MAKALAH LAPORAN PENELITIAN
DAMPAK EKSPLOITASI PASIR OLEH SINGAPURA DI KEPULAUAN RIAU TERHADAP LINGKUNGAN, WILAYAH DAN BATAS MARITIM INDONESIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh:
Novita Halimatunisa (1401155)
Trianda Ferlinda (1403756)
Febri Rachmawati (1403939)
Inelsa Pradea Q. (1406646)
Tiara Sri Rahayu (1406659)
Jajang Ikbal Herlianto (1404720)
Nurdini Khoeriyah (1405421)
KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alaah SWT yang telah memberikan Rahmat, Hidayah, serta Pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Dampak Eksploitasi Pasir Oleh Singapura Terhadap Lingkungan, Wilayah dan Batas Maritim Indonesia ".
Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi setiap pembaca. Dan apabila ada kekurangan atau kesalahan, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat kami harapkan dari segenap pembaca untuk perbaikan kami di lain kesempatan. Karena hal tersebut untuk perbaikan kami di lain kesempatan.
Bandung, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
COVERi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
DAFTAR GAMBARiv
DAFTAR TABELv
BAB I PENDAHULUAN1
Latar Belakang Masalah1
Rumusan Masalah3
Tujuan3
Manfaat 3
BAB II LANDASAN TEORITIS4
Geopolitik4
Wawasan Nusantara6
Eksploitasi 10
Kerusakan Ekosistem Kelautan Indonesia11
Hubungan dan Perjanjian Internasional13
Batas Maritim Indonesia Dalam Hukum Laut Internasional ……………...17
Ekspor dan Impor …………………………………………………………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN22
Pendekatan Penelitian22
Tipe Penelitian22
Waktu dan Lokasi Penelitian22
Sumber Data………………………………………………………………..22
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN23
Batas Maritim Indonesia-Singapura26
Reklamasi Pantai Singapura30
Dampak Pengambilan Pasir Ilegal Oleh Singapura34
BAB V PENUTUP39
Simpulan 39
Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Batas Laut Teritorial Indonesia-Singapura ………………………27
Gambar 4.2 Singapura sebelum dan sesudah reklamasi ………………………32
Gambar 4.3 Letak Pulau Nipah ……………………………………………….37
Gambar 4.4 Pulau Nipah dulu …………………………………………...……38
Gambar 4.5 Pulau Nipah saat ini ……………………………………………...38
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Koordinat geodetik titik-titik batas territorial Indonesia-Singapura …28
Table 4.2 Upaya-upaya Penyelesaian Batas Maritim Indonesia-Singapura ……29
Table 4.3 Jumlah Pasir yang Diperlukan Singapura untuk Reklamasi …………33
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengan hubungannya dengan alam, manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia berkewajiban untuk menjaga seluruh ciptaan-Nya, baik daratan, lautan, serta udara. Adapun sebagai wakil Tuhan di bumi, manusia dalam hidupnya berkewajiban memelihara dan memanfaatkan segenap karunia kekayaan alam dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan hidup.
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mempunyai beragam suku dan budaya dari Sabang sampai Merauke. Selain kekayaan suku dan budayanya, Indonesia juga mempunyai kekayaan alam yang berlimpah di bumi nusantara. Kekayaan berupa barang tambang, hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian, serta keanekaragaman jenis fauna yang hidup di Indonesia merupakan kekayaan yang wajib kita jaga dan lestarikan.
Bukan hal yang mudah dalam menjaga semua kekayaan tersebut. Melihat luas lautan lebih besar dari daratan yang ada di Indonesia, dengan perbandingan 70% lautan dan 30% daratan. Hal ini menjadi tugas besar bukan saja oleh pemerintah tetapi juga oleh seluruh rakyat untuk menjaga dan melestarikan agar apa yang di miliki tidak di rampas oleh Negara lain. Semua itu tidak terlepas sebagai upaya menjaga kedaulatan dan kesejahteraan bangsa dan Negara.
Untuk menjaga kedaulatan di perlukan petahanan dan kertahanan nasional terhadap pengaruh secara regional dan internasional. Di saat pengawasan terhadap Negara melemah maka di situlah Negara lain mempunyai peluang mengganggu kedaulatan, dan mengeksploitasi kekayaan yang bukan hak mereka. Ketika kedaulatan Negara terganggu maka akan timbul gesekan dalam beberapa aspek dan menimbulkan kerugian bagi Negara.
Terbukti dengan banyaknya kasus sengketa baik mengenai budaya, pulau, maupun pengambilan sumber daya secara illegal. Salah satunya adalah kasus mengenai eksploitasi pasir oleh singapura di Kepulauan Riau yang sudah terjadi sejak tahun 1973 sampai sekarang. Permaslahan ini telah menjadi batu ganjalan dalam hubungan Indonesia-Singapura dan sampai sekarang belum terselesaikan.
Indonesia dan Singapura dipisahkan oleh laut sehingga batas kedua Negara tersebut berupa batas maritime. Indonesia dan Singapura dipisahkan oleh sebuah Selat Singapura yang merupakan jalur perdagangan yang strategis, maka baik Indonesia maupun Singapura berusahan untuk mempertahankan klaim yang mereka ajukan mengenai batas maritime kedua Negara.
Belum jelasnya batas maritime antara kedua Negara dimanfaatkan oleh Singapura untuk memperluas wilaya daratannya. Perluasan wilayah daratan Singapura dilakukan karena Singapura memiliki wilayah Negara yang sempit, maka untuk mengantisipasi perkembangan penduduk serta pertimbangan ekonomi dan bisnis Singapura memperluas wilayahnya melalui jalan reklamasi. Bahan yang digunakan untuk reklamasi pantai Singapura adalah tanah dari bukit-bukit yang diratakan dan juga pasir laut. Dan Indonesia merupakan pemasok utama pasir untuk reklamasi pantai Singapura.
Awalnya Indonesia tidak menganggap proyek reklamasi yang dilakukan Singapura dengan menambang pasir laut di Kepulauan Riau dapat mendatangkan dampak kerugian yang besar bagi Indonesia. Namun, pada tahun 2002 Indonesia mulai mengkhawatirkan dampak dilakukannya kegiatan tersebut. Karena penambangan pasir yang dilakukan oleh Singapura untuk reklamasi pantainya telah menghilangkan batas maritime Indonesia-Singapura dan menyebabkan kerusakan lingkungan di Kepulauan Riau. Maka dari itu, peneliti ingin mengkaji mengenai "Dampak Eksploitasi Pasir Oleh Singapura di Kepulauan Riau Terhadap Lingkungan, Wilayah dan Batas Maritim Indonesia" sebagai judul dari tema bahasan kami mengenai geopoliti Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana akibat yang ditimbulkan dari eksploitasi pasir laut oleh Singapura terhadap lingkungan, wilayah dan batas maritime NKRI?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dampak dari kasus pencurian pasir laut oleh Singapura terhadap lingkungan, wilayah dan batas maritime NKRI.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya laporan penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk pembaca agar memahami mengenai konsepsi akan wawasan nusantara dan mengetahui bagaimana kedaan wilayah negaranya.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata "geo" yang artinya adalah bumi dan politik yang berarti kekuatan. Geopolitik gabungan dari ilmu geografi dan ilmu politik yang artinya geopolitik mencakup hubungan politik yang meliputi seluruh wilayah. Kardono Darmojoewono (Mardiyono, 1983:13) mengemukakan bahwa Geografi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan lingkungannya, ekologinya dalam suatu sistem manusia bumi. Dalam artian yang lebih luas, politik adalah suatu aktifitas dengan melalui kerja sama dengan orang lain.
Politik juga merupakan usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Surbakti, 1992:10).
Geografi Politik adalah cabang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar lahirnya Ilmu Geopolitik. Suatu ilmu yang menempatkan geografi dengan suatu negara yang mampu bertahan menyusut atau hilang. Sebagai bagian dari disiplin ilmu geografi, geografi politik menggarap hubungan antara manusia dan bumi serta aspek semacam ilmu fisik. Geopolitik mengajarkan bahwa wilayah bagi suatu bangsa merupakan ruang hidup dan kehidupan yang harus dimiliki dan dipertahankan.
