DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
KAJIAN TEKNOLOGI PEMANGKASAN PADA TANAMAN KOPI Safruddin Kadir, dkk I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Komoditas kopi di Indonesia memegang peranan penting, baik sebagai sumber devisa maupun peranannya terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani. Sampai saat ini indonesia dikenal sebagai negara pengahasil kopi terbesar terbesar ketiga di dunia setelah Brazil, dan Kolumbia (Mawardi, (Mawardi, 1992). Areal kopi Indonesia pada tahun 1996 mencapai 1.178.363 ha dengan total produksi mencapai 478.851 ton. Dari luasan tersebut tersebut 95 % merupakan Perkebunan Rakyat, sisanya diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Negara (Ditjenbun, (Ditjenbun, 1997). Jenis kopi Robusta merupakan pertanaman yang yang lebih dominan, namun dalam perdagangan kopi dunia jenis Arabika menempati proporsi terbesar yaitu mencapai 70 %. Dari perolehan devisa komoditas perkebunan Indonesia, kopi menduduki urutan keempat setelah kayu, karet, dan kelapa sawit. Pada tahun 1995 volume ekspor kopi sebesar 230.201 ton dengan nilai US $ 606.364.000 (AEKI, 1996; Ditjenbun, 1996). Di Sulawesi Selatan, pengembangan kopi terutama jenis Arabika diarahkan pada kawasan MADUTORA (Mamasa, Duri, dan Tana Toraja). Hingga tahun 1998, areal kopi di daerah ini tercatat 85.580 ha, 49 % diantaranya merupakan pertanaman kopi Arabika dengan produksi 12.524,17 ton. Masalah yang dihadapi adalah produktivitas yang masih rendah berkisar 500 – 900 kg/ha/tahun (Disbun Sulsel, 1999) dibandingkan dengan potensi di atas 1.500 kg/ha/tahun (Nur dan Soenarjo, 1990). Upaya peningkatan produksi dihadapkan pada beberapa faktor pembatas diantaranya : paket teknologi spesifik lokasi, mutu sumberdaya manusia, dan kesiapan kelembagaan pendukung, serta topografi wilayah pengembangan yang variatif. Tanaman kopi dikenal sebagai salah satu tanaman yang disukai oleh banyak jenis serangga hama. Sampai saat ini tercatat lebih dari 900 jenis serangga hama pada tanaman
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
kopi yang tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia terdapat terdapat beberapa jenis yang bersifat sebagai hama utama tanaman kopi, yaitu : Hama penggerek buah kopi (PBKo) atau Hypothenemus hampei, penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus (Eichhoff),
penggerek cabang coklat X. morigerus (Blandford), kutu hijau Coccus viridis Green, penggerek batang merah Zeuzera coffea, dan hama bubuk buah Stephanoders hampei. Menurut Sulistyowati (1992),
serangga tersebut merupakan hama-hama utama yang yang
menyerang tanaman kopi sejak dipertanaman hingga penyimpanan buah kopi digudang. Berbagai upaya pengendalian dapat ditempuh untuk mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama, yaitu : pengendalian secara biologis, pengendalian secara kimiawi, dan pengendalian secara kultur teknis. Pada dasarnya teknik budidaya kopi arabika tidak banyak berbeda dengan budidaya kopi umumnya, kecuali dalam hal kultur teknis yang berkaitan dengan pemakaian bahan kimia sintetik. Pemeliharaan kesuburan tanah tanah dan pengendalian hama serta penyakit merupakan dua aspek kultur teknis yang banyak menggunakan bahan kimia sintetik, yaitu pupuk buatan dan pestisida. Pengendalian PBKo misalnya, hingga saat ini masih banyak menggunakan insektisida. Aplikasi insektisida pada perkebunan rakyat cukup sulit dilakukan, biayanya tinggi, dan tidak ramah lingkungan. Karena itu diperlukan upaya agar kehilangan hasil akibat serangan hama dapat diperkecil dan produktivitas dapat ditingkatkan. Salah satunya adalah pengendalian hama dengan cara cara kultur teknis, berupa pemangkasan baik pada tanaman kopi maupun pada tanaman penaung.. Pemangkasan merupakan salah satu upaya pengendalian secara kultur teknis yang dimaksudkan untuk memutus siklus hidup hama utama pada pertanaman kopi. Pemangkasan dilakukan baik pada tanaman kopi maupun terhadap tanaman penaung. Disamping itu tindakan pemangkasan pada tanaman kopi ditujukan untuk menghindari kelembaban yang tinggi, memperlancar aliran udara sehingga proses penyerbukan dapat berlangsung secara intensif, membuka kanopi agar tanaman mendapat penyinaran merata guna merangsang pembungaan, dan membuang cabang tua yang kurang produktif atau terserang hama/penyakit sehingga hara dapat didistribusikan ke cabang muda yang lebih Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
produktif.
