PENENTUAN SPEKTRUM KERJA ANTIBIOTIKA A. Tujuan
-
Terampil dan memahami cara menguji spektrum suatu antibiotika.
-
Mampu membedakan antibiotik spektrum luas dan spektrum sempit.
-
Memahami penggunaan antibiotika spektrum luas dan antibiotika spektrum sempit.
B. Teori Dasar
Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, fungi, atau aktinomiset) yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba lain, selain selain itu antibiotik antibiotik mampu menghentikan proses proses biokimia di dalam proses infeksi bakteri. Antibiotika menurut ensiklopedia Indonesia adalah zat-zat
yang berasal
dari
jasad
renik
yang mempunyai
daya
menghalangi
timbulnya jasad renik lain. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan antibiotika, yaitu :
Gambaran klinis adanya infeksi yang diderita
Faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotic
Fungsi ginjal dan hati pasien
Biaya pengobatan
Antibiotika kombinasi diberikan apabila pasien :
Pengobatan infeksi campuran
Pengobatan pada infeksi berat yang belum jelas penyebabnya
Efek sinergis
Memperlambat resistensi
Penggolongan Obat Antimikroba (Antibiotik)
1. Golongan antibiotik berdasarkan daya bunuh atau daya kerjanya dalam zat bakterisid dan zat bakteriostatis dikelompokkan menjadi :
a. Bakterisid Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman, termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll. b. Bakteriostatik Antibiotika
bakteriostatik
bekerja
dengan
mencegah
atau
menghambat
pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, membunuhn ya, sehingga pembasmian pemb asmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh, termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll. Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.
2. Golongan antibiotik berdasarkan spektrum kerja antibiotik yaitu luas aktivitas, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis mikroba. Dapat dibedakan antibiotik dengan aktivitas sempit dan luas a. Spektrum luas (aktivitas luas) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin. b. Spektrum sempit (aktivitas sempit) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif. c. Spektrum kerja spesifik Berbeda dengan antibiotik spektrum luas dan antibiotik spektrum sempit, antibiotik jenis ini bukan bekerja pada bakteri gram positif atau gram negatif,
tetapi lebih spesifik lagi yaitu bakteri yang bersifat aerob dan bakteri yang bersifat anaerob. Untuk menguji spektrum kerja suatu antibiotik digunakan bakteri uji gram positif dan bakteri uji gram negatif dengan metode difusi agar (cakram kertas). Sebagai
bakteri
uji
dapat
digunakan
bakteri
gram
positif
seperti
:
Staphylococcus aureus, Bacilus subtilis atau Sarcina lutea dan bakteri gram negatif seperti Escherichia coli atau Salmonella typhi.
Staphylococcus aureus (Bakteri gram positif) Staphylococcus
aureus (S.
aureus)
adalah bakteri
gram
positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan sporadan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang. Infeksi S.aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah,
oleh
karena
itu
bakteri
ini
disebut
piogenik.
S.
aureus
juga
menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
Gambar. Staphylococcus aureus
Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur βlaktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat
resisten
β-laktamase,
contohnya
nafcillin
atau
oksasilin.
Sebagian
isolatS.aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin.
Escherichia coli (Bakteri gram negatif) Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli tipeO157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia. E.Coli yang
tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K 2, atau dengan mencegah baketi lain di dalam usus. Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus dan pendek, bergerak dengan flagel peritrik atau tidak dapat bergerak. Ukuran sel umumnya berdiameter 0.5 μ dan panjang 1-3 μ. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri coliform, bakteri coliform merupakan golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain.
