25
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN
KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH
Wiji Setyo Utami
K4312072 / B
Kelompok 8
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH
Wiji Setyo Utami
Program Studi S-1 Pendidikan Biologi Program Sarjana
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email:
[email protected]
ABSTRAK
Praktikum ini bertujuan untuk: (1) mengoleksi makrofauna tanah dengan menggunakan metode pitfall trap (perangkap jebakan sumur), (2) mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik terhadap makrofauna tanah, dan (3) menghitung keanekaragaman makrofauna tanah. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 7-10 April 2016 di enam lokasi berbeda dalam lingkungan kampus Universitas Sebelas Maret. Prinsip kerja praktikum yaitu preparasi dan pembuatan larutan atraktan, pemasangan perangkap pitfall trap, pengumpulan data dan koleksi hewan, identifikasi makrofauna tanah, analisis data dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Hasil analisis data menunjukkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') pada lokasi 1 sebesar 1.610, lokasi 2 sebesar 1.517, lokasi 3 sebesar 1.886, lokasi 4 sebesar 2.080, lokasi 5 sebesar 1.108, dan lokasi 6 sebesar 2.032. Kriteria dari indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') dibagi menjadi 3, yaitu keanekaragaman rendah (H' <1.5), keanekaragaman sedang (H' 1.5-3.5) dan keanekaragaman tinggi (H' >3.5). Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa keanekaragaman makrofauna tanah di lingkungan kampus UNS termasuk kategori keanekaragaman sedang (H' 1.108-2.080), kecuali pada lokasi 5 yang termasuk kategori keanekaragaman rendah (H' 1.108). Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi makrofauna tanah antara lain suhu tanah, pH tanah, kelembaban dan intensitas cahaya matahari.
Kata Kunci: tanah, komposisi, makrofauna tanah, pitfall trap, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
PENDAHULUAN
Tanah adalah suatu benda alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Tanah merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto, 2010). Tanah merupakan bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang berperan dalam mempertahankan dan meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam tanah dan di atasnya (Hagvar, 1998). Secara ekologis, tanah tersusun atas tiga kelompok material, yaitu material hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-jasad hidup), faktor abiotik berupa bahan organik, dan faktor abiotik berupa pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Umumnya sekitar 5% penyusun tanah merupakan biomassa (biotik dan abiotik) (Hanafiah, 2007).
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Fauna tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya, fauna tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Berdasarkan kegiatan makannya, fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator (Suin, 1997). Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dibagi menjadi mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna (Hanafiah, 2007). Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai 200 mikron, mesofauna 200 mikron sampai dengan satu sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu sentimenter (Suin, 2012).
Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi (Lavelle et al., 1994 dalam Sugiyarto, 2008). Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah guna menyediakan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Kotoran organisme perombak ini akan ditumbuhi bakteri untuk diuraikan lebih lanjut dengan bantuan enzim spesifik sehingga terjadi proses mineralisasi (Hilwan, 2013).
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu: iklim (curah hujan, suhu), tanah (suhu tanah, hara, kelembaban tanah, keasaman) dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari (intensitas cahaya) (Hakim, 1986). Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 2006). Suhu sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas pada suhu di bawah 10ºC, laju optimum aktivitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18-30ºC. Nitrifikasi berlangsung optimum pada suhu sekitar 30ºC. Pada suhu diatas 30ºC lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan pada suhu rendah (Hanafiah, 2007). Pengukuran pH tanah juga sangat di perlukan dalam melakukan penelitian mengenai makrofauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme (Suin, 2006).
Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kerapatan atau kemelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang paling baik untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah (Darma, 2013). Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon dan Wiener (1949) dalam Odum (1993) adalah:
H' = - Phi ln Phi
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
Phi = ni/N
H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = jumlah masing-masing spesies i
N = jumlah total individu seluruh jenis dalam lokasi
Praktikum ini bertujuan untuk: (1) mengoleksi makrofauna tanah dengan menggunakan metode pitfall trap (perangkap jebakan sumur), (2) mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik terhadap makrofauna tanah, dan (3) menghitung keanekaragaman makrofauna tanah.
