Daftar Isi
BAB I
Latar Belakang................................................................................................................1
Rumusan Masalah...........................................................................................................2
Tujuan.............................................................................................................................2
Manfaat...........................................................................................................................2
BAB II
Kajian Pustaka
BAB III
Jenis Penelitian................................................................................................................2
Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................................................2
Subyek/Sasaran...............................................................................................................2
Alat dan Bahan................................................................................................................2
Variabel...........................................................................................................................2
Prosedur..........................................................................................................................2
BAB IV
Hasil................................................................................................................................2
Pembahasan.....................................................................................................................2
BAB V
Simpulan.........................................................................................................................2
Saran...............................................................................................................................2
Daftar Pustaka
Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM PRODUKTIVITAS PRIMER
MATA KULIAH EKOLOGI UMUM
Kelompok 06
Mar'atus Solikhah 14030244009
May Roidatun Nisa' 14030244020
Anis Sulizah 14030244022
Isnaini Amanah Firdaus 14030244030
Universitas Negeri Surabaya
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Biologi
Program Studi Biologi
2016
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB II
Kajian Pustaka
Produktivitas Primer
Semua kehidupan secara langsung maupun tidak bergantung terhadap produktivitas primer. Produktivitas primer adalah hasil produksi bahan-bahan organik dengan memanfaatkan karbondioksida dari atmosfer maupun laut melalui proses fotosintesis (sebagian kecil) melalui kemosintetis. Organisme yang bertanggungjawab atas keberlangsungan fotosintesis yaitu autotrof, bagian terpenting dari rantai makanan (Sukresno dan Suniada, 2008).
Dalam konsep produktivitas, dikenal istilah produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat organik dalam jaringan tumbuhan, termasuk yang digunakan dalam respirasi sedangkan produktivitas primer bersih adalah laju produksi primer zat organik setelah digunakan untuk respirasi (Nybakken, 1988).
Pengukuran secara langsung terhadap produktivitas primer di laut telah dimulai tahun 1952 dengan metode 14C. Metode tersebut kurang efisien mengingat luas wilayah perairan dunia tidak terhingga. Adanya perhitungan produktivitas primer secara global lebih efisien menggunakan perhitungan matematika yang secara kuantitatif menghubungkan klorofil permukaan dan produktivitas primer (Behfereld dan Fawkolsky, 1997). Pengukuran dengan metode oksigen dilakukan dengan cara mengukur perubahan kandungan oksigen dalam botol terang dan gelap yang berisi sampel air setelah disinari dalam jangka waktu tertentu. Dalam botol terang terjadi proses fotosintesis dan respirasi, sedangkan dalam botol gelap hanya terjadi respirasi. Dengan asumsi bahwa respirasi dalam kedua botol tersebut sama, maka perbedaan kandungan oksigen pada botol gelap dan terang pada akhir percobaan menunjukkan produktivitas primer kotor. Perbedaan antara kandungan oksigen pada botol terang dan botol awal yang tidak diinkubasi menunjukkan produktivitas bersih dalam satuan oksigen per satuan waktu. Produktivitas dalam satuan karbon kemudian dapat dijabarkan dengan menggunakan faktor konversi (Boyd, 1982).
Fungsi produktivitas primer daalm suatu ekosistem merupakan suatu sistem, dimana satu parameter tidak bisa lepas dari parameter lain. Parameter-parameter tersebut menurut Widowati (2004) terbagi atas:
Suhu permukaan air
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan dan kehidupan organisme. Suhu optimal untuk pertumbuhan organisme pada umumnya berkisar antara 27-290C. Organisme akan tetap hidup baik meskipun suhunya melewati suhu optimum. Pengaruh suhu air terhadap metabolisme kultivan dan berdampak langsung pada kelarutan oksigen.