Pemahaman mengenai kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan di Indonesia disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia. Indonesia menganut paham Negara kepulauan yang memandang bahwa laut adalah penghubung sehingga wilayah Negara menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Menurut Frederick Ratzel pada abad ke 19 merumuskan bahwa ilmu bumi politik bersifat universal. Pertumbuhan negara dapat disamakan dengan pertumbuhan organisme melalui berbagai proses dari lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati dalam suatu ruang lingkup. Negara juga identik dengan ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan, bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Ratzel juga melegitimasikan hukum ekspansi yaitu apabila ruang hidup negara sudah tidak dapat memenuhi keperluan ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas negara baik secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, tidak mengembangkan ajaran atau teori tentang adu kekuatan dan adu kekuasaan. Ajaran Geopolitik Indonesia menyatakan bahwa ideolgi nasional dipergunakan sebagai pertimbangan dasar dalam menentukan politik nasional, dihadapkan kepada kondisi dan kedudukan wilayah geografi indonesia. Bagi bangsa Indonesia kepentingan Nasional yang paling mendasar adalah persatuan dan kesatuan nasional, identitas bangsa, dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Enciclopedia Britanica menjelaskan bahwa Geopolitik itu adalah memanfaatkan keadaan geografi untuk melayani kebutuhan pemerintah nasional menentukan kedudukan bangsa-bangsa itu dengan daya kemampuan yang diberikan oleh alam dimana bangsa itu bertempat tinggal dan berteduh, sehingga dengan demikian kebijaksanaan politik nasionalnya ditentukan oleh lingkungan alam itu.
Dengan membuat konsepsi Geopolitik seringkali hubungan Internasional dapat dipelihara dengan baik berdasarkan kekuatan organisasi Internasional yang selalu disepakati dan sering kali juga terhadap kebijaksanaan yang ada. Ini mempengaruhi stabilitasi dan perimbangan kekuatan dalam negeri dan mempengaruhi negara lain yang akhirnya dapat menciptakan kematangan kondisi untuk mengadakan perang, damai, interpensi, ekspansi, subversi dan intimidasi.
Problem-promblem politik seringkali ditimbulkan oleh pengaruh relief tanah, lautan dan gurun. Ada suatu pendapat mengatakan bahwa siapa yang mengusai lautan maka ia akan bisa menguasai dunia.
Wawasan Nusantara
Wawasan memiliki sebuah arti yaitu pandang, tinjauan, penglihatan, tanggapan indrawi. Atau wawasan berasal dari kata kerja bahasa jawa, yaitu "wawas" yang artinya melihat dan memandang atau "mawas-muwus" yang artinya melihat atau mengucap.
Wawasan berarti cara pandang sebagai salah satu aspek dari falsafah hidup yang berisi dorongan-dorongan, dan rangsangan-rangsangan untuk mewujudkan aspirasi dalam mencapai tujuan hidup, maka wawasan adalah pantulan atau refleksi dan pancaran dari falsafah hidup yang berisi azas-azasnya, metodenya, dan isi cita-citanya (Nasional, 1997:3).
Sedangkan Nusantara berasal dari dua kata yaitu nusa yang berarti pulau dan antar.
Menurut Menteri Utama Bidang Hankam Wawasan nusantara adalah pemanfaatan konstelasi geografi Indonesia, di mana diperlukan wawasan benua sebagai pengejawantahan segala dorongan-dorongan dan rangsangan-rangsangan dalam usaha mencapai aspirasi-aspirasi bangsa, dan tujuan negara Indonesia. Menurut KBBI wawasan nusantara adalah wawasan nasional bangsa Indonesia yang dijiwai pancasila dan berdasarkan UUD 1945 yang menghendaki adanya persatuan dan kesatuan wilayah, rakyat, dan pemerintah dalam mencapai tujuan nasional serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Menurut Lemhanas, wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsaIndonesia yang bersumber dari pancasila dan UUD 1945, bertolak dari pemahaman, kesadaran, dan keyakinan tentangdiri dan lingkungannya yang bhineka dan dinamis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan wilayah yang utuh menyeluruh, serta tanggung jawab terhadao lingkunagnnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional (Wilodati, 2013:133).
Implementasi wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan nasioanl sudah dengan sendirinya menyentuh dan mempengaruhi semua bidang dan segala aspek kehidupan nasional bangsa dan negara Indonesia. Implementasi wawasan nusantara akan memberikan dan menentukan corak dan sifat terhadap pembentukan system nasional yang diwujudkan dengan sarana dan wahana pembangunan nasional.
Dari segi sosial politik, Wawasan Nusantara memandang perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ideology, satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan (Danusaputro, 1982:225).
Melihat kepada sejarah masa lalu, kebesaran kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerjaan maritime yang mempunyai kekuasaan yang sangat luas, meskipun belum meliputi seluruh wilayah nusantara. Demikian pula dengan kerajaan Majapahit, di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Patihnya Gajah Mada yang telah mencanangkan "Sumpah Palapa", yang berisikan tidak akan makan buah palapa sebelum wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah nusantara tercapai.
Wawasan Nusantara mencakup kepentingan nasional guna menjamin pengembangan kehidupan bangsanya, oleh sebab itu Wawasan Nusantara tidak hanya dimengerti tetapi harus menjadi sandaran dan penghayatan setiap warga negara Indonesia. Negara kesatuan republik Indonesia identik sebagai negara kepulauan dan kebhinekaan masyarakatnya yang tersebar dari sabang sampai merauke. Pada tanggal 13 Desember 1957 diumumkan Deklarasi Juanda Bahwa bentuk geografi Indonesia merupakan negara Kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan pulau kecil dengan sifat dan corak tersendiri. Juga dinyatakan demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara yang terkandung di dalamnya maka pulau-pulau serta laut yang ada diantaranya haruslah dianggap sebagai kesatuan bulat dan utuh. Untuk mengutuhkan azas negara kepulauan ini ditetapkan Undang-Undang Nomor. 4/Prp tahun 1960 tentang perairan Indonesia. (Nasional, 1997:14).
Deklarasi tersebut mengubah secara kewilayahan laut atau perairan di Nusantara bertambah jauh lebih luas dari 2 juta Km2 menjadi 5 juta Km2, dimana 60% wilayahnya terdiri dari laut atau perairan, maka dari itu Indonesia juga di kenal sebagai negara maritim. Indonesia berada di 60 LU-110 LS dan 940 BT-1410 BT diapit oleh Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta Benua Asia dan Australia. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau. Wawasan Nusantara bertujuan untuk membina persatuan dan kesatuan aspek kehidupan bangsa dan negara serta kekeluargaan dan kebersamaan dalam segenap aspek kehidupan nasional dalam mengejar cita-cita dan tujuannya (Nasional, 1997:33).
Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratan Indonesia adalah 1,92 juta kilometer persegi, dan luas perairan nusantara dan laut territorial adalah 3,1 juta kilometer persegi dan luas perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) adalah 2,7 juta kilometer persegi, dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau (Adisasmita, 2006).
Filsafat wawasan nusantara meneliti dan mengungkapkan hakikat dan inti wawasan nusantara yang menhasilkan azas-azas wawasan nusantara. Azas-azas wawasan nusantara tersebut meruakan dasar pokok bagi eksistensi atau adanya wawasan nusantara serta memberikan jawaban apa sebab wawasan nusantara itu dapat melahirkan kaidah-kaidah yang dapat mengikat bagi tingkah laku orang. Lebih dari itu orang harus menghormati dan menjunjung tinggi ketentuan wawasan nusantara.
Wawasan Nusantara berbanding terbalik dengan kenyataan kondisi geografis dan sosial saat ini, menjadi terpecah belah dan menimbulkan pemisah satu dengan yang lainnya. Ini terjadi karena asas wawasan nusantara telai diabaikan, ditinggalkan, dan dapat bercerai berai karena bangsa Indonesia sudah merupakan dan meninggalkan kepentingan partai, suku bangsa, golongan, bahkan jati dirinya masing-masing.
