LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ABNORMAL UTERINE BLEEDING (DUB)
I.
KONSEP DASAR PENYAKIT A. PENGERTIAN
Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009). Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
B. ETIOLOGI
Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada: 1) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri; 2) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung,
abortus
inkompletus,
mola
hidatidosa,
koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
3) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba; 4) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor t umor ovarium. Sebab-sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.
C. KLASIFIKASI
Tabel Pembagian PUA
1. Perdarahan uterus abnormal akut Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dibandingkan PUA akut. 3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia. Berdasarkan International Berdasarkan International Federation Federation
of
Gynecology
and
Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan
akronim
“PALM -COEIN” “PALM-
yakni;
polip, adenomiosis,
leiomioma , malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified . Kelompok “PALM” merupakan kelainan kelain an struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok
COEIN
merupakan kelainan
non
struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau
histopatologi.
Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. 1) Polip (PUA-P)
Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks.
Gejala: o
Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca menopause.
o
Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.
Diagnostik: o
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
( Gambaran USG polip endometrium )
(gambaran histeroskopi polip endometrium)
o
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium.
Gambar Histopatologi polip endometrium
Terapi: o
Eksisi, namun cenderung berulang.
o
Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.
2) Adenomiosis (PUA-A)
Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan miometrium.
Gejala:
o
Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.
o
Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.
Diagnostik: o
Pemeriksaan Fisik:
Fundus uteri membesar secara difus.
Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat sebelum atau selama permulaan menstruasi.
o
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium etopik pada jaringan miometrium.
o
Adenomiosis
dimasukkan
dalam
sistem
klasifikasi
berdasarkan penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan
adanya hipertrofi miometrium.
Gambar Penebalan dinding uterus dan jaringan kelenjar endometrium pada adenomiosis.
Diagnosis banding o
Kehamilan.
o
Leiomioma submukosa.
o
Hipertrofi uteri idiopatik.
o
Karsinoma endometrium.
Terapi: Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
o
kemampuan untuk memiliki anak. o
Reseksi.
o
Terapi kuratif: histerektomi.
3) Leiomioma (PUA-L)
Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya: o
Submukosa
o
Intramural
o
Subserosa.
Gambar Subklasifikasi Leiomioma
Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai ( pedunculated ). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt ).5
Gambar Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di uterus
Gejala: o
Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam dan di luar siklus.
o
Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).
o
Seringkali membesar saat kehamilan.
o
Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding abdomen.
o
o
Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul. Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.
Diagnosis Banding: o
Kehamilan.
o
Adenomiosis.
o
Karsinoma uteri.
Pemeriksaan Penunjang: o
Darah lengkap dan urine lengkap.
o
Tes kehamilan.
o
Dilatasi
dan
kuretase
pada
penderita
yang
disertai
perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada
rahim
endometrium). o
USG.
(hyperplasia
atau
adenokarsinoma
Gambar Mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menonjol ke luar dinding uterus.
Gambar Mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik yang berada di dalam dinding uterus.
Gambar Mioma submukosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menekan endometrial line.
Terapi: 1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit. 2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma lahir/ geburt , umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan kuretase. 3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan
tersebut.
Biasanya
untuk
mioma
intramural,
subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai. 4. Laparotomi histerektomi:
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
Pertumbuhan tumor sangat cepat.
Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.
4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: o
Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab penting PUA.
o
Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system klasifikasi FIGO dan WHO.
o
Diagnosis
pasti
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan
histopatologi.
5) Coagulopathy (PUA-C)
Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal
Diagnostik: o
Terminologi
koagulopati
digunakan
untuk
kelainan
hemostatik sistemik yang terkait dengan PUA. o
13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand .
6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)
Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: o
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
o
Dahulu
termasuk
dalam
criteria
perdarahan
uterus
disfungsional (PUD). o
Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak.
o
Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang berlebihan.
7) Endometrial (PUA-E)
Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
Gejala: perdarahan uterus abnormal.
Diagnostik: o
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur.
o
Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis local endometrium.
o
Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktivitas fibrinolisis.
o
Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local endometrium.
o
Diagnosis
PUA-E
ditegakkan
setelah
menyingkirkan
gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi.
8) Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB).
