Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 2.1
Konse onsep p Das Dasa ar Si Siste stem Pr Produk odukti tivi vita tass
Sumber daya manusia, modal, dan teknologi menempati posisi yang amat amat strat strategi egiss dalam dalam mewuj mewujudk udkan an tersed tersedian ianya ya baran barang g dan dan jasa. jasa. Penggun Penggunaan aan sumber sumber daya daya manus manusia, ia, modal modal,, dan dan tekno teknolog logii seca secara ra ekste ekstensi nsiff telah telah banya banyak k ditin ditingga ggalka lkan n oran orang. g. Seba Sebalik liknya nya,, pola pola itu itu bergeser menuju penggunaan secara intensif dari semua sumbersumber ekonomi.
Sumber-s er-su umber memer emerlu luka kan n
ekonomi
keter eteram ampi pila lan n
yang
digera erakkan
organi ganisa sato tori riss
dan dan
secara tekn teknis is
efektif sehi sehing ngga ga
memp mempuny unyai ai tingka tingkatt hasil hasil guna guna yang yang tingg tinggi. i. Artin Artinya, ya, hasil hasil yang yang diperoleh seimbang dengan masukan yang diolah. Melalui berbagai perbaikan cara kerja, pemborosan pemborosan waktu, tenaga, dan berbagai input lainnya lainnya akan bisa dikuran dikurangi gi sejauh sejauh mungkin mungkin.. Hasilnya Hasilnya tentu akan akan lebih lebih baik dan banyak banyak hal hal yang yang bisa bisa dihem dihemat at.. Yang Yang jelas, jelas, waktu waktu tida tidak k terb terbua uan ng siasia-si siaa, tena tenaga ga diker ikerah ahka kan n secar ecaraa efek efekti tiff dan pencapaian pencapaian tujuan usaha bisa terselenggara dengan baik, efektif, dan efisien. Hal tersebut yang dimaksud dengan produktivitas (Sinungan, 1987: 1).
2.1.1 Pengertian Produktivitas
6
7
Kata Kata prod produk ukti tivi vita tass pert pertam amaa kali kali dise disebu butk tkan an dala dalam m arti artike kell oleh oleh Quesnay pada tahun 1766. Lebih dari seabad kemudian, pada tahun 1883, Littre mendefiniskan produktivitas sebagai kemampuan untuk memproduksi, memproduksi, yang berarti, keinginan untuk menghasilkan sesuatu. Defin Definisi isi produ produkti ktivit vitas as tela telah h bany banyak ak dibua dibuatt oleh oleh pakar pakar-pak -pakar ar dan badan-badan badan-badan internasional, diantaranya diantaranya ialah: Organizat zation ion for Europe European an Econom Economic ic Cooper Cooperati ation on (OEEC) 1. Organi dala dalam m Suma Sumanth nth (1984 (1984:: 3) menya menyatak takan an “Prod “Produkt uktivi ivitas tas adal adalah ah hasi hasill bagi bagi yang yang dipero diperoleh leh denga dengan n memb membagi agi kelua keluara ran n denga dengan n salah satu dari faktor-faktor faktor-faktor produksi”. 2.
L.
Greenberg
“Pro “Produ dukt ktiv ivit itas as
dalam
Sinungan
meru merupa paka kan n
(1987:
perb perban andi ding ngan an
8),
menyatakan
anta antara ra
tota totali lita tass
pengeluaran pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut”. tersebut”. Dewasa ini di dunia berkembang berkembang pengertian produktivitas produktivitas yang lebih manusiawi seperti diutarakan oleh beberapa sumber yang diuraikan dibawah ini. Sumber-sumber ini pada umumnya telah meninggalkan pengertian
tradisional tradisional
yang
semata-mata
ditujukan
untuk
meningkatkan meningkatkan produksi atau ekonomi saja (Syarif, 1991: 1). 1.
Profesor Luis Sabourin Rumusan Rumusan tradisio tradisional nal dari produkti produktivitas vitas total total tidak tidak lain adalah adalah ratio ratio dari dari apa apa yang yang dihasi dihasilka lkan n (outp (output) ut) terhad terhadap ap seluru seluruh h apa apa yang yang digu diguna naka kan n (inp (input ut)) untu untuk k memp memper erol oleh eh hasi hasill ters terseb ebut ut.. Bagaimanapun Bagaimanapun juga akhirnya akan lebih jelas jika perumusan itu dinyatakan dalam bentuk definisi yang kurang teknis, yaitu ratio
7
Kata Kata prod produk ukti tivi vita tass pert pertam amaa kali kali dise disebu butk tkan an dala dalam m arti artike kell oleh oleh Quesnay pada tahun 1766. Lebih dari seabad kemudian, pada tahun 1883, Littre mendefiniskan produktivitas sebagai kemampuan untuk memproduksi, memproduksi, yang berarti, keinginan untuk menghasilkan sesuatu. Defin Definisi isi produ produkti ktivit vitas as tela telah h bany banyak ak dibua dibuatt oleh oleh pakar pakar-pak -pakar ar dan badan-badan badan-badan internasional, diantaranya diantaranya ialah: Organizat zation ion for Europe European an Econom Economic ic Cooper Cooperati ation on (OEEC) 1. Organi dala dalam m Suma Sumanth nth (1984 (1984:: 3) menya menyatak takan an “Prod “Produkt uktivi ivitas tas adal adalah ah hasi hasill bagi bagi yang yang dipero diperoleh leh denga dengan n memb membagi agi kelua keluara ran n denga dengan n salah satu dari faktor-faktor faktor-faktor produksi”. 2.
L.
Greenberg
“Pro “Produ dukt ktiv ivit itas as
dalam
Sinungan
meru merupa paka kan n
(1987:
perb perban andi ding ngan an
8),
menyatakan
anta antara ra
tota totali lita tass
pengeluaran pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut”. tersebut”. Dewasa ini di dunia berkembang berkembang pengertian produktivitas produktivitas yang lebih manusiawi seperti diutarakan oleh beberapa sumber yang diuraikan dibawah ini. Sumber-sumber ini pada umumnya telah meninggalkan pengertian
tradisional tradisional
yang
semata-mata
ditujukan
untuk
meningkatkan meningkatkan produksi atau ekonomi saja (Syarif, 1991: 1). 1.
Profesor Luis Sabourin Rumusan Rumusan tradisio tradisional nal dari produkti produktivitas vitas total total tidak tidak lain adalah adalah ratio ratio dari dari apa apa yang yang dihasi dihasilka lkan n (outp (output) ut) terhad terhadap ap seluru seluruh h apa apa yang yang digu diguna naka kan n (inp (input ut)) untu untuk k memp memper erol oleh eh hasi hasill ters terseb ebut ut.. Bagaimanapun Bagaimanapun juga akhirnya akan lebih jelas jika perumusan itu dinyatakan dalam bentuk definisi yang kurang teknis, yaitu ratio
8
dari dari kepua epuasa san n yan yang diper iperol oleh eh terh terhad adap ap usa usaha yang yang tela telah h dilakukan. 2.
R. Saint Paul
Defi Defini nisi si prod produk uktiv tivit itas as seca secara ra sede sederh rhan ana: a: hubu hubung ngan an anta antara ra kualita kualitass yang yang dihasil dihasilkan kan dengan dengan jumlah jumlah kerja kerja yang yang dilakuka dilakukan n untuk mencapai hasil itu. Secara umum: ratio antara kepuasan atas kebutuhan dan pengorbanan pengorbanan yang dilakukan.
3. Productiv Productivity ity Impro Improvemen vementt Handboo Handbook k Ada
pendapat
yang
tumbuh,
yang
menyatakan
bahwa
produktivitas produktivitas mencakup mencakup dua konsep dasar yaitu daya guna (efisiensi)
dan
hasil
guna
(efektivitas).
Daya
guna
mengg menggam ambar barkan kan tingka tingkatt sumbe sumber-su r-sumb mber er manus manusia, ia, dana, dana, dan dan alam alam yang yang dipe diperl rluk ukan an untu untuk k meng mengus usah ahak akan an hasi hasill tert terten entu tu,, sedangkan hasil guna menggambarkan akibat dan kualitas dari hasil yang diusahakan. 4.
Manag anagem emen entt Handb ndbook ook
Untuk Untuk menentuk menentukan an produkt produktivita ivitas, s, orang orang harus harus memperso mempersoalkan alkan dua dua hal, hal, yait yaitu: u: apak apakah ah hasi hasill yang yang diin diingi gink nkan an tela telah h dica dicapa paii (per (pertan tanyaa yaan n ini ini menya menyangk ngkut ut hasil hasil guna guna atau atau efekti efektivi vitas tas), ), dan dan sumb sumber er-su -sumb mber er apa apa yang yang digun digunak akan an untu untuk k menc mencap apai ai hasi hasill tersebut (pertanyaan ini menyangkut daya guna atau efisiensi). Hasil Hasil guna guna dihub dihubun ungka gkan n denga dengan n hasil hasil,, sedan sedangka gkan n daya daya guna guna dihubungkan dihubungkan dengan pemanfaatan sumber-sumber. sumber-sumber.
