LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMY
A. Konsep Penyakit 1. Definisi Laparatomy adalah prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen. Laparatomy adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdoment adalah untuk eksplorasi (Arif Mansioner, 2000). Laparatomy adalah pembedahan perut, membuka selaput perut
dengan operasi .
2. Etiologi
Laparatomy dilakukan adalah karena disebabkan oleh beberapa hal : 1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,
ledakan,
pengaman (sit-belt).
deselerasi,
kompresi
atau
sabuk
2. Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier. 3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi) Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi
(salah satu bagian dari usus
menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi. 5. Tumor abdomen 6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas) 7. Abscesses (a localized area of infection) 8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) 9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) 10. Intestinal perforation 11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) 12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) 13. Internal bleeding
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post la paratomy diantaranya •
Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
•
Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
•
Kelemahan
•
Mual, muntah, anoreksia
•
Konstipasi
4. Komplikasi
Syok Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi Klinis : a. Pucat b. Kulit dingin dan terasa basah c. Pernafasan cepat d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah e. Nadi cepat, lemah dan bergetar f. Penurunan tekanan nadi g. Tekanan darah rendah dan urine pekat. Hemorrhagi a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat c.
Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage. Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
5. Pathofisiologi dan Pathway
Rongga abdoment memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga.
Trauma
tumpul
kemungkinan
besar
menyebabkan
kerusakan yang serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi
sebagian besar melukai organ-organ berongga. Kompensasi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsula dan parinkim organ padat. Sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Usus yang menempati sebangian besar rongga abdoment rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum
organ-organ
padat
berespon
terhadap
trauma
dengan
perdarahan, organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya kedalan rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi. Pasien memperlihatkan adanya cedera abdoment, penetrasi fasia dalam peritoneal. Ketidak stabilan hemodinamik atau tanda-tanda dengan gejala-gejala abdoment akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus abdomen lainnya dilakukan lavase peritoneal diagnostik (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan pembedahan eksplorasi pembedahan dan pasien-pasien trauma dengan hasil negatif harus di observasi. Pengobatan nyeri ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala yang potensial. Masukan peroral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk mengetahuan tanda-tanda abdoment akut; distensi, rigiditas, gurding, dan nyeri lepas. Eksplorasi pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan gejala-gejala yang menindikasikan cedera.
6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)
Menggurangi komplikasi akibat pembedahan, dengan perawatan pasca operasi: a. Monitor kesadaran, TTV, CVP, intake ooutput b. Observasi dan catat produksi drain (warna dan jumlah produksi drainage) c. Dalam mengatur dan mengerakan posisi pasien harus hati-hati jangan sampe drain tercabut d. Perawatan luka operasi harus steril
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airway Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway, meliputi pemeriksaan
adanya
obstruksi
jalan
nafas
yang
dapat
disebabkan sumbatan atau penumpukan sekret. Adakah suara wheezing atau krekles. 2) Breathing Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diagfragma dan perlu diperhatikan; sesak dengan aktifitas ringan atau pada saat istirahat, RR lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, adakah ronchi, krekles, ekspansi dada tidak penuh, apakah menggunakan otot bantu nafas. 3) Circulation Observasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu; kesadaran pasien, gelisah, akral dingin, warna kulit pucat, sianosis, adakah edema, TD meningkat atau menurun, nadi lemah atau tidak teratur, takikardi, dan apakah output urine menurun. 4) Disability Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. 5) Exposure Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan lebih jelas, apakah ada nyeri dada spontan dan menjalar.
b. Pengkajian sekunder 1) Full Set Of Vital Sign
Tekanan darah bisa normal atau naik turun (perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri)
Nadi dapat normal atau penuh atau tidak kuat atau lemah atau kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
RR lebih dari 20 x/menit
Suhu hipotermi atau normal
2) Give Comfort Measure
Pemakaian otot pernafasan tambahan Nyeri dada Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (krekles, mengi) sputum
Pelebaran batas jantung
Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
3) History and Head to Toe a) Hystory
S : keluhan nyeri dada
A : obat-obat anti hypertensi apa ada alergi
M : makan-makanan selama ini yang dikomsumsi
P : adakah penyakit penyerta seperti DM, hypertensi
L : makanan yang terakhir dicerna
E : kapan terakhir masuk atau dirawat di RS
b) Head to Toe
Leher : apakah ada peningkata vena jugularis.
Dada : disritmia dapat menunjukan tidak mencakupinya oksigen didalam miocard, bunyi jantung S3 dapat menjadi tanda dini menjadi ancaman gagal jantung
Abdoment : kaji motilitas usus, trombosis arteri, mesentrika merupakan potensial komplikasi yang fatal
Ekstremitas : periksa adanya edema pada ekstremitas bawah dan refek untuk mengetahui kelemahan pada ekstremitas.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi 2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan 3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3. Perencanaan Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan kriteria hasil; NOC :
Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
Ekspresi wajah pasien rileks atau tenang
Skala nyeri 0-3
TTV dalam batas normal : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60100 x/menit, RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36°-37°C
NIC :
Pertahankan tirah baring dengan posisi yang nyaman
Kaji tingkat nyeri klien (kwalitas, durasi, skala)
Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
Monitor TTV tiap jam
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan membatasi pengunjung
Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
Kolaborasi dalam pemberian oksigen
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan NOC :
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan,
Klien
dapat
meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi dengan kriteria hasil: 1.
dapat
mempertahankan
posisi
fungsional
meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit 2.
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
NIC :
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien. 2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien. 3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi. 4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien. 5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien. 6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari. 7. Berikan diet TKTP.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. 9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi resiko infeksi pada luka post operasi NOC :
Immune status
Knowledge : infection control
Risk control
Dengan kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendiskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan sertapenatalaksananaannya
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection control (kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Batasi pengunjung
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
Gunakan APD
Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Pantau hasil leukosit
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC Mansjoer,Arif. (2000). Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Muttaqin & Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC . Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction Silvia A. Price. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . ECG ; Jakarta