PENYULUHAN STROKE BESERTA PENANGANANNYA PADA PASIEN DAN KELUARGA DI RUANG IRNA II RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Oleh: Kelompok 17 Wahyuni Zyuli Sholikatin, S.Kep,
(131712143031) (131712143031)
Masunatul Ubudiyah, S.Kep.
(131713143043) (131713143043)
Febyana Dwi Cahyanti, S.Kep.
(131713143057) (131713143057)
Dewi Permata Lestari, S.Kep.
(131713143071) (131713143071)
Zagad Budhi Dharma, S.Kep.
(131713143091) (131713143091)
Pipit Pitaloka, S.Kep.
(131713143110) (131713143110)
PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS (P3N) FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan “Stroke dan Penanganannya Pada Pasien Di Ruang IRNA II Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya” yang telah dilaksanakan mulai tanggal 9 – 14 – 14 Oktober 2017 dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan Dasar. Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Medikal Bedah.
Disahkan tanggal,
Oktober 2017
Menyetujui,
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
(Purwaningsih, S.Kp., M.Kes) NIP.196611212000032001
(Sri Purwanti, S.Kep.Ns) NIP. 198506092009122003
Mengetahui, Kepala Ruangan IRNA II
(Sri Purwanti, S.Kep.Ns) NIP. 198506092009122003
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................... i Lembar Pengesahan .......................................................................................................... ii Daftar Isi .......................................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 3 1.3.1 Tujuan umum ................................................................................................... 3 1.3.2 Tujuan khusus................................................................................................... 3
BAB 2 Pembahasan
2.1 Definisi Stroke ......................................................................................................... 4 2.2 Penyebab Stroke ...................................................................................................... 4 2.3 Klasifikasi Stroke .................................................................................................... 5 2.4 Tanda Dan Gejala Stroke......................................................................................... 5 2.5 Pencegahan Stroke................................................................................................... 6 2.6 Diet Untuk Penderita Stroke .................................................................................... 8 2.7 Latihan Rom Aktif Dan Pasif Untuk Penderita Stroke ......................................... 10 2.8 Penatalaksanaan Umum Stroke Akut .................................................................... 14
Lampiran 1.. Satuan Acara Penyuluhan ........................................................................ 17
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 23
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian akibat gangguan peredaran darah (lesi vaskular) (Ralph,2013). Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang menyebabkan kematian di dunia setelah penyakit jantung dan kanker (Mardjono,2004). Persentase yang meninggal akibat kejadian stroke pertama kali adalah 18% hingga 37% dan 62% untuk kejadian stroke berulang (Siswanto,2010). Data International Classification of Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun 2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita (Hoyert,2012). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per seribu penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per seribu penduduk. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per seribu penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per seribu penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta (masing-masing 9,7 per seribu penduduk). Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per seribu penduduk), di Yogyakarta (16,9 per seribu penduduk), Sulawesi Tengah (16,6 per seribu penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per seribu penduduk. Kasus stroke di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per seribu penduduk ( Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2013). Data di banyak rumah sakit menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian. Pada tahun 2030 diperkirakan 23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit jantung dan stroke. Menurut RP2RS (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit), stroke termasuk dalam 10 peringkat utama penyakit sistem sirkulasi darah di Indonesia. Dari dua Rumah Sakit Pendidikan (RS umum dan RS Pelamonia) kasus stroke menempati 40% dari semua pasien rawat inap di UPF penyakit syaraf ( Nastiti,2012).