2.1. 2.1.2 2 Siste Sistem m Prod Produk ukti tivi vita tass
9
Penge engerrtian tian siste istem m,
adala alah suatu uatu kump umpula ulan
dar dari
enti entiti ti yan yang
berhubungan satu dengan yang lainnya untuk mencapai mencapai tujuan bersama. bersama. Dalam suatu hubungan sistem selalu terdapat dua aspek, yaitu yaitu hubung hubungan an dian diantar taraa entit entitii (dal (dalam am siste sistem m itu) itu) dan hubung hubungan an dengan lingkungan di sekitar sistem. Kita mengenal sistem terbuka dan tertutup, dimana sistem terbuka adalah sistem yang dipengaruhi oleh keadaan di luar sistem, sedangkan sistem tertutup adalah sistem yang yang tida tidak k dipe dipeng ngar aruh uhii oleh oleh kead keadaa aan n di seki sekita tarr sist sistem em.. Sist Sistem em produktivitas produktivitas adalah suatu sistem proses industri yang mengubah bahan baku dan input sumber daya menjadi output tertentu. Keberlan Keberlangsung gsungan an proses proses tersebut tersebut dipenga dipengaruhi ruhi oleh faktor faktor – faktor faktor luar, sehingga sistem ini dikatakan sistem terbuka. Faktor luar yang mempengaruhinya mempengaruhinya adalah : 1.
Ideologi,
5.
Teknologi,
2.
Politik,
6.
Informasi,
3.
Sosial,
7.
Budaya,
4.
Ekonomi,
8.
dll.
Gambaran Gambaran dari sistem itu adalah : I DE O L O G I
I N FO R M A S I
POLITIK
SOSIAL
Informasi M anaje j emen
Energi
Bahan
ProdukU kUtama
UnitP t ProsesIndustri
ProdukSam pingan
Data ta
Tanah
M odal
TenagaKerja
dll
E K O N O M I
BU D A Y A
TEK N O L O G I
10
Gambar 2.1 Sistem Produktivitas
( Sumber : Diktat Lokakarya III Pengembangan Pengajaran “ Methods Methods Engineering Engineering” ” Jurusan Teknik Industri, Laboratorim PSK & Ergonomi - ITB, 1996 : 5 )
Prin Prinsi sip p Mana Manajem jemen en dala dalam m prod produkt uktiv ivit itas as adal adalah ah “ efekti efektiff dalam dalam mencapai tujuan dan efisien dalam menggunakan sumber”.
Apab Apabila ila ukura ukuran n keber keberhas hasila ilan n prod produks uksii hanya hanya dipan dipandan dang g dari dari sisi sisi output, maka produktivitas dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu: sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan penggunaan input dalam memproduksi memproduksi output (barang dan/atau jasa).
Menu Menuru rutt Paul aul Mali ali (197 (1978) 8) dala dalam m buku buku Gaspe asperz rz,, (200 (2002 2 : 18) 18) menyatakan bahwa produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performansi performansi kualitas, hasil – hasil, merupakan merupakan komponen komponen dari usaha produktivitas. produktivitas. Dengan demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi, sehingga produktivitas dapat diukur diukur berdasarkan berdasarkan pengukuran pengukuran berikut berikut : Produktivita Produktivitass =
Output Output yang yang dihasilk dihasilkan an
.………..……. (2.1)
Input yang dipergunakan =
Pencapaian tujuan Pengguna Penggunaan an sumber sumber – sumber sumber daya daya
=
Efektivitas pelaksanaan tugas Efisiensi Efisiensi penggu penggunaan naan sumber sumber daya daya
11
=
Efektivitas
……………………….…… (2.2)
Efisiensi Berdasarkan definisi produktivitas diatas, sistem produktivitas dalam industri dapat digambarkan dalam Gambar 2.2 berikut :
LINGKUNGAN
INPUT
Tenaga kerja Modal Material Energi Tanah Informasi Manajerial
PROSES
PROSES TRANSFORMASI NILA I TAM BAH
OUTPUT
PRODUK (Barang dan/atau Jasa)
PRODUKTIVITAS
PRODUKTIVITAS SISTEM PRODUKSI (OUTPUT/INPUT)
Umpan Balik untuk Pengendalian Sistem Produksi Agar Mening katkan Produktivitas Terus-Menerus
Gambar 2.2 Skema sistem produktivitas
( Sumber : Manajemen Produktivitas Total, Vincent Gasperz, 2002 : 19 )
Sumanth dalam Gaspersz (2000: 20) memperkenalkan suatu konsep formal yang disebut sebagai siklus produktivitas ( productivity cycle) untuk dipergunakan dalam peningkatan produktivitas terus-menerus, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2.
12
Siklus produktivitas merupakan suatu proses yang kontinu, yang melibatkan aspek-aspek: Pengukuran, Evaluasi, Perencanaan, dan Pengendalian Produktivitas (PEPP). Berdasarkan konsep siklus produktivitas, secara formal program peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem industri itu sendiri. Untuk keperluan ini berbagai teknik pengukuran dapat dipergunakan dan dikembangkan dari memilih indikator pengukuran yang sederhana sampai yang lebih kompleks dan komprehensif.
TAHAP 1: Pengukuran Produktivitas
TAHAP 4: Peningkatan Produktivitas
TAHAP 2: Evaluasi Produktivitas
TAHAP 3: Perencanaan Produktivitas
Gambar 2.3 Siklus produktivitas ( Sumber: Gaspersz, 2000: 20 )
Apabila produktivitas dari sistem industri itu telah dapat diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual itu untuk diperbandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Kesenjangan yang terjadi diantara tingkat produktivitas aktual dan rencana ( productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan
13
kesenjangan produktivitas itu. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas terusmenerus. Siklus produktivitas itu diulang kembali secara kontinu untuk mencapai peningkatan produktivitas terus-menerus dalam sistem industri.
Apabila konsep peningkatan produktivitas ini dikaitkan secara langsung dengan profitabilitas perusahaan, dapat dibangun suatu strategi peningkatan produktivitas dan profitabilitas perusahaan secara
terus
menerus
melalui
suatu
diagram
yang
lebih
komprehensif, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
PENINGKATAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN MELALUI ATRAKSI & LOYALITAS PELANGGAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MELALUI SIKLUS PRODUKTIVITAS (EFEKTIVITAS/EFISIENSI)
MEMBANGUN SISTEM INDUSTRI YANG MEMPERHATIKAN ASPEK-ASPEK: 1. Kualitas 2. Efektivitas 3. Efisiensi
S U R E N E M S U R E T N A K I A B R E P
Gambar 2.4 Strategi peningkatan produktivitas dan profitabilitas perusahaan ( Sumber: Gaspersz, 2000: 21 )
14
Dari Gambar 2.4 tampak bahwa landasan untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan adalah membangun suatu sistem industri yang memperhatikan secara terfokus dan bersama sekaligus pada aspek-aspek kualitas, efektivitas pencapaian tujuan, dan
efisiensi
indikator
penggunaan
keberhasilan
sumber-sumber
sistem
industri
itu
daya.
Selanjutnya,
dipantau
melalui
pengukuran produktivitas dan profitabilitas terus-menerus, dimana pengukuran produktivitas memberikan informasi tentang masalahmasalah internal dari sistem industri itu, sedangkan pengukuran profitabilitas perusahaan memberikan informasi tentang masalahmasalah eksternal dari sistem industri itu (Gaspersz, 2001:21 )
2.2
Unsur – unsur Produktivitas
Menurut Diktat Kadarusman, (2001 : 5), ada tiga unsur produktivitas yang harus dipahami, yaitu : 1.
Efisiensi Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Pengertian efisiensi berorientasi pada masukan atau ukuran penghematan pemakaian sumber – sumber produksi ataupun kegiatan organisasi, seperti penghematan dalam pemakaian bahan, tenaga listrik, uang, tenaga kerja, waktu, ruangan, air, dan sebagainya.
2.
Efektivitas
15
Efektivitas menunjukkan sejauh mana target dapat tercapai, baik secara kuantitas maupun waktu. Makin besar persentase target tercapai, makin tinggi tingkat efektivitasnya. Konsep ini berorientasi pada keluaran. Peningkatan efektivitas belum tentu dibarengi dengan peningkatan efisiensi dan demikian pula sebaliknya. Gabungan efisiensi dan efektivitas membentuk pengertian produktivitas dengan cara sebagai berikut : Produktivitas =
Efektivitas pelaksanaan tugas
……..( 2.3)
Efisiensi penggunaan sumber daya Produktivitas yang tinggi berarti hasil produksi yang tinggi dapat dicapai dengan ongkos rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi yang berbunyi “memperoleh hasil yang setinggi – tingginya dengan mengorbankan yang sekecil – kecilnya ”. Bahasa operasionalnya berarti bekerja secara ekonomis sama dengan bekerja secara produktif. 3.
