LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rarak DC)
Oleh: Qardina Annisa Hafidah 201410410311127 Kelompok 4 Farmasi C
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TUGAS
2.
IDENTIFIKASI
SENYAWA GOLONGAN
GLIKOSIDA
SAPONIN, TRITERPENOID,DAN STEROID (EKSTRAK SAPINDUS RARAK DC) 1.1 TUJUAN Tujuan Agar mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin, triterpenoid, dan steroid dalam tanaman. 1.2 TINJAUAN PUSTAKA : A. Tinjauan Tentang Tanaman Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienap tuangkan (dekantasi). Beningan yang diperoleh memnuhi persyaratan farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai. Taksonomi tumbuhan Sapindus rarak DC. adalah: • Divisi : Spermatophyta • Subdivisi : Angiospermae • Kelas : Dycotyledonae • Bangsa : Sapindales • Suku : Sapindaceae • Marga : Sapindus • Spesies : Sapindus rarak Sapindus rarak merupakan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik pada semua hampirjenis tanah dan dalam keadaan iklim. Salah satu kandungan yang terdapat dalam tanaman ini adalah saponin, saponin dapat menghasilkan busa yang khusus digunakan sebagai pencuci. Pada bagian bijinya di uji secara kualitatif menghasilkan adanya reaksi
yang dapat digunakan sebagai deterjen. Dan pada bagian buahnya terdapat senyawa triterpen alkaloid, steroid, antrakinon, fenol, tannin, flavonoid, dan minyak atsiri. Tumbuhan Rerak ( Sapindus rarak DC) adalah tumbuhan yang dikenal karna kegunaan bijinya yang dipakai sebagai
detergen
tradisional , tanamana ini berasal dari asia tenggara dan dapat tumbuh baik dalam iklim tropis diindonesia. Tumbuhan lerak berbentuk pohon ratarata memliki tinggi 10-42 meter , buahnya berbentuk bulat dengan diameter 2- 2 cm buah berbentuk bulat, tekturnya sedikit berkerut dan bermunyak. Buah yang muda berwarna hijau dan akan berubah menjadi coklat kehitaman ketika telah tua. Daging buahnya banyak mengandung air , mempunyai rasa pahit dan termasuk alkaloid beracun jika masuk dalam
pembuluh darah.
Satu buah memiliki satu biji berkulit keras
berwana hitam mengkilat dengan diamer ± 1 cm. Biji lerak mengandung saponin yang beracun juga dapat menghasilkan busa dan berfungsi sebagai bahan pencuci kain batik. Kandungan racun pada biji lerak (sapotoksin) dapat digunakan sebagai insektisida. Kulit buah lerak dapat digunakan untuk mengurangi jerawat dan kudis. Kulit buah, biji, kulit batang dan daun Sapindus lerak mengandung saponin dan flavonoida, kulit buahnya juga mengandung alkaloid dan polifenol, sedangkan kulit batang dan daunnya mengandung tanin. Presentase senyawa aktif pada lerak : No. 1 2 3 4
Senyawa Aktif Saponin Alkaloid Ateroid Triterpen
Presentase Senyawa Akt 12% 1% 0,036% 0,029%
B. Golongan senyawa Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut
sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida. 1 Glikosida Saponin Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid. Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai sifat-sifat khas. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagianbagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga. Sifat-sifat Saponin : a b c d e
Mempunyai rasa pahit Dalam larutan air membentuk busa stabil Menghemolisa eritrosit Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid
f g
lainya Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati
Toksisitasnya
mungkin
karena
dapat
merendahkan
tegangan
permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989 Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin. Struktur kimiawi Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu a
Tipe steroid
Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.
b
Gambar 1. Struktur dasar steroid Tipe triterpenoid Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan-amyrine.
2
Gambar 2. Struktur dasar terpen Glikosida Steroid Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Struktur Kimiawi Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam empedu yaitu bagian gula yang menempel pada posisi tiga dari inti
steroid dan bagian aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta. Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6-anggota tidak jenuh 3
ganda yang menempel pada atom C nomor 17. Glikosida triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren, dimana kerangka karbonnya dibangun oleh dua atau lebih satuan C5 tersebut. Senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tetapi banyak diantaranya yang terdapat sebagai alkohol, aldehid (Harbone,1987), glikosida dan ester asam aromatik (Sastrohamidjojo,
1996).