Muatan Padatan Terseuspensi
MPT berasal dari zat organik dan anorganik. Komponen organik terdiri atas fitoplankton, zooplankton, bakteri dan organisme renik lainnya. Sedangkan kekeruhan yang disebakan detritus akan mengganggu pernafasan. MPT berpengaruh pada penetrasi cahaya matahari sehingga mempengaruhi kualitas air karena keberlangsungan produktivitas primer linear dengan intensitas cahaya matahari yang mencukupi.
pH
pH yang digunakan pada kolam ikan sebaiknya cenderung agak basa. pH optimum bagi kehidupan udang windu dan ikan bandeng adalah 8,5 – 9 (Kordi, 1997). pH yang terlalu rendah akan menurunkan berat kultivan, sedangkan pH yang terlalu tinggi akan meningkatkan racun amonia dalam perairan (Cholik, 1988). Pendapat serupa dikemukakan oleh Ahmad et al (1998) bahwa pH optimum kehidupan ikan bandeng adalah 6,5 – 9 sedangkan pada pH 4-5 tidak ada reproduksi dari organisme dan pH 11 merupakan titik mati alkalis. Secara umum pH termasuk faktor yang berpengaruh langsung terhadap perairan, dimana pengaruhnya berhubungan langsung pada metabolisme organisme (Gerking, 1978).
Tabel 1. Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perairan (Efendi, 2003)
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme dimana faktor ini selalu menjadi faktor pembatas utama dalam kolam budidaya. Kelarutan oksigen dalam air digunakan sebagai respirasi organisme dan dekomposisi bahan organik dalam perairan. Kelarutan oksigen diperoleh dari difusi air dan hasil fotosintesis. Kadar oksigen yang sesuai dengan organisme perairan adalah 5-8 ppm (Cholik, 1988). Ahmad et al (1998) juga mengatakan bahwa kisaran oksigen yang diperlukan oleh ika diatas 5 ppm. Perubahan DO menyebabkan perubahan kondisi lingkungan sehingga mengubah pengaturan metabolisme tubuh secara langsung, sehingga DO dimasukkan sebagai faktor langsung (Gerking, 1978). DO juga dikategorikan sebagai faktor pembatas yang penting, dimana tanoa ketersediaan oksigen terlarut dalam air, kehidupan organisme tidak berlangsung.
Tabel 2. Kriteria Kualitas Air berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut (Liaw, 1969)
Salinitas
Salinitas sangat berpengaruh dalam proses osmoregulasi organisme perairan. Salinitas yang terlalu tinggi dan rendah dapat mengakibatkan terganggunya tekanan osmotik kultivan. Gerking (1978) mengatakan bahwa perubahan salinitas digolongkan sebagai perubahan yang mendasar bagi metabolisme organisme. Salinitas optimum bagi kehidupan ikan adalah 15-33 (Kordi, 1997).
Nitrat dan Phosphat
Nitrogen merupakan nutrien penting dalam perairan. Nutrien ini digunakan dalam beberapa proses seperti fotosintesis, sintesis protein, penyusun gen dan pertumbuhan organisme (Oktora, 2000). Hal yang sama dikemukakan oleh Asih (2002) bahwa nitrogen merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan oleh fitoplankton dalam melaksanakan fotosintesis.
Phospat merupakan salah satu unsur potensial dalam pembentukan protein dan metabolisme sel. Asih (2002) mengatakan bahwa kandungan ortopohosphat yang terlarut dalam air dapat menunjukkan kesuburan perairan. Perairan dengan kadar phospat yang baik mengandung lebih dari 0,05 ppm. Hukum Liebeg's mengatakan bahwa pertumbuhan dibatasi oleh nutrien yang dibutuhkan.
Tabel 3. Klasifikasi Kesuburan Orthofosfat dan Nitrat (Liaw, 1969)
Klorofil a
Klorofil memiliki rumus CHONM dengan atom Mg sebagai pusatnya. Tiga macam klorofil yang umum dalam tubuh tumbuhan adalah klorofil a, b dan c. Klorofil a merupakan pigmen yang paling banyak ditemukan dalam fitoplankton dan memiliki peran dalam fotosintesis (Asih, 2002). Sehingga nilai klorofil a berhubungan erat dengan produktivitas primer perairan.