Kualitas Produktivitas merupakan ukuran kualitas. Kualitas masukan dan kualitas proses akan menentukan kualitas keluaran. Keluaran yang berkualitas baik akan meningkatkan rasio output per input dalam nilai atau nilai tambah, berarti meningkatkan daya saing atau produktivitas.
2.3
Penetapan Sistem Pengukuran Produktivitas
16
Suatu organisasi perusahaan
perlu mengetahui pada tingkat
produktivitas mana perusahaan itu beroperasi, oleh karena itulah diperlukan suatu sistem pengukuran produktivitas yang akan memberi gambaran pada perusahaan mengenai produktivitas yang telah dicapainya. 2.3.1
Teknik Pengukuran Produktivitas
Menurut Paul Mali, dalam Diktat Kadarusman, (2001 : 10), mengemukakan beberapa teknik pengukuran produktivitas sebagai berikut : A.
Pengukuran Produktivitas dengan Menggunakan Ratio
Pengukuran
ini
membandingkan
dua variabel
penting
yang
berbentuk ratio, terdiri dari variabel dengan parameter tunggal, misalnya buruh per buruh, jam per jam, serta variabel dengan parameter ganda, misalnya net output per beberapa input yang dibutuhkannya. Kategori ratio yang menyatakan indeks produktivitas adalah :
1.
Indeks Keseluruhan (Over all indexes)
Mengukur output terakhir dari perusahaan dikaitkan dengan sumber yang digunakan sebagai input. Misalnya : a.
Penjualan per jumlah pegawai
b.
Market share sekarang per market share
periode dasar c.
2.
Harga aktual yang dibayar per harga pasar Ratio Tujuan (Objective ratio)
17
Mengukur prestasi pekerja atau departemen pada akhir jadwal dikaitkan dengan sasaran yang dibuat pada awal jadwal. Misalnya : a.
Produksi yang dihasilkan per
produksi yang direncanakan b.
Tingkat
penjualan
per
persediaan yang diharapkan c.
Proyek yang terselesaikan per
proyek yang direncanakan
3.
Ratio Ongkos (Cost ratio)
Mengukur prestasi dari output dibandingkan dengan ongkos yang dikeluarkan. Misalnya : a.
Penjualan per ongkos
operasi b.
Rework per rework cost
c.
Perputaran barang per
ongkos yang dikeluarkan
4.
Standar Kerja (Work standard )
Mengukur unit pekerja dikaitkan dengan ekspektasi atau standar yang digunakan perusahaan lain. Misalnya : a.
Actual labour per unit
scheduled labour per unit b. per waktu set up mesin
Waktu
operasi mesin
18
c.
Produk yang diterima
per produk yang dibuat
5.
Ratio Waktu Standar (Time standard ratio) a.
Waktu
lembur
per
waktu kerja keseluruhan b.
Unit yang diselesaikan
per unit yang direncanakan untuk
B.
Produktivitas
dengan
tiap jam per mesin
Menggunakan
Managing
by
Objective (MBO)
Dalam Diktat Kadarusman, (2001 : 12), Managing by Objective dijelaskan sebagai suatu proses yang telah memberikan banyak manfaat bagi para manajer. Misalnya dalam hal perencanaan, penilaian prestasi, motivasi karyawan, dan mengkoordinasi regu kerja. Proses MBO ini dapat menghasilkan ukuran tentang efektivitas dan efisiensi dalam lingkungan proses kerja terencana dari awal sampai akhir. Managing Productivity by Objective merupakan penyesuaian dari MBO. Bila produktivitas berkaitan dengan konsep pengukuran, maka MPBO dapat dipandang sebagai pengukuran berdasarkan sasaran.
Langkah – langkah dari Managing Productivity by Objective adalah sebagai berikut : 1.
Identifikasi bagian atau bidang – bidang yang
potensial untuk peningkatan produktivitas.
19
2.
Tingkat produktivitas yang ingi dicapai hendaknya
diperhitungkan secara kuantitatif. 3.
Tentukan sasaran peningkatan produktivitas yang
terukur. 4.
Gunakan ukuran – ukuran untuk mengembangkan
rencana dan mengendalikan kemajuan. 5.
C.
Evaluasi tingkat produktivitas yang telah dicapai.
Pengukuran Produktivitas dengan Menggunakan Daftar Periksa Indikator (Checklist Indicator )
Dalam Diktat Kadarusman, (2001 : 13), dijelaskan bahwa ukuran kuantitatif tidak selalu mudah dan mungkin untuk diperoleh melalui pengalaman dan petunjuk – petunjuk informal. Banyak praktisi mengembangkan berbagai indikator untuk mengidentifikasikan produktivitas, sehingga dicapai peningkatan produktivitas yang diinginkan.
Daftar periksa indikator biasanya mencantumkan kegiatan yang harus
dilakukan
pekerja
dan
digunakan
untuk
mengukur
produktivitas mewakili tindakan penilaian dan para praktisi terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Indeks produktivitas dinyatakan sebagai berikut : Indeks produktivitas = Jumlah indikator yang diselesaikan .… (2.4) Jumlah indikator keseluruhan
20
D.
Pengukuran Produktivitas dengan Cara Audit
Diktat Kadarusman, (2001 : 13), audit produktivitas adalah suatu proses memonitoring dan mengevaluasi kegiatan organisasi untuk melihat pelaksanaan
fungsi, program,
dan
organisasi
dalam
menggunakan sumber – sumbernya secara efektif dan efisien dalam mencapai sasaran.
Auditing produktivitas timbul karena keperluan manajemen untuk mendapatkan informasi yang spesifik tentang tingkat kemajuan produktivitas di dalam organisasi untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Langkah – langkah pengukuran produktivitas dengan cara audit adalah : 1.
Menentukan maksud dari audit
2.
Menetapkan standar yang akan digunakan sebagai
kriteria dalam melakukan pengukuran 3.
Mengukur produktivitas dan membandingkannya
dengan standar 4.
Melakukan
koreksi
terhadap
perbedaan
yang
berarti (signifikan) 5.
Menyusun hasil yang dicapai dalam sebuah
laporan
2.3.2 Persyaratan Kondisional dalam Pengukuran Produktivitas
21
Kondisi-kondisi
berikut
sangat
diperlukan
untuk
mendukung
pengukuran produktivitas yang sahih (valid ), yaitu (Gaspersz, 2001: 25):
1. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program perbaikan produktivitas. produktivitas
Berbagai
masalah
yang
berkaitan
dengan
serta peluang untuk memperbaikinya harus
dirumuskan secara jelas.
2. Pengukuran produktivitas dilakukan pada sistem industri secara keseluruhan. Fokus dari pengukuran produktivitas adalah pada sistem industri secara menyeluruh
3. Pengukuran produktivitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalam proses industri itu. Dengan demikian pengukuran produktivitas bersifat partisipatif. Orang-orang yang bekerja dalam proses industri harus dengan baik memahami nilai pengukuran produktivitas dan bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan sehingga memberikan hasil yang terbaik. Dengan demikian tanggung jawab pengukuran produktivitas berada pada semua orang yang terlibat dalam proses industri itu. Pelaksanaan pengukuran produktivitas boleh saja dilakukan oleh suatu tim yang dibentuk untuk maksud itu, katakanlah
tim
improvement team)
perbaikan tetapi
produktivitas
pada
dasarnya
( productivity mereka
hanya
merupakan koordinator saja. Karena pengukuruan produktivitas berorientasi pada proses kerja dalam sistem industri, seyogianya tanggung jawab pengukuran produktivitas berada pada setiap
22
individu yang terlibat dalam proses kerja pada sistem industri itu.
4. Pengukuran produktivitas seharusnya dapat memunculkan data , dimana nantinya data itu dapat ditunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk peta-peta, diagram-diagram, tabel-tabel, hasilhasil perhitungan statistik, dll. Data seharusnya dipresentasikan dalam cara yang termudah agar mudah dipahami.
5. Pengukuran
produktivitas
yang
menghasilkan
informasi-
informasi utama seharusnya dicatat tanpa distorsi , yang berarti pengukuran itu harus memunculkan informasi yang akurat.
6. Perlu adanya komitmen secara menyeluruh dari manajemen dan karyawan untuk pengukuran produktivitas dan perbaikannya . Kondisi ini sangat penting sebelum aktivitas pengukuran produktivitas mulai dilaksanakan.