1
Orang yang menderita stroke, biasanya mengalami banyak gangguan fungsional, seperti gangguan motorik, psikologis atau perilaku, dimana gejala yang paling khas adalah hemiparesis, kelemahan ekstremitas sesisi, hilang sensasi wajah, kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi (Irfan, 2010). Data 28 RS di Indonesia, pasien yang mengalami gangguan motorik sekitar 90,5% (Misbach & Soertidewi,2011). Pemulihan kekuatan ekstremitas masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Sekitar 80% pasien mengalami hemiparesis akut di bagian ekstremitas atas danhanya sekitar sepertiga yang mengalami pemulihan fungsional penuh (Beebe & Lang, 2009). Untuk meminimalkan angka kecacatan pada orang yang menderita stroke maka dapat dilakukan fisioterapi. Durasi yang dibutuhkan penderita stroke dalam mendapatkanfisioterapi tergantung dari jenis dan berat ringan stroke yang diderita. Rata-rata penderita yang dirawat inap di unit rehabilitasi stroke selama 16hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa minggu. Walau sebagian besar terjadi perbaikan dalam rentang waktu diatas, otak harus tetap belajar tentang kemampuan motorik seumur hidup ( American Heart Association, 2006). Duncan melaporkan dari hasil penelitiannya, perbaikan fungsi motorik dan aktivitas sehari-hari paling cepat dilakukan 30 hari pertama pasca stroke. Wade mengatakan bahwa 50% pasien mengalami perbaikan fungsi paling cepat dalam dua minggu pertama (Steven, 2008). Proses pemulihan tangan biasanya dalam tiga bulan, sedangkan ektremitas bawah terjadi dalam 43-60 hari (paling lama dalam tiga bulan) (Bruno & pertiana,2007). Penelitian Kwakkel, dkk dalam sebuah meta analisis menunjukkan bahwa walaupun memiliki efek yang kecil, terapi latihan dapat memberikan perbaikan fungsional, apabila jika ditambah 16 jam dalamenam bulan pertama setelah stroke ( American Heart Association, 2006). Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud untuk memberikan informasi mengenai stroke dan penanganannya pada pasien dan keluarga di IRNA II Rumah Sakit Universitas Airlangga.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari stroke ? 2. Apa saja penyebab stroke ? 3. Apa saja klasifikasi stroke ? 4. Apa saja tanda dan gejala stroke ? 5. Bagaimana cara mencegahan stroke ? 6. Bagaimana diet untuk penderita stroke ? 7. Bagaimana latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke ?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1
Tujuan Umum
Menjelaskan stoke dan penanganannya pada pasien dan keluarga pasien di ruang IRNA II Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi stroke 2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan klasifikasi stroke 4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke 5. Menjelaskan pencegahan stroke 6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke 7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian orak (Smeltzer & Bare, 2002) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Menurut Price & Wilson (2006) menyatakan bahwa pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke merupakan penakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008) 2.2
Penyebab Stroke
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan oleh 1. Thrombosis yaitu bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher 2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain 3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke otak 4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori. Bicara, atau sensasi. Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer ( 2007) adalah : 1. Faktor resiko yang dapat diubah : hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penggunaan alcohol, dan obesitas 2. Faktor yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga
4
2.3.
Klasifikasi Stroke
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik. 1.
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu : (1) hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak), (2) hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami penyakit stroke jenis iskemik. Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu: 1) stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan), 2) stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah), 3) hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena adanya gangguan denyut jantung).
2.4.
Tanda dan Gejala Stroke
Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya diawali dengan daya ingat menurun dan sering kebingungan secara tiba-tiba dan kemudian menghilang dalam waktu 24 jam selain itu tanda dan gejala stroke dapat diamati dari beberapa hal, diantaranya : 1.
Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh
2.
Melemahnya otot (hemiplegia), kaku dan menurunnya fungsi sensorik
3.
Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh seperti baal, mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, perih bahakan seperti rasa terbakar dibagian bawah kulit 5
4.
Gangguan penglihatan seperti hanya dapat melihat secara parsial ataupun tidak dapat melihat keseluruhan karena penglihatan gelap dan pandangan ganda sesaat
5.
Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap
6.
Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan terkadang mengalami kelumpuhan total.
7.
Hilangnya kendali terhadap kandung subaraknoid seperti gangguan sering kencing tanpa disadari
8.
Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik
9.
Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca, menulis dan berhitung dengan baik.
10.
Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan ataupun minuman (cenderung keselek).
11.
Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan dengan bicara tidak jelas (rero), sengau, pelo, gagap dan berbicara haya sepatah kata bahkan sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
12.
