LAPORAN PENDAHULUAN AMPUTASI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan“pancung” . Bararah dan Jauhar (2012) menyatakan bahwa “amputasi “amputasi adapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organtubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks”. infeks”. Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi adalah pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2009), amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses pembedahan. B. Patofisiologi
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi. Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggun aan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran
darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2011). Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi vaskule r/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi men yebar ke anggota tubuh lainnya, lain nya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah dan Jauhar, 2013). Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas. Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah potongan otot dan tulang. Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai pen yembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis). Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya han ya menimbulkan perubahan minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki)
dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya. Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar, 2013). Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).
C. Penatalaksanaan 1. Terapi
a. Antibiotik b. Analgetik c. Antipiretik (bila diperlukan) 2. Medis
a. Balutan rigid tertutup Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. b. Balutan lunak Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
c. Amputasi bertahap Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. d. Protesis Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascab edah, sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. D. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data secara sistematis dan cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan lalu, serta menentukan status fungsional serta menevaluasi koping klien saat ini dan masa lalu (Carpernito, 2009). Menurut Bararah Da Jauhar (2013), hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan pre dan post amputasi yaitu : 1. Pre Operatif Mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi. Pengkajian pada klien dengan pre operatif (Bararah dan Jauhar, 2013) a. Pengkajian riwayat kesehatan dahulu dan sekarang Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru, perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan. b. Pengkajian fisik Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. c. Pengkajian psikologis, sosial, spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini. d. Pemeriksaan diagnostik 1.
Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
2.
CT Scan dilakukan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik,
osteomeilitis, pembentukan
hematoma. 3.
Angiografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi
jaringan dan membantu memperkirakan potensi 4.
perubahan
sirkulasi/perfusi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler, dilakukan untuk
mengkaji dan mengukur aliran
darah. 5.
Tekanan O2 transkutaneus memberikan peta pada area perfusi
kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
paling besar dan paling
6.
Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik
jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan
di dua sisi, dari
yang rendah antara dua pembacaan, makin besar
untuk sembuh. 7.
Plestimografi
bawah
terhadap
dilakukan
untuk
mengukur
TD
segmental
ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
8.
LED mengukur peningkatan mengidentifikasi respon inflamasi.
9.
Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme pen yebab.
10. Biopsi mengonfirmasi diagnosis massa benigna/maligna. 11. Hitung darah lengkap/differensial untuk mengetahui peninggiann dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi . 2. Intra Operatif Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif 3. Post Operatif Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tandatanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain tanda-tanda vitalklien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan kondisi yang menimbulkan depresi. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. selang drainase benar-benar tertutup. kaji
kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
E. Diagnosa keperawatan
Setelah menyelesaikan pengkajian keperawatan, perawat melanjutkan pada diagnosa keperawatan, yaitu pernyataan yang menggambarkan respons aktual, atau potensial klien terhadap masalah kesehatan, perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya (Petty dan Potter, 2005). Dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pre dan post operasi amputasi menurut (Lukman dan Ningsih, 2013) dan intervensinya berdasarkan Doengoes (2011) yaitu : 1. Diagnosa pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, krisis situasi. b. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan trauma saraf. c. Kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
trauma
jaringan/kerusakan,
adanya
cedera/manipulasi intraoperasi, faktor mekanikal(alat fiksasi). d. Berduka antisipasi (anticipated grieving) berhubungan dengankehilangan akibat amputasi. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat. 2. Diagnosa post operasi
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi sekunder terhadap amputasi
b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi c.