Wawasan Nusantara menjadi landasan kebijakan politik negara. Semakin tinggi ketahanan nasional maka semakin kuat persatuan dan kesatuan nasional. Persatuan dan kesatuan ini menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya, dan ketahanan keamanan negara. Sehingga Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap dirinya dan lingkungannya harus berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan memperlihatkan kondisi geogfari latar belakang sejarah dan kondisi sosial budaya dalam rangka untuk mencapai cita-cita dan tujuan Nasional.
Eksploitasi
Eksploitasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan sesuatu untuk keuntungan sendiri. Kegiatan eksploitasi dapat menyebabkan kerusakan baik dalam skala kecil maupun besar. Eksploitasi merupakan pengambilan sumber daya alam untuk dipakai atau dipergunakan dalam berbagai keperluan manusia dalam memenuhi kebutuhannya (Nurkartika, 2001:188).
Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam terhadap lingkungan dapat membuat kerusakan terhadap lingkungan. Selama beberapa tahun yang lalu masalah yang timbul sebagai dari penggunaan laut yang meningkat, akibat dari pengeksploitasian ikan, pencemaran, teknologi baru yang membantu manusia dalam berlayar tetapi megakibatkan kerusakan. Kerusakan lingkungan baik itu di daratan maupun di laut tidak terlepas dari tangan manusia. Masalah lingkungan tidak terlepas dari tumbuhnya teknologi industri di negara maju maupun berkembang. Perkembangan teknologi telah berhasil seiring dengan perubahan terhadap lingkungan hidup, meningkat dengan pesat pertambahan penduduk dan timbulnya berbagai ketimpangan dan ketidakseimbangan ekosistem
Pencemaran yang kini dirasakan bebarengan erat dengan teknologi mekanisme industrialisasi dan pola-pola hidup yang mewah dan komsumtif. Masalah pencemaran timbul bilamana suatu zat atau energy dengan tingkat konsentrasi yang demikian rupa hingga dapat mengubah kndisi lingkungan, baik langsung maupun tidak langsung, dan pada akhirnya lingkungan tidak lagi berfungsi sebagaimna mestinya (Siahan, 2004:29).
Kerusakan Ekosistem Kelautan Indonesia
Manusia pada hakikatnya mempunyai ikatan dengan alam. Ini terjadi karena manusia menyadari bahwa alamlah yang memberi kehidupan dan penghidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manusia dengan kemampuannya mampu mengubah lingkungan untuk keseimbangan dirinya. Manusia dapat mengubah struktur alam dan ekosistemnya sehingga mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologi.
Ekologi berasal dari kata Yunani "oikos" yang berarti "rumah atau tempat hidup". Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara makhluk hidup sebagai kesatuan dengan lingkungannya, tentang struktur dan fungsi alam (Supardi, 1994:8).
Kehidupan akan berlangsung dalam berbagai fenomena kehidupan menurut prinsip tatanan dan hukum alam atau ekologi. Maka dapat diramalkan hal-hal yang mungkin timbul akibat suatu tindakan tertentu terhadap lingkungan, sehingga memungkinkan diambilnya suatu keputusan yang disertai pengetahuan tentang akibat-akibat yang mungkin timbul. Satuan pokok ekologi adalah ekosistem, yakni suatu kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup dengan berbagai benda mati yang berinteraksi membentuk suatu sistem.
Selama beberapa tahun yang lalu masalah yang timbul sebagai dari penggunaan laut yang meningkat, akibat dari pengeksploitasian ikan, pencemaran, teknologi baru yang membantu manusia dalam berlayar tetapi megakibatkan kerusakan. Kerusakan lingkungan baik itu di daratan maupun di laut tidak terlepas dari tangan manusia. Masalah lingkungan tidak terlepas dari tumbuhnya teknologi industri di negara maju maupun berkembang. Perkembangan teknologi telah berhasil seiring dengan perubahan terhadap lingkungan hidup, meningkat dengan pesat pertambahan penduduk dan timbulnya berbagai ketimpangan dan ketidakseimbangan ekosistem.
(dahuri, 2008).
Laut Indonesia menyimpan potensi bioteknologi kelautan yang belum tergarap. Jika potensi itu dioptimalkan maka besar devisa yang diperoleh mencapai 82.064 juta dollar Amerika Serikat. Sudah dikenal bahwa nenek moyang Indonesia adalah seorang pelaut, tetapi jiwa bahari itu dilemahkan oleh penjajah sehingga pengembangan kelautan terputus dan potensi kelautan tersebut tidak bisa berkembang karena kendala budaya. Tanggal 13 Desember adalah pengukuhan hari Nusantara di Indonesia.
Laut Indonesia mengandung kekayaan alam yang sangat besar dan beraneka ragam, baik yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove dan lain-lain, dan yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi.
Letak Indonesia sangat strategis dan seharusnya bangsa Indonesia mendapatkan keuntungan paling besar dari posisi kelautan global. Tetapi bangsa Indonesia di masa lalu melupakan jati diri sebagai bangsa maritime terbesar di dunia. Sumber daya kelautan hanya dipandang sebelah mata dan kurang professional dalam pemanfaatan sumber daya. Laut di persepsikan sebagai tempat buangan berbagai jenis limbah. Dukungan infrastruktur, hukum, dan kelembagaan laut di Indonesia masih sangat lemah.
Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia harus memiliki Ocean Policy yang kuat yang dijabarkan dalam visi Ocean Economics ("Oceanomics") yang dilaksanakan dengan Ocean Goverments yang baik dan diharapkan dapat bersinergi dalam pembangunan dunia guna mencapai kesejahteraan umat manusia khususnya bangsa Indonesia (Apridar, 2010:14).
Hubungan dan Perjanjian Internasional
Hubungan Internasional atau hubungan antar bangsa merupakan suatu interaksi manusia antar bangsa baik secara individu maupun kelompok, yang dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung.. Hubungan Internasional terjadi karena dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa semua Negara tidak akan mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan akan selalu membutuhkan negara lain.
Menurut J. C. Johari Hubungan Internasional merupakan sebuah study tentang interaksi yang berlangsung diantara Negara-negara berkedaulat disamping itu juga study tentang pelaku-pelaku non Negara yang prilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas Negara (Wirajuda, 2004, p. 8). Hubungan Internasional merupakan study tentang interaksi antara jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk study tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi (McClelland, 1994:27).
Menurut UU RI No. 37 Tahun 1999, hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek bilateral, regional, dan internsional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga Negara, lembaga badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, atau warga Negara Indonesia.
Jadi, hubungan internasional bisa diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut interaksi antar Negara dengan Negara sesuai dengan aturan yang ditentukan demi kelangusungan hidup masyarakat.
Hubungan internasional merupakan bagian dari perspektif perjanjian Internasional. Perjanjian Internasional jika diartikan secara luas atau umum merupakan nama jenis dari perjanjian internasional yang beranekaragam namanya, seperti treaty, convetion, charter, convenant, protocol, modus vivendi dan lain-lain. Kerjasama internasional tidak hanya diperlukan oleh bangsa atau Negara yang berkembang, akan tetapi juga Negara-negara besar dan maju.
Menurut G. Schawarzenberger perjanjian Internasional diartikan sebagai "Teaties argrements between subjects of internasional law creating binding obligation in international law. They may be bilateral (concluded between contracting parties) or multilateral (concluded more than contracting partes)" Perjanjian diartikan sebagai suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral (Suryono, 1984:4).
Prof. Dr. Kusuma Atmaja (Linklater, 1996:85) mendeskripsikan hubungan dan kerja sama antar bangsa muncul karena tidak meratanya pembagian kekayaan alam dam perkembangan industri di seluruh dunia sehingga terjadi saling ketergantungan antara bangsa dan Negara yang berbeda. Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasional, baik secara bilateral maupun multilateral antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber daya, dan letak geografis. Hubungan internasional dan kerjasama yang dilakukan antarnegara dapat terjalin dengan mulus jika masing-masing pihak dapat menjalankan prinsi-prinsip berikut:
Hubungan dan kerjasama hendaknya saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Masing-masing pihak yang melakukan hubungan internasional tidak mencampuri urusan dalam negeri Negara lain.
Hubungan intrnasional ditujukan untuk kepentingan Negara dan demi kesejahteraan rakyat.
Dilandasi oleh politik luar negeri yang bebas aktif.