Menjadi Pelupa (Dimensia) dan tidak mampu mengenali bagian tubuh
13.
Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak beraktifitas
14.
Kelopak mata sulit dibuka
15.
Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa
16.
Banyak tidur dan selalu ingin tidur.
17.
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri
Selain itu gejala stoke dapat dikenali dengan kata “WASPADA” 1. Wajah perot 2. Anggota gerak lemah 3. Sensibilitas atau rasa raba terganggu separuh 4. Pelo atau bicara tidak jelas 5. Afasia atau sukar berkomunikasi 6. Disorientasi atau bingung mendadak 7. A pabila ada salah satu gejala diatas segera ke RS 3.5
Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu: 6
1. Pencegahan Primordial Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. 2. Pencegaahan primer Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain: 1) Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. 2) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan. 3) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya. 4) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur. 3. Penceggahan Sekunder Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah: 1) Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
7
2) Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontraindikasi terhadap asetosal (aspirin). 3) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak. 2.6.
Diet untuk Penderita Stroke
1. Berikut beberapa jenis sumber makanan yang dapt menurunkan potensi seseorang terkena stroke : 1) Sayuran Sayuran merupakan sumber serat dalam tubuh. Sayuran dapat mnegikat kelebihan kolesterol dalam saluran pencernaan dan membawanya hingga terbuang dalam feses. Sumber sayuran terbaik yaitu wortel, asparagus, seledri, buncis, labu siam, mentimun, bayam, selada, tomat dan polong polongan. 2) Buah dan jus buah Buah-buahan dapat menurunkan kadar kolesterol, mencegah penggumpalan darah dan pengerasan pembuluh darah serta dapat menurunkan tekanan darahyang dapat memicu stroke. Vitamin dan mineral dalam buah penting untuk membantu penyerapan zat gizi.buah yang baik untuk penderita stroke yaitu nanas, belimbing, melon, alpukad, jambu biji, anggur, pisang dan apel. 3) Bahan Makanan Sumber Karbohidrat Bahan makanan sumber karbohidrat diantaranya padi-padian dengan biji yang utuh, kentang, dan gandum. 4) Ikan yang mengandung Omega-3 Penderita stroke dianjurkan untuk mengonsumsi asam lemak esensial yang terdapat pada minyak ikan.
8
5) Bumbu dan rempah Bumbu dan rempah tradisional dapat mengurangi resiko penyakit stroke. Bumbu dan rempah yang dapat digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar, kemiri, merica, lengkuas, kayu manis, cengkeh dan serai. 2. Makanan yang tidak dianjurkan Pantangan yang harus dihindari penderita stroke yaitu makanan yang mengandung protein tinggi, lemak dari produk olahan daging, olahan susu (seperti mentega dan keju), makanan yang digoreng, gula dan garam. Kurangi asupan garam, asupan garam yang dianjurkan sehari adalah 6 gram. Asupan garam yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah yang dapat memicu terjadinya stroke. 1)
Makanan yang mengandung garam tinggi Makanan yang mengandung garam tinggi yaitu diantaranya berbagai makanan instran (mie instan, bubur instan), makanan kalengan (seperti ikan, sayur dan buah kalengan), kecap, saos tomat, ikan asin, ikan atau daging asap, telur asin, pindang, peda, kue dan roti yang mengandung soda kue, serta berbagai penyedap rasa.
2)
Daging dan ayam Daging sapi dengan lemaknya, daging ayam dengan kulit, daging babi, jeroan (usus, ginjal dan hati), makanan cepat saji dan telur.
3)
Lemak dan minyak Mentega, margarin, mayonnaise serta semua makanan yang dogoreng terutama digoreng dengan minyak kelapa.
4)
Makanan mengandung protein dan kolesterol tinggi Makanan mengandung protein dan kolesterol tinggi seperti cumi, udang, kerang, kuning telur, ayam, telur puyuh, jeroan, mentega, susu sapi full cream dan masakan bersantan.
