yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae.
Pertama-tama dilakukan pengambilan kultur dalam tabung reaksi dengan menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan. Kemudian dilakukan pengolesan terhadap media dalam tabung reaksi yang telah disediakan, menurut Lay (1994) langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati saat mengoleskannya supaya tidak menggores atau merusak media dan media tidak ikut terambil sehingga tidak mengalami kesulitan pada saat menentukan morfologi mikrobanya. Setelah itu media yang sudah dioles kultur diinkubasikan. Saat melakukan semua proses diatas juga harus aseptis. Hal ini sesuai dengan teori Hadioetomo (1993) yang menyatakan bahwa suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar. Dalam percobaan ini, dilakukan pemindahan kultur dengan teknik spread plate . Menurut Fardiaz (1992), cara pemindahan kultur dari sumbernya ke dalam medium yang telah disiapkan, dapat dilakukan dengan teknik spread plate, yaitu pertama dengan mengambil kultur mikrobia dari dalam sumber mikrobia yang telah disiapkan; dengan cara menggoreskan atau mencelupkan ose ke dalam sumber mikrobia tersebut secara aseptis. Kemudian jarum ose digoreskan di dalam tabung reaksi dari bawah ke atas secara zig zag secara aseptis. Lalu tabung reaksi tersebut ditutup dengan kapas. Setelah selesai ose dipanaskan lagi diatas bunsen.
Dari hasil percobaan kelompok 1 dan 2 yang menggunakan kultur Bacillus subtilis, diperoleh hasil yang sama, yaitu bentuk pertumbuhannya beaded, bentuk tumbuh atas bulat, bentuk halus dan bentuk penonjolan datar dengan warna putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lay (1994) yang mengatakan bahwa bentuk B. subtilis adalah halus,
26
datar dan ekinulat. Bakteri mempunyai ukuran sel 0,5 ± 1,0 Q m x 2,0 ± 5,0 Q m, dan atas tiga bentuk dasar, yaitu bulat atau kokus, batang atau basilus, dan spiral. Adapun menurut Timotius (1982) tiga bentuk dasar sel bakteri adalah batang (baccil), bulat (coccus), dan lengkung (koma, vibrion, dan spiral). Sedangkan bentuk bakteri yang paling banyak dikenal adalah bentuk batang dan bulat. Selain itu, warna putih kuning keputihan yang ditimbulkan sesuai dengan teori dari Dwijoseputro (1994), yang mengatakan bahwa kenampakan koloni bakteri B.subtilis dengan warna putih ini merupakan kenampakan yang khas yang ditunjukkan oleh bakteri tersebut. Warna koloni ini dipengaruhi oleh pH, suhu, temperatur, dan oksigen yang bebas. Sedangkan perbedaan bentuk yang dilihat dari atas dapat disebabkan karena perbedaan cara pengolesan kultur pada media yang dilakukan oleh praktikan.
Pada pemindahan kultur kelompok 3 dan 4 yang menggunakan kultur A spergillus niger , diperoleh bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh atas filamen, bentuk tumbuh pinggir siliat dan bentuk penonjolan konveks dengan warna hitam. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa adanya hifa dan konidia tipe radial dan warna hitam merupakan ciri-ciri tumbuhnya jamur A spergillus niger. Kapang adalah kelompok mikrobia yang tergolong dalam fungi, dan merupakan fungi multiseluler yang mempunyai filamen, serta pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakan yang berserabut seperti benang kapas. Fardiaz (1992) menambahkan sifatsifat morfologi kapang, baik penampakan makroskopik maupun mikroskopik, sering digunakan dalam identifikasi dan klasifikasi kapang. Hadioetomo, (1993) juga menyatakan pada morfologi A spergillus sp. yang merupakan golongan Pycetomycetes, terbentuk sel hifa, sel kaki bercabang yang membentuk hifa tegak lurus, serta ujungnya berupa gelembung. Dari gelembung tersebut keluar sterigma, dan pada sterigma tersebut tumbuh konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara berwarna kuning kehijauan. Dari hasil pengamatan morfologi A spergillus sp, tampak bahwa A spergillus sp merupakan jamur yang bersepta dan sel kakinya berwarna hijau, serta memiliki konidia berwarna hitam.
Pada pemindahan kultur kelompok 5 dan 6 yang menggunakan kultur A spergillus tereus, diperoleh hasil yang sama, yaitu bentuk pertumbuhannya efus, bentuk tumbuh
27
atas bulat tapi berserabut, bentuk tumbuh pinggir wool dan bentuk penonjolan konveks dengan warna kemerahan. Ciri-ciri spesifik A spergillus menurut Fardiaz (1992) adalah sebagai berikut : hifanya berseptat dan miseliumnya bercabang, biasanya tidak berwarna, yang terdapat di permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas permukaan umumnya merupakan hifa f ertile, koloni kompak, kondiofora septet atau nonseptat, muncul dari ³foot cell´ (yaitu miselium yang membengkok dan berdinding tebal), kondiofornya membengkak menjadi visikel pada ujungnya dan membentuk sterigmata dimana tumbuh konodia, sterigmata biasanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna, konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam dan beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 370C atau lebih. Adapun ciriciri spesifik A. terreus adalah hamper mempunyai kesamaan yaitu kapang tersebut dapat mencapai pertumbuhan permulaan setelah 3 ± 5 hari pada media agar miring, spora aseksualnya diproduksi dalam jumlah banyak yang menyebar di permukaan media agar, sporanya berukuran kecil dan ringan, koloninya kompak serta tahan terhadap keadaan kering. Kumpulan spora A. terreus berwarna coklat krem sedangkan strain FNOC 6040 sporanya berwarna coklat kekuningan. Sehingga mungkin warna merah yang dimaksud praktikan adalah warna coklat krem yang merupakan kumpulan spora A spergillus terreus.