7. Program-program pengukuran dan perbaikan produktivitas seharusnya dapat diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak tumpang-tindih dengan program-program yang lain. Untuk setiap model pengukuran yang diterapkan, diperlukan suatu sistem administrasi yang sesuai untuk dapat mencatat data-data yang diperlukan secara sinambung. Semakin kompleks model yang dipakai, semakin kompleks pula administrasi yang harus dilakukan. Proses pengukuran produktivitas perusahaan ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
23
Hambatan: Keengganan 1. Mengukur atau diukur produktivitasnya.
Bertitik tolak dari data-data yang tersedia secara rutin. Sistem administrasi tak perlu diubah
Model I Pragmatis, praktis, dan sederhana
Hambatan: Keengganan 1. Mengukur atau diukur produktivitasnya. 2. Mengubah sistem administrasinya.
Data-data
Data-data yang tersedia secara rutin tidak lengkap. Sistem administrasi perlu dirubah
Pengukuran
Bertitik tolak dari Model II Ideal, teoritis, dan kompleks
Analisis Masalah, alternatif pemecahan dan prioritas peningkatan produktivitas
Peningkatan Produktivitas
Gambar 2.5 Proses pengukuran produktivitas perusahaan ( Sumber: Syarif, 1991: 4 )
2.4
Jenis – jenis Produktivitas
Terdapat sejumlah model pengukuran produktivitas yang telah dikembangkan dalam industri dari model sederhana sampai model yang lebih kompleks. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa model yang relevan untuk dipilih oleh manajemen industri guna dijadikan sebagai model pengukuran sistem industri yang sedang dikelolanya.
2.4.1 Model Pendekatan Rasio Output/Input
24
Pengukuran produktivitas berdasarkan pendekatan rasio output/input akan mampu menghasilkan tiga jenis ukuran produktivitas, yaitu Produktivitas Parsial, Produktivitas Faktor-Total, Produktivitas Total. 1.
Produktivitas Parsial Produktivitas Parsial sering disebut juga sebagai produktivitas faktor tunggal ( single-factor productivity) merupakan rasio dari output terhadap salah satu jenis input. Sebagai contoh, produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input tenaga kerja yang diukur berdasarkan rasio output terhadap input tenaga kerja. Adapun persamaan yang digunakan dalam menentukan nilai produktivitas parsial adalah:
Produktivi tas tenaga kerja
output =
. Produktivi tas modal =
input tenaga kerja
output input modal
………………. (2.5) ……………….. (2.6)
dimana: output = nilai produksi, input
= nilai yang digunakan oleh perusahaan dalam satuan tertentu.
Kelebihan dari pengukuran produktivitas parsial adalah (Sumanth, 1984: 9): ♣
mudah untuk dimengerti,
♣
data mudah untuk didapat,
♣
mudah untuk menghitung indeks produktivitas,
25
♣
mudah diusulkan kepada pihak manajemen,
♣ beberapa data indikator produktivitas parsial untuk tingkat
industri yang sama lebih mudah didapat, ♣
alat yang baik untuk mendiagnosa daerah perbaikan produktivitas,
jika terus digunakan dengan indikator
produktivitas total. Keterbatasan dari pengukuran produktivitas parsial adalah (Sumanth, 1984: 9):
apabila digunakan secara terpisah, akan menimbulkan salah pengertian,
tidak mampu mengungkap terjadinya kenaikan biaya,
cenderung untuk menimpakan kesalahan pada bagian lain dengan sistem kontrol yang tidak baik,
kontrol terhadap laba menggunakan produktivitas parsial merupakan cara yang salah.
2.5
Manajemen Produktivitas
Dalam Diktat Program Pasca Sarjana - ITB, dijelaskan bahwa untuk meningkatkan produktivitas itu perlu dilakukan tindakan – tindakan meningkatkan keluaran dan/atau menurunkan masukan. Maka dengan meminjam istilah – istilah dari bidang manajemen, dapat digambarkan siklus manajemen Henry Fayol untuk manajemen produktivitas sebagai berikut :
Planning = Rencanakan
= R
26
Organizing
= Pengorganisasian
= Org
Actuating
= Gerakkan
= G
Controlling
= Kendalikan
= K
Evaluating
= Nilai Hasil
= N
memberikan siklusnya sebagai berikut : R
N
Org
K
G
Gambar 2.6 Manajemen Produktivitas ( Sumber : Diktat Analisis Produktivitas dan Manajemen Mutu, Program Pasca Sarjana – ITB, hal : 13 )
2.6
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Sumanth, (1984 : 25 - 36), secara garis besar ada dua belas faktor yang mempengaruhi naik turunnya produktivitas, yaitu : 1.
Investasi Besar kecilnya investasi akan menentukan modal usaha dan akan berpengaruh terhadap usaha untuk mempromosikan produk, market share, atau penggunaan kapasitas.
2.
Rasio Kapital – Buruh Ratio kapital – buruh yang tinggi menandakan bahwa perusahaan memakai teknologi tinggi, sehingga jumlah produksi per unit waktu meningkat.
3.
Penelitian dan Pengembangan
27
Penelitian dan pengembangan dapat meningkatkan produktivitas dengan menghasilkan inovasi – inovasi yang dapat memperbaiki keadaan produksi di pabrik. 4.
Pemakaian Kapasitas Penentuan besar kecilnya keluaran per jam orang dengan persentase pemakaian kapasitas.
5.
Peraturan Pemerintah Peraturan pemerintah berperan untuk mengatur keseimbangan pencapaian sasaran industri dan sasaran sosial yang sering bertentangan.
6.
Umur Pabrik dan Peralatannya Umur pabrik dan peralatannya mempengaruhi kinerjanya, sehingga berpengaruh juga terhadap produktivitas.
7.
Ongkos Energi Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan energi berpengaruh secara langsung terhadap biaya produksi dan operasi pabrik.
8.
Semangat Kerja Bila tenaga kerja mempunyai semangat kerja dan motivasi yang tinggi, akan dapat dipastikan tingkat produktivitas tenaga kerja di perusahaan itu tinggi, karena semangat kerja berkaitan erat dengan hasil kerja.
9.
Etika Kerja Penghargaan akan waktu semakin tinggi, sehingga pemanfaatan waktu harus seproduktif mungkin.
10.
Ketakutan Hilangnya Lapangan Pekerjaan
28
Anjuran
peningkatan
produktivitas
sering
diikuti
dengan
ketakutan tenaga kerja akan kehilangan lapangan pekerjaan yang telah dimiliki, karena mereka beranggapan bahwa peningkatan itu diikuti dengan pengurangan tenaga kerja untuk menghasilkan jumlah produksi yang sama. Hal ini tidak akan terjadi kalau ada komunikasi yang baik antara tenaga kerja dengan pihak manajemen perusahaan. 11.
Pengaruh Serikat Buruh Serikat buruh sangat kuat pengaruhnya, sehingga memerlukan adanya pengertian dari pihak manajemen.
12.
Manajemen Manajemen mempunyai peranan memotivasi asset perusahaan yang sangat berharga, yaitu tenaga kerja serta memberikan
penghargaan yang setara dengan prestasi yang dicapai oleh tenaga kerja tersebut. Maka, akan dapat dicapai tingkat produktivitas tenaga kerja yang cukup tinggi.
2.7 Manfaat Pengukuran Produktivitas
Menurut Gasperz, (2002 : 24), suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui
pada tingkat
produktivitas
mana
perusahaan
itu
beroperasi, agar dapat membandingkan dengan produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen, mengukur tingkat perbaikan produktivitas dari waktu ke waktu, dan membandingkan dengan produktivitas industri sejenis yang menghasilkan produk serupa. Hal ini menjadi penting, agar perusahaan itu dapat meningkatkan daya
29
saing dari produk yang dihasilkannya di pasar global yang amat kompetitif.
Terdapat beberapa manfaat pengukuran produktivitas dalam suatu organisasi perusahaan, antara lain : 1.
Perusahaan
dapat
menilai
efisiensi
konversi
sumber
dayanya, agar dapat meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber – sumber daya itu. 2.
Perencanaan sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien
melalui
pengukuran
produktivitas,
baik
dalam
perencanaan jangka panjang maupun jangka pendek. 3.
Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat diorganisasikan kembali dengan memberikan prioritas tertentu yang dipandang dari sudut produktivitas.
4.
Perencanaan target tingkat produktivitas di masa yang akan mendatang dapat diorganisasikan kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang.
5.
Strategi untuk meningkatkan perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas ( productivity gap) yang ada diantara tingkat produktivitas yang direncanakan (produktivitas ekspektasi) dan tingkat produktivitas yang diukur (produktivitas aktual). Dalam hal ini pengukuran produktivitas akan memberikan informasi dalam mengidentifikasi masalah – masalah atau perubahan – perubahan yang terjadi, sehingga tindakan korektof dapat diambil.
30
6.
Pengukuran
produktivitas
perusahaaan
akan
menjadi
informasi yang bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas diantara organisasi perusahaan dalam industri sejenis serta bermanfaat pula untuk informasi produktivitas industri pada skala nasional maupun global. 7.