METODE
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 7-10 April 2016 bertempat di lingkungan kampus Universitas Sebelas Maret. Praktikum bertempat di enam lokasi berbeda, yaitu: lokasi 1 (LPPM), lokasi 2 (Fakultas Hukum/FH), lokasi 3 (Fakultas Kedokteran/FK), lokasi 4 (Stadion), lokasi 5 (GOR) dan lokasi 6 (Fakultas Teknik/FT). Prinsip kerja dari praktikum ini adalah preparasi, pemasangan perangkap (jebakan), pengumpulan data dan koleksi hewan, identifikasi makrofauna tanah, analisis data, dan penyusunan laporan.
Alat dan Bahan
Alat:
Alat penggali
Patok kayu
Gelas plastik
Botol jam
Penutup (yellow board)
Botol koleksi (flakon)
Kertas label
Pinset
Soil tester / pH meter
Termometer
Lux meter
Gelas ukur besar
Aluminium foil
Bahan:
Bahan dalam praktikum ini dibuat untuk satu angkatan, yaitu:
Detergen cair 100 ml
Air 300 ml
Alkohol 70% 200 ml
Gliserin 150 ml
Formalin 4%
Cara Kerja
Preparasi
Menyiapkan alat dan bahan praktikum, kemudian membuat larutan atraktan. Larutan atraktan dibuat dengan cara mencampurkan detergen cair 100 ml, alkohol 70 % 200 ml, gliserin 150 ml, dan air 300 ml. Larutan tersebut digunakan untuk satu angkatan dalam satu kali pengamatan. Oleh karena terdapat dua kali pengamatan (diurnal dan nocturnal), maka jumlah yang dibutuhkan satu angkatan sebanyak 750 ml x 2 = 1500 ml. Setiap kelompok memperoleh larutan atraktan sebanyak 62.5 ml x 2 (pengamatan diurnal dan nocturnal) = 125 ml. Setiap kelompok diberikan botol sebanyak 6 buah (3 buah untuk diurnal dan 3 buah untuk nocturnal), maka jumlah larutan atraktan dalam setiap botol 125 ml : 6 = 20.84 ml 20 ml.
Pemasangan perangkap (jebakan)
Mencatat kondisi lokasi praktikum sebelum memasang perangkap pitfall trap. Setelah itu, menggali lubang seukuran botol jam dan memasukkan botol jam yang telah berisi larutan atraktan ke dalam lubang tersebut. Penempatan botol jam pada lubang dilakukan dengan cara permukaan botol sejajar dengan permukaan tanah. Kemudian memasang pelindung pada bagian atas botol jam. Perangkap untuk hewan nocturnal dipasang pada sore hari dan diambil pagi harinya. Perangkap untuk hewan diurnal dipasang pada pagi hari dan diambil sore harinya. Kelompok kami melakukan praktikum di lokasi 2 (FH) pada pagi hari pukul 05.00 WIB dan sore hari pukul 16.30 WIB.
Pengumpulan data dan koleksi hewan
Melakukan pengambilan hewan nocturnal dan diurnal yang masuk ke dalam perangkap kemudian memasukkannya ke dalam flakon yang telah berisi formalin 4% sebagai pengawet spesies makrofauna tanah.
Identifikasi makrofauna tanah
Mengidentifikasi spesies-spesies makrofauna tanah yang diperoleh dari praktikum berdasarkan ciri-ciri yang ada dengan bantuan buku panduan identifikasi makrofauna tanah.
Analisis data
Data dianalisis secara kuantitatif menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.
H' = - Phi ln Phi
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
Phi = ni/N
H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = jumlah masing-masing spesies i
N = jumlah total individu seluruh jenis dalam lokasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Pengamatan Angkatan
Tabel 1. Data pengamatan angkatan
No
Nama Spesies
Jumlah Individu Dalam Lokasi
1
2
3
4
5
6
1
Acheta domesticus
0
0
2
0
0
0
2
Anoplolepis sp.
0
6
32
0
0
19
3
Araneus diademantus
1
0
0
0
0
0
4
Calosoma imbricatum
0
0
18
0
0
0
5
Camponotus caryae
0
0
4
16
0
0
6
Camponotus herculeanus
0
0
12
0
22
0
7
Camponotus nigriceps
0
0
1
3
0
0
8
Collembola sp.
