BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap ekosistem atau komunitas, atau bagian-bagian lain memiliki produktivitas dasar atau yang disebut produktivitas primer. Pengertian produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dan kemosintesis (pemanfaatan hasil sintesis) dalam bentuk bahan-bahan organik dapat digunakan sebagai bahan pangan. Dalam konsep produktivitas, faktor satuan waktu sangat penting yang menentukan menentukan produktivitas suatu ekosistem. Contohnya yaitu produktivitas produktivitas hutan tropis alam di Semenanjung Malaya lebih tinggi daripada hutan iklim sedang di Inggris. Di Malaya hutan tumbuh sepanjang tahun tanpa waktu istirahat, sesuai dengan iklim tropis. Di Inggris, hutan hanya pada musim semi dan musim panas (± 5 bulan) (Siberu, 2002). Produktivitas primer dari suatu ekosistem dapat didefinisikan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsen melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu (Widianingsih, 2002). Cahaya disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Setyapermana, 1979). Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat, karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini dalam skala tahunan. Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah metode panen, metode pengukuran oksigen, metode karbon dioksida, metode PH, pengukuran berkurangnya bahan mentah, metode radioaktivitas, dan metode klorofil (Widyaleksono, 2012). Oleh karena itu, untuk mengetahui produktivitas primer dalam ekosistem sungai belakang Fakultas Teknik UNESA, maka dilakukan praktikum produktivitas primer dengan menggunakan botol terang dan gelap dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen), Oxygen), kadar fotosintesis, dan kadar respirasi.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kadar fotosisntesis pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA ? 2. Bagaimana kadar respirasi pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA ? 3. Bagaimana produktivitas primer pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA ? 4. Bagaimana produktivitas total pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA ?
C. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan kadar fotosisntesis pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA 2. Untuk mendeskripsikan kadar respirasi pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA 3. Untuk mendeskripsikan produktivitas primer pada air sungai bela kang Fakultas Teknik UNESA 4. Untuk mendeskripsikan produktivitas total pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum mengenai Produktivitas
Produktivitas adalah laju penyimpanan energi oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Produktivitas dari suatu ekosistem adalah kecepatan cahaya matahari yang diikat oleh vegetasi menjadi produktivitas kotor, sesuai dengan kecepatan fotosintesis. Sedangkan produktivitas bersih dari vegetasi adalah produksi dalam arti dapat dipergunakan oleh organisme lain, yaitu sesuai dengan kecepatan fotosintesis (produksi bahan kering) dikurangi kecepatan respirasi (Djumara, 2007). Menurut Jordan (1985) dalam Mahmuddin (2009), jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi diantara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Menurut Widyaleksono (2012), cara ideal untuk mengukur produktivitas adalah dengan jalan mengukur arus energi yang melalui sistem, tetapi dalam kenyataannya cara ini sulit dilakukan. Pengukuran produktivitas yang sering dilakukan berdasarkan kuantitas tidak langsung, antara lain dengan mengukur: 1. Jumlah senyawa yang dihasilkan, 2. Bahan mentah yang diperlukan, 3. Hasil samping.
B. Tinjauan Umum mengenai Produktivitas Primer
Di dalam suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen, sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas oleh konsumen (Djumara, 2007). Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), produktivitas primer menunjukkan jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor. Tidak semua 3
hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, produktivitas primer bersih sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi: Produktivitas Primer Bersih = Produktivitas Primer Kotor – Respirasi
Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama suatu periode tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari biomasa ini akan diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai materi yang berdaur hidup. Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu disebut Standing Crop Biomass (biomasa hasil bawaan). Dengan demikian jelas bahwa biomasa berbeda dengan produksi (produktivitas). Produktivitas komunitas bersih merupakan laju penyimpanan materi organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof (herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa produktivitas primer sesudah dikurangi dengan yang digunakan oleh herbivora (Mahmuddin, 2009).