Nilai – nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan dari perusahaan itu.
8.
Pengukuran produktivitas akan menciptakan tindakan – tindakan
kompetitif
produktivitas
terus
berupa –
upaya
menerus
–
upaya
peningkatan
(continuous
productivity
improvement ). 9.
Pengukuran
produktivitas
terus
–
menerus
akan
memberikan informasi yang bermanfaat untuk menentukan dan mengevaluasi
kecenderungan
perkembangan
produktivitas
perusahaan dari waktu ke waktu. 10.
Pengukuran produktivitas akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan dan efektivitas dari perbaikan terus – menerus yang dilakukan dalam perusahaan itu.
11.
Pengukuran
produktivitas
akan
memberikan
motivasi
kepada orang – orang untuk terus – menerus melakukan perbaikan dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja. Orang – orang akan lebih memberikan perhatian kepada pengukuran produktivitas apabila dampak dari perbaikan produktivitas itu terlihat jelas dan dirasakan langsung oleh mereka.
31
12.
Aktivitas perundingan bisnis (kegiatan tawar menawar) secara kolektif dapat diselesaikan secara rasional, apabila telah tersedia ukuran – ukuran produktivitas.
2.8 Model – model Pengukuran Produktivitas
Menurut Diktat Kadarusman, (2001 : 14), model pengukuran produktivitas dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu : 1.
Model Pengukuran Finansial
Merupakan model pengukuran dengan dasar finansial, dimana indikator
produktivitas ditransformasikan
secara finansial.
Model – model tersebut antara lain, yaitu : a.
Model Total and Partial Productivity Marvin E.
Mundel
2.
b.
Model Habberstad Productivity (POSPAC)
c.
Model Craig – Harris
d.
Model Hine
e.
Model Kendrick - Creamer
f.
Model Kurosawa
g.
Model Taylor - Davis
h.
Model American Productivity (APC)
i.
Model Asian Productivity Organization (APO)
Model Pengukuran Fisik
Merupakan model pengukuran produktivitas dengan tetap menggunakan ukuran fisik. Model – model tersebut antara lain, yaitu :
32
a.
Model
Physical
Model
Objective
Productivity ( Labour Productivity) b. Matrix (OMAX) James L. Riggs
Pada bagian ini akan disinggung mengenai model produktivitas total David J. Sumanth dan model produktivitas parsial Habberstad (POSPAC) sebagai bahan referensi atau pertimbangan dalam melakukan penelitian
2.8.1 Model David J. Sumanth
Menurut Diktat Kadarusman, (2001 : 16), model pengukuran produktivitas
total
David
J.
Sumanth
adalah
model
yang
memperhitungkan seluruh faktor – faktor masukan dan keluaran dalam pengertian nilai. Secara umum, nilai dinyatakan dengan perkalian antara jumlah dan harga. Baik nilai keluaran maupun nilai masukan, keduanya dinyatakan dalam harga yang konstan pada periode dasar. Elemen keluaran dan masukan, nilainya pada periode dasar tidak dapat didekati melalui perkalian antara jumlah dengan harga seperti ketentuan diatas, namun nilainya akan dikoreksi dengan menggunakan deflator.
Model ini meliputi suatu pengukuran produktivitas total dan seperangkat pengukuran produktivitas parsial yang terdiri dari lima macam input. Model ini dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur atau jasa.
33
Produktivitas total mempunyai persamaan matematis sebagai berikut : Produktivitas total = Nilai keluaran total (tangible)
.….…. (2.7)
Nilai masukan total (tangible) dimana : Nilai keluaran total =(nilai produk jadi + nilai produk setengah jadi + deviden bunga pinjaman + pendapatan lainnya) pada periode tersebut . Nilai masukan total = (masukan tenaga kerja + masukan bahan baku + masukan modal + masukan energi + pengeluaran lainnya) pada periode tersebut .
Tangible maksudnya disini adalah besaran yang dapat diukur, baik langsung maupun tak langsung, misalnya jumlah mobil yang diproduksi. Semua output dan input yang digunakan dinyatakan dalam satuan yang sama, misalnya nilai uang yang dinyatakan dalam harga konstan pada periode dasar pengukuran.
Elemen – elemen keluaran tangible meliputi : a.
Nilai unit produk jadi
b.
Nilai
unit
produk
setengah jadi c.
Deviden
d.
Bunga obligasi
e.
Pendapatan lainnya
34
OUTPUT T A N G IB L E
D E V ID E N
PR O D U K JA D I
D IJU A L
U N IT B U N G A P IN JA M A N PENDAPATA S E T E N G A H JA D I
D IG U N A K A N S E N D IR I
D IJU A L
D IG U N A K A N S E N D IR I
Gambar 2.7 Elemen – elemen Output dalam Model Pengukuran
Produktivitas Total ( Sumber : Productivity Engineering and Management , David J. Sumanth, 1984 : 153)
Elemen – elemen masukan tangible meliputi : a.
Nilai tenaga kerja
b.
Nilai bahan
c.
Nilai kapital
d.
Nilai energi
e.
Biaya lainnya
35
INPUT TANGIBLE
TENAGA KERJA
-
MODAL
-
Pekerja PE KE RJ M A a n a j e r Profesional B irokrat Klerk
Tetap -
T anah Bang unan Mesin Alat dll
MATERIAL
Lancar - Persediaan - Cash - Account Receivable - Notes Receivable
- Bahan Mentah - Bahan y an g Dibeli
-
ENERGI
LAIN - LAI
Minyak Gas Batubara Air Listrik dll
- Transportas - Pajak - Pemasaran - Informasi - Litbang - Profesional Administrasi
Gambar 2.8 Elemen – elemen Input dalam Model Pengukuran
Produktivitas Total (Sumber : Productivity Engineering and Management , David J. Sumanth, 1984 : 154)
2.8.2 Model Habberstad Productivity (POSPAC) Menurut
Diktat
Laboratorium
PSK
&
Ergonomi
-
ITB,
(1996 : 11), roda produktivitas Habberstad merupakan roda yang menjadi patokan industriawan dalam mengukur dan meningkatkan produktivitas di bidangnya. Roda ini terdiri dari enam bagian yang masing – masing mempunyai ukuran produktivitas tersendiri. Karena itu, pengukuran ini disebut pengukuran produktivitas parsial. Model ini terdiri dari enam ukuran produktivitas parsial, yaitu POSPAC ( Production, Organization, Sales, Product, Arbiter , dan Capital )
36
Keenam bagian itu adalah : 1.
Produktivitas produksi
Produktivitas produksi = Penjualan Bersih ………...….… (2.8) HPP 2.
Produktivitas organisasi
Produktivitas organisasi = Added Value
………...…….(2.9)
Biaya Umum Added Value = Penjualan Bersih – Pembelian dari Pihak ke - 3 .. (2.8)
3.
Produktivitas penjualan
Produktivitas penjualan =
Laba Kotor
…….…….(2.10)
Biaya Penjualan 4.
Produktivitas produk
Produktivitas produk =
Laba Kotor
………..……..(2.11)
Biaya Produksi 5.
Produktivitas tenaga kerja
Produktivitas tenaga kerja =
Laba Kotor
….…..(2.12)
Biaya Tenaga Kerja 6.
Produktivitas modal
Produktivitas modal = Penjualan Bersih
………..….... (2.13)
Modal
Untuk
setiap
pengukurannya,
produktivitas sehingga
tersebut,
terdapat
pengukuran dan
angka
kunci
pemantauan dapat
dilakukan. Di samping itu terdapat tindakan yang dapt diambil untuk memperbaiki setiap bagian produktivitas tersebut.
37
Untuk lebih jelasnya, roda produktivitas Habberstad dapat dijelaskan dalam tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Roda Produktivitas Habberstad No
Bagian
Angka kunci
Tindakan untuk Perbaikan Produktivitas
a. Pendidikan dan latihan
1
Produktivit as tenaga kerja
Gross margin
b. Perancangan sistem kerja
Total wages
c. Gaji yang ses uai d. Motivasi e. Lingkungan kerja a. Pengendalian persediaan
Turnover 2
Produktivitas modal
Total capital employed
b. Manajemen keuangan c. Analisis investasi d. Perencanaan & pengendalian ekonomi perusahaan a. Perencanaan produksi
3
Produktivitas produksi
b. Penyusunan tata letak Capital utilization
c. Pengendalian ongkos dan kualitas d. penjadwalan pemeliharaan a. Strategi perusahaan
Added value 4
Produktivitas organisasi
Cost of administration
b. Pen gemb angan organis as i c. Peningkatan manajemen perusahaan d. Rasionalisasi administratif e. Analisis personalia a. Analisis pasar b. Identifikasi pasar
5
Produktivitas penjualan
Gros s margin
c. Strategi prod uks i
Total sales cost
d. Strategi harga jual e. Analisis distribusi / logistik f. Organisasi fungsi pemasaran a. Perencanaan produk b. Pengembangan produk
6
Produktivitas produk
Gros s margin Direct product cost
c. Keuntu ngan prod uk d. Analisis nilai e. Analisis kebutuhan f. Tanggapan pemakai
( Sumber : Diktat Laboratorium PSK & Ergonomi - ITB, 1996 : 12 )
38
2.9
Indeks Produktivitas
Menurut Diktat Kadarusman, (2001), hasil – hasil pengukuran tingkat
produktivitas perusahaan,
kemudian
digunakan
untuk
baik
total
menghitung
maupun
indeks
–
parsial indeks
produktivitas perusahaan, dengan cara sebagai berikut : IP =
Pt x 100% ………………………. (2.14) Po
dimana : IP = Indeks Produktivitas Pt = Nilai produktivitas pada periode pengukuran Po = Nilai produktivitas pada periode dasar
2.10
Evaluasi Produktivitas
Menurut Diktat
Kadarusman,
(2001 :
35),
model
evaluasi
produktivitas diantaranya adalah Metode Persentase Selisih Indeks Produktivitas dengan periode dasar dan periode sebelumnya, dengan langkah – langkah sebagai berikut : 1.