0
1
0
0
0
0
9
Dolichoderus sp.
6
0
0
10
0
0
10
Drosophila melanogaster
2
11
9
0
0
3
11
Drosophila sp.
0
0
0
10
0
0
12
Forficula auricularia
0
0
9
0
10
40
13
Gryllus assimilis
0
0
0
0
1
3
14
Harpalus sp.
0
1
2
28
0
0
15
Labiopa sp.
0
12
0
13
0
6
16
Lastoderma serricorne
0
0
0
0
0
36
17
Nolicholerus thloracicus
0
0
0
0
0
6
18
Oechophylla sp.
8
0
0
1
0
0
19
Ogcodes
0
0
0
2
0
0
20
Opisthopsis sp.
0
0
0
0
0
3
21
Ordo oconra
0
0
0
0
0
2
22
Periplaneta sp.
0
0
4
0
0
0
23
Pheidole sp.
4
0
0
0
0
2
24
Pheidole thoracicus
8
0
0
0
0
0
25
Photuris lucicrescens
0
0
0
1
0
0
26
Phyllophaga sp.
0
0
0
0
24
11
27
Dolichoderus sp.
0
17
0
0
0
0
28
Polyrhachis sp.
0
0
0
5
0
30
29
Staphylinus erythopterus
0
0
0
0
0
1
30
Staphylinus olens
0
0
0
12
0
0
31
Thrips parvispinus
0
37
0
0
0
0
32
Xerolycosa miniata
0
0
0
1
0
0
Jumlah Total Individu
29
85
93
102
57
162
Data Pengamatan Kelompok
Lokasi : Lokasi 2 (Fakultas Hukum/FH)
Waktu pengambilan hewan nocturnal : 05.00 WIB
Waktu pengambilan hewan diurnal : 16.30 WIB
Suhu tanah rata-rata : 27.310C
27.9+27+28.2+26.5+27.5+26.86=27.31
pH tanah : 5.9
Tabel 2. Data pengamatan kelompok di lokasi 2 (FH)
No
Nama Spesies
Jumlah Spesies
Nocturnal
Diurnal
1
Anoplolepis sp.
1
5
2
Collembola sp.
1
-
3
Drosophila melanogaster
4
7
4
Harpalus sp.
1
-
5
Labiopa sp.
12
-
6
Dolichoderus sp.
8
9
7
Thrips parvispinus
34
3
Jumlah Individu
61
24
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.
H' = - Phi ln Phi
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
Phi = ni/N
H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = jumlah masing-masing spesies i
N = jumlah total individu seluruh jenis dalam lokasi
Lokasi 1 (LPPM)
Araneus diademantus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/29) ln (1/29)
H' = - (0.03) (-3.367)
H' = 0.116
Dolichoderus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (6/29) ln (6/29)
H' = - (0.21) (-1.576)
H' = 0.326
Drosophila melanogaster
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/29) ln (2/29)
H' = - (0.07) (-2.674)
H' = 0.184
Oechophylla sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (8/29) ln (8/29)
H' = - (0.28) (-1.288)
H' = 0.355
Pheidole sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (4/29) ln (4/29)
H' = - (0.14) (-1.981)
H' = 0.273
Pheidole thoracicus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (8/29) ln (8/29)
H' = - (0.28) (-1.288)
H' = 0.355
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 1:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.116 + 0.326 + 0.184 + 0.355 + 0.273 + 0.355
H' = 1.610
Lokasi 2 (Fakultas Hukum/FH)
Anoplolepis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (6/85) ln (6/85)
H' = - (0.07) (-2.651)
H' = 0.187
Collembola sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/85) ln (1/85)
H' = - (0.01) (-4.443)
H' = 0.052
Drosophila melanogaster
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (11/85) ln (11/85)
H' = - (0.13) (-2.045)
H' = 0.265
Harpalus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/85) ln (1/85)
H' = - (0.01) (-4.443)
H' = 0.052
Labiopa sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (12/85) ln (12/85)
H' = - (0.14) (-1.958)
H' = 0.276
Dolichoderus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (17/85) ln (17/85)
H' = - (0.20) (-1.609)
H' = 0.322
Thrips parvispinus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (37/85) ln (37/85)
H' = - (0.44) (-0.832)
H' = 0.362
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 2:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.187 + 0.052 + 0.265 + 0.052 + 0.276 + 0.322 + 0.362
H' = 1.517
Lokasi 3 (Fakultas Kedokteran/FK)
Acheta domesticus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/93) ln (2/93)
H' = - (0.02) (-3.839)
H' = 0.083
Anoplolepis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (32/93) ln (32/93)
H' = - (0.34) (-1.067)
H' = 0.367
Calosoma imbricatum
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (18/93) ln (18/93)
H' = - (0.19) (-1.642)
H' = 0.318
Camponotus caryae
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (4/93) ln (4/93)
H' = - (0.04) (-3.146)
H' = 0.135
Camponotus herculeanus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (12/93) ln (12/93)
H' = - (0.13) (-2.048)
H' = 0.264
Camponotus nigriceps
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/93) ln (1/93)
H' = - (0.01) (-4.533)
H' = 0.049
Drosophila melanogaster