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut: o
Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o
Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o
Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low
molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
9) Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi.
Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena.
Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.
D. PATOLOGI
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus – menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasuskasus perdarahan disfungsional. Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang
ovulatoar
gangguan
dianggap
berasal
dari
faktor-faktor
neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya
belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.
Siklus Menstruasi E. FAKTOR RESIKO
Menurut Manuaba edisi 2010 : 1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin. 2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh
melebihi
rangsangan
yang
ditimbulkan
estrogen
perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur. 3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium. Usia terjadinya :
Perimenars (8-16th)
Masa reproduksi
Perimenopouse
&
(16-35 th)
(45-65 th)
F. Gambaran Klinis
Perdarahan Ovulatoar Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya: 1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding ). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi. 2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting , menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain : a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai. b. Gangguan trombosit Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja. c. Hormon Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan pendarahan, yaitu : 1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama dari periode dilewati. 2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang
menopause
(berhentinya
menyebabkan kelainan perdarahan.
menstruasi)
3) Stres
Stres hormon seperti kortisol yang diketahui
mengganggu ovulasi. 4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana ovarium menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil meluapluap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur. 5) Penyebab Lainnya
Masalah
yang berasal dari kelenjar
tiroid, kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu : a) Fibroid
pertumbuhan
non-kanker yang menyerang
dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode. b) Polip
pertumbuhan
non-kanker
yang
dapat
menyerang leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal. c) Penyakit radang panggul (PID)
suatu kondisi di
mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala PID.
d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus). e) Kanker endometrium
kanker
yang paling umum dari
sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera. f) Gangguan nutrisi Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi. Perdarahan anovulatoar Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikelfolikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya. 1,5 Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu :
Batasan
Oligomenorea
Pola Abnormalitas Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek fase luteal.
Menoragia
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal
( 21 – 35 hari)
namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia/
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan
penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid
submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang umumnya
intermenstrual
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang sekurang-
pasca
kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause Perd.uterus
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut
banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi
berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
Batasan
Oligomenorea
Pola Abnormalitas Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek fase luteal.
Menoragia
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal
( 21 – 35 hari)
namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia/
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan
penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid
submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang umumnya
intermenstrual
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang sekurang-
pasca
kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause Perd.uterus
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut
banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi
berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
Batasan
Oligomenorea
Pola Abnormalitas Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan defek fase luteal.
Menoragia
Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal
( 21 – 35 hari)
namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia/
Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir dengan
perdarahan
penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip, mioma
antara haid
submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang umumnya
intermenstrual
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang sekurang-
pasca
kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12 bulan.
menopause Perd.uterus
Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang sangat
abnormal akut
banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang tidak
uterus disfungsi
berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu : 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik,
maka penyelidikan lebih
jauh mungkin
diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan Pervaginam
Durasi
Kuantitas
Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan
Spotting
Spotting
(diluar
(antar
menstruasi,
postmenstruasi,
post
menopause)
menstruasi) Warna
Gejala Penyerta
Merah segar
Demam dan nyeri
Noda cokelat
Kram uterus dan kehamilan Petekiae dan Epitaksis
Riwayat
penyakit
Interval
dahulu
Siklik
Kontrasepsi oral
Non siklik
AKDR
Setelah amenorrhoe Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus atau pembilasan)
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak
teratur
setelah
mengalami
amenore
berbulan – bulan,
kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi. 2. Pemeriksaan abdomen Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran
kehamilan
bila
dilihat
dari
HPHT)
kemungkinan
menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus fibroid. 3. Pemeriksaan pelvis Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis. 4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan
investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. 5. Data Diagnostik Tambahan a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi spesifik. b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi. c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya infeksi. d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin. e. Determinasi serangkaian hematokrit. f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi. g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan
Langkah-langkah
upaya menghentikan
perdarahan adalah sebagai berikut: a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1) Golongan estrogen Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan
gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal.
Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. 3) Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional
pemberian
obat
bersifat
progesterone
anovulatoar,
sehingga
mengimbangi
pengaruh
estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10 hari. b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. c) Kaproas
hidroksi-progesteron
125
mg
secara
intramuskular. 4) OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan
berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus
menstruasi,
misalnya
dengan
pemberian:
Golongan
progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%
Terapi
yang
ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik.
Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mence gah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”). Pil kontrasepsi
secara
efektif
dapat
mengendalikan
perdarahan
anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. DOSIS
MAKSUD
Etinil estradiol 20 – 35
Mengatur siklus haid
mcg
Kontrasepsi
Mencegah
+
progestin
monofasik tiap hari
Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari selama 5 – 7 hari sampai
hiperplasia
endometrium
Penatalaksanaan perdarahan
perdarahan berhenti dan
yang banyak namum tidak
diikuti dengan penurunan
bersifat gawat darurat
secara bertahap sampai 1 pil 1 kali perhari dan dilanjutkan
dengan
pemberian pil kontrasepsi selama 3 siklus
5 – 10 mg / hari selama 5 –
10 hari @ bulan
Mengatur siklus haid Mencegah
hiperplasia
endometrium
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara. Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium. Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli). 3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma
adalah
histerektomi,
tindakan
ini
juga
dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia. TINDAKAN
ALASAN
Histeroskopi operatif
Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi
Mioma uteri.
(abdominal,
laparoskopik, histeroskopik) Reseksi transervikal
endometrial Terapi resisten.
menoragia
atau
menometroragia
Ablasi endometrium (thermal Terapi balloon/roller ball)
resisten
menoragia dalam
atau
menometroragia
rangka
penatalaksanaan
perdarahan uterus akut yang resisten
II.
Embolisasi arteri uterina
Mioma uteri.
Histerektomi
Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab 2.
Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri
pada daerah perut & terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti. 3.
Riwayat Kesehatan a.
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan
yang dirasakan klien
adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan muntah. b.
Riwayat kesehatan keluarga
kaji riwayat keluarga dlm
kelainan ginekologi 4.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan
persalinan/tidak 5.
Riwayat menstruasi
kadang-kadang terjadi digumenorhea dan
bahkan sampai amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau 6.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas
bawah secara sistematis. a.
Abdomen abdomen.
Nyeri tekan pada abdomen, Teraba massa pada
b.
Ekstremitas
Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada
kelemahan. Eliminasi, urinasi Adanya konstipasi, Susah BAK
c. 7.
Data Sosial Ekonomi
kaji golongan masyarakat dan tingkat umur,
baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause. 8.
Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi
wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan
perdarahan
abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil 9.
Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien mengalami gangguan
dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri 10. Pemeriksaan Penunjang a.
Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b.
Pemeriksaan fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
B. ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
DO : Klien tampak
Factor resiko
DIAGNOSA
Nyeri
b/d
kerusakan
gelisah,
perilaku
↓
jaringan otot, system saraf
berhati-hati,
ekspresi
G3 keseimbangan hormone
& gangguan sirkulasi darah
tegang, TTV. DS : -
uterus ↓ Perdarahan abnormal ↓ Perpindahan cairan ke intrasel ↓ Penekanan ujung syaraf
DO
:
adanya
Factor resiko
Resiko tinggi kekurangan
perdarahan
↓
pervaginam
G3 keseimbangan hormone
perdarahan
uterus
berlebihan.
DS : -
cairan
tubuh
b/d
pervaginam
↓ Perdarahan abnormal ↓ Kehilangan banyak cairan & elektrolit DO : klien tampak
Factor resiko
cemas, TTV ↑
↓ G3 keseimbangan hormone
DS : -
uterus
Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan penyakit,
tentang
prognosis
kebutuhan pengobatan.