Plankton
Menurut jenisnya plankton terbagi menjadi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme renik yang dapat berfotosintesis karena mengandung klorofil. Fitoplankton berperan sebagai penghasil oksigen dan sumber makanan bagi zooplankton. Karena itu dalam jumlah yang tepat fitoplankton berperan penting dalam produktivitas primer perairan.
Tahap pertama adalah penyerapan energi cahaya oleh berbagai pigmen fotosintesis yang berperan pada karakter warna fitoplankton (Barnes dan Hughes, 1988). Perubahan intensitas cahaya pada perairan laut dapat terjadi dengan bertambahnya kedalaman perairan yang berakibat terhadap besarnya produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton pada tiap kedalaman perairan laut. Sudut datangnya cahaya matahari bergantung kepada waktu, demikian pula dengan perubahan pada setiap jamnya. Oleh sebab itu produktivitas primer fitoplankton sangat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam satu perairan demikan pula dari satu perairan ke perairan lainnya (Kaswadji et al., 1993).
Produktivitas Total
Dalam konsep produktivitas, dikenal istilah produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat organik dalam jaringan tumbuhan, termasuk yang digunakan dalam respirasi sedangkan produktivitas primer bersih adalah laju produksi primer zat organik setelah digunakan untuk respirasi. Produktivitas primer kotor inilah yang memiliki nama lain 'asimilasi atau produktivitas total' (Nybakken, 1988). Perhitungan produktivitas primer kotor dapat melalui penjumlahan dari kadar fotosintesis dan respirasi yang didapatkan.
Kadar Fotosintesis pada Ekosistem Air
Proses fotosintesis di dalam perairan hanya dapat berlangsung bila ada cahaya sampai pada kedalaman tertentu dimana fitoplankton berada. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam perairan bergantung kepada absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografi dan musim (Nybakken, 1988). Hasil fotosintesis yang cukup besar diperoleh dari lapisan permukaan sampai kedalaman dengan nilai intensitas cahaya kurang lebih tinggal 1% dari yang ada dipermukaan, dianmakan zona eufotik (Andriani, 1999). Zona di bawah dari zona tersebut adalah kedalaman kompensasi (titik kompensasi) dimaana intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya yang ada di permukaan yang mempunyai laju fotosintesis lebih kecil dari respirasi.
Cahaya matahari merupakan gabungan cahaya dengan panjang gelombang dan spektrum yang berbeda-beda. Nybakken (1988) menyatakan daya tembus masing-masing cahaya berbeda. Cahaya merah dan oranye dengan panjang gelombang lebih tinggi memiliki daya tembus relatif lebih rendah dibandingkan dengancahaya hijau maupun biru yang memiliki panjang gelombang lebih rendah. Walaupun daya tembus cahaya cukup dalam namun intensitas cahayanya menurun seiring dengan penambahan kedalaman. Terdapat suatu daerah yang walaupun intensitas cahayanya rendah namun proses fotosintesis tetap berjalan secara lambat.
Gambar 1. Sebaran Vertikal Cahaya pada Suatu Kolam Air
Menurut Baksir (1999), hubungan antara intensitas cahaya dengan laju fotosintesis fitoplankton dapat dijelaskan sebagai berikut:
Laju fotosintesis mempunyai hubungan yang linier hanya dengan cahaya yang rendah
Pada intensitas tertentu, laju fotosintesis akan mencapai maksimum
Intensitas cahaya yang terlampau kuat akan menyebabkan laju fotosintesis terhambat
Titik kompensasi adalah intensitas dimana laju fotosintesis sama dengan laju respirasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka sebaran vertikal fotosintesis fitoplankton dalam hubungannya dengan intensitas cahaya akan terlihat:
a). Laju fotosintesis di permukaan adalah kecil karena pengaruh sinar matahari yang terlampau kuat
b). Semakin dalam kolam perairan, laju fotosintesis semakin meningkat sampai mencapai titik maksimal
c). Di bawah titik maksimal, laju fotosintesis akan berkurang secara proporsional terhadap intensitas cahaya
d). Laju fotosintesis akan bersifat positif jika nilainya lebih besar dari respirasi
Kadar Respirasi pada Ekosistem Air
Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh tumbuhan air (termasuk di dalamnya fitoplankton), dan biota perairan lain dalam proses respirasi, serta mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Penggunaan oksigen di perairan untuk respirasi plankton dan mikroorganisme perairan lainnya mencapai 72%, pada ikan hanya tersedia 22% dan 2,9% digunakan untuk respirasi organisme dasar perairan serta sisanya 3,1% dilepas ke udara (Andriani, 1999).
