LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA PERCOBAAN VII-VIII “PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN DAN ASUMSI MODEL KOMPAR KOMPARTEMEN TEMEN ”
Kelompok : 1C
Auliyani Rosdiana K
1113102000015
Fitrahtunnisah
1113102000014
Selvy urkhayati
1113102000035
!uhammad Faisal
11131020000"4
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULT FAKULTAS AS KEDOKTERAN KEDOK TERAN DAN ILMU KESEHATAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM ISLA M NEGERI NE GERI SYARIF SYARIF HIDAYA HIDAYATULLAH JAKARTA JA KARTA DESEMBER/ 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 L!" B#$%&'
Penetapan waktu pengambilan cuplikan dan asumsi model kompartemen merupakan dua faktor yang saling berkaitan. Sehingga, kesalahan waktu pengambilan cuplikan dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan model kompartemen. Untuk obat yang diberikan secara intravena, waktu sampling hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah pemberian obat. Pengambilan cuplikan diperoleh dari darah maupun urin. Jika darah digunakan sebagai cuplikan, pencuplikan dilakukan sampai 3- ! " #$% eliminasi obat dan bila digunakan urin sampai &-#' ! " #$% eliminasi. (ata yang diperoleh dari proses pengambilan cuplikan digunakan untuk memperkirakan model farmakokinetikanya dengan cara memplotkan kadar obat dalam tubuh )sumbu *+ dengan waktu )sumbu + di kertas semilog. Pada fase farmakokinetika, obat mengalami proses (/ yaitu aabsorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang ber0alan secara stimulant langsung atau tak langsung meliputi per0alanan suatu obat melintasi sel membrane )Shargel 1 *u, #2+. Parameter farmakokinetika dapat dihitung dari data yang diperoleh
berdasarkan model
kompartemen suatu obat. Parameter yang dapat dihitung meliputi "#$%, 4, 5d, 6l dan U6. Suatu obat dikatakan mengikuti model kompartemen satu 0ika kurva yang diperoleh menun0ukkan kurva monofase. Sedangkan, untuk model dua kompartemen diperoleh kurva bifase. 1.2 T()(& -
ahasiswa mampu
memperkirakan
model
kompartemen berdasarkan kurva
-
semilogaritmik kadar obat dalam plasma $ darah lawan waktu gar mahasiswa menetapkan 0adwal dan 0umlah pencuplikan untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model kompartemen suatu obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
odel 7armakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa. etode analisis kompartemental digunakan untuk memperkirakan dan menentukan secara kuantitatif apa yang ter0adi terhadap obat sebagai fungsi waktu dari saat diberikan sampai waktu dimana obat tersebut sudah tidak ada lagi di dalam tubuh. odel farmakokinetik berguna untuk )Shargel 1 *u, #2+8 a+ emperkirakan kadar obat dalam plasma, 0aringan dan urine pada berbagai pengaturan dosis b+ enghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual c+ emperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas farmakologi atau metabolit 9 metabolit d+ enghibungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik e+ enilai perubahan la0u atau tingkat availabilitas antar formulasi f+ enggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi, distribusi dan eliminasi g+ en0elaskan interaksi obat acam-macam model kompartemen 8 a+ odel ammillary odel ammillary merupakan model kompartemen yang paling umum digunakan dalam farmakokinetika. odel terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke suatu kompartemen sentral. 4ompartemen sentral mewakili plasma dan 0aringan-0aringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat. odel ammillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena 0umlah obat dalam setiap kompartemen dalam sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. :ila suatu obat diberikan secara ;5, obat secara langsung masuk ke dalam kompartemen sentral. /liminasi obat dari kompartemen sentral ter0adi oleh karena organ-organ yang terlibat dalam eliminasi obat terutama gin0al dan hati, merupakan 0aringan yang diperfusi secara baik. "etapan la0u dari farmakokinetika dinyatakan dengan huruf 4. 4ompartemen satu mewakili plasma atau kompartemen sentral, sedangkan kompartemen dua mewakili kompartemen 0aringan. Penggambaran model ini mempunyai tiga kegunaan, yaitu 8
•
emungkinkan ahli farmakokinetika merumuskan persaman diferensial untuk menggambarkan perubahan konsentrasi obat dalam masing-masing kompartemen,
•
emberikan suatu gambaran nyata dari la0u proses, dan
•
enun0ukkan berapa banyak tetapan farmakokinetik yang diperlukan untuk menggambarkan proses secara memadai.