↓ Perdarahan abnormal ↓ Kurangnya pajanan informasi Sekresi eritropoitis turun
DO :
Pasien
↓
tampak
Produksi Hb turun
lemah
↓
Konjungtiva
Oksihemoglobin turun
pucat
↓
Eritrosit ↓
Hemoglobin ↓
Suplai O2 turun ↓
DS :
Klien
mengatakan
ketika
beraktivitas
cepat
merasa
Intoleransi aktivitas
lemas
dan letih
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intoleransi Aktivitas
&
1. Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan sirkulasi darah 2. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b/d perdarahan pervaginam berlebihan. 3. Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis & kebutuhan pengobatan. 4. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
D. INTERVENSI KEPERAWATAN DIAGNOSA
Nyeri
TUJUAN & KH Tujuan :
setelah
Nyeri
dilakukan
INTERVENSI
berkurang
tindakan
Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan
keperawatan selama 1 x 24 jam.
intensitas
Kriteria Hasil :
tindakan
Klien
menyatakan
nyeri
berkurang (skala 3-5)
Klien
tampak
(kala
0-10)
pengurangan
dan yang
dilakukan.
tenang,
Bantu pasien mengatur posisi senyaman
mungkin
(posisi
eksprei wajah rileks.
fowler atau posisi datar atau
TTV normal : Suhu : 36-37
miring kesalah satu sisi)
0
C, N
: 80-100 x/m, RR
Kaji
tanda
vital
: 16-24x/m, TD : Sistole :
tachicardi,hipertensi,
100-130 mmHg, Diastole :
pernafasan cepat.
70-80 mmHg
Ajarkan
pasien
:
penggunaan
keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
Laksanakan pengobatan sesuai indikasi
seperti
analgesik
efek
analgetik
:
anjurkan
intravena.
Observasi (narkotik )
Kolaborasi
dilakukannya pembedahan
Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
Resiko tinggi
Tujuan : Setelah dilakukan
kekurangan
tindakan keperawatan selama 2
cairan tubuh
x
24
jam
kekurangan
tidak
terjadi
volume
cairan
cairan.
jam.
Kriteria Hasil :
Tidak
ditemukan
tanda-
tanda
kekuranga
cairan.
Seperti turgor kulit kurang,
demam.
Monitor
tanda-tanda
vital.
Evaluasi nadi perifer.
Observasi pendarahan
Anjurkan klien untuk minum +
membran mukosa kering,
Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24
tubuh.
Kaji tanda-tanda kekurangan
1500-2000 ,l/hari
Kolaborasi untuk pemberian
Pendarahan
berhenti,
cairan parenteral dan kalau
keluaran
1
perlu transfusi sesuai indikasi,
urine
cc/kg
BB/jam.
pemeriksaan laboratorium. Hb,
TTV normal : Suhu : 36-37
leko, trombo, ureum, kreatinin.
0
C, N
: 80-100 x/m, RR :
16-24x/m, TD : Sistole
:
100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Ansietas
Tujuan : Kecemasan dapat
berhubungan
berkurang
dengan
askep selama 3 X 24 jam
perubahan
Kriteria Hasil :
setelah
diberikan
Dorong
klien
mengekspresikan perasaannya..
Dorong dan dukung klien untuk
gambaran
Klien tampak tenang
menyadari
tubuh
Mau berpartisipasi dalam
menerima diagnosa
program terapi
untuk
dan
berusaha
Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Diskusikan kemungkinan untuk bedah
rekonstruksi
atau
pemakaian prostetik.
Beri informasi tentang hasilhasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang
mungkin,
kemoterapi,
seperti radioterapi,
pembedahan
Informasikan tentang dukungan sosial/ kelompok bagi klien, misalnya
perkumpulan
penyandang kanker mammae Intoleransi
Tujuan
aktivitas
melakukan
berhubungan
tanpa keluhan setelah diberikan
dengan
askep 3x24 jam.
ketidakseimb
Kriteria Hasil :
angan antara
:
Pasien aktivitas
dapat
mandiri
Observasi
faktor
yang
menimbulkan keletihan.
Pantau kondisi umum dan ukur TTV pasien secara berkala
Tingkatkan kemandirian dalam perawatan diri.
kebutuhan dan
suplai
Pasien tidak cepat merasa lemas
oksigen
dan
letih
saat
melakukan aktivitas
batas
normal
:
eritrosit : 4,5 – 5,5 10e6/ul Hemoglobin : 13,0 – 16,0 gr/dl
Konjungtiva merah muda
Latih pasien melakukan ROM aktif.
Eritrosit dan hemoglobin dalam
Anjurkan
aktivitas
alternatif
sambil istirahat
Anjurkan
untuk
setelah dialisis
beristirahat