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (9/93) ln (9/93)
H' = - (0.10) (-2.335)
H' = 0.226
Forficula auricularia
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (9/93) ln (9/93)
H' = - (0.10) (-2.335)
H' = 0.226
Harpalus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/93) ln (2/93)
H' = - (0.02) (-3.839)
H' = 0.083
Periplaneta sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (4/93) ln (4/93)
H' = - (0.04) (-3.146)
H' = 0.135
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 3:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.083 + 0.367 + 0.318 + 0.135 + 0.264 + 0.049 + 0.226 + 0.226 + 0.083 + 0.135
H' = 1.886
Lokasi 4 (Stadion)
Camponotus caryae
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (16/102) ln (16/102)
H' = - (0.16) (-1.852)
H' = 0.291
Camponotus nigriceps
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (3/102) ln (3/102)
H' = - (0.03) (-3.526)
H' = 0.104
Dolichoderus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (10/102) ln (10/102)
H' = - (0.10) (-2.322)
H' = 0.228
Drosophila sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (10/102) ln (10/102)
H' = - (0.10) (-2.322)
H' = 0.228
Harpalus sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (28/102) ln (28/102)
H' = - (0.27) (-1.293)
H' = 0.355
Labiopa sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (13/102) ln (13/102)
H' = - (0.13) (-2.060)
H' = 0.263
Oechophylla sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/102) ln (1/102)
H' = - (0.01) (-4.625)
H' = 0.045
Ogcodes
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/102) ln (2/102)
H' = - (0.02) (-3.932)
H' = 0.077
Photuris lucicrescens
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/102) ln (1/102)
H' = - (0.01) (-4.625)
H' = 0.045
Polyrhachis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (5/102) ln (5/102)
H' = - (0.05) (-3.016)
H' = 0.148
Staphylinus olens
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (12/102) ln (12/102)
H' = - (0.12) (-2.140)
H' = 0.252
Xerolycosa miniata
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/102) ln (1/102)
H' = - (0.01) (-4.625)
H' = 0.045
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 4:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.291 + 0.104 + 0.228 + 0.228 + 0.355 + 0.263 + 0.045 + 0.077 + 0.045 + 0.148 + 0.252 + 0.045
H' = 2.080
Lokasi 5 (GOR)
Camponotus herculeanus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (22/57) ln (22/57)
H' = - (0.39) (-0.952)
H' = 0.367
Forficula auricularia
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (10/57) ln (10/57)
H' = - (0.18) (-1.740)
H' = 0.305
Gryllus assimilis
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/57) ln (1/57)
H' = - (0.02) (-4.043)
H' = 0.071
Phyllophaga sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (24/57) ln (24/57)
H' = - (0.42) (-0.865)
H' = 0.364
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 5:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.367 + 0.305 + 0.071 + 0.364
H' = 1.108
Lokasi 6 (Fakultas Teknik/FT)
Anoplolepis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (19/162) ln (19/162)
H' = - (0.12) (-2.143)
H' = 0.251
Drosophila melanogaster
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (3/162) ln (3/162)
H' = - (0.02) (-3.989)
H' = 0.074
Forficula auricularia
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (40/162) ln (40/162)
H' = - (0.25) (-1.399)
H' = 0.345
Gryllus assimilis
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (3/162) ln (3/162)
H' = - (0.02) (-3.989)
H' = 0.074
Labiopa sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (6/162) ln (6/162)
H' = - (0.04) (-3.296)
H' = 0.122
Lastoderma serricorne
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (36/162) ln (36/162)
H' = - (0.22) (-1.504)
H' = 0.334
Nolicholerus thloracicus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (6/162) ln (6/162)
H' = - (0.04) (-3.296)
H' = 0.122
Opisthopsis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (3/162) ln (3/162)
H' = - (0.02) (-3.989)
H' = 0.074
Ordo oconra
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/162) ln (2/162)
H' = - (0.01) (-4.394)
H' = 0.054
Pheidole sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (2/162) ln (2/162)
H' = - (0.01) (-4.394)
H' = 0.054
Phyllophaga sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (11/162) ln (11/162)
H' = - (0.07) (-2.690)
H' = 0.183
Polyrhachis sp.
