LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HAEMORRAGHIC FEVER (DHF) GRADE III DI RUANG IRD RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
DISUSUN OLEH: HUSNA ARDIANA NIM 13152343061
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HAEMORRAGHIC FEVER (DHF) GRADE III
1. Konsep Teori Dengue Haemorraghic Fever (DHF) 1.1 Pengertian Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer :2009). Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) (sumarmo dkk , 2008). 1.2 Etiologi a. Virus dengue Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 2012). b. Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2009). Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.(Soedarto, 2012). c. Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012). 1.3 Klasifikasi Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (Widoyono. 2012) yaitu : a. Derajat I Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif. b. Derajat II Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya. c. Derajat III Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg. d. Derajat IV Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. 1.4 Patofisiologi Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan komplemen sehingga terjadi komplek imun Antibodi–virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi–virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura
dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat (Mansjoer, Arif . 2009).
1.5 WOC
1.6 Manifestasi Klinis a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 2012). b. Perdarahan Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.(Soedarto, 2012). c. Hepatomegali Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 2012). d. Renjatan (Syok) Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (2012). Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah : 1) 2) 3) 4)
Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan. Asites. Cairan dalam rongga pleura (kanan). Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma. Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun
obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 2012). 1.7 Komplikasi a. Ensefalopati dengue Pada umumnya ensefalopati
terjadi
sebagai
komplikasi
syok
yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan,
dapat
menjadi
penyebab
terjadinya
ensefalopati.
Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Virus dengue dpat menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen, dapat disertai atau tidak kejang, dan dapat terjadi pada DBD/DSS. Apabila pada pasien syok terjadi ensefalopati , syok harus diatasi terlebih dahulu. Pungsi lumbal dilakukan apabila syok sudah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati apabila trombosit <50.000/uL). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis pada AGD, dan hiponatremia. b. Kelainan Ginjal GGA pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupn jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Oleh karena apabila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok beratsering kali dijumpai acute tubular nekrosis, ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. c. Udem Paru Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadinya reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan secara berlebih. Pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru harus dibedakan dengan pendarahan paru.
1.8 Pemeriksaan Penunjang a. Hasil laboratorium
1) Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7 2) Hematokrit meningkat 20% atau lebih 3) Albumin cenderung menurun 4) SGOT, SGPT sedikit meningkat 5) Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun. 6) Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6. 7) NS 1 positif b. Foto rontgen Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura c. USG Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan : 1) Asites dan Efusi pleura 2) Hepatomegali 1.9 Penatalaksaan Medis Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah : a. Hiperpireksia (suhu 400 C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan pada : 1) Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari. 2) Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari. 3) Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari. 4) Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari. b. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya. c. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin. d. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut : 1) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg. 2) 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg. 3) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg. 4) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg. e. Obat-obatan lain : 1) Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain. 2) Antipiretik untuk anti panas. 3) Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah : a. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) : Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan pada : 1) 2) 3) 4)
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari. Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari. Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan : 1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya 2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyakbanyaknya dan sesering mungkin. 3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut : a) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg. b) 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg. c) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg. d) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg. e) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat. b. Dengan Renjatan (Grade III) : 1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut : a) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg. b) 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg. c) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg. d) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan. 3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Bila pasien sudah masuk dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang terpenting adalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok. Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS : 1) Kristaloid a) R / C b) NacL 0,9% Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi. 2) Koloid a) HES b) Wida HES c) Voluven d) Fima HES, dll. Efek yang menguntungkan : a) Dapat meningkatkan ankotik plasma. b) Dapat meningkatkan volume darah. c) Dapat membatasi kebocoran vaskuler 3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen. 4) Transfusi komponen darah a) Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
b) Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3). 5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis) a) Pemberian Antibiotika b) Pemberian obat antipiretik c) Imunoglobolin intravena (Gamaras) d) Bicnat bila asidosis metabolic
DSS Oksigenasi (berikan 02 2-4 liter/menit Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) RL/NaCl 0,9% 10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit) Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit, catat balans cairan selama pemberian cairan intravena
Syok teratasi
Syok tidak teratasi
Kesadaran membaik
Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis
Distres pernafasan/sianosis
Ekstrimitas hangat
Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Ekstrimitas dingin
Cairan dan tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam
Periksa kadar gula daarah Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam
Tambahkan koloid/plasma
Evaluasi ketat Tanda vital
Dekstran/FFP
Tanda perdarahan
10-20 (max 30)
Diuresis Koreksi asidosis
Hb, Ht, trombosit
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Syok teratasi
Syok belum teratasi
Tetesan 3 ml/kgBB/jam Ht turun
Ht tetap tinggi naik koloid
Transfusi darah segar 10 ml/kgBB 20 ml/kg BB dapat diulang sesuai kebutuhan Infus stop tidak melebihi 48 jam
2. Asuhan Keperawatan 2.1 Pengkajian a. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB) b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi. 2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas? 3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) 4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak) 5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang? 6) Riwayat imunisasi c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia) 2) Pemeriksaan per system a) System persepsi sensori : Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
b) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada e) System gastrointestinal : Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar
perut? Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi? g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria Gejala klinis didapatkan : 1) Derajat I
: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas,
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi. 2) Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain. 3) Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah. 4) Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.