gambar. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi kandung kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kirakira 90% wanita muda. Selain itu, dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, hati, cystitis, meningitis dan pen yakit infeksi lainnya. E.coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E.Coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
3. Golongan antibiotika berdasarkan cara kerjanya Antibiotika golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya: a. Inhibitor sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel bakteri sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan sering kali terjadi lisis, mencakup golongan Penicsillin, Polipeptida, sikloserin, basitrasin, vankomisin dan Sefalosporin, misalnya ampisillin, penisillin G. b. Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid. c. Inhibitor
sintesis
protein,
yang
mengganggu
fungsi
ribosom
bakteri,
menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversibel, mencakup banyak jenis antibiotik,
terutama
dari
golongan
Macrolide,
Aminoglycoside,
dan
Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, oxytetracycline. d. Inhibitor
fungsi
menimbulkan
membran
kehilangan
sel,
mempengaruhi
senyawa
intraselular.
permeabilitas misalnya
sehingga ionomycin,
valinomycin dan polimiksin. e. Inhibitor fungsi sel lainnya, misalnya difiksasi pada subunit ribosom 30 S menyebabkan timbunan kompleks pemula sintesis protein, salah membaca kode mRNA, produksi polipeptida abnormal. Contoh aminoglikosida, golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin. f.
Antimetabolit yang mengganggu metabolisme asam nukleat. Contoh rifampin (inhibisi RNA polimerase yang dependen DNA), azaserine. Pembagian ini walaupun secara rinci menunjukkan tempat kerja dan
mekanismenya terhadap kuman, namun kiranya kurang memberikan manfaat atau membantu praktisi dalam memutuskan pemilihan obat dalam k linik. Masing-masing cara klasifikasi mempunyai kekurangan maupun kelebihan, tergantung kepentingannya.
4. Golongan antibiotika berdasarkan penyakitnya a. Golongan Penisilin
Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Memiliki cincin b-laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri. Aktif terutama pada bakteri gram (+) dan beberapa gram (-). Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi telinga, bronchitis kronik, pneumonia, saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain :Ampisilin dan Amoksisilin. Untuk meningkatkan ketahanan tahap b-laktamase
penambahan senyawa
untuk memblokir & menginaktivasi b-laktamase. Misalnya Amoksisilin + asam klavulanat, Ampisilin + sulbaktam, Piperasilin + tazobaktam. Efek samping : reaksi alergi, syok anafilaksis, kematian,Gangguan lambung & usus. Pada dosis amat tinggi dapat menimbulkan reaksi nefrotoksik dan neurotoksik. Aman bagi wanita hamil & menyusui
b. Golongan sefalosporin
Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium. Spektrum kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatif. Obat golongan ini barkaitan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : Sefradin, Sefaklor, Sefadroksil, Sefaleksin, E.coli, Klebsiella dan Proteus. Penggolongan sefalosporin berdasarkan aktivitas & resistensinya terhadap b-laktamase.
Generasi I : aktif pada bakteri gram positif. Pada umumnya tidak tahan pada b laktamase. Misalnya sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, sefadroksil. Digunakan secara oral pada infeksi saluran kemih ringan, infeksi saluran pernafasan yang tidak serius
Generasi II : lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Lebih kuat terhadap blaktamase. Misalnya sefaklor, sefamandol, sefmetazol,sefuroksim
Generasi III : lebih aktif terhadap bakteri gram negatif , meliputi Pseudomonas aeruginosa dan bacteroides. Misalnya sefoperazone, sefotaksim, seftizoksim, sefotiam, sefiksim.Digunakan secara parenteral, pilihan pertama untuk sifilis
Generasi IV : Sangat resisten terhadap laktamase. Misalnya sefpirome dan sefepim
c. Golongan Lincosamides
Dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis dan bersifat bakteriostatis. Obat golongan ini dicadangkan untuk mengobati infeksi berbahaya pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pada kasus yang tidak sesuai diobati dengan penisilin. Spektrum kerjanya lebih sempit dari makrolida, terutama terhadap gram positif dan anaerob. Penggunaannya aktif terhadap Propionibacter acnes sehingga digunakan secara topikal pada acne. Adapun contoh obatnya yaitu Clindamycin (klindamisin) dan Linkomycin (linkomisin).
