AYU MELINDA MUH. DZULFADLY
15020140081
KOMPLEKSOMETRI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hal mendasar yang harus diketahui adalah defenisi dari titrasi kompleksometri. Titrasi kompleksometri adalah suatu titrasi pembentukan senyawa kompleks yang dimana menggunakan indikator logam dan larutan baku kompleks yang dimana untuk menentukan kemurnian atau kadar suatu logam.
Dalam kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam seperti aluminium, bismut, magnesium dan zink dengan cara kompleksometri. Dimana kita akan menentukan kemurnian atau kadar daripada salah satu logam tersebut yang dilakukan dengan cara titrasi kompleksometri.
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam. Dari komlpeks diatas perak merupakan atom logam dengan hilangan koordinasi dua, dan sianidanya merupakan ligannyaReaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron, kepada kation yang merupakan suatu asam.
Dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri umumnya digunakan III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat dimana EDTA bereaksi dengan ion logam yang polivalen seperti Al3+, Bi3+, Ca2+, Cu2+ membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.
Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebih sederhana dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangkan kerugiannya adalah penentuan titik akhir susah ditentukan, karena sangat dipengaruhi oleh pH dan bahan yang digunakan cukup banyak dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan bak, indikator, larutan dapar, dan larutan asam atau basa.
Adapun yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini karena didalam bdang farmasi jika kita ingin menentukan suatu senyawa obat maka kita harus mengetahui senyawa-senyawa yang ada salah satunya senyawa kompleks yang dimana kita harus mengetahui kelarutannya, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan lain-lain sebagainya.
Maksud Praktikum
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengukur kadar/kemurnian suatu senyawa polivalen dengan metode kompleksometri.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur kadar atau kemurnian ZnSO4 dengan metode kompleksometri.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Teori Umum
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. (Roth, 1998)
Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air . Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue. (Khopkar, 2002)
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen - penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut. Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium. (Harjadi,1993)
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu. (Rival, 1995)
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide. (Roth, 1998)
Prosedur Kerja (Anonim, 2015)
Pembuatan Larutan Baku EDTA 0,05 M
Larutkan 18,605 g EDTA dalam air suling sampai 1 Liter.
Pembuatan Larutan EDTA 0,05 M dengan MgSO4
Timbang saksama 12,325 m MgSO4.7H2O kemudian dilarutkan dengan air suling dan cukupkan volume sampai 1 Liter. Pipet 10 ml larutan tersebut, tambahkan 100 mL air suling dan 2 mL larutan dapar ammonia pH 10 (campuran 17,5 g NH4Cl dengan 142 mL ammonia pekat yang kemudian diencerkan sampai 250 mL air suling). Tambahkan indicator EBT dan titrasi dengan larutan EDTA 0,05 M sampai terjadi perubahan warna dari merah ke biru.
Tiap mL EDTA 0,05 M setara dengan 12,319 MgSO4.7H2O.
Pembuatan Kadar Zink Sulfat
Ditimbang saksama 100 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam Erlenmeyer dengan 100 mL air suling, tambahkan NaOH encer tetes demi tetes secukupnya hingga terbentuk endapan yang mantap. Tambahkan 5 mL dapar ammonia pH 10, titrasi dengan EDTA 0,05 M menggunakan indicator EBT-NaCl 20 mg hingga terjadi warna biru.
Tiap mL EDTA 0,05 M setara dengan 14,38 mg ZnSO4.7H2O
BAB 3 KAJIAN PRAKTIKUM
Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan saat praktikum yaitu Batang pengaduk, Buret, Corong, Erlenmeyer 250 mL, Gelas kimia, Gelas ukur 5mL, Pipet tetes, Spatula dan Tabung reaksi,
Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan saat praktikum yaitu Aquadest, EDTA (Etil Diamin Tetraaseta Dinatrium), Indikator EBT (Eriochrome Black T), NH4Cl dan ZnSO4.
Cara Kerja
Pada percobaan Kompleksometri, pertama-tama disiapkan alat dan bahan, kemudian ditimbang 100 mg Zink sulfat. Dipasang buret tegak lurus pada statif dan diisi dengan larutan EDTA 0,05 M hingga volumenya kurang lebih 40 ml. Dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan NaOH encer tetes demi tetes sampai terbentuk endapan yang mantap. Kemudian ditambahkan 5 ml dapar ammonia pH 10, setelah itu dititrasi dengan EDTA 0,05 M dengan menggunakan indicator EBT-NaCl 20 mg hingga terjadi warna biru.