Menghitung
persentase
perubahan
indeks
–
indeks
produktivitas, indeks masukan dan keluaran pada periode pengukuran
dari
periode
dasar.
Ini
dilakukan
dengan
menggunakan rumus : Perubahan dari periode dasar (%) =
TP t − TP o x100% ... …(2.15) TP o
dimana : t
= 2,….., n
TPt = tingkat produktivitas pada periode t TPo = tingkat produktivitas pada periode dasar
39
Persentase perubahan dari periode dasar untuk indeks masukan dan keluaran dihitung dengan cara yang sama. 2.
Menghitung
persentase
perubahan
indeks
–
indeks
produktivitas, indeks masukan dan keluaran pada periode pengukuran dari periode sebelumnya. Ini dilakukan dengan menggunakan rumus: Perubahan dari periode sebelumnya (%) =
TP − TP t t − 1
x 100%
TP t − 1
………………………………...(2.16)
dimana : t
= 2, ……, n
TPt = tingkat produktivitas pada periode t TP t-1 = tingkat produktivitas pada periode sebelumnya Persentase perubahan dari periode sebelumnya untuk indeks masukan dan keluaran dihitung dengan cara yang sama. Hasil analisis ini merupakan dasar yang penting bagi manajer untuk melakukan
program
perbaikan/peningkatan
produktivitas
perusahaannya.
2.11
Periode Dasar Pengukuran
Menurut Diktat Kadarusman, (2001), pengukuran baru memiliki makna jika hasilnya dapat dibandingkan, baik antara periode waktu ataupun dengan satuan standar. Untuk mengetahui perkembangan produktivitas perusahaan diperlukan suatu periode dasar yang akan digunakan sebagai bahan perbandingan.
40
Marvin E. Mundell dalam bukunya Improving and Effectiveness mendefinisikan
periode
dasar
sebagai
suatu
periode
yang
mendahului tahun ini (current year ) yang biasanya secara spesifik ditentukan oleh pihak yang berwenang ( higher authority). David J. Sumanth mengemukakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan periode dasar, yaitu : 1.
Dimulainya suatu program produktivitas pertama
kali. 2.
Status program yang dihasilkan harus dilihat
apakah merupakan produk lama atau produk yang baru dikenalkan. 3.
Frekuensi terjadinya pengenalan produk baru.
4.
Pola permintaan produk.
5.
Adanya kejadian luar biasa dalam perusahaan.
6.
Ketersediaan sistem pengumpulan dan updating
data yang memadai. 7.
Lamanya
suatu
periode
pengukuran
dapat
dinyatakan dalam bulan, kuartal, semester, atau tahun.
Dalam penelitian mengenai pengukuran produktivitas perusahaan ini, Penulis menggunakan model pengukuran produktivitas parsial Objective Matrix (OMAX), dengan struktur dasar seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.5.
41
s a t a i i r i v e t t i k r u K d o r P
A a
Performansi
b1
10 9 8 7 6
B
5
Level
4 b2
3 2 1 0
c1
Skor Bobot
C
Nilai c2
Indikator Performansi Sekarang
Sebelum
Indeks
Gambar 2.9 Struktur dasar Objective Matrix
(Sumber: Riggs, 1987: 650)
Metoda pengukuran yang disebut Objective Matriks (OMAX) khususnya cocok untuk unit-unit kerja dasar seperti kru, departemen, dan staf, walaupun metoda pengukuran ini juga dapat mewakili sebuah organisasi secara keseluruhan. Metoda ini bisa dengan mudah
42
diterapkan untuk kegiatan-kegiatan berbasis-pengetahuan yang dianggap
sulit
diukur,
seperti
halnya
pekerjaan
berbasis-
keterampilan yang dapat diukur dengan pengukuran yang lebih konvensional.
Metoda
ini
telah
banyak
diterima
di sektor
manufaktur, jasa, dan pemerintah baik oleh organisasi besar maupun kecil (Riggs, 1987: 648).
Berdasarkan Gambar 2.5, secara garis besar struktur dasar Objective Matrix dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu bagian
pendefinisian, bagian kuantifikasi, dan bagian pemantauan. A.
Bagian pendefinisian Faktor-faktor yang menentukan performansi suatu unit kerja yang diidentifikasikan sebagai kriteria produktivitas dan bagian dari rasio-rasio.
Ada enam kategori umum yang menyatakan manusia, unit-unit kerja, atau kontribusi total organisasi terhadap produktivitas, yaitu: 1.
kuantitas – jumlah dari item yang diproduksi atau suatu ukuran dari ketersediaan pelayanan (maksimasi output),
2.
kualitas – ketepatan atau indikator inferensial dari kualitas produk atau ketersediaan pelayanan (kepuasan konsumen),
3.
ketepatan waktu – sejauh mana aktivitas atau fungsi diselesaikan menurut rencana atau jadwal (menghilangkan aktivitas menunggu),
43
4.
produksi – tingkat efisiensi dari proses transformasi (minimasi input dan menghindari pemborosan),
5. pemanfaatan – efektivitas sejauh mana sumber daya kritis dimanfaatkan ( ketersediaan dari orang dan mesin), dan 6.
sifat kelompok – sifat individu dan organisasi yang memberi sumbangan pada kinerja produktif (seperti keselamatan, pengembalian, dan absensisme) Dua atau tiga rasio dapat dihitung untuk satu kategori, seperti kualitas,
atau
sebuah
kategori dapat ditolak
jika
tidak
mempengaruhi produktivitas dalam situasi yang diberikan. Bagian a merupakan suatu penyempurnaan unit kerja aktual selama
periode
perkiraan
yang
terdaftar
dalam
baris
performansi. B.
Bagian kuantifikasi Kerangka matriks disusun oleh 11 level pencapaian, mulai dari skor 0 untuk performansi yang tidak memuaskan sampai 10 untuk pencapaian tertinggi. Level performansi dalam kerangka matriks sasaran berawal dari 0 sampai 10. Jadi terdapat penyelesaian 11 level untuk setiap kriteria: suatu kriteria tunggal menempati sebuah kolom yang jangkauannya dari atas ke bawah matriks. Level pencapaian memanjang diatas kerangka matriks, seperti yang ditunjukkan oleh dua anak panah dari 0 sampai 10. Pemberian hasil yang diharapkan pada setiap level ialah bagian yang penting sekali
44
dari penskalaan, karena hasil-hasil menetapkan rintangan khusus yang mencerminkan pencapaian tujuan produktivitas unit kerja. Skala ditentukan dengan angka-angka yang dibuat dalam tiga level, yaitu level 0, level 3, dan level 10. 1.
Level 0 Level terendah yang dicatat untuk kriteria rasio selama periode waktu terakhir, misalnya, tahun terakhir, dimana kondisi-kondisi operasional normal berada; secara nominal pembacaan rasio terburuk yang dapat diperkirakan.
2. Level 3 (b 2) Hasil operasi menyatakan kecakapan performansi pada saat tingkat skala dibuat; pembacaan rasio sekarang ialah pada saat pengukuran dimulai.
3. Level 10 (b 1) Estimasi hasil yang realisitis yang dapat dicapai dalam waktu dekat, misalnya dua tahun, dengan sumber-sumber yang sebenarnya sama dengan yang ada sekarang; tujuan produktivitas stimulan. Level 0 dan 3 mudah didefinisikan secara jelas. Level 10 ialah tantangan. Tujuan yang terlalu optimis dikemudian hari dapat membuktikan
kelemahan
yang
diakibatkan
dari
ketidakmampuan untuk mencapai tujuan, dan sebuah tujuan konservatif dapat mencegah perkembangan motivasi jika terlalu mudah dicapai.
45
C.