d. Golongan Tetracycline
Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama seperti yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi lainnya seperti kolera, demam berbintik Rocky Mountain, syanker, konjungtivitis mata, dan amubiasis intestinal. Dokter ahli kulit menggunakannya pula untuk mengobati beberapa jenis jerawat. Adapun contoh obatnya yaitu : Tetrasiklin, Klortetrasiklin, Oksitetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin. Khasiatnya bersifat bakteriostatik , pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang bersifat bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya mengganggu sintesis protein kuman spektrum kerjanya luas kecuali tahap Psudomonas & Proteus, juga aktif terhadap Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata), leptospirae,
beberapa protozoa. Penggunaannya yaitu infeksi saluran nafas, paru-paru, saluran kemih, kulit dan mata, namun dibatasi karena resistensinya dan efek sampingnya selama kehamilan & pada anak kecil.
e. Golongan Kloramfenikol
Bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S. aureus berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman bersifat bakterisid terhadap S. pneumonia, N meningitidis & H. influenza. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotic yang kurang efektif. Penggunaannya secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena menyebabkan anemia aplastis, sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae), juga digunakan sebagai salep 3% tetes/salep mata 0,25-1%. Contoh obatnya adalah Kloramfenikol, turunannya yaitu tiamfenikol.
f. Golongan Makrolida
Meliputi eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin, diritromisin serta spiramisin. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya yaitu pengikatan reversibel
pada
ribosom
kuman,
sehingga
mengganggu
sintesis
protein.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
g. Golongan Kuinolon
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, dgn menghambat enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat sintesa DNA. Digunakan untuk mengobati sinusitis akut, infeksi saluran pernafasan bagian bawah serta pneumonia
nosokomial, infeksi kulit dan jaringan kulit, infeksi tulang sendi, infeksi saluran kencing, Cystitis uncomplicated akut, prostates bacterial kronik, infeksi intra abdominal complicated, demam tifoid, penyakit menular seksual, serta efektif untuk mengobati Anthrax inhalational.
Penggolongan :
Generasi I : asam nalidiksat dan pipemidat digunakan pada ISK tanpa komplikasi.
Generasi II : senyawa fluorkuinolon misal siprofloksasin, norfloksasin, pefloksasin,ofloksasin. Spektrum kerja lebih luas, dan dapat digunakan untuk infeksi sistemik lain. Zat-zat long acting : misal sparfloksasin, trovafloksasin dan grepafloksasin.Spektrum kerja sangat luas dan meliputi gram positif.
h. Golongan Aminoglikosida
Dihasilkan
oleh
fungi
Streptomyces
&
micromonospora.Mekanisme
kerjanya : bakterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan diri pada ribosom dalam sel Contoh : streptomisin, kanamisin, gentamisin, amikasin, neo misin. Penggunaan Aminoglikosida Streptomisin & kanamisin Þ injeksi pada TBC juga pada endocarditis,Gentamisin, amikasin bersama dengan penisilin pada infeksi dengan Pseudomonas,Gentamisin, tobramisin, neomisin juga sering diberikan secara topikal sebagai salep atau tetes mata/telinga,Efek samping : kerusakan pada organ pendengar dan keseimbangan serta nefrotoksik.
i. Golongan Monobaktam
Dihasilkan oleh Chromobacterium violaceum Bersifat bakterisid, dengan mekanisme yang sama dengan gol. b-laktam lainnya.Bekerja khusus pada kuman gram negatif aerob misal Pseudomonas, H.influenza yang resisten terhadap penisilinase Contoh : aztreonam.