Resiko komplikasi : infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan d engan amputasi.
d. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungandengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan;pembentukan hematoma e.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
F. Perencanaan keperawatan Diagnosa pre operasi 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi karakteristik penentu : peningkatan tegangan, ketakutan, mengekspresikan adanya perubahan
rangsangan simpatis/gelisah. Tujuan : kecemasan pada klien dapat berkurang. Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dengan dapat ditangani,
mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang respon yang tepat. Intervensi :
a. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral. Rasional : secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya. b. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya. Rasional : meningkatkan/memperbaiki pengetahuann/persepsi klien. c. Mengatur waktu kusus dengan klien untuk mendiskusikan tentang kecemasan klien. Rasional : meningkatkan rasa aman dan memungkinkan k lien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan akurat. d. Dorong klien menggunakan manajemen stress seperti nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 2.
Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
Karakteristik penentu : adanya keluhan nyeri, fokus diri menyempit, respon autonomic, perilaku
melindungi diri/berhati-hati. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, tampak rileks dan mampu
tidur/beristirahat
dengan tepat. Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri. c. Observasi keadaan luka Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri. d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik. Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera traumatik. 3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan, adanya cedera/manipulasi intraoperasi, faktor mekanikal(alat fiksasi). Karakteristik penentu : cedera tusuk, frakur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen,
kawat, skrup, perubahan sensasi, sirkulasi, aakumulasi ekskresi, immobilisasi fisik. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan inte gritas tidak terjadi. Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan luka sesuai dengan
waktu. Intervensi :
a.
Observasi tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui adanya indikasi nyeri atau infeksi.
b. Kaji /catat ukuran, warna , kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional : memberikan informasi dasar tentang keadaan luka. c.
Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri.
Rasional : peningkatan nyeri dapat mengindikasikan infeksi. d. Berikan perawatan luka local. Rasional : menurunkan risiko infeksi e.
Kolaborasi dalam pelaksanaan tindakan amputasi. Rasional : tindakan kolaboratif medis terakhir bila therapy obat dan rekonstruksi bedah ortopedik tidak berhasil.
4.
Ketakutan terantisipasi yang ( anticipated grieving) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi Karakteristik penentu : Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian, takut kecacatan,
rendah diri dan menarik diri. Tujuan : klien dapat mendemonstrasikan kesadaran akan dampakpembedahan pada citra diri. kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut, menyatakan perlunya membuat
penilaian akan gaya hidup yang baru. Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang dampak pembedahan terhadap gaya hidup. Rasional : Mengurangi rasa tertekan pada diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental. b. Berikan informasi yang adekuat dan rasional t entang alasan pemilihan tindakan amputasi. Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi. c. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah. Rasional : Meningkatkan dukungan mental. d. Fasilitasi klien bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi. Rasional : strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap pe rubahan citra diri. 5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat,
Karakteristik
penentu
: permintaan
informasi,
mengungkapkan ketidakmengertian
akan kondisi, prognosis, dan pengobatan. Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan, melakukan
program pengobatan.
Intervensi : a. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. b. Tunjukkan cara perawatan prostese, tekankan pentingnya pemeliharaan secara rutin.
Rasional :dorong pemasangan yang tepat/pas, mengurangi resiko
komplikasi dan
memperpanjang pengguan prostese c. Berikan penjelasan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Rasioanl : memberikan pengertian dan pemahaman keepada klien. Diagnosa post operasi: 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder amputasi Karakteristik
penentu
: Menyatakan
nyeri,
ekspresi
wajah
menunjukkan
merintih/meringis Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks. Intervensi :
a.
Kaji nyeri sesuai PQRST Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri. c. Observasi keadaan luka Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri. d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
kesakitan,
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera traumatik. 2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder amputasi. Karakteristik penentu : Menyatakan berduka mengenai kehilangan tubuh, mengungkapkan
negatif tentang tubuhnya, depresi. Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru. Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri,mengenali dan menyatu dengan
perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negatif, membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup. Intervensi :
a. Validasi masalah yang dialami klien. Rasional : Meninjau perkembangan klien. b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung. Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh. c. Berikan dukungan moral. Rasional : Meningkatkan status mental. d. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri. Rasional : Meningkatkan status mental. 3. Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan denganamputasi. Karakteristik penentu : Terdapat risiko tinggi infeksi, pendarahan berlebih, emboli lemak. Tujuan : tidak terjadi komplikasi. Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak ditemukan adanya emboli. Intervensi :
a.
Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka. Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
b. Inpseksi balutan dan luka , perhatikan karakteristik drainase. Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
c.
Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah pembalutan dikontraindikasikan. Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
d. Awasi tanda-tanda vital. Rasional : peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya sepsis. 4. Resiko berhubungan jaringan;
tinggi
perubahan
dengan penurunan aliran
perfusi
jaringan
perifer
darah
vena/arterial;
edema
pembentukan hematoma.
Kriteria penentu : penurunan atau tidak adanya denyut nadi, perubahan
warna kulit,
pucat (arteri), sianosis (vena), akral dingin. Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi. Kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan
perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan luka
dengan
nadi
tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan
kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi. b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan,
nadi, warna kulit5
dan suhu. Rasional : edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma, atau ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puttung,
mengakibatkan
c. Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik
balutan terlalu nekrosis jaringan. balutan.
Rasional :kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan cairan penggantian cairan dan evaluasi untuk gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi pendarahan. 5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas. Kriteria penentu : menolak untuk bergerak, keluhannyeri/ketidaknyamanan pada pergerakan,
rentang gerak terbatas,penurunan kekuatan otot. Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling mungkin.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit. Intervensi :
a.
Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi yang dianjurkan dan tubuh
dalam kesejajaran. Rasional : memberikan waktu stabilisasi prostese dan pemulihan efek anestasi, men urunkan risiko cedera. b.
Batasi penggunaan posisi semifowler/tinggi, bila diindikasikan.
Rasional : fleksi panggul lama dapat meregangkan/dislokasi prostese baru. c.
Berikan penguatan posisitif terhadap upaya-upaya. Rasional : meningkatkan perilaku posistif, dan mendorong keterlibatan terapi.
d.
Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi yang tak sakit. Rasional : klien dengan penyakit degenarasi sendi dapat secara tepat
kehilangan fungsi
sendi selama periode pembatasan aktivitas.
G. Pelaksanaan keperawatan
Setelah dilakukan intervensi, tahap selanjutnya adalah implementasi yaitu pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, implenentasi mencakup melakukan , membantu, atau mengarahkan kinerja ktivitas kehidupan sehari-hari, memberika arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, termasuk dalam fungsi perawat (Asmadi, 2008) : 1. Fungsi independen Merupakan fungsi mandiri yang tidak tergantung dari orang lain, dimana perawat melaksanakan tugas yang dilakukan sendiri dengan mengambil keputusan sendiri. 2. Fungsi dependen Merupakan fungsi yang yang dilaksanakan atas perintah dari perawat lain, sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan
3. Fungsi interdependen Fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lain. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan dokter ataupun yang lainnya.
H. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan taghap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan tahap yang menentukan pakah tujuan akan tercapai sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam tujuan rencana keperawatan. Apabila setelah dilakukan evaluasi tujuan tidak tercapai maka ada beberapa kemungkinan yang perlu ditinjau kembali yaitu : tujuan tidak reslistis, tindakan keperawatan belum tepat, faktor-faktor yang tidak bias diatasi. Ada beberapa macam dalam evaluasi menurut Asmadi (2008) yaitu : 1. Evaluasi formatif Dapat dilihat dari evaluasi proses. evaluasi ini dapat segera dilakukan setelah melakuan tindakan keperawatan bertujuan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan. 2. Evaluasi sumatif Dapat dilakukan di akhir proses keperawatan, bertujuan untuk menilai ketercapaian asuhan keperawatan yang di berikan selama proses keperawatan.
Laporan Pendahuluan Vulnus Laceratum LAPORAN PENDAHULUAN VULNUS LACERATUM A. Pengertian Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”. Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di d alam seperti patah tulang. B. 1) 2)
Etiologi Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3) 4)
Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin. Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.