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (30/162) ln (30/162)
H' = - (0.19) (-1.686)
H' = 0.312
Staphylinus erythopterus
H' = - (ni/N) ln (ni/N)
H' = - (1/162) ln (1/162)
H' = - (0.01) (-5.088)
H' = 0.031
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Lokasi 6:
H' = (ni/N) ln (ni/N)
H' = 0.251 + 0.074 + 0.345 + 0.074 + 0.122 + 0.334 + 0.122 + 0.074 + 0.054 + 0.054 + 0.183 + 0.312 + 0.031
H' = 2.032
Analisis Kualitatif
Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kerapatan atau kemelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang paling baik untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah (Darma, 2013). Penangkapan fauna tanah menggunakan metode pitfall trap bertujuan untuk mengetahui estimasi kemelimpahan spesies. Metode pitfall trap dapat digunakan untuk menganalisis hewan terkait distribusi, keberadaan suatu spesies dalam suatu area, indeks kelimpahan, perkiraan kepadatan, tren populasi, situs hunian dan perkiraan hidup (Lettink & Seddon, 2007).
Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimiawi, dan biologi tanah melalui proses imobilisasi dan humifikasi (Lavelle et al., 1994 dalam Sugiyarto, 2008). Keberagaman makrofauna tanah dapat diketahui dengan menghitung indeks keanekaragamannya, yaitu menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Berdasarkan data hasil analisis kuantitatif, nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener untuk masing-masing lokasi praktikum dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener lokasi 1-6
Lokasi
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H')
1
1.610
2
1.517
3
1.886
4
2.080
5
1.108
6
2.032
Menurut Rahmawaty (2000), kriteria dari indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') dibagi menjadi 3, yaitu keanekaragaman rendah (H' <1.5), keanekaragaman sedang (H' 1.5-3.5) dan keanekaragaman tinggi (H' >3.5). Berdasarkan teori tersebut, maka kriteria keanekaragaman pada masing-masing lokasi (1-6) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Keanekaragaman spesies makrofauna tanah di lokasi 1-6
Lokasi
H'
Tingkat Keanekaragaman Spesies
1
1.610
Sedang
2
1.517
Sedang
3
1.886
Sedang
4
2.080
Sedang
5
1.108
Rendah
6
2.032
Sedang
Indeks keanekaragaman spesies di keseluruhan lokasi praktikum berkisar antara 1.108-2.080. Tingkat keanekaragaman spesies makrofauna di lingkungan kampus UNS dapat dikatakan sedang, kecuali pada lokasi 5 (GOR) yang keanekaragamannya termasuk kategori rendah. Keanekaragaman sedang ini berkaitan dengan pengambilan sampel yang berdekatan, sehingga mengakibatkan perubahan data yang tidak signifikan karena perpindahan populasi spesies yang tidak terlalu jauh. Sedangkan keanekaragaman rendah berkaitan dengan kondisi tanah dan vegetasi yang ada di sekitarnya.