j. Golongan Sulfonamide
Merupakan antibiotika spektrum luas terhadap bakteri gram positrif dan negatif. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja : mencegah sintesis asam folat dalam bakteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan RNA bakteri. Kombinasi sulfonamida : trisulfa (sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan perbandingan sama),Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan perbandingan 5:1), Sulfadoksin + pirimetamin. Penggunaan : Infeksi saluran kemih : kotrimoksazol Infeksi mata : sulfasetamid Radang usus : sulfasalazin Malaria tropikana : fansidar Mencegah infeksi pada luka bakar : silver sulfadiazine Tifus : kotrimoksazol Radang paru-paru pada pasien AIDS : kotrimoxazol Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir : icterus, hiperbilirubinemia
k. Golongan Vankomisin
Dihasikan oleh Streptomyces orientalis.Bersifat bakterisid thp kuman gram positif aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika obat-obat lain tidak ampuh lagi. l. Golongan Antibiotika Kombinasi Kegunaannya dapat dikelompokkan berdasarkan jalur pemberiannya, antara lain :
Penggunaan Oral dan Parenteral : infeksi saluran kemih, Shigellosis enteritis, treatment pneumocystis carinii pneumonia pada anak dan dewasa.
Penggunaan Oral : Profilaksis pneumocystis carinii pneumonia pada individu yang mengalami imunosupresi, otitis media akut pada anak-anak, eksaserbasi akut pada bronchitis kronik pasien dewasa.
Secara klasik selalu dianjurkan bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan bakteriostatik akan merugikan oleh karena antibiotik bakterisid bekerja pada kuman yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi dengan jenis bakteriostatik akan memperlemah efek bakterisidnya. Tetapi konsep ini mungkin tidak bisa begitu saja diterapkan secara luas dalam klinik, oleh karena beberapa kombinasi yang dianjurkan dalam klinik misalnya penisilin (bakterisid) dan kloramfenikol (bakteriostatik) justru merupakan alternatif pengobatan pilihan untuk meningitis bakterial yang umumnya disebabkan oleh kuman Neisseria meningitides. Pada umumnya, penggunaan kombinasi dari dua atau lebih antibiotik tidak dianjurkan, apalagi kombinasi dengan dosis tepat. Untuk suatu mikroba penginfeksi, kombinasi antibiotik dapat bersifat sinergik (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakterisid), additif (kombinasi dua antibiotik yang bersifat bakteriostatik) dan antagonis (kombinasi antibiotik bakteriostatik dan bakterisid). Pemakaian kombinasi antibiotika mengandung risiko misalnya adanya akumulasi toksisitas yang serupa, misalnya nefrotoksisitas aminoglikosida dan nefrotoksisitas dari beberapa jenis sefalosporin. Kemungkinan juga dapat terjadi antagonisme, kalau prinsip-prinsip kombinasi di atas tidak ditaati, misalnya kombinasi penisilin dan tetrasiklin. Walaupun pemakaian beberapa kombinasi dapat diterima secara ilmiah, tetap diragukan perlunya kombinasi tetap oleh karena kemungkinan negatif yang dapat terjadi. Sebagai contoh kombinasi tetap penisilin dan streptomisin justru akan meyebabkan inaktivasi dari masing-masing antibiotika oleh karena terjadinya kerusakan secara kimiawi. Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran sebagai berikut : 1. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi 2. Kombinasi mencegah terjadi resistensi mikroba 3. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi, bertujuan mencapai spektrum kerja luas pada infeksi yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme 4. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani beberapa infeksi sekaligus.
Resistensi Antibiotik
Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh kadar maksimum antibiotik yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu. Resistensi alamiah adalah jika beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotik tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotik tersebut. Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom. Resistensi kromosomal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan primer, mutasi terjadi sebelum pengobatan dengan antibiotik dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yang resisten. Dan golongan sekunder, mutasi terjadi selama kontak dengan antibiotik kemudian terjadi seleksi bibit yang resistensi. Resistensi silang dapat terjadi dengan cara transformasi yaitu pelepasan DNA dari sel donor yang mengalami lisis pindah ke sel penerima, cara transduksi yaitu pemindahan gen yang resisten dengan bantuan bakteriofag dan cara konjugasi yaitu pemindahan gen karena adanya kontak sel dengan sel dan terbentuk jembatan plasma. Resistensi ekstra kromosomal, yang berperan adalah faktor R yang terdapat diluar kromosom yaitu didalam sitoplasma. Faktor R ini diketahui membawakan resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik. Penggunaan Antibiotik
Secara umum, berdasarkan ditemukannya kuman penyebab infeksi atau tidak, maka terapi antibiotika dapat dibagi menjadi dua, yakni terapi secara empiris dan terapi pasti. 1.