Proses respirasi berlangsung sepanjang hari baik siang maupun malam hari. Proses respirasi juga berlangsung di seluruh lapisan perairan, sehingga pada lapisan eufotik kadar oksigen cenderung melimpah dibandingkan lapisan di bawahnya. Titik kedalaman terjadinya konsumsi oksigen dalam proses respirasi sama dengan produksi melalui proses fotosintesis disebut kedalaman kompensasi (Widiyastuti, 2004).
BAB III
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan eksperimental.
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : 11.45-14.00 WIB
Tempat : Stasiun 10, seberang Masjid Baitul Makmur UNESA Ketintang
Gambar 2. Lokasi Denah Penelitian Kadar DO
Subyek/Sasaran
Subjek praktikum produktivitas primer adalah kadar DO yang terdapat di stasiun 10 Busem UNESA Ketintang.
Alat dan Bahan
Alat :
Botol Winkler gelap 2 buah
Botol Winkler terang 2 buah
Tali rafia 1 gulungan
Erlenmeyer 250 ml 1 buah
Pipet tetes 1 buah
Pipet ukur 5 ml 4 buah
Buret 1 buah
Statif dan klem 1 buah
Bahan :
Larutan MnSO4 6 ml
Larutan KOH- KI 6 ml
Larutan H2SO4 pekat 6 ml
Larutan Amilum 1% 3 ml
Larutan Na2S2O3 0,025 N secukupnya
Sampel air 300 ml
Variabel
Variabel manipulasi : Volume penambahan larutan Na2S2O3
Variabel kontrol : jenis Botol Winkler (terang dan gelap), lama perendaman botol Winkler, volume penambahan larutan MnSO4, KOH- KI, H2SO4 pekat dan Amilum 1%
Variabel respon : nilai produktivitas primer pada Botol Winkler terang dan gelap.
Prosedur
Pengambilan sampel air dan peletakan botol sampel.
Mengambil sampel air dengan menggunakan botol Winkler gelap dan terang di sekitar permukaan air. Ditutup masing- masing botol sewaktu di dalam air.
Mengikat satu botol gelap dan satu botol terang dengan tali rafia pada kedalaman permukaan dan satu pasang botol pada sekitar bagian air diikatkan tali rafia yang sama yang dipakai untuk mengikat satu pasang botol sebelumnya tali rafia pada bagian atas yang digantungkan pada tiang, sehingga kedua pasang botol yang diikat rafia dapat masuk ke badan air sesuai dengan kedalaman.
Pemeriksaan kadar oksigen terlarut.
Memeriksa kadar oksigendari botol terang dan botol gelap sesuai dengan kedalaman sebelum perlakuan.
Penguukuran kadar oksigen dengan metode Winkler.
Membuka botol Winkler, airair hasil tampungan diberi tampungan diberi MnSO4 sebanyak 2 ml dengan menggunakan pipet ukur dengan ujung pipet dibaah permukaan air, sehingga tidak menimbulkan gelembung.
Menambahkan 2 ml KOH- KI dengan cara yang sama.
Menutup botol Winkler kembali dengan membolak- balikkan selama 5 menit.
Membiarkan selama 10 menit agar terjadi pengikatan oksigen terlarut dengan sempurna dengan ditandai rtimbulnya endapan di dasar botol.
Mengambil dan membuang 2 ml larutan di permukaan atas botol tanpa menyertakan endapan kemudian menambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan pipet ukur.
Menutup botol dan dibolak- balikkan sehingga endapan larut dan larutan menjadi warna kuning kecoklatan.