C. Tinjauan Umum mengenai Metode Pengukuran Produktivitas Primer
Beberapa metode pengukuran produktivitas primer suatu perairan, antara lain: 1. Metode Panen Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produksi komunitas bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana. 2. Metode Pengukuran Oksigen Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktivitas dengan oksigan yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus diingat sebagian oksigen dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus diperhitungkan dalam penentuan produktivitas. Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya. 3. Metode Karbon dioksida Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat dipergunakan sebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus diperhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan 4
darat dan dapat dipakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan. Ada dua teknik atau metode utama yaitu: metode ruang tutup dan ruang aerodinamika. 4. Metode pH Metode ini digunakan pada ekosistem perairan. Pada ekosistem perairan pH air merupakan fungsi dari kadar karbon dioksida terlarut. Metode ini baik dilakukan di laboratorium karena mudah dikontrol. 5. Pengukuran berkurangnya bahan mentah Berkurangnya kandungan bahan-bahan mentah yang tersedia menggambarkan tinggi produktivitas. Metode ini baik dilakukan pada ekosistem perairan. Metode ini mengukur produksi bersih komunitas. 6. Metode Radioaktivitas Materi aktif yang dapat diidentifikasi radiasinya dimasukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14) dapat diintroduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya diasimilasikan oleh tumbuhan dan dipantau untuk mendapatkan perkiraan produktivitas. Teknik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu dapat dipakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem. 7. Metode Klorofil Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan (Campbell, 2002).
D. Tinjauan Umum mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas primer pada ekosistem perairan lentik (berarus tenang) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu 5
berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton (Mahmuddin, 2009). 2. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer (Mahmuddin, 2009). Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiryanto, 2001). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah (Mahmuddin, 2009). 3. pH (Derajat Keasaman)
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan tergangu, dimana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Derajat keasaman perairan tawar berkisar dari 5-10. Setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Perkembangan alga Cyanophyceae akan sangat jarang dalam perairan apabila pH di bawah 5 (Barus, 2004). 4. DO (Dissolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. 6
Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi (Barus, 2004). Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Schwrobel, 1987 dalam Barus, 2004). Nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg O2/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg O 2/l (Barus, 2004). 5. Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient ). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO 2 kadang-kadang membatasi produktivitas (Mahmuddin, 2009). Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar di perairan dangkal dekat benua dan di sepanjang terumbu karang, dimana cahaya dan nutrien melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relatif rendah karena nutrien anorganik, khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya di permukaan. Di tempat yang dalam dimana nutrien melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan (Mahmuddin, 2009).
7
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Produktivitas Primer dilaksanakan pada hari Senin, 15 September 2014. Pengambilan sampel air bertempat di sungai belakang Fakultas Teknik UNESA. Kemudian, sampel air dibawa ke Laboratorium Ekologi UNESA.
B. Alat dan Bahan
Alat: a. Botol Winkler gelap
2 buah
b. Botol Winkler terang
2 buah
c. Tali rafia d. Erlenmeyer 250 ml
2 buah
e. Pipet tetes f. Pipet ukur 1 ml g. Buret h. Statif dan klem
Bahan: a. Larutan MnSO4 b. Larutan KOH-KI c. Larutan H2SO4 pekat d. Larutan Amilum 1% e. Larutan Na2S2O3 0,025 N f. Sampel air
C. Prosedur Kerja
a. Pengambilan sampel air dan pelekatan botol sampel. 1)
Mengambil sampel air dengan menggunakan botol Winkler gelap dan terang sekitar permukaan air (1 pasang botol). Tutuplah masing-masing botol sewaktu di dalam air.
2)
Mengikat satu botol gelap dan satu botol terang dengan tali rafia pada kedalaman permukaan dan satu pasang botol pada sekitar bagian dasar air diikatkan tali rafia 8
yang sama yang dipakai untuk mengikat satu pasang botol sebelumnya tali rafia pada bagian atas yang digantungkan pada pohon dekat air sehingga kedua pasang botol yang diikat rafia dapat masuk kebadan air sesuai dengan kedalaman. b. Pemeriksaan kadar oksigen terlarut 1)
Memeriksa kadar oksigen dari botol terang dan botol gelap sesuai dengan kedalaman sebelum perlakuan.
c. Pengukuran kandungan oksigen dengan metode Winkler 1)
Membuka botol Winkler, air hasil tampungan diberi MnSO4 sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet ukur dengan ujung pipet dibawah permukaan air, sehingga tidak menimbulkan gelembung.