Terapi secara empiris Pada banyak keadaan infeksi, kuman penyebab infeksi belum dapat diketahui atau dipastikan pada saat terapi antibiotika dimulai. Dalam hal ini pemilihan jenis antibiotika diberikan berdasarkan perkiraan kemungkinan kuman penyebabnya. Ini dapat didasarkan pada pengalaman yang layak (pengalaman klinis) atau berdasarkan pada pola epidemiologi kuman setempat. Pertimbangan utama dari terapi empiris ini adalah pengobatan infeksi sedini mungkin akan memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih
lanjut dari infeksinya, misalnya dalam menghadapi kasus-kasus infeksi berat, infeksi pada pasien dengan kondisi depresi imunologik. Keberatan dari terapi empirik ini meliputi, kalau pasien sebenarnya tidak menderita infeksi atau kalau kepastian kuman penyebab tidak dapat diperoleh kemudian karena sebab-sebab tertentu (misalnya tidak diperoleh spesimen), maka terapi antibiotika seolah-olah dilakukan secara buta. 2.
Terapi pasti (definitif) Terapi ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis yang
sudah pasti, jenis kuman maupun spektrum kepekaannya terhadap antibiotika. Dalam praktek sehari-hari, mulainya terapi antibiotika umumnya dilakukan secara empiris. Baru kalau hasil pemeriksaan mikrobiologis menunjukkan ketidakcocokan dalam pemilihan antibiotika, maka antibiotika dapat diganti kemudian dengan jenis yang sesuai. Efek Samping Antibiotik
Toksisitas selektif terhadap bakteri yang menginvasi tidak menjamin hospes bebas dari efek yang tidak diinginkan, karena obat dapat menimbulkan respon alergik atau bersifat toksik yang tidak berkaitan dengan aktivitas antibiotik : 1. Hipersensitivitas Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi apabila jumlah antigen masuk relatif banyak atau bila status imunologik seseorang, baik humoral maupun selular meningkat. 2. Toksisitas langsung Toksisitas langsung yaitu kadar antibiotika yang tinggi dalam serum dapat menimbulkan toksisitas pada proses selular melalui organ tubuh penderita langsung. 3. Superinfeksi Superinfeksi merupakan keberadaan data klinis maupun bakteriologi pengaruh penghambatan pertumbuhan dari flora normal.
C. Alat dan Bahan
Alat
Bahan Bakteri
Vortex Pipet Eppendorf Inkubator
Aluminium foil
S. aureus E. coli
Cakram kertas
Medium Nutrien agar Nutrien broth
Antibiotik Ampisilin NA Tetrasiklin HCl Kloramfenikol
Autoklaf
D. Prosedur Medium agar kaldu dicairkan sampai mencair, sambil digoyang tunggu hingga suhu 45°C
Sediakan 2 cawan petri, tuang dan campur @0,1 ml suspensi bakteri. Biarkan hingga padat
Tiap antibiotik gunakan 2 cawan petri. Cawan petri 1 mngndung bakteri gram positif, cawan petri 2 mngandung bakteri gram negatif
Dicelupkan cakram kertas pada antibiotik lau letakkan diatas lempeng agar. Untuk tiap konsentrasi antibiotik yg sama gunakan 1 cakram kertas.
Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
E. Data Pengamatan
Kelompok
Spektrum Kerja
(Sediaan uji)
S. aureus (Gram +)
E. coli (Gram -)
I
C1
0,4 mm
Tidak tumbuh bakteri
(Ampisilin Na)
C10
0,6 mm
Tidak tumbuh bakteri
C100
0,7 mm
Tidak tumbuh bakteri
II
C1
1,49 mm
2,98 mm
(Tetrasiklin HCl)
C10
2,07 mm
4,22 mm
C100
2,26 mm
4,51 mm
III
C1
0,66 mm
0,8 mm
(Kloramfenikol)
C10
0,66 mm
0,7 mm
C100
0,65 mm
0,63 mm
IV
C1
0,16 mm
0,61 mm
(Ampisilin Na)
C10
0,20 mm
0,27 mm
C100
0,25 mm
0,83 mm
V
C1
0,9 mm
0,75 mm
(Tetrasiklin HCl)
C10
0,55 mm
0,5 mm
C100
0,2 mm
0,3 mm
VI
C1
0,1 mm
1,94 mm
(Kloramfenikol)
C10
0,2 mm
2,4 mm
C100
0,1 mm
0,2 mm
F. Pembahasan
Pada percobaan penentuan spektrum kerja antibiotik ini, dilakukan dengan metode difusi agar atau cakram kertas dengan menggunakan antibiotik Ampisilin (spektrum luas), Tetrasiklin (spektrum luas), dan Kloramfenikol (spektrum luas). Untuk Ampisilin bisa digolongkan ke dalam antibiotik dengan spektrum kerja sempit khususnya untuk bakteri gram positif, dan sebagian kecil untuk bakteri gram negatif, oleh karena itulah ampisilin digolongkan ke dalam antibiotik dengan spektrum kerja relatif luas. Sedangkan untuk bakterinya di gunakan bakteri gram positif (Staphilococcus aureus) dan bakteri gram negatif (Escherichia coli) kedua bakteri tersebut ditanam pada masing-masing media yaitu air kaldu, kemudian di atasnya diletakkan cakram kertas yang sebelumnya dicelupkan terlebih dahulu pada larutan antibiotika dengan kosentrasi 100, 10, dan 1 µg/ml. Yang kemudian di inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kelompok III dan VI
Dilihat dari hasil pengamatan data kelompok III dan VI, pada cawan petri A (S. Aureus dengan antibiotik kloramfenikol) tidak menunjukan adanya zona bening disekeliling cakram kertas yang sebelumnya dicelupkan terlebih dahulu pada larutan antibiotik. Disekeliling cakram kertas tersebut tidak terlihat tanda-tanda adanya aktivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Hal ini terjadi pada ketiga cakram kertas yang ditempel pada media pertumbuhan bakteri tersebut. Hal yang sama juga t erjadi pada cawan petri B yang berisi bakteri E. Coli dengan antibiotik yang sama (kloramfenikol). Zona bening tidak terbentuk disekitar cakram kertas. Adanya perbedaan kosentrasi pada masing-masing cakram kertas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. Dari hasil percobaan di atas, antibiotika kloramfenikol tidak dapat menghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri tersebut, yang ditandai dengan tidak dihasilkan daerah zona bening disekitar cakram kertas. Hasil ini sangat bertolak belakang dengan literatur. Berdasarkan literatur, antibiotik kloramfenikol merupakan
antibiotik dengan spektrum kerja luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri garam positif dan bakteri gram negatif. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik terhadap bakteri S. aureus berdasarkan perintangan sintesa polipeptida bakteri dan bersifat bakterisid terhadap bakteriE. Coli. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa percobaan ini gagal. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor teknis maupu n yang bersifat non teknis seperti : a.
Adanya kontaminasi dari lingkungan
b.
Proses pengerjaan yang kurang aseptis
c.
Alat-alat yang digunakan kurang steril dari mikroorganisme-mikroorganisme lain.
d.
Antibiotik yang digunakan telah terurai
e.
Kedua bakteri tersebut telah resisiten terhadap kloramfenikol.