k
1
odel #. odel kompartemen satu terbuka, in0eksi ;5
Ka
K
1
odel %. odel kompartemen satu terbuka denagn absorpsi order kesatu K12
1
2
K21
K
odel 3. odel kompartemen dua terbuka, in0eksi ;5 K12
Ka
2
1
K
K21
odel <. odel kompartemen dua terbuka dengan absorpsi order kesatu b+ odel 6atenary
(alam farmakokinetika model mammillary harus dibedakan dengan macam model kompartemen yang lain yang disebut model catenary. odel 6atenary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain men0adi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammillary terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral seperti satelit. =leh karena itu model catenary tidak dapat dipakai pada sebagian besar organ yang fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini digunakan tidak sesering model mammillary.
K21 K12 Ka
1
K23 2
3
K32
c+ odel 7isiologi odel fisiologi 0uga dikenal sebagai model aliran darah atau model perfusi, merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan fisiologik yang diketahui. Perbedaan utama antara model perfusi dan model kompartemen yang la>im adalah sebagai berikut 8 •
;a tidak dibutuhkan data yang tepat dalam model perfusi. 4onsentrasi obat dalam berbagai 0aringan diperkirakan melalui ukuran 0aringan organ, aliran darah, dan melalui percobaan ditentukan perbandingan obat dalam 0aringan darah )yakni partisi
•
obat antara 0aringan dan darah+. liran darah, ukuran 0aringan dan perbandingan obat dalam 0aringan darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi patofisiologik tertentu. =leh karena itu, dalam model fisiologik pengaruh perubahan-perubahan ini terhadap distribusi obat harus
•
diperhitungkan. odel farmakokinetik dengan dasar fisiologik dapat diterapkan pada beberapa spesies, dan dengan beberapa data obat pada manusia dapat diekstrapolasikan. Jumlah kompartemen 0aringan dalam suatu model perfusi berbeda-beda bergantung obatnya. Sebagai ciri khas, 0aringan atau organ yang tidak ditembus obat dikeluarkan dari model ini. (engan demikian organ-organ seperti otak, tulang-tulang, dan bagian bagian lain sistem saraf pusat sering tidak dimasukkan dalam model karena hampir
semua
obat mempunyai daya tembus yang kecil ke dalam organ-organ tersebut.