Struktur
Kimia
Isopren
Triterpenoid
merupakan senyawa yang tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia. Kebanyakan senyawa ini memberikan warna hijau- biru dengan pereaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrid-asam sulfat pekat) (Harborne, 1987). C. Cara Identifikasi 1 IDENTIFIKASI SAPONIN Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin ini terdiri dari dua kelompok : saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan dalam kehidupan manusia, salah satunya terdapat dalam lerak yang digunakan untuk bahan pencuci kain (batik) dan sebagai shampo. Saponin dapat diperoleh dari tembuhan melalui ekstraksi. Cara identifikasi : Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan 2 mL sampel
kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 10 mL aquades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang
mantap
(tidak
hilang
selama 30
detik)
maka
identifikasi
menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform,diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi enjadi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin. Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 2
1990). IDENTIFIKASI TRITERPENOID Triterpenoid adalah sekelompok senyawa turunan asam mevalonat. Triterpenoid yang paling penting dan tersebar luas adalah triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagrum, tetapi yang paling umum pada tumbuhan berbiji. Cara identifikasi : digunakan pereaksi L-B, H2SO4 pekat dan H2SO4 50%. Digunakan pereaksi ini karena dapat menghasilkan terjadinya perubahan warna yang menunujukan bahwa ekstrak tersebut positif mengandung senyawa yang termasuk dalam golongan triterpen. Pada uji triterpen yang menggunakan pereaksi L-B, H 2SO4 pekat dan H2SO4 50%., terjadi perubahan warna, hal ini disebabkan oleh Uji warna Liebermann- Burchard (LB) berguna untuk mengetahui adanya senyawa saponin baik triterpenoid maupun steroid. Uji warna Liebermann- Burchard (LB) . Apabila pada campuran timbul kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Hasil uji warna Liebermann- Burchard (LB) terhadap sampel adalah terjadinya perubahan warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat muda. Sedangkan hasil uji warna
Liebermann- Burchard (LB) terhadap ekstrak terjadinya perubahan 3
warna pada sampel yaitu terbentuknya cincin warna coklat tua. IDENTIFIKASI STEROID Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar
siklopentanaperhidrofenantrena,
mempunyai
empat
cincin
terpadu.senyawa-senyawa ini mempunyai efek fisiologi tertentu. Steroid umumnya berada dalam bentuk bebas sebagai glikosida sederehana. Hormon-hormon seks yang dihasilkan terutama pada testis dan indung telur adalah suatu steroid. Hormon jantan disebut androgen dan hormon betina estrogen dan hormon kehamilan progesteron. Cara identifikasi : Untuk pendeteksian steroid dengan metode KLT cukup dengan melarutkannya dengan etanol lalu bercak nodanya disemprot dengan anisaldehid asam sulfat dan dipanaskan. Jika ekstrak positif mengandung steroid, maka akan timbul noda merah uingu atau ungu. Steroid juga dapat didentifikasi dengan uji Salkoswki yaitu memasukkan 0.3 gram ekstrak dalam tabung reaksi yang dilarutakan dalam 15 mL etanol. Tujuannya adalah untuk memisahkan gugus steroid dengan gugus senyawa lain. Digunakan etanol dikarenakan etanol merupaka pelarut yang universal karena dapat memisahkan senyawa dari yang bersifat polar sampai non polar. Selain itu, etanol dapat memisahkan komponen steroid secara optimal, aman dalam pemakaian, tidak merusak komponen senyawa, tidak berbahaya bagi lingkungan, oekonomis serta mudah didapatkan. Setelah larutan ekstrak homogeny, campuran dibagi menjadi 3 bagian yaitu IIA, IIB dan IIC. Larutan IIA digunakan sebagai blanko, IIC ditambahakan 1-2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi. Tujuan penambahan ini untuk memutuskan ikatan gula pada senyawa. Jika ikatan gula terlepas maka adanya steroid bebas pada sampel akan ditandai dengan adanya cincin yang berwarna merah. Apabila hal ini tidak muncul maka tidak mengandung steroid bebas. Pada ekstrak yang didiujikan positif 4
mengandung steroid. Hal ini ditandai adanya cincin berwarna merah. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1. Pengertian KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002). Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat
sedikit,
baik
menyerap
maupun
merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga
dapat
digunakan
untuk
mencari
kromatografi
kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah
senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 ) Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang
(aluen)
umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan
tertentu.