Kelompok I dan IV
Dari percobaan kelompok I dan IV diperoleh hasil yang berbeda dengan kelompok III dan VI, pada kelompok ini antibiotik yang di uji menunjukan aktivitas terhadap salah satu jenis bakteri. Pada kelompok I, cawan petri A tidak menunjukan adanya aktivitas antibiotik ampisilin terhadap bakteri S. aureus yang ditandai dengan tidak terbentuknya zona bening pada cakram kertas baik pada cakram kertas dengan antibiotik kosentrasi rendah maupun pada antibiotik kosentrasi tinggi. Hal yang berbeda ditunjukkan pada cawan petri A kelompok IV. Pada kelompok ini, cawan petri A yang berisi bakteri S. aureus dengan antibiotik Ampisilin menunjukkan adanya zona bening disekitar cakram kertas dengan diameter hambatan 1,5 mm. Akan tetapi daerah zona bening ini hanya terdapat pada cakram kertas dengan antibiotik kosentrasi 100 µg/ml saja. Cakram kertas konsetrasi 10 dan 1 µg/ml tidak menunjukkan aktivitas. Sedangkan pada cawan petri B kelompok I menunjukkan adanya aktivitas ampisilin terhadap bakteri E. coli, yaitu pada cakram kertas ampisilin kosentrasi 100
µg/ml dan 10 µg/ml menunjukkan adanya daerah zona bening dengan diameter hambatan masing-masing 10 mm dan 17 mm. Pada kelompok IV, cawan petri B hanya menunjukkan zona bening pada cakram kertas kosentrasi 100 µg/ml dengan diameter hambatan 1,1 mm. Maka dari data di atas dapat dikatakan bahwa antibiotik Ampisilin memiliki spekrum kerja luas, karena dapat bekerja pada kedua jenis bakteri tersebut. Lebih tepatnya lagi spektrum kerja relatif luas. Hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa antibiotik Ampisilin memiliki spektrum kerja luas. Hasil ini sama halnya seperti yang pada literatur yang mengatakan bahwa Ampisilin merupakan antibiotik dengan dengan spektrum kerja luas. Kelompok II dan V
Kelompok II dan V menggunakan antibiotik uji Tetrasiklin. Cawan petri A dan B (kelompok II) menunjukkan adanya aktivitas Tetrasiklin terhadap bakteri S. aureus dan E. coli yaitu adanya daerah zona bening. Daerah zona bening terbentuk pada semua kosentrasi antibiotik. Dengan diameter hambatan seperti pada data pengamatan. Berbeda dengan kelompok II, pada kelompok V aktivitas Tetrasiklin hanya terlihat pada cawan petri B (bakteri E. coli). Daerah zona bening pun hanya terbentuk pada cakram kertas dengan kosentrasi 100 dan 10 µg/ml, dengan diameter hambatan 24 dan 6 mm. Hasil ini menunjukan bahwa antibiotik Tetrasiklin merupakan golongan antibiotik
dengan
spektrum
kerja
luas,
yaitu
mampu
membunuh
ataupun
memghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri tersebut. Tetrasiklin juga merupakan antibiotik spektrum luas yang luas. Hal ini ditandai dengan adanya daerah zona bening pada kosentrasi yang paling kecil (1 µg/ml) sekalipun.
Berdasarkan literatur, antibiotik Tetrasiklin merupakan antibiotik spekrum kerja luas yang mana antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, kecuali golongan Pseudomonas dan Proteus. Dilihat dari hasil percobaan masing-masing kelompok, dapat disimpulkan bahwa ketiga antibiotik uji (Ampisilin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol) ini merupakan antibiotik dengan spektrum kerjanya luas. G. Kesimpulan
Penentuan spetrum kerja antibiotik dapat dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar (cakram kertas). Antibiotik spektrum luas bekerja pada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Sedangkan antibiotik spektrum sempit hanya bekerja pada bakteri gram positif atau bakteri gram negatif saja. Antibiotik spektrum luas digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif ataupun bakteri gram negatif. Sedangkan antibiotik spektrum sempit digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif atau bakteri gram positif saja. Ampisilin, Tetrasiklin, dan Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum kerja luas. H.
Daftar Pustaka
Hoan Tjay, Tan & Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting edisi Kelima. Jakarta : Gramedia.
Pelczar, Michael & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1.
http://www.scribd.com/doc/33859573/Antibiotik
http://www.masbied.com/2010/06/03/antibiotik/