akna yang nyata dari model fisiologik adalah dapat digunakannya model ini dalam memprakirakan farmakokinetik pada manusia dari data hewan. :esarnya berbagai organ tubuh atau 0aringan, tingkat ikatan protein, kapasitas metaboisme obat, dan aliran darah pada manusia dan spesies lain seringkali telah diketahui atau dapat ditentukan. Jadi, parameter-parameter, fisiologik dan anatomik dapat digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek obat pada hewan. ?aktu pengambilan obat dalam media cairan hayati )waktu sampling+ dan perkiraan model kompartemen memiliki hubungan keterkaitan. 4eterkaitan kedua faktor ini sedemikian rupa sehingga apabila ter0adi kesalahan waktu pengambilan cuplikan, maka dapat menyebabkan kesalahan pula pada penentuan model kompartemen. Untuk menghindari kesalahan dalam penetapan model farmakokinetik, terutama untuk obat yang diberikan secara intravena, waktu sampling hendaknya dilakukan sedini mungkin sesudah pemberian obat. Untuk percobaan pendahuluan lama pengambilan cuplikan perlu diperhatikan. Jika sebagai cuplikan digunakan darah, pencuplikan dilakukan 3- kali " #$% eliminasi obat karena diasumsikan kadar obat yang dapat dianalisis pada waktu tersebut mencapai 2'-2@ kadar obat total. Jika digunakan urin, pencuplikan dilakukan &-#' kali " #$% eliminasi obat berdasarkan asumsi bahwa pada waktu tersebut kadar obat yang diekskresikan sudah mencapai 22@ kadar obat total. Sedangkan pada percobaan pendahuluan sebaiknya waktu sampling dicari setelah pemberian intravena. (alam waktu sampling perlu ditetapkan interval pengambilan dan lamanya waktu pengambilan sampling. Untuk hasil terbaik pada ektravaskuler, perlu diambil pada dua belas titik, yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak, distribusi dan eliminasi, untuk model dua kompartemen. Sedangkan untuk model satu kompartemen, diambil pada sembilan titik yaitu tiga titik pada tiap tahap absorpsi, sekitar puncak dan eliminasi. (ata yang diperoleh dari hasil percobaan pendahuluan tersebut selan0utnya digunakan untuk memperkirakan model kompartemen suatu obat dalam farmakokinetiknya, yaitu dengan memplotkan kadar obat dalam darah vs waktu pada kertas semilogaritma atau plot log kecepatan ekskresi )d(/$dt+ vs waktu pada kertas grafik normal 0ika digunakan data urin.
Satu kompartemen
(ua kompartemen
;A"B 5S4UC/B
/4S"B 5S4UC/B
#. odel # kompartemen "ubuh dianggap sebagai # kompartemen tempat obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan 0aringan tubuh. odel ini terlalu disederhanakan sehingga untuk kebanyakan obat kurang tepat. %. odel % kompartemen "ubuh dianggap terdiri atas kompartemen sentral dan perifer. 4ompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai 0aringan yang banyak dialiri darah seperti 0antung, hati gin0al dan kelen0ar-kelen0ar endokrin. =bat tersebar dan mencapai kesetimbangan dengan cepat. 4omponen perifer adalah berbagai 0aringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit, dan 0aringan lemak, sehingga obat lambat masuk ke dalamnya. odel ini prinsipnya sama dengan model # kompartemen, bedanya hanya dalam
proses distribusi
karena
adanya kompartemen periferD
eliminasi
tetap dari
kompartemen sentral. odel ini cocok untuk banyak obat. 3. odel 3 kompartemen 4ompartemen perifer dibagi atas kompartemen perifer yang dangkal )kompartemen %+ dan kompartemen perifer yang dalam )kompartemen 3+.
Untuk perhitungan
regimen dosis klinik, biasanya digunakan model # kompartemen untuk pemberian peroral dan kompartemen % untuk pemberian intravena. Pada pemberian bolus intravena, biasanya fase distribusi terlihat 0elas )menandakan % kompartemen+, sedangkan pada pemberian oral, fase distribusinya sering tertutup oleh fase absorpsi. (alam model kompartemen terbuka, tubuh diasumsikan sebagai kompartemen terbuka, seluruh kompartemen badan dianggap sebagai kompartemen sentral. (alam hal ini kompartemen sentral didefinisikan sebagai 0umlah seluruh bagian tubuh )organ dan 0aringan atau bagian lainnya+ dimana kadar obat segera berada dalam kesetimbangan dengan yang ada dalam plasma$darah.
odel dua
kompartemen terbuka berarti badan diasumsikan terbagi men0adi dua bagian kompartemen yaitu kompartemen sentral dan kompartemen perifer. 4ompartemen perifer merupakan 0umlah seluruh bagian tubuh )organ dan 0aringan atau bagian lainnya+ kemana obat akhirnya akan menyebar tetapi tidak segera dalam kesetimbangan. Pemberian dosis harus diperhatikan karena berkaitan dengan salah satu syarat metode yaitu sensitifitas metode. Eal ini disebabkan karena besarnya dosis yang digunakan harus memungkinkan obat dapat terdeteksi. (i samping itu ada 0uga beberapa obat yang kinetikanya tergantung dari dosis sehingga harus ditetapkan 0umlah dosis yang akan diberikan agar memperoleh efek terapeutik.
