LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011). Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Kelliat, 2009). Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati, 2010). Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain. B. Klasifikasi Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011) yaitu : 1. Waham kebesaran Individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang emas”.
1
2. Waham curiga Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”. 3. Waham agama Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. “kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari”. 4. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengataka bahwa ia sakit
kanker.) 5. Waham nihilistic Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan keadaan nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini C. Etiologi
1. Factor predisposisi a. Faktor perkembangan Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif b. Faktor sosial budaya Seseorang
yang
merasa
di
asingkan
dan
kesepian
dapat
menyebabkan timbul nya waham.
2
c. Faktor psikologi Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan d. Faktor biologis Waham di yakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan li ndik 2. Factor presipitasi a. Faktor sosial budaya Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau di asingkan dari kelompok b. Faktor biokimia Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang c. Faktor psikologis Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenagkan. D. Rentang Respon Neurobiologis
Adaptif
1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sosial logis 5. Pikiran Hubungan
sosial
Maladaptif
1. Pikiran kadang 2. menyimpang illusi 3. Reaksi emosional berlebihan dan kurang Perilaku tidak sesuai Menarik diri
1. Gangguan proses piker 2. Waham 3. Halusinasi 4. Kerusakan emosi 5. Perilaku tidak Sesuai 6. Ketidakteraturan 7. Isolasi sosial
Skema. 1 Rentang respons neurobiologis Waham. (sumber : Keliat, 2009).
3
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan
dirinya
sebagai
seorang
besar
mempunyai
kekuatan,
pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejarkejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah. Menurut Kaplan dan shadok tanda dan gejala adalah sebagai berikut: 1. Status Mental a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya. c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga d. Pada
waham
kebesaran,
ditemukan
pembicaraan
tentang
peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan. f. Klien
dengan
waham,
tidak
memiliki
halusinasi
yang
menonjol/menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar. 2. Sensorium dan kognisi a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi. b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh) c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
4
d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan. F. Pohon Masalah Kerusakan komunikasi verbal Psikopatologi
Resiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain
Perubahan isi pikir : Waham
Faktor predisposisi :
Harga diri rendah
Faktor biokimia Factor psikologis Factor sosial budaya
Faktor presipitasi:
Faktor perkembangan
Faktor biologis
Faktor psikologis
Faktor sosial budaya
Sumber: (Fitria, 2009, dikutip Direja, 2011).
5
G. Diagnosa keperawatan
Perubahan isi pikir : waham H. Rencana tindakan keperawatan
1. Mandiri a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik : 1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal 2) Perkenalkan diri dengan sopan 3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 4) Jelaskan tujuan pertemuan 5) Jujur dan menepati janji 6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. 2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien. 3) Utamakan memberi pujian yang realistik. d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan. 1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan. 2) Diskusikan
kemampuan
yang
dapat
dilanjutkan
penggunaannya. e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. 1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari. 2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien. 3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
6
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya. 1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. 2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. 1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harag diri rendah. 2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat. 3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
2. Strategi Pelaksanaan SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan yang
tidak
terpenuhi
dan
cara
memenuhi
kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Orientasi: “Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Fatonah , biasa dipanggil Fatonah, saya mahasiswa keperawatan dari Universitas Ngudi Waluyo Ungaran yang akan praktek di ruangan ini selama 3 minggu ke depan. Saya hari ini dinas pagi dari pukul 07.00-14.00, saya yang akan merawat Bapak pagi ini.” “Nama Bapak siapa?Senangnya dipanggil apa?” “Pak K, bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang Pak K rasakan sekarang?” “Berapa lama Pak K mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?” “Bapak mau kita berbincang- bincang di mana?”
