LAPORAN TUTORIAL MODUL PILEK MENAHUN
Disusun Oleh : Kelompok 2 Rendy C. Nunuhitu 1408010012 Sri J. W. Adang Djaha 1408010013 Alexandro V. Homalessy1408010014 Imelda M. Mauti 1408010015 Sofiana P. Go’o 1408010016 Maria P. M. Letor 1408010017 Janet E. Ung 1408010018 Anastasya R. Lian 1408010019 Eufemia F. Hubung 1408010020 Maria K. E. Payong 1408010021 Ery Y. Nepa Bureni 1408010022 Andreas P. P. Gore 1408010023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang penyakit asma ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Derri R. Tallo Manafe, M.Sc selaku Dosen mata kuliah Imunologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap agar makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit pilek menahun. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat ini. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Kupang, Juni 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................2 DAFTAR ISI...........................................................................................................3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang...................................................................................4
BAB 2 ISI 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
Kasus.................................................................................................5 Kata Sulit...........................................................................................5 Kata Kunci.........................................................................................5 Pertanyaan.........................................................................................5 Jawaban Pertanyaan...........................................................................6 1. Anatomi, Fisiologi dan Histologi cavum nasi...............................6 2. Hypersensitivitas tipe I.................................................................8 3. Patomekanisme Rhinorea.............................................................9 4. Histopatologik Pilek.....................................................................9 5. Patomekanisme Sesak Napas.................................................................9
6. Jenis-jenis Sesak Napas...............................................................9 7. Patomekanisme Sesak Nafas........................................................9 8. Hubungan Pilek dengan Sesak Napas...........................................10 9. Differential Diagnose...................................................................10 10. Template Penyakit........................................................................10
BAB 1 PENDAHULUAN
3
1.1.
LATAR BELAKANG Modul pilek diberikan pada mahasiswa semester 2 fakultas kedokteran yang
mengambil mata kuliah immunologi. Tujuan membahas modul pilek harus dipahami agar megerti tentang konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala pilek. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan semua aspek tentang penyakit-penyakit dengan gejala pilek, antara lain: penyebab dan patomekanisme terjadinya penyakit, utamanya imunopatogenesis terjadi reaksi alergi khususnya tipe I dari Gell dan Coombs, kerusakan jaringan, gejala dan tanda-tanda kelainan organ dan penatalaksanaan penyakit-penyakit dengan gejala pilek.
BAB 2 ISI
4
2.1. KASUS Seorang laki-laki berumur 15 tahun datang ke puskesmas dengan riwayat menderita pilek selama kira-kira 1 tahun. Kadang-kadang pilek ini disertai lendir pada tenggorokan yang dirasakan berasal dari belakang hidung. Pada waktu kecil ia sering menderita sesak nafas.
2.2.
Kata Kunci:
1. 1 laki-laki 15 tahun 2. pilek selama 1 tahun 3. lendir dari belakang hidung 4. sesak napas waktu kecil
2.3.
Kata Sulit
1. Rhinore : radang pada lapisan hidung dan tenggorokan sehingga banyak lendir yang keluar 2. Mucus : cairan kental yang lapisi saluran napas, fungsinya untuk
melindungi saluran napas dari benda
asing (post nasal drip) 3. Dyspnea : sulit bernafas, gejala utama dalam penyakit 4. Trakea
cardiovascular : bagian dari saluran napas atas diantara laring dan percabangan bronkus.
5.
2.4.
Pertanyaan
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi dari cavum nasi? 2. Tipe hipersensitivitas pada skenario ini? 3. Patomekanisme Rinorhea? 4. Bagaimana histopatologi pilek? 5. Patomekanisme sesak nafas? 6. Jenis-jenis sesak nafas? 7. Penyebab sessak nafas? 8. Hubungan pilek dan sesak nafas? 9. Differential Diagnose! 10.Template penyakit! 11. Hubungan antara mata dan hidung sehubungan dengan ductus lacrimalis! (LO) 12.Epidemologi, prevalensi, prognosis dan komplikasi dari penyakit sesuai skenario? (LO)
2.5.
Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi, histologi, dan fisiologis organ terkait 5
Jawab :
Anatomi
Hidung terdiri dari: -Hidung bagian luar -Rongga hidung Hidung bagian luar - Berbentuk pyramid - Dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan. Rongga hidung (cavum nasi) -Berbentuk terowongan dari depan kebelakang -Dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi cavum nasi kanan dan kiri -Cavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu: o o o o
Dinding medial Dinding lateral Dinding inferior Dinding superior
Dinding medial hidung yaitu septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, pada dinding lateral terdapat konka yaitu; a. Konka superior Kecil, dibagian atas b. Konka media Lebih kecil, letaknya ditengah c. Konka inferior Terbesar dan paling bawah letaknya d. Konka suprema Terkecil dan rudimenter Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Ada 3 meatus, yaitu: Meatus inferior terletak diantara konka superior dengan dasar hidung dengan rongga hidung. Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Meatus superior merupakan ruang diantara konka superior dan konka media. 6
Dinding superior merupakan merupakan dasar rongga hidung dengan superior atau atap hidung sangat sempit.
FISIOLOGI -Jalan napas Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya. -Alat pengatur kondisi udara (air condition-ing) Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara -Penyaring udara Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung, dan silia. -Sebagai indra penghidu Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius. -Untuk resonansi udara Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya. -Turut membantu proses berbicara -Refleksi nasal
HISTOLOGI
Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbedabeda pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, 7
demikian pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi. Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria. Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan. Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat. 2.
Hipersensitivitas yang terjadi pada skenario ini adalah tipe 1. Hipersensitivitas ini merupakan reaksi tipe cepat dan disebut alergi (atopi) dan anafilaksis. antigennya berupa alergen seperti serangga, serbuk sari, bulu hewan, obat dan makanan. Sel dalam sistem imun yang berparan adalah IgE, dan basofil. Mediator yang dihasilkan pada hipersensitivitas tipe 1 adalah : 1. Primer (praformasi) a) Histamin. Menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, vasodilatasi, brokokonstriksi, dan sekresi mukus meningkat. b) Adenosin. Menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit. c) Faktor kemotaksis untuk eosinofil dan neutrofil. 2. Sekunder a) Leukotrien. Menyebabkan bronkokonstriksi. b) PGD2. Menyebabkan dilatasi pembuluh darah peningkatan permeabilitas vaskuler. c) Sitokin yang terdiri dari TNF, IL-1, IL-4, IL-5, IL-6.
3. Patomekanisme
Rinorhea
mengikuti
patomekanisme hipersensitivitas I. Terjadi karena
dihasilkannya
histamin
yang
menyebabkan meningkatnya sekeresi mukus. Peningkatan
sekeresi
mukus
ini
8
menyebabkan mukus dari cavum nasi mengalir ke nasofaring sehingga terasa ada lendir di belakang tenggorokan. 4. Histopatologik jaringan pada penyakit dengan gejala pilek dilihat dari adanya dilatasi pembuluh darah dengan perbesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga ruang intra seluler dan penebalan membran basal serta ditemukan infiltrasi eosiofil pada jaringan mukosa daan submukosa hidung. Jika serangan terjadi terus menerus, akan terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal. 5. Patomekanisme sesak nafas ada 3 yaitu : a) Penigkatan sekresi mukus yang disebabkan oleh sekresi histamin. b) Edema mukosa yang disebabkan sekrsi histamin dan prostaglandin. Histamin dan prostaglandin menyebabkan penginkatan permeabilitas vaskuler dan vasodilatasi sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel yang menyebabkan mukus udem atau membengkak. c) Bronkokonstriksi. Disebabkn oleh sekresi histamin, adenosin, dan leuktrien. 