5)
Susu dan produk turunannya Susu full cream, krim terutama creamer kopi, keju, es krim, youghurt full fat.
6)
Makanan mengandung gula tinggi Makanan seperti cake, pudding, coklat, biscuit, permen dengan kadar gula tinggi, memicu obesitas yang merupakan factor pemicu stroke.
7)
Alkohol dan Tembakau (Rokok) 9
Konsumsi rokok beresiko meningkatkan tekanan darah dan merangsang peningkatan berat badan berlebih (obesitas) yang dapat menimbulkan str oke. Nikotin dapat menyumbat pembuluh darah (Redaksi Agro Media.2009) 2.7.
Latihan ROM aktif dan Pasif untuk Penderita Stroke
Range of motion adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh : sagital, frontal dan transversal (Potter & Perry, 2006). Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah (Potter & Perry, 2006). Gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan hiperekstensi pada pinggul merupakan rentang gerak pada potongan sagital. Pada potongan frontal gerakannya adalah abduksi dan adduksi pada lengan dan tungkai, eversi dan inverse pada kaki. Sedangkan pada potongan transversal gerakannya adalah pronasi dan supinasi pada tangan, rotasi internal dan eksternal pada lutut dan dorsofleksi dan plantar fleksi pada kaki (Potter & Perry, 2006). Menurut Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009) dan Smeltzer & Bare (2008), tujuan latihan ROM adalah sebagai berikut : 1. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi 2. Mengembalikan kontrol motorik 3. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak 4. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial 5. Menurunkan
pembentukan
kontraktur
terutama
pada
ekstremitas
yang
mengalami paralisis. 6. Memaksimalkan fungsi ADL 7. Mengurangi atau menghambat nyeri 8. Mencegah bertambah buruknya system neuromuscular 9. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan 10. Meningkatkan harga diri 10
11. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan. ROM memiliki 3 jenis latihan, yaitu latihan ROM aktif, aktif dengan penampingan dan latihan ROM pasif : 1. Latihan aktif. Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri. Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri klien. 2. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted). Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan didampingi oleh perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan dukungan dan atau bantuan untuk mencapai gerakan ROM yang diinginkan. 3. Latihan pasif Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami keterbatasan dalam pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat dilakukan dan akan mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan range yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat bias membantunya untuk melakukan latihan. Latihan dapat dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran perawat dalam hal ini dimulai dengan melakukan pengkajian untuk menentukan bagian sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi latihan yang dipelukan (Rhoad & Meeker, 2008). Latihan pasif dapat dilakukan sedini mungkin pada pasien stroke walaupun pasien belum sadar. Latihan pasif pada ekstremitas atas dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi 2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku 3) Gerakan memutar pergelangan 4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan 5) Gerakan memutar jari 6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari tangan (Cahyati, 2011).
11
Smeltzer & bare (2008) menyebutkan bahwa latihan dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan, sedangkan Perry & Poter (2006) menganjurkan untuk melakukan latihan ROM minimal 2 kali/hari. Tseng, et al. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6 hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masingmasing 5 gerakan untuk tiap sendi. Latihan ROM bisa dipadukan dengan konsep latihan bilateral. Selama ini prosedur latihan ROM dilakukan hanya tangan yang sakit, baik berupa latihan ROM pasif maupun aktif asistif. Pendekatan terbaru yang mendukung konsep latihan bilateral bisa diterapkan pada pasien stroke yang melakukan latihan ROM. Latihan ROM dapat di lakukan dengan menerapkan latihan ROM bilateral. Latihan ROM bilateral dilakukan dengan melatih kedua ekstremitas klien baik yang mengalami parese maupun pada ekstremitas yang sehat. Pada klien stroke dengan hemiparese, latihan ROM bilateral dapat dilakukan dengan melakukan latihan ROM pasif pada ekstremitas yang mengalami parese dan latihan ROM aktif pada ekstremitas yang sehat. Kedua latihan ini dilaksanakan secara simetris dan bersamaan. Adapun prosedur latihan ROM pasif pada ektremitas atas yang mengalami parese adalah sebagai berikut : (Kozier, et al., 2004) : 1. Latihan bahu Satu tangan perawat menopang dan memegang siku, tangan yang lainnya memegang pergelangan tangan. Luruskan siku pasien, angkat siku dari posisi disamping tubuh pasien ke arah depan sampai ke posisi di atas kepala, turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku tetap lurus. 2. Latihan siku Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan, tangan lainnya menahan lengan bagian atas, kemudian lakukan gerakan menekuk dan meluruskan siku. 3. Latihan lengan Perawat memegang area siku pasien dengan satu tangan, tangan yang lain menggenggam tangan pasien ke arah luar (telentang) dan ke arah dalam (telungkup).