Bagian pemantauan Seluruh kriteria performansi produktivitas tidak mempunyai akibat yang sama dalam produktivitas unit kerja secara keseluruhan. Bobot yang diberikan, 100 poin disebarkan diantara
kriteria-kriteria,
menunjukkan
kontribusi
yang
dirasakan manajemen dari setiap kriteria sasaran produktivitas total organisasi. Pembobotan (c1) bukanlah urusan yang mudah. Hal tersebut menyediakan kesempatan untuk memberi perhatian langsung pada aktivitas yang
mempunyai potensi terbesar dalam
perbaikan produktivitas. Tahap akhir menyatukan skor kriteria dan bobot kriteria untuk menentukan sebuah indeks performansi. Data untuk rasio-rasio dikumpulkan secara berkala – setiap satu minggu, bulan, atau per tiga bulan – tergantung pemakaian sistem pemantauan. Hasilnya dimasukkan pada garis performansi matriks dan diterjemahkan kedalam skor menurut tingkatan skala pada setiap kriteria. Karena setiap tahap pemberian skor merupakan “tujuan kecil”, performansi harus sama atau melebihi himpunan bilangan tersebut dengan skor yang diberikan. Skor dimasukkan kedalam garis skor dan segera dikalikan dengan bobot dibawah setiap skor untuk melengkapi baris nilai.
46
Jumlah bilangan dalam baris nilai dimasukkan dalam kotak pertama
dibawahnya.
Jumlah
ini
dinamakan
indikator
performansi sekarang, yaitu bilangan tunggal yang menunjukkan gabungan performansi pada unit kerja atau organisasi yang dipantau. Indeks performansi dihitung dengan mengalikan selisih antara indikator performansi sekarang dan sebelumnya dengan indikator yang sebelumnya. Persentasenya dimasukkan dalam kotak indeks dan menunjukkan produktivitas unit-unit kerja selama periode yang dievaluasi. Indikasi dari produktivitas unit kerja dijelaskan oleh tingkat perubahan dari indikator performansi (c 2).
Berikut ini merupakan pertimbangan-pertimbangan yang dapat mempercepat pembentukan matriks sasaran, yaitu (Riggs, 1987: 656): 1.
Tidak semua rasio pada matriks induk akan disajikan pada
matriks unit kerja. Matriks induk biasanya memiliki rasio lebih besar daripada unit kerja karena organisasi yang lebih besar memiliki tugas yang lebih kompleks. Suatu kriteria umum tunggal, seperti kualitas, memerlukan lebih dari 1 rasio.
2. Suatu kriteria harus mewakili kondisi dan aktivitas yang benar-benar dikontrol oleh unit kerja. Bagaimanapun juga, harus disadari
bahwa
tidak
ada
kelompok
yang
betul-betul
independen. Masing-masing kriteria mengandalkan input dari unit lain dan supplier lain, serta dihadapkan dengan faktor-faktor eksternal seperti kondisi darurat dan fluktuasi produksi.
47
3.
Paling sedikit satu kriteria harus menunjukkan unit
pelanggan. Dalam organisasi jasa, kualitas output sering diukur dari evaluasi pelanggan. Skala dalam 10 poin untuk evaluasi harus diperhatikan agar menjamin konsistensi dari skor yang dibuat. Hal tersebut membantu keterlibatan pelanggan dalam proses penskalaan. 4.
Hubungan
yang
terjadi
diantara
kriteria
harus
dipertimbangkan dalam pembuatan sasaran level 10. Tujuan untuk mencapai harapan diizinkan untuk ditolerir, katakanlah 5 persen barang yang ditolak. Tujuan output yang lebih rendah akan mempunyai hubungan dengan persentase barang yang ditolak yang lebih rendah pula. 5.
Saat standar kerja konvensional dilibatkan dalam matriks, standar performansi yang diterima diberikan skor 5.
Usaha perbaikan terlihat dalam skor tertinggi dalam matriks. Usaha perbaikan ini juga memberi dorongan moral dan memberi pengurangan biaya atau penambahan penghasilan. Disana ada beberapa rencana yang dikenal dengan pembagian keuntungan, dan beberapa perusahaan telah merancang rencana sendiri didasarkan atas skor yang diperoleh dari matriks sasaran. Sebuah penghargaan dapat dibagikan diantara anggota unit kerja bila usaha mereka menghasilkan keuntungan ekonomis – pemberian bonus yang cepat untuk mendorong kerja lebih aktif.
48
Penghargaan non-moneter dapat beraneka bentuk, mulai dari tandamata untuk mengikuti acara hiburan. Semua penghargaan harus dibagi bersama diantara semua anggota kelompok yang disajikan dalam matriks, dengan tujuan untuk membangun persatuan dan motivasi diantara semua anggota kolompok.
Tingkat kecakapan diantara unit kerja tidak dapat dibandingkan secara langsung menurut angka indikator-kinerja mereka kalau matriks yang sama tidak cocok. Sebaliknya, sebagian unit bisa menetapkan sasaran jangka menengah dan juga bisa menggunakan indikator kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, setiap unit sebaiknya diputuskan berdasarkan tingkat pertambahan/pengurangan
dari
indikator performansi. Hal tersebut memberi indeks produktivitas yang sesuai untuk setiap unit. 2.12
Pengambilan Keputusan Majemuk
Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dari berbagai alternativ yang ada. Kriteria menunjukan definisi masalah dalam bentuk kongkret dan dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan berbagai alternativ.
Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk
menggambarkan
dalam
bentuk
kuantifikasi.
Hal
ini
49
disebabkan karena selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan juga yang tidak dapat diabaikan, sehingga mengakibatkan semakin sulitnya membuat perbandingan. Salah satu sifat dari kriteria yang disusun dengan baik adalah relevansinya dengan masalah-masalah kunci yang ada. Setiap kriteria harus menjawab satu pertanyaan penting mengenai seberapa baik suatu alternatif akan dapat memecahkan suatu masalah yang dihadapi.keputusan akhir mengharuskan pengambil keputusan untuk memperkirakan bagaimana perbandingan suatu alternativ dengan alternatif lainnya dalam kondisi-kondisi yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Kriteria digunakan untuk membandingkan dampak yang diperkirakan akan muncul dari setiap alternativ yang ada, dan bukan dampak yang terjadi sekarang serta mengurutkannya sesuai dengan yang dikehendaki.
2.12.1 Analytical Hierarchy Process
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama
Analytical Hierarchy Process (AHP)
adalah sebuah hirarhi fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Permadi, 1992).
Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa subtujuan yang lebih terperinci yang dapat menjelaskan apa yang
50
dimksud dalamtujuan pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Dan pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif, yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama, dan pada hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa kriteria kriteria diukur.
Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambil keputusan menjabarkan tujuan menjadi tujuan yng lebih rendah. Pengambil keputusanlah yang menentukan saat penjabaran
tujuan ini
berhenti,
dengan memperhatikan
keuntungan atau kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalm melakukan proses penjabaran hirarki tujuan, yaitu:
1. Pada saat penjabaran tujuan ke dalam subtujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut 2.
Meskipun hal
tersebut
terpenuhi,
perlu
menghindari
terjadinya pembagian yng terlampau benyak, baik dalam arah horizontal maupun vertikal
3. Untuk itu sebelum menetapkan suatu tujuan untuk menjabarkan hirarki tujuan yang lebih randah, maka dilakukan tes kepentingan, “apakah suatu tindakan/hasil
51
yang terbaik akan diperoleh bila tujuan tersebut tidak dilibatkan dalam proses evaluasi?”
Penjabaran tujuan dalam hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperoleh kriteria yang dapat diukur. Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian keadaannya. Dalam beberapa hal terentu, mungkin lebih memungkinkan bila menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi dalam proses analisis. Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan, semakin mudah pula penentuan ukuran objektif dari kriteria-kriterianya. Akan tetapi, ada kalanya dalam proses analisis pengambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Bila cranya demikian, salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya adalah dengan menggunakan skala subjektif.
Adakalanya meskipun telah diusahakan penjabaran tujuan menjadi lebih pesifik, tetap tidak dapat ditentukan kriteria untuk sejumlah tujuan. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan dengan apa yang disebut dengan kriteria proksi. Kriteria proksi adalah kriteria yang diperkiarkan dan disepakati untuk dapat mencerminkan tingkat pencapaian secara tidak langsung.
Model AHP pendekatannya hampir identik dengan model prilaku politis, yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan menggunakan keputusannya.
pendekatan
kolektif
dari
proses
pengambilan
52
AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan stuktur masalah yang belum jelas, ketidakpastiannya persepsi pengambil keputusan serta ketidak pastian tersediannya data statistik yang akuran atau bahkan tidak ada sama sekali.adakalanya timbul masalah keputussn yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dicatat secra numerik, hanya secara kualitatis saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Namun, tidak menutup kemungkinan, bahwa model-model lainnya ikut dipertimbangkan alam proses pengambilan keputusan sengan pendekatan AHP, khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual pada saat proses penerapan pendekatan ini (Yahya, 1995).
Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah: 1.
Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria yang paling dalam
2.
memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai kriteria dan alternatif yng dipilih oleh para pengambil keputusan
3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analitis sensitivitas pengambil keputusan
53
Selain itu AHP mempunyai keampuan untuk memecahkan masalah yang
multi-objektif
dan multi
kriteria yang
berdasar
pada
perbandingan preferensi dari setiap elemen hirarki. Jadi, model ini meupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif. Pada dasarnya langkah-langkah dalam penentuan metoda AHP meliputi : 1.
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah
3. Membuat
matriks
perbandingan
berpasangan
yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
atau
kriteria
setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x {(n-1)/2} buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan 5.
Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi
6.
Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki
54
7. Menghitung vektor eigen dari setia[ matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot tiap elemen. Langkah ini untuk mensistesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki
Secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui
inderanya.
Proses
yang
paling
mudah
adalah
membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu Saaty (1980) menetapkan skala kuantitatif 1 samapai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain yang dijelaskan pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 2.2 Skala penilaian perbandingan pasangan Intensitas kepentingan
Keterangan
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar tehadap tujuan
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penelitian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
55
5
Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan dalam praktek
9
Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
2, 4, 6, 8
Kebalikan
jika untuk aktivitas I mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan i
(Sumber : Kadarsih dkk, Sistem Pendukung Keputusan, hal 132-133)
A. Penghitungan bobot elemen
Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Misalkan,
dalam
suatu
subsistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen operasi A1 , A2 , …, An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen
operasi
tersebut
akan
membentuk
matriks
perbandingan. Perbandingan berpasangan dimuli dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan.
56
A1
A2
…
An
A1
a11
a12
…
a1n
A2 An
a21 a n1
a22 a n2
…
-
a2n a nn
Gambar 2.10 Matriks perbandingan berpasangan
Matriks An x n merupakan matriks resiprokal. Dan diasumsikan terdapat elemen, yaitu w1 , w2 , …, wn yang akan dinilai secara perbandingan Nilai ( judgement) perbandingan secara berpasangan antara (w ,i w j ) dapat presentasikan dalam matriks tersebut
wi w j
=
a( i , j ) ; i , j
=
1 , 2 ..., n ………………...(2.17)
Dalam hal ini matriks perbandinganadalah matriks A dengan unsurunsurnya adalah aij dengan i, j = 1, 2, … n
Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Misalnya unsur a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan elemen operasi A1 sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur a11 adalah sama dengan 1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks perbandingan sama dengan 1. Nilai unsur a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap elemen operasi A2. Besarnya nilai a12 , adalah 1 / a12 , yang menyatakan
57
tingkat intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1.
Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1 , A2 , …. ,An tersebut dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (W 1 , W 2 , …Wn) maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A 1 dibandingkan A2 dapat pula dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen operasi A1 terhadap A2 yakni W 1 / W 2 yang sama dengan a12 , sehingga matriks perbandingan pada gambar 2.10 dapat dinyatakan sebagai berikut :
A1
A2
…
An
A1
w1/w1
w1/w2
…
w1/wn
A2 An
w2/w1 wn/w1
w2/w2 wn/w2
…
-
w2/wn wn/wn
Gambar 2.11 Matriks perbandingan preferensi
Nilai-nilai w1 / w2 dengan i, j = 1, 2, …, n, dijajagi dari partisipan, yaitu orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dinalisis.
Bila
matriks
ini
dikalikan
dengan
vektor
kolom
W = (W 1 , W 2 , …Wn) maka diperoleh hubungan :
AW = nW ………………………………….…....(2.18)
Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut
58
[A – nI ] W = 0 ………………………………..….(2.19) dimana I adalah matriks identitas
Persamaan (2.19) ini dapat menghasilkan solusi yang tidak nol bila (jika dan hanya jika) n merupakan eigen value dari A dan W adalah eigen vector - nya. Setelah eigenvalue matriks perbandingan A tersebut diperoleh, misalnya λ 1 , λ 2 , …, λ n, dan berdasarkan matriks A yang mempunyai keunikan, yaitu aij = 1 dengan i = 1, 2, …, n, n
maka :
∑ λ1 = n
………………………………………….(2.20)
i =1
Disini semua eigen value bernilai nol, kecuali satu yang tidak nol, yaitu eigen value maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan konsisten, akan diperoleh eigen value maksimum dari a yang bernilai n
Untuk
mendapatkan
W,
maka
dapat
dilakukan
dengan
mensubtitusikan harga eigen value maksimum pada persamaan AW = λ maks . W ………………..………………….(2.21) Selanjutnya persamaan (2.19) dapat diubah menjadi : [A– λm aks I ] W = 0 ………………………………..(2.22) Untuk memperoleh harga nol, maka yang perlu diset adalah : A– λm aks I =0 ……………..……………………..…(2.23) berdasarkan persamaan (2.23) dapat diperoleh harga λ maks
59
Dengan memasukan harga λ maks ke persamaan (2.22) dan ditambah n
dengan persamaan
∑W i2 = 1 maka
akan diperoleh bobot masing-
i =1
masing elemen operasi (W ,i dengan i =1, 2, …, n) yang merupakan eigen vector yang bersesuaian dengan eigen value maksimum.
Contoh perhitungan Seorang mahasiswa dihadapkan pada persoalan memilih aktivitas pada masa liburnya, ia memiliki dua alternatif aktivitas, yaitu membaca di rumah atau rekreasi ke pantai. Ia memandang bahwa membaca di rumah (M) memiliki kapentingan dua kali lebih penting dari pada rekreasi ke pantai (R), sehingga akumulasi pemikiran dia atas aktivitas masa liburnya dapat diapresiasikan ke dalam bentuk matriks berikut : M
M R
1 1 / 2
R
1 2
Mencari eigen value untuk persamaan ini, diuraikan sebagai berikut : [A – nI ] W = 0
1 1 / 2 1 1 / 2
1 − n 0 1 2 n − n 0 1 2
n2 - 2n + 1 = 0
= 0 1 0 = 0 n 0
60
n2 + 2n = 0 n(n–2)=0
;
n1 = 0 , n2 = 2
dipilih eigen value (n) maksimum, yaitu n = 2, sehingga 2 W 1 0 1 −2 1 / 2 1 −2 0 W 2 = 2 W 1 0 −1 1 / 2 −1 0 W 2 =
-W 1 + 2W 2 = 0 → W 1 = W 2 1/2 W 1 + W 2 = 0 → W 1 = W 2 dengan melakukan normalisasi W 12 + W 22 = 1, maka diperoleh : (2W 2 )2 + W 22 = 1 4W 22 + W 22 = 1 5W 22 = 1 W 22 = 1/5 ;
W1 = 0,67 , W 2 = 0,33
Maka yang dipilih mahasiswa ini adalah membaca
B.
Penghitungan konsistensi
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secra berpasangan tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut. Hubungan Kardinal
: a ij . a jk = aik
Hubungan Ordinal
: A i > A j , A j > Ak maka Ai > Ak
Hubungan diatas dapat dilihat sebagai berikut : a.
Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya
bila anggur lebih enak 4 kali dari mangga, dan mangga lebih
61
enak 2 kali dari pisang, maka anggur lebih enak 8 kali dari pisang b.
Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga, dan mangga lebih enak dari
pisang, maka anggur lebih enak dari pisang
Pada keadaaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpanag dari hubungan tersebut, sehingga matriks tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan pada preferensi seseorang.
Contoh konsistensi preferensi
i A = j k
i
j
1
4
1 / 4
1
1 / 2
2
2 1 / 2 1 k
matriks A konsisten karena : aij . a jk = aik
→
4 . 1/2
=2
aik . akj = aij
→
2. 2
=4
a jk . aki = a ji
→
1/2 . 1/2 = ¼
Dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada bagian eigen value. Dengan mengkombinasikan apa yang telah diurai sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten, maka penyimpangan kecil dari a ij akan tetap menunjukan
eigen
62
value terbesar, λ maks , nilainya akan mendekati n dan eigen value sisanya akan mendekati nol.
Penyimpangan
dari
konsistensi
dinyatakan
dengan
Indeks
Konsistensi dengan persamaan : CI =
λ maks − n
n −1
……………………………………...(2.24)
dimana : λ maks = eigen value maksimum n
= ukuran matriks
Indeks Konsistensi (CI); matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai dengan 9) beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika “judgement” numerik diambil secara acakdari skala 1/9, 1/8, …, 1 , 2 , …, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, sebagaimana yang akan disajikan pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Nilai indeks random Ukuran Matriks
Indeks Random (inkonsistensi)
1, 2 3 4 5 6 7 8 9
0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45