Saling menjunjung persamaan derajat dan menghargai antarbangsa yang dilandasi oleh prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Bukan hanya dengan menjunjung prinsip-prinsip tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya harus selalu berpedoman pada asas yang dipatuhi bersama. Terdapat beberapa asas yang dipegang Negara Indonesia, yaitu sebagai berikut:
Asas Teritorial
Menurut asas ini, hukum Negara berlaku bagi semua orang dan semua barang yang berada di wilayahnya, baik warga Negara asli maupun warga Negara asing. Asas ini berdasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya.
Asas kebangsaan
Asas ini berdasar pada kekuasaan Negara untuk warga negaranya. Setiap warga Negara di mana pun berada tetap mendapat perlakuan hukum dari negaranya. Sehingga berlaku hukum eksteritorial. Artinya, hukum Negara tetap berlaku bagi setiap warga Negara, walaupun berada di Negara lain (Abdulkarim, 2006:82).
Asas kepentingan umum
Asas ini didasarkan pada wewenang Negara untuk mulindungi serta mengatur kepentingan kehidupan bermasyarkat. Sehingga Negara dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang tekait dengan kepentingan umum.
Terdapat pola di dalam hubungan internasional. Secara garis besar, pola hubungan internasional dibedakan menjadi tiga, yaitu pola penjajahan, pola hubungan ketergantungan, pola hubungan sama derajat antar bangsa. Dalam pola hubungan penjajahan, Negara yang kuat akan menghisap kekayaan Negara lain yang lemah. Negara penjajah akan membangun sarana dan prasarana yang akan memperlancar tujuannya dalam mengekploitasi sumber daya alam Negara lain. Sedangkan dalam pola hubungan ketergantungan, biasanya terjadi pada Negara-negara yang masih terbelakang kepada Negara-negara maju, dan lebih banyak bergantung kepada modal asing agar dapat memajukan perekonomian negaranya. Berbeda dengan pola hubungan sama derajat, hubungan ini terjadi jika Negara-negara yang melakukan kerjasama merasa saling diuntungkan.
Secara umum, pembuatan perjanjian internasional melalui tiga tahap. Pertama yaitu tahap perundingan dimana negara-negara akan membicarakan dan memecahkan masalah-masalah yang timbul di antara mereka. Setelah perundingan berakhir, maka teks perjanjian yang telah disetujui ditandatangani oleh wakil-wakil yang diberi kuasa penuh oleh negaranya. Tahap terakhir yaitu ratifikasi. Ratifikasi adalah pengesahan atau penguatan terhadap perjanjian yang telah ditandatangani.
Terdapat tiga sistem menurut mana ratifikasi dilakukan yaitu ratifikasi yang hanya dilakukan oleh badan eksekutif, ratifikasi yang dilakukan oleh badan legislatif dan sistem dimana ratifikasi perjanjian dilakukan bersama- sama oleh badan legislatif dan eksekutif
Batas Maritim Indonesia dalam Hukum Laut Internasional
Hukum internasional diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar Negara. Tetapi dalam perkembangannya, dengan pola hubungan internasional yang lebih kompleks maka pengertian hukum internasional meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional pada batas tertentu.
Mochtar Kusumaatmaja (1999:1) mendefinisikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
Hukum laut adalah komponen hukum internasional yang tua. Peraturan internasional yang pertama kebebasan di laut dan tanggungjawab para nahkoda , bersama-sama dengan pemerintah. Peraturan ini diterima baik atas dasar regional yang luas, dan sangat mempengaruhi peraturan berikutnya. Tuntutan-tuntutan yang bertikaian atas kebebasan di laut contohnya adalah pertengkaran Spanyol dan Portugis atas semua lautan di belahan bumi selatan pada tahun 1494. Pada dasarnya tidak ada satupun bangsa yang mempunyai hak untuk menguasai lautan lepas. Lautan lepas ditetapkan 3 mil dan kemudian diperlebar, kemudian dibuatlah ketentuan khusus dengan mengormati pemakaian daerah tertentu seperti selat yang sngat penting untuk pelayaran internasional. (Zottoli, 1983:586)
Hukum laut adalah komponen hukum internasional yang tua. Peraturan internasional yang pertama kebebasan di laut dan tanggungjawab para nahkoda , bersama-sama dengan pemerintah. Peraturan ini diterima baik atas dasar regional yang luas, dan sangat mempengaruhi peraturan berikutnya. Tuntutan-tuntutan yang bertikaian atas kebebasan di laut contohnya adalah pertengkaran Spanyol dan Portugis atas semua lautan di belahan bumi selatan pada tahun 1494. Pada dasarnya tidak ada satupun bangsa yang mempunyai hak untuk menguasai lautan lepas. Lautan lepas ditetapkan 3 mil dan kemudian diperlebar, kemudian dibuatlah ketentuan khusus dengan mengormati pemakaian daerah tertentu seperti selat yang sngat penting untuk pelayaran internasional. (Zottoli, 1983:586)
Terkait dengan cakupan wilayah Indonesia adalah UU No. 17 Tahun 1985 tentang artifikasi UNCLOS 1982. Di dalam UNCLOS 1982 yang berlaku sejak 16 November 1985, konsepsi archipelago state yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia sejak deklasrasi Juanda tahun 1957. Konsepsi nusantara dalam deklarasi Juanda, menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa wilayah tanah dan air Indonesia mewujudkan satu kesatuan terpadu bulat yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu tanah air. Kemudian dituangkan dalam UU No. 4/Prp tahun 1960, akhirnya diakui oleh dunia internasional. Maka UNCLOS menjadi landasan hukum mengenai penarikan lebar laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen (Madu, dkk., 2010:14).
Dengan diakuinya Indonesia sebagai archipelago state, maka Indonesia berhak untuk menentukan titik-titik garis pangkal kepulauan sebagai perbatasan. Perbatasan ialah garis yang membagi wilayah di mana negara dapat menyelenggarakan kedaulatan teritorialnya secara penuh (Baylis, 2001:91).
Pertimbangan-pertimbangan yang mendorong Pemerintah Republik Indonesia mengelurakan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah (Kusumaatmaja, 1983:187):
Bahwa bentuk geografi Republik Indonesiasebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri.
Bahwa bagi kesatuan wilayah (teritorial) Negara Republik Indonesia semua kepulauan serta laut yang terletak diantanranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat.
Bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam Teritoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Rebublik Indonesia.
Bahwa setiap negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk keutuhan dan keselamatan negaranya.
Dalam Undang-undang No. 4/Prp Tahun 1960, dirubah penetapan laut wilayah selebar 3 mil diukur dari garis pasang surut atau garis air rendah menjadi laut wilayah selebar 12 mil diukur dari garis pangkal lurus yang ditarik dari ujung ke ujung.
Intisari dari asas-asas pokok dalam konsespsi nusantara sebagaimana diundangkan dalam Undang-undang No. 4/Prp Tahun 1960 (Kusumaatmaja, 1983:194) tentang Perairan Indonesia ini adalah sebagai berikut:
Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan tiitk-titik terluar dari pulau-pulau terluar;
Negara berdaulat dengan segala perairan yang terletak dalam garis-garis pangkal lurus ini termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya maupun ruang udara di atasnya, dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
Jalur laut wilayah (laut territorial) selebar 12 mil diukur terhitung dari garis-garis pangkal lurus ini;
Hak lintas damai kendaraan air (kapal) asing melalui perairain nusantara ( archipelago water) dijamin selama tidak merugikan kepentingan Negara pantai dan mengganggu kemanan dan ketertiban.
2.7 Ekspor dan Impor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini sering kali diguanan oleh perusahaan yang skala bisnis kecil sampai mengengah sebagai stategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. (Anonim, Wikipedia, 2015)
Orang yang melakukan ekpor disebut eksportir, eksportir akan tertarik ketika harga barang yang diekspor ke luar negeri lebih mahal dibandingkan dengan harga di dalam negeri karena hal itu akan memperoleh keuntungan. Manfaat dari adanya kegiatan ekspor adalah untuk memperluas pasar bagi produk dalam negeri, memperluas lapangan kerja, dan menambah devisa negara. Dengan adanya ekspor maka pemerintah akan memperoleh pendapatan berupa devisa dan dapat menyimpan cadangan devisa. Cadangan devisa didefinisikan sebagai sejumlah valas yang dicadangkan bank sentral, dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), untuk keperluan pembiayaan dan kewajiban luar negeri negara yang bersangkutan yang, antara lain, melipti pembiayaan impor dan pembayaran lainnya terhadap pihak asing. (Tambunan, 2001:201)
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dai suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya adalah proses perdagangan. Proses impor pada umumya adalah tindakan pemasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam ngeri. Impor barang secara besar pada umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim ataupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional. (Anonim, Wikipedia, 2007).