12
4. Latihan pergelangan tangan Perawat memegang lengan bawah pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memegang pergelangan tangan pasien, serta tekuk pergelangan tangan pasien ke atas dan ke bawah. 5. Latihan jari-jari tangan 1) Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan, tangan lainnya membantu pasien membuat gerakan mengepal/menekuk jari-jari tangan dan kemudian meluruskan jari-jari tangan pasien. 2) Perawat memegang telapak tangan dan keempat jari pasien dengan satu tangan, tangan lainnya memutar ibu jari tangan. 3) Tangan perawat membantu melebarkan jari-jari pasien kemudian merapatkan kembali. Latihan ROM aktif dilakukan sama dengan ROM pasif hanya pasien melakukannya sendiri tanpa bantuan perawat. Adapun prosedur latihan ROM aktif pada ektremitas atas adalah sebagai berikut : (Kozier, et al., 2004) 1. Latihan bahu Luruskan siku, angkat siku dari posisi di samping tubuh pasien ke arah depan sampai ke posisi di atas kepala, turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan siku tetap lurus. 2. Latihan siku Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan siku. 3. Latihan lengan Gerakkan tangan ke arah luar (telentang) dan ke arah dalam (telungkup). 4. Latihan pergelangan tangan Tekuk pergelangan tangan pasien ke atas dan ke bawah. 5. Latihan jari-jari tangan 1) Buat gerakan mengepal/menekuk jari-jari tangan dan kemudian luruskan jari jari tangan. 2) Lakukan gerakan memutar ibu jari tangan. 3) Lebarkan jari-jari tangan kemudian merapatkan kembali. Latihan ROM dengan menggunakan pendekatan bilateral bisa dilakukan dengan melakukan latihan ROM aktif dan pasif secara bersamaan pada klien stroke dengan hemiparese.
13
2.8.
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut 1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi: a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1 b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.1 c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence) 2. Terapi Umum a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP). Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (ESO, Class V, GCP).2 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C) Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
14
b. Stabilisasi Hemodinamik Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik seperti glukosa). Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi. Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg. Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi). Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C) Pemeriksaan Awal Fisik Umum Tekanan darah o Pemeriksaan jantung o o pemeriksaan neurologi umum awal: Derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor serta Keparahan hemiparesis
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK) Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C) Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
d. Penanganan Transformasi Hemoragik Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B). Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
15
e. Pengendalian Kejang Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).
f.
Pengendalian Suhu Tubuh Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C) Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA Guideline) atau 37,5 oC (ESO Guideline).3 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA Guideline). Pemeriksaan Penunjang EKG Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan el ektrolit) Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal Pemeriksaan radiologi Foto rontgen dada, CT Scan.
g.
16
Lampiran 1. SATUAN ACARA PENYULUHAN
Bidang Studi : KEPERAWATAN DASAR
Topik
: Stroke beserta penanganannya
Sasaran
: Pasien dan keluarga pasien di ruang IRNA II RS Universitas Airlangga
Hari/tanggal
:
Tempat
: Ruang IRNA II RS RS Universitas Airlangga
Waktu
:
Pelaksana
: Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
I.
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang stroke beserta penanganannya dan diharapkan peserta penyuluhan mendapatkan pengetahuan mengenai stroke. II.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penjelasan tentang stroke beserta penanganannya, peserta penyuluhan diharapkan mampu: 1. Menjelaskan definisi stroke 2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan klasifikasi stroke 4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke 5. Menjelaskan pencegahan stroke 6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke 7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke
III.