Untuk 1 botol Winkler, mengambillarutan dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyermasing- masing sebanyak 100 ml, dan larutan siap untuk dititrasi dengan Na2S2O3.
Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda. Mengukur Na2S2O3 yag digunakan.
Memasukkan 20 tetes amilum 1% ke dalam Erlenmeyer hingga larutan menjadi biru muda. Larutan dititrasi lagi hingga warna biru hilang. Jumlah volume Na2S2O3 yang digunakan pada langkah h-j dijumlahkan.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan tentang produktivitas primer di area Bosem Danau Unesa Ketintang, Surabaya diperoleh hasil berupa :
Stasiun
DO Awal (ppm)
DO Akhir Terang
(ppm)
DO Akhir Gelap
(ppm)
1
5,85
7,32
6,50
2
3,70
5,70
4,40
3
1,62
3,25
3,82
4
5,36
6,17
5,85
5
4,06
6,83
5,20
6
4,23
5,04
4,87
7
4,72
6,34
5,53
8
5,93
6,99
6,50
9
3,25
6,99
4,07
10
4,06
6,50
5,69
11
4,39
6,99
5,69
Rata-rata
4,29
6,19
5,28
Tabel 1. Data Hasil Praktikum Produktivitas Primer pada Botol Winkler Gelap dan Terang
Analisis Data
Berdasarkan data praktikum produktivitas primer pada Botol Winkler Gelap dan Terang di stasiun 10, diketahui nilai DO awal pada Botol Winkler terang tanpa melalui perendaman sebesar 4,06 ppm; DO akhir pada botol Winkler terang sebesar 6,50 dan DO akhir pada Botol Winkler gelap sebesar 5,69 ppm. Penghitungan nilai DO (oksigen terlarut) didaparkan dari:
DO = a x n x 8000V-4
Keterangan :
DO = Dissolved Oxygen (ppm)
a = banyaknya tetesan awal dan akhir larutan Na2S2O3 saat titrasi
n = ketetapan (0,025)
V = volume Botol Winkler (250 ml)
Melalui penghitungan DO tersebut, dapat diketahui kadar fotosintesis dan respirasi yang didapatkan dari:
Kadar Fotosintesis=DO akhir terang-DO awal
Kadar Fotosintesis=6,50-4,06
Kadar Fotosintesis=2,44 ppm
Kadar Respirasi=DO akhir gelap-DO awal
Kadar Respirasi=5,69-4,06
Kadar Respirasi=1,63 ppm
Melalui penghitungan kadar fotosintesis dan respirasi, diketahui nilai produktivitas primer dan produktivitas total ekosistem air Busem UNESA Ketintang yang didapatkan dari:
Produktivitas Primer=fotosintesis-respirasi
Kadar Fotosintesis=2,44-1,63
Kadar Fotosintesis=0,81 ppm
Produktivitas Total=fotosintesis+ respirasi
Kadar Fotosintesis=2,44+1,63
Kadar Fotosintesis=4,07 ppm
Sehingga, kadar fotosintesis, respirasi, nilai produktivitas primer dan total ekosistem air Busem UNESA Ketintang berturut-turut yaitu 2,44 ppm; 1,63 ppm; 0,81 ppm dan 4,07 ppm. Berdasarkan data dari penghitungan tersebut, dapat dibuat dalam bentuk grafik mengenai pengaruh nilai produktivitas primer terhadap Botol Winkler Gelap dan Terang.
Pembahasan
Berdasarkan analisis data, diketahui terdapat pengaruh warna Botol Winkler (gelap/terang) terhadap nilai produktivitas primer, dengan suhu sebesar 320C. Berdasarkan penelitian Tambaru (2000) menyebutkan bahwa suhu air di permukaan air di seluruh Indonesia berkisar 28-310C, sedangkan suhu yang sesuai dengan kehidupan fitoplankton 20-300C dan kehidupan plankton berkisar 25-300C. Hasil pengamatan suhu pada setiap stasiun berbeda-beda, hal ini sesuai dengan pernyataan Widyastuti (2004) bahwa adanya perbedaan suhu karena adanya perbedaan tingkat intensitas cahaya matahari yang diserap oleh kolam perairan. Penurunan suhu di dasar perairan disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya matahari. Perbedaan besarnta suhu tidak mendapatkan adanya stratifikasi suhu yang tajam, hal ini wajar dikarenakan intensitas cahaya yang relatif sama sepanjang tahun pada perairan tropis.