2)
Menambahkan 1 ml KOH-KI dengan cara yang sama.
3)
Menutup botol Winkler kembali dengan membolak-balikkan selama 5 menit.
4)
Membiarkan selama 10 menit agar terjadi pengikatan oksigen terlarut dengan sempurna dengan ditandai timbulnya endapan di dasar botol.
5)
Mengambil dan membuang 2 ml larutan di permukaan atas botol tanpa menyertakan endapan kemudian menambahkan 1 ml H 2SO4 pekat dengan pipet ukur.
6)
Menutup botol dan membolak-balikkan sehingga endapan larut dan larutan menjadi warna kuning kecoklatan.
7)
Untuk satu botol Winkler, mengambil larutan dan memasukkannya kedalam Erlenmeyer masing-masing sebanyak 100 ml, larutan siap untuk dititrasi dengan Na2S2O3.
8)
Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna kuning muda. Mengukur Na 2S2O3 yang digunakan.
9)
Memasukkan 20 tetes amilum 1% kedalam Erlenmeyer hingga larutan menjadi biru muda.
10) Urutan dititrasi lagi hingga warna biru hilang Na 2S2O3 yang digunakan pada langkah h-j dijumlahkan.
9
BAB IV PEMBAHASAN A. Data Tabel: Hasil Uji Produktivitas Primer Keterangan
Nilai
DO awal (mg/l)
0,7805 mg/l
DO akhir Botol Terang (mg/l)
0,6504 mg/l
DO akhir Botol Gelap (mg/l)
0,5203 mg/l
Fotosintesis
-0,1301
Respirasi
-0,2602
Produktivitas Primer
0,1301
Produktivitas Total
-0,3903
0,9 0,8 0,7805 0,7 0,6504
0,6 0,5
0,5203
0,4
Perbandingan nilai DO awal dan DO akhir
0,3 0,2 0,1 0 DO awal
DO akhir B.Terang DO akhir B.Gelap
Grafik: Perbandingan nilai DO awal dan DO akhir
B. Analisis
Dari hasil uji produktivitas primer yang telah dilakukan, diperoleh data hasil kadar DO awal yang diambil pada botol Winkler tanpa perendaman sebesar 0,7805 mg/l. Sedangkan, DO akhir terang dan gelap yang diambil dari botol Winkler terang dan gelap dengan
10
perendaman selama 1 jam sebesar 0,6504 mg/l dan 0,5203 mg/l. Fotosintesis dan respirasi pada praktikum tersebut dihasilkan nilai kadar sebesar -0,1301 ppm dan -0,2602 ppm. Pada perhitungan akhir didapatkan produktivitas primer sebesar 0,1301 ppm sedangakan produktivitas total sebesar -0,3903 ppm.
C. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur produktivitas primer dari suatu perairan tidak mengalir (lentik) dengan menggunakan metode botol Winkler gelap dan terang. Dari perhitungan menggunakan rumus DO, didapat hasil kadar DO awal pada air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA sebesar 0,7805 mg/l, sedangkan hasil kadar DO akhir botol terang sebesar 0,6504 mg/l dan hasil kadar DO akhir botol gelap sebesar 0,5203 mg/l. Nilai kadar DO awal dan kadar DO akhir yang dihasilkan berbeda. Kadar DO awal lebih tinggi dari pada kadar DO akhir, hal ini disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan dan pada DO akhir air yang dimasukkan baik pada botol Winkler gelap maupun terang sangat tertutup sehingga tidak bisa berhubungan dengan lingkungan diluarnya, tetapi organisme didalam botol tetap melakukan aktivitas fotosintesis hal ini yang menyebabkan kadar DO awal lebih tinggi. Tinggi rendahnya produktivitas primer dipengaruhi oleh kadar DO pada perairan tersebut. Kadar DO akhir pada botol gelap dan terang dengan sampel air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA mengalami perbedaan. Kadar DO dalam air itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan tersebut, yang mana intensitas cahaya sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh biota perairan, misalnya ganggang dan fitoplankton. Dari hasil proses fotosintesis tersebut, dihasilkan oksigen. Sehingga oksigen yang terlarut inilah yang mempengaruhi besar atau kecilnya kadar DO dalam perairan tersebut. Jika selisih DO botol gelap dan botol terang rendah, maka produktivitas primer dalam perairan tersebut semakin rendah. Sesuai data tabel dan grafik dapat dilihat bahwa jarak antara DO pada botol gelap dan botol terang terdapat selisih yang cukup rendah yaitu sebesar 0,1301 mg/l. Jadi produktivitas primer air sungai belakang Fakultas Teknik UNESA rendah. Produktivitas primer adalah pemasukan-pemasukan yang mencakup pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen atau kemampuan untuk merubah bahan anorganik menjadi bahan organik.