Keberadaan makrofauna tanah sangat bergantung pada keadaan lingkungan biotik dan abiotiknya (Suin dalam Ruslan, 2009). Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi makrofauna tanah antara lain:
Suhu tanah
Suhu tanah rata-rata di lokasi 2 (lingkungan Fakultas Hukum UNS) berkisar pada 27.31 0C sehingga masih memungkinkan organisme tanah untuk dapat hidup. Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah (Suin, 2003). Spesies makrofauna cenderung menyukai tempat yang bersuhu rendah (Kamal, 2011).
pH tanah
pH tanah di lokasi 2 (lingkungan Fakultas Hukum UNS) berkisar pada 5.9 sehingga masih memungkinkan organisme tanah untuk dapat hidup. Keberadaan dan kepadatan hewan tanah sangat tergantung pada pH tanah. Hewan tanah ada memilih hidup pada tanah yang pH-nya asam dan pula yang senang dengan pH basa, serta pada pH asam dan basa (Suin, 2003). Kondisi pH tanah bergantung pada kandungan senyawa kimia dalam tanah. Tanah yang diberi pupuk, insektisida, atau unsur hara yang lain akan menyebabkan pH tanah menjadi berbeda. Semakin banyak kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam tanah akan berakibat semakin berkurangnya keanekaragaman spesies di dalamnya (Herlinda, 2008).
Kelembaban
Kelembaban di lokasi 2 (lingkungan Fakultas Hukum UNS) belum dapat ditentukan karena dalam praktikum tidak dilakukan pengukuran kelembaban. Kelembaban memberikan efek membatasi terhadap organisme apabila keadaan ekstra, yakni apabila keadaan sangat rendah atau tinggi. (Odum, 1993).
Intensitas cahaya matahari
Berdasarkan pengamatan di lokasi 2 (lingkungan Fakultas Hukum UNS), dapat diketahui bahwa intensitas cahaya mataharinya sedang, sehingga memungkinkan jenis serangga masih dapat melakukan aktivitasnya. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokal spesies.
Pada lokasi 2 (lingkungan Fakultas Hukum UNS), total individu yang tertangkap dengan perangkap pitfall trap adalah sebanyak 85 individu, terdiri dari 61 individu nocturnal dan 24 individu diurnal. Perolehan hewan nocturnal yang tertangkap dalam praktikum ini lebih banyak daripada hewan diurnal. Hewan nocturnal adalah binatang yang melakukan aktifitas di malam hari, sedangkan siang hari bagi binatang nocturnal adalah waktu untuk beristirahat (tidur). Lawan dari hewan nocturnal adalah diurnal. Binatang diurnal melakukan aktivitas pada siang hari dan malam harinya digunakan untuk istirahat. Selain nocturnal dan diurnal juga masih terdapat binatang-binatang yang mempunyai waktu beraktivitas tertentu seperti hewan matutinal (fajar menjelang pagi), hewan krepuskular (senja menjelang malam), dan hewan metaturnal (aktif di sebagian malam juga sebagian siang) (Alamendah, 2010). Banyaknya kelompok hewan permukaan tanah yang aktif pada malam hari (nocturnal) diduga berkaitan erat dengan karakteristik hewan tanah pada umumnya yang tidak menyukai intensitas cahaya matahari yang tinggi. Selain itu, pada siang hari banyak hewan-hewan predator, misalnya burung yang aktif mencari mangsa berupa berbagai jenis hewan tanah (Sugiyarto, 2002).
Berikut ini deskripsi dari masing-masing spesies yang diperoleh di lokasi 2 (FH UNS):
Anoplolepis sp.
Semut ini berwarna kecoklatan dengan abdomen yang berwarna hitam, memiliki tiga pasang kaki sehingga termasuk kedalam kelas insekta. Bentuk kepalanya hyposgantus atau menghadap ke bawah dan memiliki antena yang berbentuk geniculate (segmen pertama berukuran lebih panjang kemudian diikuti dengan satu segmen lainnya yang lebih kecil sehingga membentuk suatu sudut) dengan 11 ruas. Memiliki sepasang mata tunggal dengan tipe mulut menggigit dan mengunyah. Tipe tungkainya yaitu ambulatorial seperti tungkai pada serangga umumnya (Herry, 2014).
Collembola sp.