Pengamatan besarnya oksigen yang terlarut (DO) dapat dijadikan dalam penghitungan tingkat fotosintesisnya (Effendi, 2003). Nilai fotosintesis dapat memberikan gambaran seberapa besar sumbangan oksigen yang diberikan organisme terhadap suatu perairan. Penambahan oksigen terlarut melalui proses difusi langsung dari udara ke permukaan perairan yang kemudian merambat pada lapisan yang cukup dalam. Proses fotosintesis hanya terjadi di lapisa permukaan atau lapisan yang masih terjangkau oleh intensitas cahaya matahari (zona eufotik) (Widyastuti, 2004). Berdasarkan hasil pengamatan kadar fotosintesis ekosistem Busem UNESA Ketintang didapatkan hasil sebesar 2,44 ppm. Hal ini sesuai dengan pengamatan Widyastuti (2004) pada kisaran pukul 10.00- 14.00 sudah menunjukkan peningkatan kadar fotosintesis pada permukaan perairan hingga 0,96 mgO2/l. Kondisi ini tidak berlaku apabila pengamatan kadar fotosintesis dilakukan pada pukul 18.00. Penurunan suplai oksigen di lapisan permukaan pada pukul 18.00 menandakan bahwa aktivitas fotosintesis mulai berkurang. Hal ini diduga dengan kelimpahan fitoplankton di lapisan permukaan itu bergerak ke lapisan yang lebih dalam untuk mengurangi intensitas sinar matahari.
Keberadaan oksigen di perairan pun dimanfaatkan untuk proses respirasi biota perairan seperti plankton, bakteri dan ikan. Pemanfaatan oksigen dalam proses respirasi merupakan salah satu kegiatan yang menyebabkan berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut di perairan selain yang disebabkan oleh proses oksidasi kimiawi yang terjadi di perairan. Hasil pengamatan kadar respirasi pada ekosistem Busem UNESA Ketintang menunjukkan nilai sebesar 1,63 ppm. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Widyastuti (2004) dimana menunjukkan hasil respirasi lebih tinggi pada lapisan dasar perairan yaitu 0,80 mgO2/l. Tingginya konsumsi pada bagian dasar perairan digunakan dalam proses penguraian bahan organik.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rendahnya nilai produktivitas primer pada saat inkubasi pertama (4,06 ppm) dan tingginya nilai tersebut pada inkubasi ketiga sebesar 6,50 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tambaru (2000) bahwa pada inkubasi pertama memiliki nilai produktivitas primer yang rendah dikarenakan fitoplankton baru melakukan penyesuaian terhadap kondisi intensitas cahaya yang masuk dalam Botol Winkler. Jenis-jenis fitoplankton saat itu baru melakukan penyesuaian ke lapisan air dimana intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya. Hasil dari inkubasi kedua menggunakan Botol Winkler gelap lebih rendah dibandingkan hasil dari inkubasi ketiga yang menggunakan Botol Winkler terang. Hasil dari inkubasi kedua tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan hasil inkubasi pertama. Nybakken (1988) mennyatakan bahwa laju produksi primer akan menurun apabila intensitas cahaya juga menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2000) bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh pada tingkah laku organisme akuatik. Ketersediaan cahaya dalam jumlah yang lebih banyak menyebabkan fitoplankton lebih aktif melakukan proses fotosintesis sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumich (1992) bahwa keperluan cahaya menentukan tinggi rendahnya laju produksi sejalan dengan intensitas cahay yang masuk dalam suatu perairan.
Hasil dari pengamatan menunjukkan pada waktu inkubasi 11.45-13.45 menunjukkan nilai produktivitas primer yang tinggi dibandingkan tanpa inkubasi pada pukul 11.30 WIB. Hal ini sesuai dengan penelitian Tambaru (2000) bahwa pada pukul 10.00-14.00 WIB. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis dan respirasi sangat bergantung terhadap intensitas cahaya yang masuk dalam perairan.