Kegiatan impor mempunyai dampak positif dan negative terhadap perekonomian dan masyarakat. Kegiatan impor memiliki manfaat diantaranya untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan, memperoleh teknologi modern, dan memperoleh bahan baku. Orang yang melakukan ekspor disebut importir, importir melakukan kegiatan impor karena ingin memperoleh laba. Impor akan dilakukan jika harga harga barang yang bersangkutan lebih murah di luar negeri.
Indonesia adalah negara berkembang, rata-rata perekonomian negara berkembang masih terus berhgantung pada pinjaman atau bantuan luar negeri, ekspor salah satu usaha yang sangat pening khususnya produk dengan nilai tambah yang tinggi. Factor yang sangat dibutuhkan dan mempengaruhi perekonomian antara lain teknologi, kualitas sumber daya manusiam (SDM), ketersediaan infrastruktur, kebijakan-kebijakan ekonomi yang kondusif untuk menciptakan dan meningkatkan produktivitas ekspor dan impor suatu negara.
Ada sejumlah indicator yang umum digunakan untuk mengetahui perkembangan struktur ekspor, di antaranya adalah proporsi migas dan nonmigas terhadap ekspor total, pangsa ekspor menurut kelompok barang, misalnya barang konsumsi, barang modal dan perantara, dan bahan baku, serta presentase ekspor terhadap output agregat atau Produk Domestic Bruto (PBD). (Tambunan, 2001:63)
Dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa khususnya hasil ekspor bukan migas, berdasarkan Inpres No.4 tahun 1985, terhadap barang-barang ekspor tidak lagi dilakukan pemeriksaan pabean terhadap barang-barang ekspor hanya akan dilakukan apabila ada kecurigaan bahwa barang ekspor yang bersangkutan terkena larangan dan atau pengendalian ekspor serta yang terkena pajak. (Nazir, 1988:117)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur untuk memberikan gambaran umum tentang kasus yang diteliti yaitu eksploitasi pasir illegal oleh singapura. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
3.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini dijelaskan secara deskriptif yaitu peneliti memberikan gambaran mengenai kasus yang terjadi yang kemudian dikaji dengan teoti-teori yang relevan demi memberi informasi dan data yang valid sesuai dengan fakta.
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap studi kasus yang terjadi di Kepulauan Riau mengenai kasus eksploitasi pasir oleh Singapura. Peneliti melakukan kajian terhadap kasus ini di Universitas Pendidikan Indonesia kota Bandung.
3.4 Sumber Data
Sumber utama data penelitian ini bersumber dari kepustakaan yang relevan dengan studi kasus penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Upaya pembentukan pertahanan dan ketahanan diperlukan dalam mendukung diplomasi perbatasan. Pemerintah perlu bekerjasama dengan TNI untuk selalu memantau kondisi perbatasan hingga pemerintah daerah agar kebijakan yang diambil tidak merugikan Indonesia.
Eksploitasi suatu wilayah tanpa adanya kesepakatan dan pengelolaan yang baik akan menimbulkan potensi konflik baik di kedua Negara atau pun di dalam Negara. Contoh Kasus penambangan pasir laut di Riau merupakan contoh lemahnya system hukum dan ketahanan di Indonesia, yang membuat Pulau Nipah sebagai perbatasan terluar Indonesia-Singapura terancam hilang. Penambangan pasir laut ini dilakukan oleh Singapura sejak tahun 1976. Jika hal ini benar-benar terjadi maka perbatasan Indonesia-Singapura menjadi kabur, sebab landas kontinen Indonesia ditarik dari pulau tersebut. Penambangan ini telah mengurangi penghasilan nelayan di sekitar kepulauan Riau, akibat rusaknya ekosistem laut hasil pengerukan jutaan ton pasir setiap harinya. Tidak hanya luas Indonesia yang akan berkurang, namun masalah lain akan muncul berkaitan dengan ekonomi masyarakat sekitar dan munculnya kerawanan keamanan di perbatasan.
Singapura secara cerdik mempergunakan diplomasinya terhadap oknum pejabat daerah atau pusat untuk memperoleh pasir bagi kepentingan pembangunan di Singapura. Reklamasi kawasan Changi telah menambah daratan Singapura yang secara otomatis bisa mempengaruhi batas laut wilayah RI-Singapura.
Penambangan mengakibatkan erosi, abrasi, hancurnya terumbu karang, dan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang menjadi batas terluar Indonesia. Di Pulau Sebait, kabupaten Karimun, 80 hektar kawasan telah rusak dan diperkirakan kerugiannya mencapai 1 triliun. Kondisi perairan Riau pada saat penambangan pasir dilakukan pun sangat tidak kondusif bagi para nelayan karena ekosistem laut terganggu. Kapal keruk tidak hanya mengambil pasir laut, melainkan juga biota laut lainnya. Jaring nelayan pun sering kali tersangkut, perlatan kapal keruk dan rusak. Di sisi lain, meski penambangan pasir laut memberikan sedikit tambahan bagi para nelayan yang membantu pasir laut dengan harga per meter persegi adalah 1,2-1,5 dollar Singapura, dengan keuntungan yang sedikit ini harus dibayar dengan rusaknya lingkungan, menurunnya penghasilan dan ancaman keamanan para nelayan sendiri.
Ancaman nyata bagi Indonesia sendiri adalah tersu bertambahnya luas daratan Singapura. Dari tahun 1999 luas daratan Singapura adalah 633 m2 bertambah dari tahun 2001 menjadi 760 m2 dan ini berarti luas daratannya bertambah 17%. Soal aturan hukum penambangan pasir pun tidak jelas. Tahun 2002 penambangan tesebut pernah dilarang melalui Inpres No. 2 Tahun 2002, tetapi dibatalkan oleh Kepres No. 33 Tahun 2002. Dilarang kembali dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang larangan pasir, tanah, dan top soil (Ludiro Madu, 2010:99).
Muncul persepsi oleh beberapa instansi terkait soal penambangan pasir laut. Di mata Kementerian Lingkuhan Hidup, penambangan pasir laut tidak membahayakan lingkungan. Sedangkan menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, pembukaan ekspor pasir laut lebih aman karena sudah memiliki perlatan control lokasi kapal yang dapat memantau di mana dan berapa kali kapal melakukan penambangan pasir laut. Saat ini, Singapura telah mereklamasi 8 pulau kecil, yaitu Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut, dan Pulau Meskol. Reklamasi juga dilakukan di Tuas Bay yang menjorok ke selatan guna memperluas wilayah seputar bandara Changi. Wilayah ini kemudian diketahui tekah bertambah sekitar 3,5 km kea rah barat daya di mana pada wilayah ini belum ada batas wilayah yang jelas antara Indonesia dan Singapura.
Situasi ini menggambarkan betapa sebuah perbatasan betul-betul memerlukan sebuah badan khusus yang menangani persoalan perbatasan, agar perbatasan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Seperti instansi pusat, pemerintah daerah, maupun oknum tentara. Bagi daerah, penjualan pasir laut ini mendatangkan kesejahteraan berupa pemasukan pajak. Pemerintah kabupaten Karimun setiap tahunnya menerima 3 miliar rupiah dari pajak eksploiti dan eksplorasi pasir laut.
Diplomasi perbatasan sebagai upaya Negara menjamin kedaulatannya perlu dibangun melalui 3 pilar utama, yaitu hukum, sosial ekonomi, dam institusionalisasi. Hal ini perlu dilakukan karena sengketa yang muncul di wilayah perbatasan tidak melulu berangkat dari siapa pemiliki wilayah yang bersengketa atau sudah tepat atau belum patok batas wilayah, melainkan sengketa dapat didorong dan muncul oleh persoalan sosial dan ekonomi serta tidak adanya pengelolaan yang baik terhadap sumber daya alam di sekitar perbatasan (Ludiro Madu, 2010:100).