Spesies ini memiliki ciri bentuk serangga muda dan dewasanya sama, dan biasanya dianggap sebagai serangga yang primitif, karena struktur tubuhnya relatif sederhana. Tubuhnya kecil, tidak bersayap, berukuran panjang sekitar 3-6 mm, dengan permukaan berambut atau licin. Antena mempunyai 4-6 ruas, dapat lebih pendek dari kepala atau lebih panjang dari seluruh tubuh dan memiliki saraf internal yang mampu menggerakkan tiap segmen. Di belakang antena terdapat sepasang mata majemuk dan organ yang menyerupai cincin atau roset yang dikenal sebagai sensor penciuman. Tipe mulutnya mengunyah, bentuk thorax serangga ini sama dengan serangga lainnya, tetapi prothorax hewan ini telah tereduksi. Abdomennya terdiri dari 6 ruas, diselimuti sisik dengan berbagai bentuk (Ganjari, 2012).
Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera, sub-ordo Cyclorrhapha, familia Drosophilidae dan genus Drosophila (Strickberger, 1962). Ciri-ciri dari lalat buah yaitu memiliki tubuh berwarna kuning atau coklat dan memiliki mata yang berwarna merah. Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen, ujung abdomen, jumlah segmen dan keberadaan sisir kelamin (sex comb). Bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Aini, 2008).
Harpalus sp.
Salah satu spesies khas dari genus Harpalus menunjukkan kombinasi kaki pucat, kekuningan pubertas padat pada elytra dan dasar pronotum, sinuate pronotum dengan sudut tajam. Sebagian besar tubuhnya berwarna hitam dengan panjang tubuh sekitar 6 mm. (Markantia, 2010).
Labiopa sp.
Labiopa sp. adalah salah satu dari family Nitiduidae yang merupakan kumbang cairan tumbuhan. Panjang tubuhnya sekitar 2 mm. Sungut memiliki satu gada beruas tiga, tetapi beberapa mempunyai ruas ujung yang beranulasi, menyebabkan gada tampak empat ruas (Markantia, 2010).
Dolichoderus sp.
Dolichoderus sp. mempunyai petiole saja, bagian apex gaster mempunyai acidophore berbentuk bulat atau separuh bulat. Mempunyai antena genikulat mempunyai 11 segmen yang jelas dan tidak mempunyai sengat tetapi mempunyai sistem yang mengeluarkan asid formik. Abdomennya melengkung ke dalam. Salah satu perilaku mencari makanan untuk mempertahankan kelangsungan hidup koloninya adalah membentuk iring-iringan secara bergerombol (Smith, 2005 dalam Rafael, 2014).
Thrips parvispinus
Spesies ini diklasifikasikan ke dalam kelas Insecta, ordo Tysanoptera, famili Tripidae, genus Thrips. Cirinya yaitu memiliki panjang antara 1-1,2 mm, berwarna hitam, bergaris merah atau tidak bercak merah. Nimfanya berwarna putih atau putih kekuningan, tidak bersayap dan kadang-kadang berbercak merah. Spesies dewasa bersayap dan berambut berumbai-rumbai. Telurnya berbentuk seperti ginjal atau oval (Hardiyanti, 2013).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut.
Metode pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui keberadaan makrofauna tanah. Penangkapan makrofauna tanah menggunakan metode pitfall trap bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies, yang dihitung menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.
Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi makrofauna tanah antara lain suhu tanah, pH tanah, kelembaban dan intensitas cahaya matahari.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') pada lokasi 1 sebesar 1.610, lokasi 2 sebesar 1.517, lokasi 3 sebesar 1.886, lokasi 4 sebesar 2.080, lokasi 5 sebesar 1.108, dan lokasi 6 sebesar 2.032.
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') menunjukkan bahwa keanekaragaman makrofauna tanah di lingkungan kampus UNS termasuk kategori keanekaragaman sedang (H' 1.108-2.080), kecuali pada lokasi 5 yang termasuk kategori keanekaragaman rendah (H' 1.108).
Spesies makrofauna tanah yang berhasil ditangkap dengan metode pitfall trap pada seluruh lokasi praktikum yaitu sebagai berikut:
Acheta domesticus
Anoplolepis sp.
Araneus diademantus
Calosoma imbricatum
Camponotus caryae
Camponotus herculeanus
Camponotus nigriceps
Collembola sp.