C.
Patofisiologi Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D. Manifestasi Klinis Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinis vulnus laceratum adalah sebagai berikut : 1. Luka tidak teratur 2. Jaringan rusak 3. Bengkak 4. Pendarahan 5. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut 6. Tampak lecet atau memer di setiap luka. E. 1. 2. 3. 4. 5. F.
Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
Penatalaksanaan Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. 1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi). 2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif). b. Halogen dan senyawanya
c. d. e. f. g.
a. b. c. d. e.
Oksidansia Logam berat dan garamnya Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%). Derivat fenol Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390). Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Pembersihan Luka Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu : Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. Berikan antiseptik Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400) 3. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam. 4. Penutupan Luka Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. 5. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. 6. Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. 7. Pengangkatan Jahitan Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
G. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:
Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas. Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi jantung takika rdi atau bradikardi. integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas, gelisah. Eliminasi Gejala : konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari. Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, n yeri. Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur. Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema. 2. Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan 3. Rencana Keperawatan No Diagnosa
Keperawatan 1
Nyeri akut
NOC :
Berhubungan dengan: Agen injuri (biologi, kimia,fisik, Pain Level, psikologis), kerusakan jaringan pain control, DS: comfort level Laporan secara verbal DO:
T
Posisi untuk menahan nyeri
Setelah dilakukan tindakan ke mengalami nyeri, dengan kriteri
Tingkah laku berhati-hati Mampu mengontrol nyeri ( Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan menggunakan tehnik nonfarm mencari bantuan) kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri
Melaporkan bahwa manajemen nyeri
nyeri
b
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan Mampu mengenali nyeri (skal nyeri) lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang Menyatakan rasa nyaman setelah lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Tanda vital dalam rentang norma Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan Tidak mengalami gangguan tidur darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minum 2
Kerusakan integritas kulit
NOC
berhubungan dengan:
Tissue Integrity : Skin and Muc primer dan sekunder
Eksternal : Hipertermia atau hipotermia Substansi kimia Kelembaban
Setelah dilakukan tindakan integritas kulit pasien teratasi de Integritas kulit yang baik bisa temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Faktor mekanik (misalnya: alat yang dapatmenimbulkan Tidak ada luka/lesi pada kulit luka, tekanan, restraint) Immobilitas fisik
Perfusi jaringan baik
Radiasi
Menunjukkan pemahaman da mencegah terjadinya sedera ber
Usia yang ekstrim Kelembaban kulit
Mampu melindungi kulit dan dan perawatan alami
Obat-obatanInternal :
Menunjukkan terjadinya proses
Perubahan status metabolik Tonjolan tulang Defisit imunologi Berhubungan dengandengan perkembangan Perubahan sensasi Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) Perubahan status cairan Perubahan pigmentasi Perubahan sirkulasi Perubahan turgor (elastisitas kulit) DO: Gangguan pada bagian tubuh Kerusakan lapisan kulit (dermis) Gangguan permukaan kulit (epidermis) 3
Intoleransi aktivitas
NOC :
Berhubungan dengan :
Self Care: ADLs
Tirah Baring atau imobilisasi
Toleransiaktivitas
Kelemahan menyeluruh
Konservasi eneergi
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan Gaya hidup yang dipertahankan.
Setelah dilakukan tindakan bertoleransi terhadap aktivitas d
DS: Berpartisipasi dalam aktivitas Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. tekanan darah, nadi dan RR Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas
Mampu melakukan aktivitas seh Keseimbangan aktivitas dan istir
DO : Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas Perubahan ECG: aritmia, iskemia
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta. Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika: Jakarta. Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan). Edisi EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI: Jakarta. Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta. Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta. Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta. Sumber : http://ingevelysta.blogspot.com/2016/07/laporan-pendahuluan-vulnus-laceratum.html#ixzz4dNjlbJ8L