Pemilihan dosis dapat mengacu pada C( ' obat yang akan diu0i. Perbandingan harga C( ' oral lawan intravena dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang absorbabilitas obat sebagai fungsi dari pemberian peroral. Jika informasi ini tidak tersedia dapat digunakan dosis awal -#' @ dari C( ' intravena .Eal yang perlu diperhatikan adalah apakah metode analisis mendukung besaran dosis tersebut sehingga fase eliminasi kadar obat masih dapat dimonitor. (osis awal ini kemudian dinaikkan menurut besaran tertentu untuk mendeteksi timbulnya kinetika tergantung dosis )dose dependent farmacocinetic+. Untuk obat-obat yang mudah
mengalami saturasi dalam sistem transportasi dan eliminasinya )misalnya fenitoin, warfarin, dan seftriakson+, kenaikan nilai-nilai parameter kinetiknya )misalnya U6, "#$%+ tidak sebanding dengan kenaikan dosis. Pemilihan dosis 0uga harus memperhatikan adanya fenomena kinetika yang tergantung dosis, yaitu fenomena yang menun0ukkan adanya perubahan parameter farmakokinetika obat bila dosisnya berubah. 4eadaan ini berkaitan dengan asumsi orde kinetika obat tersebut. 4inetika diasumsikan mengikuti orde nol bila menun0ukkan fenomena tergantung dosis )dependent dose+. "api bila parameter farmakokinetik obat tidak dipengaruhi oleh perubahan dosis )independent dose+, maka dianggap mengikuti orde pertama. Eal ini dapat diketahui dengan membandingkan harga waktu paruh eliminasi )" #$%+ obat setelah pemberian beberapa dosis yang berbeda. Jika harga " #$% yang diperoleh berbeda akibat perbedaan dosis yang diberikan, maka kinetik obat tersebut menun0ukkan fenomena tergantung dosis )dependent dose+. P"*#!+,$ & S! F*% K+&
Parasetamol merupakan >at hablur atau serbuk hablur putih tidak berbau, rasa pahit. 4elarutanya adalah larut dalam &' bagian air, dalam & bagian etanol 2 @ P, #3 bagian aseton P, dalam <' bagian gliserol P dan dalam 2 bagian propilenglikol P, larut dalam alkali hidroksida. :erat molekulnya adalah ##, #F dengan nama senyawa A 9 asetil 9 p 9 aminofenol ) (epkes B;, #22 +.
Bumus struktur dari parasetamol atau asetaminofen adalah 8
:erikut dibawah ini merupakan sifat fisika kimia parasetamol 8
•
Aama senyawa
8 <-hidroksiasetanilida G#'3-2'-%H ,A-cetyl-p-aminophenol ,
Paracetamolum , A-)<-hydro!ipheny-#+ acetamide . Martindal •
• •
•
Struktur molekul
8 6E2A=%
:erat molekul 8 ##,#F Sifat organoleptis 8 :entuk hablur atau serbuk putiE Basa pahit :au tidak berbau Sifat dalam larutan 8 Farmakope III 8 larut dalam &' bagian air, dalam & bagian etanol )2@+, dalam #3 bagian aseton P, dalam <' bagian gliserol P dan dalam 2 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida Martindale 8 Carut dalam &' bagian air , dalam %' bagian air mendidih , (alam & 9 #' bagian alkohol, dalam 2 bagian propilen glikol, dalam # bagian s odium hydro!ide
• • •
#A, Sangat mudah larut dalam kloroform, Praktis tak larut dalam eter "itik leleh 8 titik leburnya #F2-#&%⁰6. P4a 8 2,2 Stabilitas 8 Sediaan harus disimpan pada suhu #-3'I 6. Sediaan bentuk larutan atau suspensi tidak boleh dibekukan )stabilitas penyimpanan+. Parasetamol sangat stabil dengan air, Stabil pada pE F, dan tidak stabil pada pE asam atau pada kondisi
•
alkalin )stabilitas terhadap pelarut+. (osis 8 Farmakope III 8 6-12 3($& ' mg )#!p+, %'' mg )#!h+ 1-4 !5(& '-#'' mg )#!p+, %''-<'' mg )#!h+ 4-10 !5(& #''-%'' mg )#!p+, <''-'' mg )#!h+ 10 !5(& %' mg )#!p+, # g )#!h+ D#7* '' mg )#!p+, ''mg-% g )#!h+ (ewasa 1 anak #% thnD oral F' mg atau # g tiap <-F 0am bila perlu, maksimum < g per hari. nak utk tiap <-F 0am )maksimum dosis per %< 0am+ 8 8 9 3$& )%.& - kg+ <' mg, 2.: $& )- kg+ ' mg, 2-: 3$& )-## kg+#%' mg, 2.: !5& )##-#F kg+#F' mg