6. Jenis-jenis sesak nafas terdiri dari : a) Sesak napas eksterna. Disebabkan oleh adanya paparan alergen b) Sesak napas interna. Disebabkan oleh adanya paparan non alergen. c) Sesak napas campuran merupakan kombinasi dari sesak napas eksterna dan interna 7. Sesak nafas disebabkan oleh dua faktor: a) Faktor internal - Hipersensitivitas sistem imun - Inflamasi saluran nafas - Genetik b) Eksternal. Alergi, pola hidup, lingkungan, dan mikroorganisme. 8. Hubungan pilek menahun dan sesak nafas ada dua : a) Asma menyebabkan hipersensitivitas mukosa pada saluran nafas yang berakibat pada perubahan sruktur sel mukosa saluran nafas termasuk hidung b) Reseptor histamin pada hidung sama seperti di saluran nafas lain. Pada saat sesak nafas, reseptor histamin teraktivasi. Setelah sesak nafas sembuh, anak laki-laki dalam skenario kembali tepapar alergen. Hal ini menyebabkan reseptor histamin teraktifasi dan mengakibatkan sekresi berlebih mukus sehingga terjadilah pilek (rinorhea). 9. DD Rinitis Alergi
Rinitis Medikamentosa
Rinitis Vasomotor
Polip Nasal
Sinusitis + + +/-
Rinore Post nasal drip Alergen
+ + +
+ -
+ -
+ + +
Dyspnea
+
+/-
+/-
+/-
9
Usia Jenis Kelamin
>5 thn +
Semua usia +
,15 thn +
Semua usia +
10. Template penyakit Etiologi Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan dalam rumah (indoor) terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan feses tungau D. pteronyssinus, D. farinae, dan Blomiatropicalis, kecoa, bulu binatang peliharaan (anjing, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah (outdoor) berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi lain, seperti urtikaria, atau gangguan pencernaan. Alergen ingestan misalnya susu, telur, coklat, ikan, dan udang.
Patomekanisme
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I pada dasarnya mempunyai dua tahap reaksi yaitu : 1. Respon awal pada respon ini ditandai dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah, kebocoran vascular, dan spasme otot polos. Reaksi ini biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit setelah terkena oleh suatu alergen dan akan menghilang setelah 60 menit. 2. Reaksi fase lambat Reaksi ini biasanya muncul 2 hingga 8 jam setelah respon awal dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ditandai dengan adanya infiltrasi eosinofil serta peradangan akut dan kronis yang lebih berat pada jaringan dan diikuti dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.
10
Semua usia +
Komponen yang paling berperan dalam proses alergi adalah sel mast dan basofil yang akan berikatan silang dengan Ig E. Pada reaksi alergi ( hipersensitivitas Tipe I ), rangkaian kejadiannya dimulai dengan pajanan awal terhadap antigen tertentu (alergen). Alergen tersebut akan berikatan dengan sel T CD 4 tipe T H2. Sel CD4 ini berperan dalam patogenesis pada reaksi alergi karena sitokin ( IL 4 dan IL 5 ) yang dihasilkan sel ini menyebabkan diproduksinya Ig E oleh sel B, yang bertindak sebagai factor pertumbuhan untuk sel mast serta merekrut mengaktivasi eosinofil. Antibodi IgE yang dihasilkan akan berikatan dengan reseptor Fc yang terdapat pada sel mast dan basofil. Dengan adanya ikatan ini maka sel mast dan basofil ini telah tersensitisasi dan individu yang bersangkutan akan mengalami alergi ketika mendapat pajanan ulang. Pajanan ulang terhadap antigen yang sama akan mengakibatkan pertautan silang pada Ig E yang terikat sel dan memicu suatu signal – signal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator. Mediator – mediator bisa berupa mediator primer dan sekunder yang pada dasarnya akan menimbulkan reaksi – reaksi alergi.
Mediator Primer Setelah pemicuan Ig E, maka sel mast dan basofil akan melepaskan granula – granula yang berisi mediator primer ( praformasi ) untuk memulai reaksi awal pada reaksi alergi. Salah satu mediator praformasi yang terpenting adalah histamine. Histamine akan menyebabkan menigkatnya permeabilitas vascular, vasodilatasi, bronkokonstriksi, dan meningkatnya sekresi mucus. Mediator – mediator yang segera dikeluarkan diantaranya adenosine, dan factor kemotaksis untuk neutofil dan eosinofil.