Batas Maritim Indonesia-Singapura
Pada abad ke-20 telah empat kali diadakan usaha-usaha untuk memperoleh suatu hukum laut yang menyeluruh, yaitu Konferensi Kodifikasi Den Haag tahun 1939. Konferensi ini gagal menghasilkan konvensi, namun hanya menghasilkan pasal yang disetujui sementara.
UNCLOS, 1958 menghasilkan Convention On The Territorial Sea And The Contiguous Zone, Convention On The High Seas, Convention On Fishing And Convention Of The Living Resources Of The High Seas, Convention On The Continental Shelf.
Namun dalam konferensi PBB pertama tersebut tidak diperoleh kata sepakat tentang batas laut territorial yang menyebabkan setiap Negara mengklaim masing-masing tentang batas perairan teritorialnya.
Wilayah perairan yang memisahkan Indonesia dan Singapura sangat sempit sehingga batas maritime keduanya hanya berupa batas laut territorial. Laut teritorial adalah wilayah laut yang lebarnya 12 mil diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan pulau terluar kepulauan suatu Negara yang diukur pada saat air surut (Wilodati, 2013:54). Laut territorial memiliki arti penting, diantaranya berfungsi sebagai pertahanan, berguna untuk melindungi wilayah teritorialnya sendiri terhadap penyelundup yang memasuki wilayahnya, melindungi perikanan dan kekayaan-kekayaan lainnya, sanitasi dan karantina bagi orang-orang asing yang masuk ke wilayah teritorial Negara.
Gambar 4.1 Batas Laut Teritorial Indonesia-Singapura
Deklarasi Juanda tahun 1957 membahas mengenai lebar laut teritorial yang diajukan Indonesia dan Singapura. Selain itu, kepentingan ekonomi serta pertahanan dan keamanan juga menjadi latar belakang permasalahan batas maritime Indonesia-Singapura. Pada tahun 1973 Indonesia dan Singapura untuk pretama kalinya mengadakan peundingan untuk menentukan batas maritime kedua Negara. Batas maritime tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu batas maritime bagian timur, tengan, dan barat. Dalam perundingan yang dilakukan tanggal 7-8 Mei 1973 di Jakarta tersebut kedua Negara hanya berhasil menentukan batas maritime bagian tengah yang berupa garis lurus yang ditarik dari enam titik yang titik koordinatnya telah disepakati juga menetapkan Pulau Nipah sebagai median line Indonesia-Singapura. (Tanlan, 2006:60) Kedua Negara masih menyisakan dua bagian yang belum ditentukan batasnya. Daerah yang belum ditetapkan tersebut ialah daerah dari titik dasar pertama ke arah barat sepanjang 18 km dan dari titik dasar ke enam ke timur sepanjang 26,8 km.
Tabel 4.1 Koordinat geodetik titik-titik batas teritorial Indonesia – Singapura (Geographer, 1974)
Titik Batas
Lintang (Utara)
Bujur (Timur)
1
1°10' 46".0
103°40' 14".6
2
1°07' 49".3
103°44' 26".5
3
1°10' 17".2
103°48' 18".0
4
1°11' 45".5
103°51' 35".4
5
1°12' 26".1
103°52' 50".7
6
1°16' 10".2
104°02' 00".0
Perundingan batas maritime Indonesia-Singapura di Selat Singapura ditandatangani oleh dua Negara pada tanggal 23 Mei 1973. Dalam penandatanganan perjanjian tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Adam Malik, dan pemerintah Singapura diwakili oleh S. Rajaratnam. Pemerintah Indonesia lalu meratifikasi kesepakatan ini pada 3 Desember 1973, sedangkan Singapura baru meratifikasinya pada 29 Agustus 1974. (Tanlan, 2006:63).
Table 4.2 Upaya-upaya Penyelesaian Batas Maritim Indonesia-Singapura
No
Tanggal
Upaya yang Dilakukan
Hasil
1
7 – 8 Mei 1973
Perundingan batas maritime yang pertama antara Indonesia dan Singapura
Disepakatinya batas maritime Indonesia-Singapura bagian tengah
2
25 Mei 1973
Penandatanganan perjanjian batas maritime Indonesia-Singapura bagian tengah
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Adam Malik sebagai wakil dari pemerintah Indonesia dan S. Rajaratman sebagai wakil dari pemerintah Singapura
3
26 September 2001
Perundingan bilateral untuk menyelesaikan masalah-masalah pending kedua Negara. Pihak Indonesia dipimpin Presiden Megawati sedangkan pihak Singapura dipimpin PM Goh Chok Tong
Kesepakatan untuk mengadakan pertemuan pejabat tinggi setingkat SOM untuk menyelesaikan masalah-masalah pending kedua Negara.
4
1 November 2001
Pertemuan pejabat tinggi Indonesia-Singapura. Pihak Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal HELN sedangakan pihak Singapura oleh Permanent Secretary Kemlu Singapura
Belum berhasil menyelesaikan batas maritime Indonesia-Singapura
5
Februari 2002
KBRI Singapura secara resmi menyampaikan keinginannya untuk menyelesaikan batas maritime kedua Negara.
Tidak mendapat tanggapan dari pemerintah Singapura
6
4 Agustus 2003
Pertemuan presiden Megawati dan PM Goh Chok Tong yang salah satu agendanya membicarakan batas maritime kedua Negara
Kesepakatan untuk mengadakan perundingan delitimasi
7
8 November dan 30 Desember 2004
Pertemuan Presidan Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong yang salah satunya membicarakan penyelesaian batas maritime kedua negara
Kedua Negara sepakat untuk menyelesaikan permasalahan batas maritimnya dengan cara damai
8
17 – 18 Januari 2005
Pertemuan penjajagan antara Indonesia-Singapura
Kesepakatan untuk mengadakan perundingan batas maritime kedua Negara pada bulan Februari 2005
9
28 Februari 2005
Pertemuan teknis tahap pertama untuk menyelesaikan batas maritime Indonesia-Singapura. Pihak Indonesia dipimpin oleh Arif Havas sedangakn pihak Singapura dipimpin oleh S. Tiwari
Kesepakatan untuk mengadakan pertemuan regular setiap lima atau enam bulan sekali
Reklamasi Pantai Singapura
Singapura terletak pada koordinat 1018' Lintang Utara dan 103018' Lintang Selatan. Singapura terpisah dari Semenanjung Melayu oleh Selat Johor yang sempit di bagian utara. Dan di sebelah selatan terdapat selat yang memisahkan Singapura dengan beberapa pulau di Indonesia.
Pada tahun 1959 Singapura diberi hak untuk memerintah sendiri dan empat tahun kemudian Singapura memutuskan bergabung dengan federasi Malaysia namun hal itu tidak berlangsung lama. Singapura didirikan sebagai Negara Republik dengan Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.
Singapura berhasil membangun negaranya dengan pesat dan menjadi negara yang Berjaya dari segi ekonomi. Singapura mempunyai pola perdagangan yang kuat sehingga mempunyai pendapatan perkapita yang besar setara dengan negara di Eropa. Namun Singapura memiliki kendala dengan luas daratannya. Luas wilayah daratannya pada saat merdeka hanya 581 km2.
Singapura merupakan negara kuat dengan berbagai keterbatasan, baik dari segi SDA, luas wilayah, dan posisi geopolitik. Dari segi SDA, Singapura mengatasinya dengan mengadakan hubungan baik dengan berbagai negara dengan upaya memasok SDA. Geopolitik diatasi melalui kekuatan militer dan luas wilayah yang sempit membuat singapura merancanakan program reklamasi untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk.
Reklamasi adalah salah satu upaya yang dilakukan dalam pembangunan. Reklamasi dapat diarrtikan pula sebagai upaya pengadaan lahan dengan cara mengeringkan lahan, daerah pasang surut dan sebagainya. (Petterson, 2005)
Reklamasi adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamaasi diesebut tanah rekmalasi atau landfill (Faras, 2013). Sedangkan menurut KBBI reklamasi merupakan usaha memperluas tanah (pertanian) dengan memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna (missal dengancara mengeruk daerah rawa-rawa) (Setiawan, 2012). Menurut Wisnu Suharto reklamasi adalah suatu pekerjaan atau usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relative tidak berguna atau masih kosong dan berair menajadi lahan berguna dengan cara dikeringkan (Maskur, 2008).