•
;ndikasi 8 nalgetis, antipiretik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama
•
karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgetik 4ontra ;ndikasi 8 Beaksi hipersensitifitas dan kelainan darah, (isfungsi gin0al atau
•
hati /fek samping 8 /ritem dan Urtikaria, ge0ala yang lebih berat berupa demam dan lasi pada mukosa. Penggunaan semua 0enis analgesik dosis besar secar menahun dapat
•
menyebabkan nefropati analgesic. 7armakokinetik 8 parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. 4onserntrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu K 0am dan masa paruh plasma antara #-3 0am. Pada plasma,%@ parasetamol terikat protein plasma dan dimetabolis oleh en>im mikrosom hati. '@ dikon0ugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.=bat dapat mengalami hidroksilasi, metabolit dari hasil tersebut dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis
•
eritrosit. 7armakodinamik 8 efek analgesiknya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri sedang dan menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga 0uga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. /fek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan sebagai anti reumatik. /fek iritasi, erosi, gangguan pernafasan dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini. emiliki keseimbangan asam basa.
#A# $% !&'()(*(+$ ,RAK'$K-!
4.1. Alat dan #ahan
•
Larutan
parasetamol
•
dosis 1 gram • • • • • • • •
Vortex Larutan metanol Sentrifuge Darah kelinci Spuit Natrium nitrit 0,1% HL!
• • • • • •
N"#1"naftil$ etilen diamin 0,1% Spektrofotometer V"V&S '(uadest )u*et arasetamol ta+let elas +eker Silet
Stopwatch
•
4.2. *an/kah Kera •
• • •
4.2.1. Pembuatan Larutan Parasetamol
Ditim+ang parasetamol 100 mg arasetamol dilarutkan di dalam la+u ukur ad 10 ml Didapat larutan induk parasetamol dengan konsentrasi 100 ppm
•
4.2.2. Pengambilan Darah (tidak dilakukan seluruhnya)
•
Ditim+ang kelinci dan kemudian di+ersihkan +ulu telinga sekitar *ena
•
marginalis dengan pisau cukur )elinci dimasukkan ke dalam holder , dan diam+il darahn-a melalui *ena
• •
#0,.$ se+agai +lanko Larutan parasetamol di+erikan secara peroral dengan dosis 1.00 mg/kg Darah kelinci diam+il #1 ml$ melalui *ena telinga pada menit ke 0, 20, 1.0
•
4.2.3. Pembuatan Plasma Darah (tidak dilakukan)
•
Darah diam+il se+an-ak 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam ta+ung
•
eppendorf Darah disentrifugasi dengan kecepatan .000 rp, selama 3 menit pada suhu
•
4.0 ! 'kan ter+entuk pelet dan supernatan5 agian supernatan diam+il #plasma darah$ •
• •
• •
• •
4.2.4. Presiitasi Protein (tidak dilakukan)
Supernatan -ang diam+il dimasukkan ke dalam ta+ung eppendorf 6!' #7at pengendap protein$ ditam+ahkan se+an-ak 4 kalin-a plasma ta+ung eppendorf Difortex selama le+ih kurang 10 detik Lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1.5000 rpm, selama 4 menitpada suhu 4.0 ! Supernatan -ang diperoleh, dipisahkan 6iap ta+ung ditam+ahkan larutan NaN82 #0,1 ml9 0,1%$
•
Larutan ditam+ahkan NH4"sulfamat #0,4 ml9 0,.%$, dan didiamkan 4 menit Larutan ditam+ahkan N"#naftil$ etilendiamin #0,4 ml9 0,1%$ dan didiamkan
•
selama menit Dilakukan pengamatan dengan Spektrofotometer V"V&S
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN P#+35*& •
(alam praktikum kali dicoba serangkaian u0i in vivo pada sub0ek kelinci yang diberi obat parasetamol dengan rute peroral untuk mengetahui model kompartemen dan parameter farmakokinetik obat parasetamol yang diberikan secara peroral.