Kerja: “Saya mengerti Pak K merasa bahwa Pak K adalah seorang…., tapi yang Bapak rasakan tidak dirasakan oleh orang lain”
7
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang Bapak rasakan?” “O... jadi bang B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri abang sendiri?” “Siapa menurut Bapak yang sering mengatur-atur diri Bapak ?” “Jadi ibu yang terlalu mengatur -ngatur Bapak, juga kakak dan adik Bapak yang lain?” “Kalau Bapak sendiri inginnya seperti apa?” “O... bagus Bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri” “Coba kita bersama-sama tuliskan rencana dan jadwal tersebut” “Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak ingin ada kegiatan diluar rumah karena bosan kalau di rumah terus ya”
Terminasi : “Oya Pak, karena sudak 15 menit, apakah Bapak mau kita berbincang bincang lagi atau sampai disini saja?” “Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang- bincang dengan saya?” “Apa saja yang sudah kita bicarakan Pak” “Bagaimana kalau saya kembali lagi 2 jam lagi” “Bagaimana kalau besok kita berbincang- bincang mengenai hobi Bapak?” “Jadi Bapak, hari ini kita sudah berbincang tentang perasaan yang Bapak rasakan, Bapak ingin seperti apa dan jadwal yang sudah kita buat” “Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”
`
SP 2 Pasien: Mengidentifikasi
kemampuan
positif
pasien
dan
membantu
mempraktekkannya
Orientasi : “Selamat Pagi, bagaimana perasaan Bapak saat ini? Bagus!” “Apakah Bapak sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran Bapak ?” “Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
8
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi Bapak tersebut?” “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal tersebut?”
Kerja : “Apa saja hobi bapak? Saya catat ya Pak , terus apa lagi?” “Wah.., rupanya Bapak pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain volley seperti itu lho Pak” “Bisa Bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley, siapa yang dulu mengajarkannya kepada Bapak , dimana?” “Bisa Bapak peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?” “Wah..baik sekali permainannya” “Coba kita buat jadwal untuk kemampuan bapak ini ya, berapa kali sehari/seminggu Bapak mau bermain volley?” “Apa yang Bapak harapkan dari kemampuan bermain volley ini?” “Ada tidak hobi atau kemampuan Bapak yang lain selain bermain volley?”
Terminasi : “Oya Pak, karena sudah 20 menit, apakah mau kita akhiri percakapan ini atau mau dilanjutkan?” “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan kemampuan Bapak ?” “Setelah ini coba Bapak lakukan latihan volley sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya?” “Besok kita ketemu lagi ya bang?” “Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, ya setuju?” “Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus Bapak minum, setuju?” “Kalai begitu, saya pamit Pak ya..Selamat Pagi”
9
SP 3 Pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
Orientasi : “Selamat Pagi Pak?.” “Bagaimana bang sudah dicoba latihan volley? Bagus sekali” “Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang obat yang Bapak minum?” “Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?” “Berapa lama Bapak mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
Kerja : “Bapak berapa macam obat yang diminum per Jam berapa saja obat diminum?” “Ba pak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang” “Obatnya ada tiga macam Pak, yang warnanya oranye
namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi
teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. “Bila nanti setelah minum obat mulut Bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya abang bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu”. “Sebelum minum obat ini Bapak dan ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar” “O bat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya Bapak tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter”.
10
Terminasi : “Oya Pak, karena sudah 30 menit, apakah percakapan ini mau kita akhiri atau lanjut?” “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang bang B minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” “Mari kita masukkan ke jadwal kegiatan Bapak? Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster” “Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya Pak !” “Pak, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan di tempat sama?” “Kalau begitu saya pamit dulu Pak, Selamat Pagi”
3. Kolaboratif Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK RSJ Propinsi Bali dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2005, hal 213-232) a. Farmakoterapi 1) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. 2) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit. b. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
11
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi a. Psikoterapi
suportif
individual
atau
kelompok
sangat
membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
klien
tidak
mengasingkan
diri
karena
dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari : 1) Therapi aktivitas a) Terapi musik Fokus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien. b) Terapi seni Fokus:
untuk
mengekspresikan
perasaan
melalui
berbagai pekerjaan seni. c) Terapi menari Fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh d) Terapi relaksasi Belajar
dan
praktek
relaksasi
dalam
kelompok
Rasional: untuk koping/prilaku mal adaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi dan kesenanga klien dalam kehidupan. 2) Terap social Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain 3) Terapi kelompok
12
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta Keliat, Budi Anna dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.Jakarta: EGC Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika Nurjannah (2005), Buku Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa edisi 2 Moco Media Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC . Suliswati (2005), Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC ; Jakarta
13