Menurut Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 menjelaskan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Selain karena luas wilayah yang sempit alasan Singapura melakukan reklamasi pantai yaitu antisipasi perkembangan penduduk Singapura serta perkembangan ekonomi dan bisnis.
Gambar 4.2 Singapura sebelum dan sesudah reklamasi
Sebelum tahun 1819 penduduk Singapura hanya sedikit, namun ketika inggris menguasai daerah tersebut, jumlh penduduk Singapura berkembang. Penduduk Singapura terdiri dari minoritas etnik Cina yang mencapai 76,8%, penduduk asal yaitu etnik Melayu mencapai 13,9%, etnik India sebesar 7,9% dan para pendatang dari berbagai negara. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Singapura telah mencapai 4.425.720 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,56%, dengan angka kelahiran 9,49 per seribu penduduk dan angka kematiannya 4,16 per seribu penduduk (Tanlan, 2006:36).
Kegiatan ekspor pasir laut ke Singapura sendiri dimulai sejak tahun 1970 seiring dengan dimulainya proyek reklamsi pantai daratan Singapura. Proyek reklamasi pantai yang tersebar di hampir seluruh wilayah pantai Singapura memiliki kebutuhan pasir laut yang bervariasi, dari mulai 10.000.000 m3 sampai 100.000.000 m3. Dalam satu kali kegiatan penambangan pasir laut, tiap kapal mampu menyedot sekitar 60.000 m3 dan dalam satu hari setiap kapalnya bisa bolak balik sebanyak lima kali atau lebih dari lokasi penambangan ke lokasi reklamasi. Hal ini berarti 300.000 m3 tersedot setiap harinya. Dan Indonesia merupakan pemasok utama kebutuhan utama pasir laut Singapura untuk proyek reklamasi pantainya.
Table 4.3 Jumlah Pasir yang Diperlukan Singapura untuk Reklamasi
No
Nama Proyek
Jumlah Pasir (m3)
1
Pasir Panjang Tahap II
150.000.000
2
Pantai Changi
300.000.000
3
Kepualauan Barat
900.000.000
4
Pulau Jurong
200.000.000
5
Kepulauan Timor Laut
200.000.000
6
Reklamasi Tuas
40.000.000
7
Reklamasi Punggol
10.000.000
8
Pulau Sentosa
150.000.000
Volume penambangan pasir illegal dalam pelaksanaanya lebih besar dari volume pasir legal sesuai perjanjian. Hal ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar. Tercatat volume ekspor pasir legal Riau 0,93 juta m3 per hari sedangkan volume pasir illegal mecapai 2,02 juta m3 perhari. Jumlah yang tidak tercatat ini merupakan pasir illegal yang diambil tanpa izin, maka negara mempunyai kerugian sebesar 6,14 milyar setiap hari.
Wilayah-wilayah yang akan direklamasi di Singapura yaitu West Bank East Bank, Jurong Phase III-B Ubin Island, Jurong Phase IV-A Tekong Island, Jurong Phase IV-B Changi 1-A, Tuas Extention Phase 4 Changi Phase 1-B, Jurong Phase II Punggol, Southern Island Other Package, Sentosa Island. (Taufik Kamil, 2004).
Dampak Pengambilan Pasir Secara Ilegal oleh Singapura
Pada tahun 2002 pemerintah Indonesia telah menutup ekspor pasir oleh Singapura. Larangan ini tertuang dalam SKB Nomor 117/MPP/Kep//2003 yang ditanda tangani oleh Rini Suandi sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Dan Indonesia bersedia membuka kembali ekspor pasir ke Singapura bila perjanjian batas maritime kedua negara telah selesai dibuat.
Indonesia dan Singapura telah melakukan beberapa kali pertemuan untuk membicarakan batas maritime kedua negara namun belum juga berhasil menetapkan batas maritime tersebut. Pada Februari 2002 pemerintah Indonesia melalui KBRI Singapura secara resmi menyampaikan keinginannya untuk segera memulai perundingan penetapan batas maritime yang belumt terselesaikan. Hal ini di latar belakangi kekhawatiwan Indonesia akan kegiatan reklamasi pantai yang dilakukan Singapura. Namun pemerintah Singapura tidak memberikan tanggapan terhadap perminataan tersebut (KBRI Singapura, 2002:9)
Upaya untuk mencegah terjadinya pecurian bukan tidak pernah dilakukan. Sejumlah tim telah dibentuk. Awal tahun 1997 Letjen (Purn) H.B.L. Mantiri mengirimkan surat kepada Menperindag, ketika itu Rahardi Ramlan, tentang sindikat ekspor pasir laut illegal yang telah berlangsung pulhan tahun. Menteri juga menghubungi Habibie, yang ketika itu disamping sebagai Menristek juga menjabat sebagai Ketua Otorita Batam. Habibie kemudian meneribitkan SK pembentukan Tim Pengawas dan Penertiban Ekspor Pasir Laut (PPPL). Namun pada tanggal 16 September 1997, tim tersebut dibubarkan oleh Habibie dan menggantikannya dengan Asosiasi Pengusaha Pasir Laut Indonesia (APPLI), yang diketuai oleh anaknya, Thareq Habibie. Untuk diketahui, Thareq juga sekaligus sebagai komisaris PT Barelang Sugi Bulan. Pada awal 2002, sebuah kapal berbendera Belanda, Amsterdam Zeist, telah ditangkap oleh TNI-AL karena kedapatan menyelundupkan pasir ke Singapura. Ketika disidik lebih jauh, awak kapal mengaku membawa pesanan PT Barelang Sugi Bulan. Tidak ada tindakan hukum lebih jauh terhadap hal tersebut (Walhi, 2006).
Hali ini menunjukan bahwa tidak tegaknya hukum di Indonesia dan kebalnya hukum bagi oknum-oknum tertentu. Sehingga pengambilan pasir oleh Singapura terus dilakukan sampai saat ini, dan akhirnya berdampak bagi kedaulatan NKRI. Penambangan pasir di Kepulauan Riau terus menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Hal yang paling gampang terlihat adalah hilangnya sebuah Pulau Karang di alur pelayaran antara Selat Panjang-Tanjung Balai Karimun. Kondisi tersebut bertambah parah dengan keruhnya perairan laut sekitar maupun bau busuk yang terkadang menyengat. Dan ini terjadi hampir terjadi di sleuruh perairan di Kepulaun Riau, khusunya di mana kapal keruk melakukan aktivitas.
Proses pengambilan pasir yang dilakukan secara derastis di sejumlah tempat mengalami abrasi mencapai 35 m. bahkan abrasi juga sudah menelan sebuah pulau, yang dikenal dengan nama Pulau Karang yang merupakan tempat berteduhnya nelayan dari hembusan angin yang terkadang tidak bersahabat. Abrasi juga menghantam dan menghabiskan 3 baris perkebunan kelapa milik masyarakat di Lubuk Puding.
Kerusakan lingkungan bukan saja terjadi pada pantai akibat abrasi. Lumpur yang tersedot dan dimuntahkan kembali ke laut merupakan penyebab utama keruhnya perairan di Tanjung Balai Karimun. Berbagai jasad renik yang ikut tersedot, secara oromatis ikut menjadi penyebab munculnya bau busuk yang mengganggu. Dalam kondisi perairan seperti itu, megakibatkan perkurangnya hasil tangkapan nelayan. Sebelumnya penambangan nelayan mampu membawa 30 – 50 kg udang sehari, kini menyusut menjadi 5 – 15 kg. Keruhnya perairan juga secara otomatis menyebabkan terhambatnya pertumbuhna karang yang ada. Sulitnya sinar matahari menembus ke dalam laut tertentu menyulitkan karang dalam melakukan fotosintesis. Penyedotan pasir laut juga menyebabkan hilangnya biota laut dan terumbu karang menjadi penyebab bermigrasinya sejumlah ikan tangkapan nelayan ke tempat lain. Hal yang pengerikan dari itu semua adalah kekhawatiran musnahnya sejumlah pulau kecil yang bertebaran di sejumlah Kepulauan Karimun. Salah satu pulau yang hampir tenggelam adalah Pulau Nipah.