Dolichoderus sp.
Drosophila melanogaster
Drosophila sp.
Forficula auricularia
Gryllus assimilis
Harpalus sp.
Labiopa sp.
Lastoderma serricorne
Nolicholerus thloracicus
Oechophylla sp.
Ogcodes
Opisthopsis sp.
Ordo oconra
Periplaneta sp.
Pheidole sp.
Pheidole thoracicus
Photuris lucicrescens
Phyllophaga sp.
Dolichoderus sp.
Polyrhachis sp.
Staphylinus erythopterus
Staphylinus olens
Thrips parvispinus
Xerolycosa miniata
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Alamendah. (2010). Hewan Nokturnal Binatang Malam. Online. http://alamendah.wordpress.com/2010/12/22/hewan-nokturnal-binatang malam/, diakses 27 April 2016.
Ganjari, Leo Elandisa. (2012). Kemelimpahan Jenis Collembola pada Habitat Vermikomposting. Jurnal Widya Warta. No.1: 131-144.
Hagvar, S. (1998). The Relevance of the Rio Convention on Biodiversity to Conserving the Biodiversity of Soil. Applied Soil Ecology. 9(1): 1-7.
Hakim, et.al. (1986). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung Press.
Hanafiah, K.A., Napoleon, A, Ghoffar, N. (2007). Biologi Tanah: Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hardiyanti, Siti. (2013). Hama Penting Kentang. Online. http://hardiyanti1992.blogspot.co.id/2013_03_01_archive.html/, diakses 28 April 2016.
Herlinda, Siti. (2008). Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasikan dan Tanpa Aplikasi Insektisida. Jurnal Entomol Indon. 5(2): 96-107.
Herry. (2014). Laporan Praktikum Insecta. Online. http://herry70.blogspot.co.id/2014/05/praktikum-insecta.html, diakses 28 April 2016.
Hilwan, I., Handayani, E. P. (2013). Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung (Diversity of Mesofauna and Macrofauna of Soil at Tin Post-Mined Area in Belitung Residence, Province of Bangka-Belitung). Jurnal Silvikultur Tropika. 4(1): 35 – 41.
Kamal, Mustafa. (2011). Keanekaragaman Jenis Arthropoda di Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 14 (1).
Lettink, M. & Seddon, P. J. (2007). Influence of Microhabitat Factors on Capture Rates of Lizards in a Coastal New Zealand Environment. Journal of Herpetology. 4(1): 187–196.
Markantia. (2010). Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada berbagai Pola Agroforestri Lahan Miring di Kabupaten Wonogiri. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Odum, E. (1993). Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rafael. (2014). Dolichoderus sp. Online. http://waigetemof.blogspot.co.id/2014/02/tanaman-kakao-theobroma cacao-l.html, diakses 28 April 2016.
Ruslan, Hasni. (2009). Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Habitat Homogen dan Heterogen di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (PPKA) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Vis Vitalis. 2(1).
Strickberger, M. W. (1962). Experiments in Genetic with Drosophila. New York: John Wiley and Sons Inc.
Sugiyarto. (2008). Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri. Seminar Nasional Pendidikan Biologi. UNS.
Sugiyarto, Wijaya, D., Rahayu, S. Y. (2002). Biodiversitas Hewan Permukaan Tanah pada Berbagai Tegakan Hutan di Sekitar Goa Jepang, BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kabupaten Karanganyar. Jurnal Biodiversitas. 3(1): 196-200.
Suin, N. M. (1997). Ekologi Hewan Tanah. Bandung: Bumi Aksara ITB.
Suin, N. M. (2003). Ekologi Populasi. Padang: Andalas University Press.
Suin, N. M. (2006). Ekologi Fauna Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Suin, N. M. (2012). Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Yulipriyanto, H. (2010). Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
LAMPIRAN
1 lembar laporan sementara
2 lembar dokumentasi praktikum
Lampiran
Dokumentasi Praktikum Ekologi Hewan
"Komposisi Makrofauna Tanah"
Kelompok 8
Tahap awal (persiapan)
Pengamatan (pagi dan sore hari) dan mencatat setiap hasil pengamatan
Beberapa hasil praktikum selama 3 hari