Sasaran
Sasaran dari kegiatan penyuluhan ini adalah pasien dan keluarga pasien di ruang Ruang IRNA II RS Universitas Airlangga.
IV.
Materi
Materi yang akan disampaikan dalam penyuluhan kesehatan terdiri dari beberapa sub pokok, diantaranya: 1. Menjelaskan definisi stroke 17
2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan klasifikasi stroke 4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke 5. Menjelaskan pencegahan stroke 6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke 7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke
V.
Metode
Metode dalam penyuluhan ini adalah metode ceramah dan diskusi. Pertama, Metode ceramah akan disampaikan oleh salah satu perwakilan dari kelompok 17 mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Kedua, metode diskusi akan dilakukan setelah penyampaian materi selesai dengan dipimpin oleh moderator yang berasal dari perwakilan kelompok 17.
VI.
Media
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah power point LCD.
VII. Setting Tempat
Nb:
: Moderator : Penyuluh
: Observer
: Fasilitator
: Peserta Penyuluh
VIII. Pengorganisasian Kegiatan
18
Pembg. Akademik
: Bu Purwaningsih S.Kp.M.Kes
Pembimbing Klinik
: Bu Sri Purwanti, S.Kep.Ns
Moderator
: Wahyuni Zyuli Sholikatin, S.Kep,
Penyuluh
: Masunatul Ubudiyah, S.Kep.
Observer
: Febyana Dwi Cahyanti, S.Kep.
Fasilitator
: Dewi Permata Lestari, S.Kep. Zagad Budhi Dharma, S.Kep.
KSK & PUPDOK
IX.
: Pipit Pitaloka, S.Kep.
J ob Description No
1.
Pengorganisasian
Moderator
Uraian
a) Membuka
acara
penyuluhan,
memperkenalkan diri dan tim kepada peserta. b) Menyebutkan kontrak waktu penyuluhan. c) Memotivasi peserta untuk bertanya d) Memimpin jalannya diskusi dan evaluasi e) Menutup acara penyuluhan. 2.
Penyuluh
a) Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta b) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan c) Menjawab pertanyaan peserta.
3.
Fasilitator
a) Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta b) Menjawab pertanyaan jika ada peserta yang bertanya kepadanya. c) Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas d) Menjelaskan tentang istilah atau hal-hal yang di rasa kurang jelas bagi peserta
4.
Observer
a) Mencatat nama dan jumlah peserta, serta
19
menempatkan diri sehingga memungkinkan dapat
mengamankan
jalannya
proses
penyuluhan. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta b) Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan. c) Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan d) Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan.
X.
Pelaksanaan No
Waktu
Kegiatan Penyuluhan
Respon Peserta
Pelaksana
Penyuluhan
1.
5 menit
Pembukaan:
1. Menjawab salam
1. Mengucapkan salam
2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri
3. Memperhatikan
Moderator
3. Kontrak waktu 4. Menjelaskan
tujuan
dari penyuluhan 5. Menyebutkan materi penyuluhan
yang
akan diberikan. 2.
15 Menit
Pelaksanaan penyampaian
1. Mendengarkan materi
tentang: 1. Menjelaskan stroke
Penyuluh
2. Memperhatikan penjelasan materi
definisi
3. Mencermati materi
2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan klasifikasi stroke
20
4. Menyebutkan
tanda
dan gejala stroke 5. Menjelaskan pencegahan stroke 6. Menjelaskan
diet
untuk penderita stroke 7. Menjelaskan
latihan
rom aktif dan pasif untuk penderita stroke 3.
20 menit
Diskusi:
1. Mengajukan
1. Memberikan kesempatan
Moderator
pertanyaan
dan
pada
peserta
fasilitator
untuk
mengajukan pertanyaan kemudian didiskusikan bersama dan
menjawab
pertanyaan. 4.