•
"ahapan yang dilakukan yaitu, menyiapkan sub0ek kelinci dengan menyukur bulu pada daerah sekitar telinga untuk memudahkan menemukan pembuluh vena. 4emudian mengambil darah kelinci sebelum diberikan parasetamol secara peroral untuk di0adikan blanko. 4emudian menyiapkan larutan obat parasetamol yang dosisnya telah dikonversi kedalam dosis hewan kelinci. Selan0utknya memberikan obat parasetamol pada kelinci dengan rite peroral menggunakan sonde. Calu mengambil cuplikan darah kelinci melalui pembuluh vena pada telinganya pada 3 titik waktu yaitu 3', F' dan 2' menit. Setelah itu menyiapkan plasma darah dari masing masing cuplikan dengan memisahkannya dengan protein menggunakan "6.
•
(ari plasma darah yang di dapat kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan pengenceran bertingkat. Calu diukur persen perolehan kembali untuk memvalidasi apakah metode yang digunakan sudah benar. (an yang terakhir menghitung kadar sampel dari cuplikan yang sudah diambil.
•
Aamun ter0adi beberapa permasalahan dalam pelaksanaan praktikum kali ini. *ang pertama pada minggu pertama praktikum, kelinci yang digunakan tidak bisa diambil darahnya. Eal ini dikarenakan kelinci yang digunakan terlalu kecil yaitu sekitar F'' gram, sehingga pembuluh darah pada daerah telinganya sangat halus dan sangat sulit diambiil darahnya menggunakan syringe.
•
Praktikum dilakukan kembali pada minggu berikutnya dengan kelinci yang berbeda, kali ini kelinci yang digunakan cukup besar sekitar #.2'' gram. Pada saat pengambilan darah melalui pembuluh vena di bagian telinga berhasil dilakukan sampai pada cuplikan terakhir. Aamun, darah yang diambil mengalami cepat mengalami pembekuan setelah dilakukan sentrifugasi. 4arena keterbatasan bahan, tidak adanya agen antikoagulan darah maka praktikum kali ini tidak bisa dilan0utkan.
•
K#*+;($&
•
Praktikum u0i in vivo pada sub0ek kelinci tidak bisa dilaksanakan karena beberapa hal yaitu 8
•
4esulitan dalam pengambilan darah, karena pembuluh vena pada telinga kelinci
•
cukup kecil "erbatasnya 0umlah darah yang bisa diambil dari sub0ek kelinci, sehingga plasma
• •
yang didapat sedikit karena harus melalui proses penghilangan protein darah embekunya darah kelinci "idak adanya >at antikoagulan •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
DAFTAR PUSTAKA
•
nonim.
#2&2. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta8 (epartemen
4esehatan B; •
nonim. #22. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta8 (epartemen 4esehatan B;
•
Shargel, C., dan *u, :., #2, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan, irlangga University Press8 Surabaya.
•
•
•