11
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penngamatan yang dilakukan dilapangan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu suhu, cahaya, PH (derajat keasaman), DO (Dissolved Oxygen), dan Nutrien sehingga dalam pengukuran produktivitas primer terdapat hasil yang berbeda-beda.
B. Saran
Agar memperoleh hasil yang lebih baik maka peneliti memberikan saran se bagai berikut: 1. Peneliti harap mengulang perlakuan yang sama pada kedalaman air yang berbeda sehingga ditemukan hasil akhir yang lebih akurat. 2. Peneliti harus teliti dalam mentitrasi sehingga hasil DO sesuai dengan kondisi di lapangan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan . Medan: USU Press. Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan). Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga. Djumara, 2007. Modul 3 : Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah. Jakarta: Environmental Assesment and Management. Mahmuddin. 2009. Produktivitas Primer Ekosistem. http://mahmuddin.wordpress.com/2009/09/09/produktivitas-primer-eksosistem/. Diakses pada tanggal 25 September 2014. Siberu, Paskalis. 2002. Jurnal Pendidikan Penabur: Pembelajaran Ekologi. http:/hal.125132/pembelajaranekologi_2.pdf. Diakses pada 24 September 2014 Setiapermana, D. 1979. Produktivitas Primer dan Beberapa Cara Pengukurannya. Jakarta: Oseana. Lembaga LON LIPI Jakarta. Widyaleksono C.P, Trisnadi, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Surabaya : Airlangga University Press. Wiryanto, A P. 2001. Produktifitas
Primer Perairan
Waduk Cengklik
Boyolali.
http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0301/D030104.pdf. Diakses pada tanggal 25 September 2014.
13
LAMPIRAN
Pengukuran DO botol winkler terang
Air yang masih telah
Setelah dikocok
Setelah
belum diberi
diberi 2 ml MnSO4
selama 5 menit
didiamkan 10
perlakuan
dan 2 ml KOH-KI
Air yang masih
Ditambahkan H2SO4
Dimasukkan
Dititrasi dengan
Dititrasi dengan
pekat dan dikocok
erlenmeyer
amilum 2% hingga
Na2S2O3 hingga
biru muda
tak berwarna
hingga kuning muda
menit
Pengukuran DO pada botol winkler gelap dan direndam 2 jam
Air yang masih
Air yang masih telah
Setelah dikocok
belum diberi
diberi 2 ml MnSO4
selama 5 menit
perlakuan
dan 2 ml KOH-KI
Setelah didiamkan 10 menit
14
Ditambahkan H2SO4
Dimasukkan
Dititrasi dengan
Dititrasi dengan
pekat dan dikocok
erlenmeyer
amilum 2% hingga
Na2S2O3 hingga
biru muda
tak berwarna
hingga kuning muda
Pengukuran DO pada botol terang yang direndam selama 2 jam
Air yang masih
Air yang masih telah
Setelah dikocok
Setelah
belum diberi
diberi 2 ml MnSO4
selama 5 menit
didiamkan 10
perlakuan
dan 2 ml KOH-KI
Ditambahkan H2SO4
Dimasukkan
pekat dan dikocok
erlenmeyer
hingga kuning muda
menit
Dititrasi dengan
Dititrasi dengan
amilum 2% hingga
Na2S2O3 hingga
biru muda
tak berwarna
15