BAB 4 KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
Hasil Praktikum
Data
KELOMPOK
Volume titran
1
8,6 mL
2
8,4 mL
3
29,5 mL
4
20,2 mL
Reaksi
O
C
O CH2
C CH2
O N
CO CH2 CH OH
CH2 + O3S N N
O N
C CH2 NO2
O O CH2
C
O
Perhitungan
Kelompok 1
% Kadar = Vtitran x N x Berat setaraBerat sampel x Faktor koreksi x 100 %
= 8,6 mL x 0,0867N x 8,072 mg100 mg x 0,08 N x 100 %
= 6,0188 x 100%
= 75,225 %
Kelompok 2
% Kadar = Vtitran x N x Berat setaraBerat sampel x Faktor koreksi x 100%
= 8,4 mL x 0,0867N x 8,072 mg100,2 mg x 0,08 N x 100%
= 5,8788 x 100%
= 73,475%
Kelompok 3
% Kadar = Vtitran x N x Berat setaraBerat sampel x Faktor koreksi x 100%
= 29,5 mL x 0,0867 N x 8,072 mg100 mg x 0,08 N x 100%
= 20,6458 x 100%
= 258,062 %
Kelompok 4
% Kadar = Vtitran x N x Berat setaraBerat sampel x Faktor koreksi x 100%
= 20,2 mL x 0,0867 N x 8,072 mg100 mg x 0,08 N x 100%
= 14,1368 x 100%
= 176,7 %
Pembahasan
Metode kerja dari pada percobaan ini adalah pada larutan sampel ditambahkan larutan dapar pH 10. maksud dari penambahan larutan dapar ini adalah untuk menjaga pH larutan agar pembentukan kompleks magnesium dan seng sulfat stabil dan tidak terganggu oleh ion logam lain. Selain itu, ditambahkan larutan NaOH untuk memberi suasana basa pada larutan.
Titrasi kompleksometri digunakan indikator EBT. Indikator ini diberikan sebelum titrasi, agar terjadi reaksi antara logam dengan indikator terlebih dahulu untuk membentuk kompleks. Penambahan indikator ini tidak boleh berlebih, karena indikator EBT dalam keadaan bebas warnanya berbeda tergantung dari pH larutan. Pada saat titrasi dengan larutan baku Na2EDTA , terjadi persaingan antara kompleks logam-indikator dengan EDTA dimana pada akhirnya indikator terlepas dalam keadaan bebasnya kembali dan terbentuk kompleks EDTA dengan logam. Warna biru yang nampak pada titik akhir titrasi adalah arna dari indikator EBT bebas dan merupakan titik akhir titrasi.
Indikator EBT yang digunakan termasuk dalam indikator logam. Kompleks dari indikator logam ini dan ion logam yang bila bereaksi dengan ion logam akan berubah warna, selain itu persyaratan lain yaitu kompleks indikator dan ion logam tidak boleh sama, stabil dengan kompleks pembentuk khelat yang ada dalam larutan pengukuran ion logam atau dengan kata lainlogam harus bereaksi terlebih dahulu dengan ion logam pada waktu larutan pengukur yang ditambahkan atau sebaliknya ion logam harus dibebaskan kembali, jika larutan pengukur ditambahkan.
Dimana 1 ml EDTA 0,05 N setara dengan 14,38 mg ZnSO4.H2O Sehingga diperoleh untuk kelompok 1 kadar ZnSO4 100 mg yaitu sebesar 75,225 %, kelompok 2 kadar ZnSO4 100,2 mg yaitu sebesar 73,475 %, kelompok 3 kadar ZnSO4 100 mg yaitu sebesar 258,062 %, dan kelompok 4 kadar ZnSO4 100 mg yaitu sebesar 176,7 %. Sedangkan dalam Farmakope Indonesia kadar Zink Sulfat tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 108,7 %.
Adapun ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dari praktikum mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ketidaksterilan bahan dan alat yang digunakan, kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi, dan bahan yang digunakan sudah tersimpan cukup lama.
Dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya ZnSO4. Penentuan kadar ZnSO4 yang digunakan sebagai laksativum dan berguna sebagai adstrigen. Pada analisis kuantitatif ini hanya digunakan untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam seperti Zink sehingga kita menggunakan titrasi secara kompleksometri.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah persen kadar yang diperoleh dengan menggunakan sampel Zink sulfat yang dititrasi menggunakan EDTA yaitu 75,225 %, 73,475 %, 258,062 %, dan 176,7 % sedangkan berdasarkan literatur Zink Sulfat mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 108,7 %.
Saran
Sebaiknya bahan-bahan yang sudah tersimpan lama tidak usah digunakan lagi agar tidak terjadi kesalah pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Analisis. Uiversitas Muslim Indonesia: Makassar.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga: Jakarta.
Herman J. Roth. Dkk. 1988. Analisis Farmasi. UI Press: Yogyakarta.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.
LAMPIRAN
SKEMA
100 mg Zing (dalam Erlenmeyer)
+ 100 mL Aquadest
+ NaOH tetes demi tetes
Terbentuk endapan
+ 5 mL Dapar Ammonia pH 10
+ Indikator EBT
Titrasi dengan EDTA 0,05 M hingga terjadi perubahan warna menjadi biru
[Type the document title]