Pada pemindahan kultur kelompok 7 dan 8 yang menggunakan kultur Saccharomyces cerevisiae, diperoleh pada kelompok 7 bentuk pertumbuhannya flokulen dengan garisgaris abu-abu di permukaan dan kelompok 8 bentuk pertumbuhannya pelikel dengan garis-garis abu-abu di permukaan. Kedua hasil dari percobaan ini menunjukkan warna keruh dan ada endapan di dasar tabung. Menurut Fardiaz (1992) timbulnya kekeruhan dan terbentuknya endapan putih di dasar tabung disebabkan karena sel-sel Saccharomyces cerevisiae tidak menggerombol melainkan menyebar pada seluruh bagian dari medium pada tabung reaksi. Lama kela maan sebagian dari s el-sel yang menyebar tersebut mengendap di dasar tabung, sehingga terbentuklah endapan di dasar tabung yang berwarna putih. Selain itu, juga menurut Shclegel dan Schmidt (1994) bahwa pada medium cair bisa membentuk beberapa bentuk seperti memberikan warna keruh dan ada endapan, bisa pula membentuk pelikel cincin atau pelikel berupa garis melingkar putus-putus, pelikel yang tumbuh pada permukaan serta bisa pula
28
membentuk pelikel yang berbentuk seperti kulit. Dalam hasil pengamatan ditentukan bentuk permukaannya adalah flokulen. Dari situ juga dapat disimpulkan bahwa bentuk permukaan dari Saccharomyces cerevisiae seharusnya adalah flokulen, karena adanya kekeruhan dan juga bintik-bintik putih. Cappucino & Sherman (1983) menyatakan bila pada media cair yang diberi mikrobia terdapat bintik-bintik putih serta terjadi kekeruhan, berarti bentuk permukaannya adalah flokulen. Kesalahan identifikasi padaa kelompok 8 dikarenakan keterbatasan praktikan dalam menentukan jenis morfologi mikroba pada saat pengamatan. Selain itu menurut Volk & Wheeler (1993), pada medium cair, pertumbuhan organisme yang ada didalamnya akan ditunjukkan dengan adanya endapan yang ditimbulkan setela h 24 hingga 48 jam.
5. KESIMPULAN y
Isolasi mikroorganisme dalam bahan pangan bertujuan untuk memisahkan suatu mikroorganisme dari mikroorganisme yang lain.
y
Teknik penggoresan pada agar atau medium padat dilakukan dengan satu kali gerakan yang makin lama goresannya makin tipis sehingga didapat hasil goresan garis yang berliku-liku (seperti ular) dan semua permukaannya dapat ditumbuhi mikroorganisme.
y
Tujuan mengkulturkan adalah untuk mempelajari suatu kultur mikroorganisme tertentu.
y
Dalam proses pemindahan kultur dan isolasi dalam menggoreskan kultur pada media, harus aseptis agar tidak terkontaminasi mikroorganisme lain.
y
Pada
saat
mengambil
mikroba
dari
media
padat
yang
telah
ditumbuhi
mikroorganisme, ose tidak boleh menggores permukaan media terlalu keras supaya media tidak ikut terambil dan tidak mengalami kesulitan pada saat menghitung jumlah mikrobanya y
Mikrobia yang terdapat pada roti yang telah membusuk merupakan jenis kapang atau jamur yaitu Rhizopus oligosporus yang berwarna hitam, Penicillium sp. yang berwarna hijau, dan Neurospora sithopila yang berwarna merah.
y
Mikrobia yang tumbuh pada susu yang telah membusuk adalah bakteri yaitu Lactobaccilus, dibuktikan dari warna kulturnya yang berwarna putih.
y Baccilus subtilis merupakan salah satu jenis bakteri yang berwarna putih dan
memiliki spora yang langsing sehingga terlihat datar. y A spergillus niger memiliki konidia yang berwarna hitam dan merupakan jenis dari
jamur yang bersepta dan sel kakinya berwarna hijau, memiliki miselium yang bercabang, koloninya kompak, serta muncul dari ³ f oot cel ´. y
Pertumbuhan mikroba Saccharomyces cerivisae pada media cair ditandai dengan timbulnya kekeruhan dan adanya endapan pada bagian dasar tabung reaksi.
Semarang, 19 Mei 2010 Praktikan,
Asisten Dosen : - Nikita F. - Ruth Monalisa - Emanuel Jeffry
Maria Rosalia
29
6. DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. (1984). Microbiology: Fundamentals and Applications. MacMillan Publishing Company. New York. Bibiana, W.L. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Cappucino, J. G. & N. Sherman. (1983). Microbiology: A Laboratory Manual. AddisonWesley Publishing Company. Massachusetts. de Man, M J. (1989). Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Uta ma. Jakarta.
Frazier, W. C. & D. C. Westhoff. (1988). Food Microbiology 4 th edition. McGraw-Hill Book Company. New York. Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Schlegel H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gajahmada University Press. Yogyakarta. Trihendrokesowo. (1989). Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Vancleave, J.P. (1991). Gembira Bermain dengan Biologi. Pemprint. Jakarta.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
30
31
Winarno, F.G; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia. Jakarta.