Pulau Nipah merupakan pulau terluar Indonesia yang berhadapan langsung dengan Singapura. Pulau Nipah sendiri terletak di Provinsi Kepulauan Riau, tepatnya berada di Barat Laut Pulau Batam dan menjadi titik perbatasan antara Indonesia dengan Singapura.
Posisi korrdinat pulau Nipah adalah 01093"13' LU dan 103039"11' BT. Pulau Nipah juga terletah di Selat Philips dan Selat Singapura yang merupakan Selat Internasional yang sangat padat volume pelayarannya. Pulau Nipah berada di tengah alur pelayaran internasional dengan frekuensi pelayaran yang cukup tinggi sekitar 100 kapal per hari. Yang terdiri dari kapal tengker, kargo, dan kapal tongkang. Kondisi Pulau Nipah saat ini hampir tenggelam oleh ketinggian air laut (luas Pulau Nipah sebelum direklamasi adlaah 6 hektar, ketika posisi air surut). Sebagai pakar berpendapat bahwa terancan keberadaan Pulau Nipah adalah akibat abrasi karena pengeksploitasian pasir laut secara bersar-besaran oleh Singapura. Biota laut di sekitar Pulau Nipah pun rusak parah.
Gambar 4.3 Letak Pulau Nipah
Yang patut dicermati kemudian adalah pasir yang akan tersedot akibat penambangan pasir laut akan meninggalkan lubang. Berdasarkan efek gravitasi, pasir yang diatasnya akan menutup kembali lubang tersebut. Biasanya secara alami perpindahan pasir dari satu tempat mengisi tempat yang lain tidak akan terlalu terasa perubahannya, namun apabila proses yang terjadi merupakan sebuah percepatan maka akan berbeda hasilnya. Pasir yang diatasnya secara otomatis turut menyedot dan membuat pantai menjadi curam. Akibat lebih jauh gerusan ombak dengan leluasa menghajar apa yang ada di pinggir pantai.
Saat ini, ketika Pulau Nipah sebagai batas terluar Indonesia-Singapura terancam musnah, pemerintah baru sadar bahwa pengesploitasian ini bukan saja merugikan Indonesia dari segi ekonomi dan wilayah namun juga mengancam kedaulatan NKRI.
Gambar 4.5 Pulau Nipah saat ini Gambar 4.5 Pulau Nipah saat ini Gambar 4.4 Pulau Nipah dulu Gambar 4.4 Pulau Nipah dulu
Gambar 4.5 Pulau Nipah saat ini
Gambar 4.5 Pulau Nipah saat ini
Gambar 4.4 Pulau Nipah dulu
Gambar 4.4 Pulau Nipah dulu
Oleh karena itu, saat ini pemerintah sedang mencanangkan untuk mereklamasi pulau-pualau terluar Indonseia, salah satunya adalah Pulau Nipah. Pemerintah juga mencontohkan konservasi yang dilakukan terhadap Pulau Nipah antara lain pembuatan tembok laut di sekeliling Pulau sepanjang 4,3 km serta tertapod. Selain itu juga dilakukan dengan pengisian pasir laut di zna utara dan selatan sehingga kini memiliki ketinggian 4,6 meter serta pengisian zona hutan bakau hingga elevasi 1,8 meter. Sedangkan pengisian timbunan dikerjakan di kawasan utara dengan ketebalan 0,6 meter hingga mencapai elevasi 6,2 meter
BAB V
PENUTUP
Simpulan
Resistensi perbatasan wilayah merupakan hal yang paling penting dalam menjaga kedaulatan suatu negara. Pengelolaan perbatasan martim dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan dan hukum tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu. Eksploitasi yang dilakukan oleh Singapura demi terwujudnya reklamsi pantai merupakan salah satu ancaman yang nyata bagi kedaulatan NKRI karena hal itu dapat menyebabkan penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan. Tecatat ketugian materi yang dialami negara sebesar 6,14 milyar setiap harinya, bukan hanya kerugian materi tetapi juga menyebabkan kaburnya batas maritim antara Indonesia dengan Singapura yang menyebabkan semakin sempitnya wilayah teritorial Indonesia. Selain itu penambangan pasir yang telah dilakukan sejak 1970 sampai sekarang menyebabkan turunnya mata pencaharian bagi masyarakat di Keplauan Riau.
Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil kajian, maka peneliti memberikan beberapa saran kepada pembaca yaitu:
Pemanfaatan sumber daya alam harus mempehatikan dampak lingkungan dan tidak merugikan bagi pemerintah maupun masyarakat.
Sebagai warga Negara Republik Indonesia kita harus menyadari bahwa kita harus menjaga kekayaan bumi nusantara dengan meningkatkan rasa nasionalisme.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Abdulkarim, A. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Adisasmita, R. (2006). Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Apridar. (2010). Ekonomi Kelautan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Baylis, J. a. (2001). The Globalization of World Politics Terjemahan. New York: Oxford University Press.
Dahuri, R. (2008). Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Danusaputro, M. (1982). Wawasan Nusantara dalam Implementasi dan Implikasi Hukumnya. Bandung: ALUMNI.
Geographer, T. (1974). Territorial Sea Boundary: Indonesia-Singapura, Limits in The Seas. Departement of State, Washington D.C. 20520, 60.
Kusumaatmaja, M. (1983). Hukum Laut Internasional. Bandung: Badan Pembinaan Hukum Nasioanl Departemen Kehakiman.
Kusumaatmaja, M. (1999). Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni.
Linklater, S. B. (1996). Teori-teori hubungan Internasional. Bandung: NusaMedia.
Ludiro Madu, A. N. (2010). Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mardiyono, I. H. (1983). Geopolitik. Malang: Usaha Nasional.
Maskur, A. (2008). Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai. Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro Semarang: Tidak Diterbitkan.
McClelland, C. A. (1994). Ilmu Hubungan Internasional Teori dan Sistem. Jakarta: Rajawali Press.
Nasional, L. K. (1997). Wawasan Nusatara . Jakarta : PT Balai Pustaka - LEMHANNAS.
Nazir, D. (1988). Ekonomi Internasional. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurkartika, d. (2001). Intisari Biologi. Jakarta: PT Aksarindo Primacipta.
Petterson, Y. (2005). Kamus Lengkap Inggris Indonesia. Surabaya: Kaya Agung.
Siahan, N. (2004). Hukum Likungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.
Singapura, K. (2002). Laporan Tahunan KBRI Singapura.
Supardi, I. (1994). Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung: ALUMNI.
Surbakti, R. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suryono, E. (1984). Praktek Ratifikasi Perjanjian Internasional di Indonesia. Bandung: Remadja Karya.
Tambunan, T. (2001). Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Tanlan, E. C. (2006). Dampak Reklamasi Pantai Singapura Terhadap Batas Maritim Indonesi-Singapura. Skripsi Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember: Tidak Diterbitkan.
Taufik Kamil, d. (2004). Kronologi Larangan Ekspor Pasir Laut. Jakarta: Koran Tempo.
Walhi. (2006). Antara PAD dan Pencurian Pasir. Denpasar: Bali Post Online.
Wilodati, d. (2013). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi . Bandung: CV Maulana Media Grafika.
Wirajuda, H. (2004). Hubungan Internasional Percikan Pemikiran Diplomat Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka utama.
Zottoli, B. H. (1983). Pengantar Biologi Laut. London: The C.V Mosby Company.
Sumber Internet
Anonim. (2007, Maret Kamis). Wikipedia. Retrieved Maret Jumat, 2015, from www.wikipedia.co.id: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Impor
Anonim. (2015, Maret Kamis). Wikipedia. Retrieved Maret Jumat, 2015, from www.wikipedia.com: http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ekspor
Faras. (2013, Mei Senin). Wikipedia. Retrieved from Wikipedia Web Site: http://www.wikipedia.com
Setiawan, E. (2012). KBBI. Retrieved from KBBI Online: http://kbbi.web.id/reklamasi
LAMPIRAN