Pelarut-pelarut
pengembang
harus
mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut
yang
diadsorpsi
oleh
permukaan
partikel
padat..
( Soebagio,2002) 2. Prinsip KLT Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002): Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar,2007). Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf
lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007). Berikut ini adalah cara menghitung Rf Rf =
jarak yang ditempuhsolute jarak yang ditempuhsolvent
1.3 ALAT DAN BAHAN Alat Tabung reaksi Corong Kapas basah Penangas air Chamber a b c d e
Bahan Air suling H2SO4 pekat Kiesel gel GF 254 Anisaldehida asam sulfat Ekstrak Sapindus rarak DC
(Harborne 1996)
Lempeng KLT Gelas ukur Penotol mikro Pipet tetes Erlenmeyer f. Etanol g. Asam asetat anhidrat h. HCl 2 N i. n-heksana-etil asetat (4:1)
1.4 PROSEDUR KERJA a Uji Buih 1 Ekstrak sebanyak 0.2 gram dimasukkan tabung reaksi, kemudian 2
ditambah air suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik. Tes Buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil Selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan
b
cairan. Reaksi Warna 1 Preparasi sampel : 0.5 gram ekstrak di larutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga bagian masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan 2
IIC Uji Liebermann-Burchard
1
Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H 2SO4 pekat, amati perubahan warna yang terjadi. Kemudian kocok perlahan
2
dan diamati terjadinya perubahan warna. Terjadinya perubahan warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna merah menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda menunjukkan adanya saponin
3
triterpenoid / steroid jenuh. Uji Salkowski 1 larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml 2
c
ditambah 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi. Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna
merah. Kromatografi Lapis Tipis 1 Identifikasi Sapogenin steraoid / triterpenoid 1) Ekstrak sebanyak 0.5 gram ditambah 5 ml HCl 2N, dididihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit.untuk menghidrolisis saponin. 2) Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0.5 ml, totolkan pada plat KLT. Fase diam : Kiesel Gel 254 Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1) Penampak noda
: - Anisal dehida asam sulfat (dengan
pemanasan) 3) Adanya sapogennin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah 2
ungu (ungu) untuk anesaldehida asam sulfat. Identifikasi terpenoid / steroid bebas KLT 1) Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes etano, diaduk sampai larut, totolkan pada fase diam. 2) Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan : Fase diam : Kiesel Gel 254 Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1) Penampak Noda
: - Anisal dehida asam sulfat (dengan
pemanasan) 3) Adanya tepenoid / steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu atau ungu. 1.5 SKEMA KERJA
Uji Buih Dikocok kuat sampai dengan 30 detik Ekstrak sebanyak 0,2 g Dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambah air suling 10 ml
Nb : Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan caian.
Reaksi Warna 1
Preparasi Sampel Dibagi menjadi tiga bagian masing-masing 5ml Ekstrak sebanyak 0,5 g
Dilarutkan dalam 15 ml etanol
II A Blanko
II C
2
Uji Liebermann-Burchard
Diamati perubahan yang terjadi. Kemudian dikocok perlahan dan diamati perubahan warna yang terjadi lagi
3
Uji Salkowski
Larutan II B
Larutan II C
Ditambahkan 3 tetes as. Asetat anhidrat
Ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat
Larutan II C sebanyak 5 ml ditambahkan 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi
II B
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 1
Identifikasi Sapogenin Steroid/Triterpenoid
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
Ekstrak Ditambahkan 5 ml sebanyak 0,5 g2N HCl
Didihkan diatas penangas air dan telah ditutup dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit
Setelah dingin ditambahkan ammonia sampai basa
Dipipet fase pada kloroform (cairan yang berada Ditotolkan plat KLT diatas) di lemari Dilakukan eluasidan dandiuapkan dilihat pada Sinarasam, UV lalu diuapkan sampai dengan tinggal 0,5 ml 254 nm dan 365 nm
Ekstraksi dengan 5 ml n-heksana sebanyak 2x (disertai pengocokan pelan-pelan)
2
Identifikasi terpenoid/ steroid bebas secara KLT Sedikit ekstrak ditambahkan dengan nheksan ½ -1 ml dilarutkan dalam vial. Apabila belum larut harus di ultrasonik
Ditotolkan pada fase diam (Plat KLT)