3 menit
Evaluasi:
1. Menjawab
1. Menanyakan kepada peserta
penyuluhan
pertanyaan
Moderator dan
dan
menjelaskannya
fasilitator
1. Memperhatikan
Moderator
tentang materi yang diberikan 5.
2 menit
Terminasi: 1. Menyimpulkan hasil penyuluhan
2. Mendengarkan 3. Menjawab salam
2. Mengucapkan terimakasih
kepada
peserta 3. Mengakhiri
dengan
salam
XI.
Evaluasi
21
2. Struktur a) Kesiapan materi b) Kesiapan SAP c) Kesiapan media: leaflet d) Peserta hadir di tempat penyuluhan minimal 7orang e) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan 3. Proses a) Fase dimulai sesuai waktu yang direncanakan b) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan c) Peserta mengajukan pertanyaan d) Penyuluh, fasilitator dapat menjawab pertanyaan dari peserta e) Suasana penyuluhan tertib dan tenang f) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan 4. Hasil Peserta dapat menjelaskan tentang: 1. Menjelaskan definisi stroke 2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan klasifikasi stroke 4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke 5. Menjelaskan pencegahan stroke 6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke 7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke
22
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Muhammad. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dian Loka. American Heart Association., 2006. Exercise for Stroke Survivors- Home Exercise Program After Therapy. http://www.stroke.about.com/od/livingwithstroke/a/livingwithstrok .html Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017. Beebe J A, Lang C E 2009., Active Motor Range of Motion Predicts Upper Extremity Function 3 Months After Stroke. http://stroke.ahajournals.org/content/40/5/1772. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017. Bruno, Pertiana A., 2007. Motor Recovery in Stroke. http://emedicine.medscape.com/art icle/324386-overview. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017. Cahyati, Yanti. 2011. Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan ROM Bilateral terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke Iskemik di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia Hoyert DL, Xu J .2012. NVSS. Deaths: Preliminary Data for 2011. National Vital Statistics Report.61(6):1-4. Irfan, M., 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke. Jakarta: Graha Ilmu. Pp 1-2: 92-104: 129-148. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS). Republik Indonesia: Kementerian Kesehatan Kozier,B. et al. (2004). Techniques in clinical nursing 5th edition. Canada : Cummings Publishing Company. Mardjono M, Sidharta P. 2004. Neurologi Klinis Dasar . BAB 9, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Jakarta: Dian Rakyat; hal. 269 Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Me dia Aesculapius Misbach J, Soertidewi L., 2011. Stroke Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Pp 3-10. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganggian Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Nastiti, Dian. 2012. Gambaran Resiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. FKM UI Potter, A.P., & Perry, A. (2006). Fundamental of nursing.
4
th edition. St.Louis Missouri:
Mosby-Year Book, Inc Price, S.A, Wilson , L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta:EGC Pudiastuti, D Ratna.2011. Buku Ajar Kebidanan. Jakarta: Nuha medika. Redaksi Agro Media.2009.Solusi Sehat Mengatasi Stroke.Jakarta; Agro Media Pustaka
23
Rhoads, J. & Meeker,B.J., (2008). Davids guide to clinical nursing skills. Philadeplphia : F.A. Davis Company Smeltzer, S.C , Bare B.G, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.Jakarta:ECG Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H. (2008) Brunner & Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing . 11th Edition. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Smith, N. (2009). Range of motion, exercise. Published by Cinahl Information Systems. http://web.ebscohost.com. Siswanto Y. 2010. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi Kasus RS DR. Kariadi Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro Steven., 2008. Hubungan Derajat Spastisitas Maksimal Berdasarkan Modified Ashworth Scale dengan Gangguan Fungsi Berjalan pada Penderita Stroke Iskemik . Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro. Tseng, C.-N., Chen, C. C.-H., Wu, S.-C., & Lin, L.-C. (2007). Effects of a rangeof- motion exercise programme. Journal of Advanced Nursing, 57(2), 181- 191 Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. 2013. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. American Heart Association AHA Journal.; 44:2064-2089.
24