Dapat disimpulkan bahwa produktivitas primer pada Botol Winkler Gelap dan Terang berbeda-beda. Adanya perbedaan warna pada botol terdebut diindikasi dapat mempengaruhi banyaknya intensitas cahaya matahari yang diserap. Selain itu, produktivitas ditentukan oleh beberapa faktor antara lain cahaya dan suhu yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi DO, yang mana DO merupakan perhitungan jumlah oksigen terlarut dalam air sedangkan produktivitas primer merupakan jumlah bahan organik yang diolah dari proses sintesis oleh organisme autotrof (Alianto, 2008).
Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton, dan karena yang melakukan fotosintesa didalam ekosistem perairan adalah phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer (Kaswadji 1976).
Produktivitas total yang didapatkan dari ekosistem Busem UNESA Ketintang yaitu 4,07 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa laju dari fotosintesis termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran (Odum, 1970).
Pada pengukuran DO, terdapat penambahan larutan 1 mL MnSO4 dan 1 mL KOH-KI (alkali iodida azida) bertujuan untuk mengikat O2. Reaksi yang terjadi adalah:
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH.
Setelah itu, botol segera ditutup dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna. Ion mangan yang ditambahkan pada sampel mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO2. Gumpalan dibiarkan mengendap 5-10 menit. Setelah mengendap, 1 ml H2SO4 pekat ditambahkan dalam larutan dan ditutup. H2SO4 berfungsi untuk melarutkan endapan kembali. Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna. Pada saat endapan larut, molekul iodium yang ekivalen dengan oksigen terlarut juga ikut terbebas. Iodium (I2) yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat. Larutan yang telah homogen tersebut sebanyak 100 mL larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan sampel dititrasi Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning pucat atau kuning transparan.
Reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Setelah terbentuk larutan kuning transparan yang pertama, Larutan sampel ditetesi 1 ml indikator amilum. Larutan indikator amilum berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya kandungan amilum dalam air sampel atau tidak. Warna biru pada larutan sampel menunjukkan uji positif adanya amilum. Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau sampai warna biru tepat hilang dan kadar DO dihitung.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan praktikum Produktivitas Primer pada Busem UNESA Ketintang, didapatkan bahwa:
Saran
LAMPIRAN
Mempersiapkan alat dan bahan
Botol winkler gelap dan terang ditenggelamkan dan dimasukkan air ke dalamnya hingga tidak terbentuk gelembung dan menutupi seluruh bagian botol.
Mengukur suhu Busem UNESA Ketintang pada stasiun 10
Sebanyak 100 ml dimasukkan pada tabung Erlenmeyer dari Botol Winkler terang dan gelap.
Ditambahkan 2 ml MnSO4 ke dalam botol Winkler dan dikocok
Ditambahkan 2 ml KOH-KI ke dalam botol Winkler, dikocok dan ditunggu selama 10 menit hingga endapan terbentuk sempurna
Ditambahkan 2 ml H2SO4
Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda dan diukur banyaknya tetesan Na2S2O3 yang digunakan
Ditambahkan 1 ml amilum ke dalam Erlenmeyer hingga larutan menjadi biru kehitaman
Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda dan diukur banyaknya tetesan Na2S2O3 yang digunakan, didapatkan nilai a.
Daftar Pustaka
Ahmad T., dkk. 1998. Budidaya Bandeng secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Alianto, E. M Adiwilaga, dan A. Damar. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya dengan Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol (1)15: 21-26.
Andriani, Emma Diyan. 1999. Kondisi Fisika-Kimiawi Air Perairan Pantai Sekitar Tambak Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi
Asih, F. W. 2002. Studi Pemetaan terhadap Hubungan Sebaran Klorofil a dengan Unsur Hara di Perairan Cilacap, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Baksir, A. 1999. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dan Intensitas Cahaya di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Behfereld, M.J dan P.G Fawkolsky. 1997. A Consumer's Guide to – Phytoplankton Primary Productivity Models. Limnology and Oceanography Journal. Vol. 42(7).