Mediator Sekunder Mediator sekunder mencangkup dua kelompok senyawa yaitu mediator lipid dan sitokin. Sitokin yang diprosuksi oleh sel mast ( TNF, IL 1, IL 4, IL 5 dan IL 6 ) dan kemokin berperan penting pada proses alergi melalui kemampuannya dalam merekrut dan mengaktivasi sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. Selain itu IL 4 juga merupakan factor pertumbuhan sel mast dan diperlukan untuk mengendalikan sintesis Ig E oleh sel B. Mediator lipid dihasilkan melalui aktivasi fosfoipase A2, yang memecah lipid membrane sel mast untuk menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan senyawa induk untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.
11
Leukotrien berasal dari hasil kerja 5 – lipoksigenase pada precursor asam arakhidonat dan penting dalam patogenesis dari alergi. Leukotrien C 4 dan D4 merupakan agen vasoaktif yang mempunyai kemampuan beribu kali lebih aktif daripada histamine dalam meningkatkan permeabilitas vascular dan menyebabkan kontraksi otot polos bronchus. Sedangkan prostaglandin adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenase dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme berat serta meningkatkan sekresi mucus. Pemeriksaan Yang biasa diperiksa pada rinitis alergi yaitu pemeriksaan darah tepi (hitung jenis eosinofil meningkat, hitung total eosinofil meningkat), kadar IgE total meningkat, sitologi mukosa hidung: persentase eosinofil meningkat, uji kulit alergen untuk menentukan alergen penyebab, foto sinus paranasalis (usia 4 tahun ke atas) atau CT-scan bila dicurigai komplikasi sinusitis atau adanya deviasi septum nasi Pencegahan •
Mengurangi paparan alergen
•
Kontrol debu dan tungau debu di dalam rumah
•
Gunakan pendingin ruangan (AC)
•
Hindari karpet, furnitur dengan kain pelapis dan tirai berat yang dapat mengumpulkan debu
•
Hindari merokok
•
Pindahkan “pengumpul debu” dari dalam kamar seperti mainan, gantungan dinding, buku, perhiasan kecil dan bunga palsu
•
Sapu dan vacum 1 atau 2 kali setiap minggu untuk membuang alergen yang terakumulasi.
•
Tutup sprei, kasur dan bantal dengan selubung tahan alergen yang dicuci secara teratur.
•
Bila mengetahui alergi terhadap obat tertentu, beritahukan kepada keluarga terdekat, dokter dan apoteker dimana anda membeli obat
Penatalaksanaan 12
Adapun penaalaksanan dari penyakit rhinitis alergi adalah sebgai berikut 1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasii. 2. Simtomatis a. Medikamentosa Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. [emberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam dua golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedative). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok
ini
antara
lain
difenhidramin,
klorfeniramin,
prometasin,
siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan secra topical adalah azelastin.
b. Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) prlu dipikirkan bila konka inferior hipertropi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauerisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. c. Imunoterapi Desensitasi dan hiposensitasi, cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pegobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. d. Netralisasi Cara netralisasi dilakukan untuk alergi makanan. Pada netralisasi, tubuh tidak membentuk “bloking antybodi” seperti desensitasi. 11. Hubungan antara mata dan hidung :
12. Prevalensi Rinitis Aleri :
13
Prevalensi rinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di Indonesia aeroalergen yang tersering menyebabkan rinitis alergi yaitu tungau, dan tungau debu rumah Komplikasi Rinitis Alergi : a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi selsel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.
Prognosis Rinitis Alergi : Secara umum, pasien deng an rinitis alergi tanpa komplikasi yang respondengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang d i k e t a h u i a l e r g i terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman.Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yangberulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk statuskekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapatbertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima danenam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnyasistem kekebalan tubuh
14