2.2 Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam. b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
2.3 Intervensi Keperawatan a.
Kekurangan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam. NOC: Fluid balance Kriteria hasil : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Palpasi nadi perifer Keseimbangan masukan dan keluaran 24 jam Berat badan stabil Asites Edema perifer Konfusi
NIC: Electrolyte Monitoring 1) 2) 3) 4) 5)
Identifikasi kemungkinan penyebab dari ketidakseimbangan elektrolit Monitor untuk mual, muntah, dan diare Monitor untuk kehilangan cairan dan elektrolit Instruksikan klien dan keluarga untuk modifikasi diet yang sesuai Ajarkan klien cara untuk mencegah atau meminimalisir ketidakseimbangan elektrolit
Electrolyte Management 1) 2) 3) 4) 5)
Berikan suplemen elektrolit (oral, IV, NG) Pertahankan kekuatan intake dan output Pertahankan aliran dari elektrolit melalui akses IV Pertahankan kepatenan akses IV Ajarkan klien dan keluarga tentang tipe, penyeybab dan penatalaksanaan dari ketidakseimbangan elektrolit.
b.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. NOC: Thermoregulation Kriteria Hasil: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Penurunan temperatur kulit Sakit kepala Iritabilitas Perubahan warna kulit Dehidrasi RR Nadi Melaporkan kenyamanan suhu tubuh
NIC: Hypertermia Treatment 1) Monitor TTV 2) Menjauhkan pasien dari sumber panas 3) Menggunakan metode penghilang panas dari luar (kompres pasien di leher, dada, ketiak, lipatan dada) 4) Tingkatkan hidrasi oral 5) Monitor hasil laboratorium 6) Monitor urine output c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan. NOC: Nutritional Status Kriteria hasil: 1) 2) 3) 4) 5)
Intake nutrisi Intake makanan dan cairan Energi Body Mass Berat Badan
NIC: Nutrition Management 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Identifikasi alergi makanan klien atau intoleransi Mendorong klien tentang kebutuhan nutrisinya Menentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan Menentukan pilihan makanan klien Membantu klien dengan perawatan mulut sebelumnya untuk makan Monitor masukan kalori dan diet
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ginanjar 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta: B-fist (PT. Bentang Pustaka) Hidayat, A. Azis Alimul 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika : Jakarta Hockenberry, Wilson 2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition. Mosby Elsevter : Canada. Mansjoer, Arif & Suprohaita 2009. Kapita Slekta Kedokteran Jilid III. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius : Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta. Nadesul, Handrawan 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta. Soedarmo SSP,dkk 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta. Soedarto 2012. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto Sutaryo 2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta. WHO 2012. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian (Monica ester, S.Kp, Penerjemah.). Jakarta: EGC Widoyono 2012. Penyakit Tropis : Epidemologi, Penularan, Pencegahan, Pemberantasan. Jakarta: Erlangga.