Boyd, Calude E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Public Co.
Cholik, F. 1988. Pengaruh Mutu Air terhadap Produksi Udang Tambak. Seminar Satu Hari. Jakarta.
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Gerking, S.D. 1978. Ecology of Freshwater Fish Production. Yogyakarta: Kanisius.
Kaswadji, R. F. 1976. Studi Pendahuluan tentang Penyebaran dan Kelimpahan Fitoplankton di Delta Ujung Sumatra Selatan. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kaswadji, R. F., F. Widjaja dan Y Wardiatno. 1993. Produktivitas Primer dan Laju Pertumbuhan Fitoplankton di Perairan Pantai Bekasi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. Vol.1(2): 1-15.
Kordi. 1997. Budidaya Air Payau. Semarang: Dahara Prize.
Liaw, M.K. 1969. Chemical and Biological Studies of Fish Pond and Reservor in Taiwan. Commision on Rural Reconstruction Fish Series.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia.
Odum, E.D. 1970. Fundamentaly of Ecology 3th ed. W.B Sounders Company. Philadelphia.
Oktora, A.D. 2000. Kajian Produktivitas Primer Berdasarkan Kandungan Klorofil pada Perairan Tambak Berbakau dan Tidak Berbakau di Desa Grinting Kabupaten Brebes. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sukresno, Bambang dan Suniada, Komang Iwan. 2008. Observasi Pengaruh Enso terhadap Produktivitas Primer dan Potensi Perikanan dengan Menggunakan Data Satelit di Laut Banda. Jurnal Globe. Vol. 10(2): 97-107.
Sumich. 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life. USA. W.M.C Brown Company Publishers. Dubuque Lows.
Tambaru, Rahmadi. 2000. Pengaruh Intensitas Cahaya pada Berbagai Waktu Inkubasi terhadap Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Hurun. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widiyastuti, Emei. 2004. Ketersediaan Oksigen Terlarut selama 24 Jam secara Vertikal pada Lokasi Perikanan Keramba Jaring Apung di Waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widowati, Lestari Lakhsmi. 2004. Analisis Kesesuaian Perairan Tambak di kabupaten Demak Ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
LAMPIRAN
Penghitungan nilai DO (oksigen terlarut) didaparkan dari:
DO = a x n x 8000V-4
Keterangan :
DO = Dissolved Oxygen (ppm)
a = banyaknya tetesan awal dan akhir larutan Na2S2O3 saat titrasi
n = ketetapan (0,025)
V = volume Botol Winkler (250 ml)
DO kontrol (awal)
DO = 5 x 0,025 x 8000250 -4
DO = 4,06 ppm
DO akhir (terang)
DO =8 x 0,025 x 8000250 -4
DO = 6,50 ppm
DO akhir (gelap)
DO =7 x 0,025 x 8000250 -4
DO = 5,69 ppm
Melalui penghitungan DO tersebut, dapat diketahui kadar fotosintesis dan respirasi yang didapatkan dari:
Kadar Fotosintesis=DO akhir terang-DO awal
Kadar Fotosintesis=6,50-4,06
Kadar Fotosintesis=2,44 ppm
Kadar Respirasi=DO akhir gelap-DO awal
Kadar Respirasi=5,69-4,06
Kadar Respirasi=1,63 ppm
Melalui penghitungan kadar fotosintesis dan respirasi, diketahui nilai produktivitas primer dan produktivitas total ekosistem air Busem UNESA Ketintang yang didapatkan dari:
Produktivitas Primer=fotosintesis-respirasi
Kadar Fotosintesis=2,44-1,63
Kadar Fotosintesis=0,81 ppm
Produktivitas Total=fotosintesis+ respirasi
Kadar Fotosintesis=2,44+1,63
Kadar Fotosintesis=4,07 ppm
Nilai Produktivitas Primer pada Botol Winkler Gelap dan Terang
Perlakuan
Nilai Produktivitas Primer (ppm)