Dengan demikian diharapkan diharapkan produktivitas optimal bisa dicapai secara
kontinyu (Anonim, 1995). 2. Tujuan, Luaran, Manfaat, dan Dampak Dampak a. Tujuan
Mengkaji efektivitas pemangkasan pada tanaman kopi dan tanaman penaung dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani kopi. b. Luaran
Ditemukannya paket teknologi pemangkasan yang efektif dan efisien sehingga produktivitas dan pendapatan petani kopi dapat ditingkatkan. c. Manfaat
Penerapan paket teknologi usahatani kopi arabika secara tepat tepat diharapkan mampu mendukung upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan petani kopi di dataran tinggi Sulawesi Selatan. d. Dampak
Penerapan teknologi usahatani kopi arabika diharapkan mampu meningkatkan produktivitas, sehingga berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani, meningkatkan produksi kopi dan PAD bagi propinsi Sulawesi Selatan.
II. TINJAUAN PUSATAKA
Toraja merupakan salah daerah pengembangan kopi arabika yang menghasilkan kopi dengan cita rasa yang baik dan memperoleh harga yang cukup tinggi. Namun sebagian besar wilayah ini dilaporkan sudah terserang dengan hama PBKo dan beberapa jenis hama utama lainnya. Tindakan pengendalian yang lazim l azim dilakukan saat ini adalah dengan cara kimia, yaitu yaitu dengan penyemprotan insektisida setiap ada serangan.. Namun penggunaan insektisida cukup menyulitkan petani karena harganya mahal dan tidak ramah lingkungan, lingkungan, serta ada beberapa syarat yang sulit terpenuhi untuk menerapkan metode tersebut pada perkebunan rakyat.
Teknik budidaya yang belum baik,
pemeliharaan tanaman yang belum intensif, serta organisasi yang belum berkembang merupakan kendala untuk menerapkan sistem pengendalian tersebut.
Pemeliharaan
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
tanaman utama (kopi) dan tanaman penaung berupa pemangkasan, untuk skala perkebunan rakyat
merupakan alternatif pengendalian yang cukup efektif dan
berwawasan lingkungan untuk diterapkan. Yahmadi (1972); Hatobudoyo (1975); Willson (1985); dan Mitchell (1989) menyatakan bahwa tujuan utama pemangkasan tanaman kopi adalah sebagai berikut : 1. Agar tanaman kopi tetap rendah, sehingga memudahkan perawatan dan peningkatan hasil. 2. Membentuk cabang-cabang produksi yang baru secara kontinyu dalam jumlah optimal 3. Menghilangkan cabang-cabang tua yang tidak produktif, cabang yang terserang hama penyakit, cabang-cabang liar yang tidak dikehendaki. 4. Mempermudah masuknya cahaya dan memperlancar sirkulasi udara di dalam tajuk, sehingga akan meningkatkan rangsangan pembentukan bunga dan mengoptimalkan penyerbukan bunga. 5. Mempemudah pengendalian hama 6. Mengurangi terjadinya fluktuasi produksi yang tajam (biennial bearing) dan resiko kematian tanaman akibat pembuahan yang berlebihan (over bearing die back). 7. Mengurangi dampak kekeringan. Pemangkasan dapat mengurangi laju transpirasi tanaman dari cabang-cabang yang produktif, sehingga penggunaan lengas tanah yang terbatas dimusim kemarau lebih efisien. Untuk mendapatkan tanaman kopi yang baik dan produktif sebaiknya selalu dilakukan pemangkasan baik terhadap tanaman pelindung maupun tanaman pokok. Pada tanaman kopi terdapat berbagai macam pemangkasan antara lain : 1) pemangkasan bentuk dimaksudkan untuk membentuk mahkota pohon sesuai yang dikehendaki dan agar
tanaman tidak tumbuh tinggi, 2) Pangkasan pemeliharaan, yang terdiri dari wiwilan, pemangkasan berat, dan pemangkasan yang ditujukan untuk pemberantasan hama dan penyakit, dan 3) Pemangkasan peremajaan (rejuvinasi), adalah pemangkasan yang
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
ditujukan untuk meremajakan kebun kopi yang sudah tua dan tidak produktif menjadi muda kembali tanpa perlu melakukan penanaman tanamn baru (Anonim, 1995). Pemanfaatan pohon pelindung pada pertanaman kopi mempunyai beberapa keuntungan (Anonim, 1995) diantaranya : 1. Guguran dan pangkasan daun dapat dijadikan sumber bahan organik. 2. Melindung bahan organik dari lapisan tanah atas terhadap pembakaran akibat sinar matahari yang terik. 3. Perakaran pohon pelindung yang telah membusuk, dapat membantu adanya drainase dan peredaran udara serta air dalam tanah 4. Mengurangi biaya penyiangan dan membatasi pertumbuhan gulma 5. dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas, dan dapat meningkatkan suhu bila keadaan terlalu dingin, sehingga akanmenghasilkan iklim mikro yang menguntung bagi tanaman kopi 6. Menghindari terjadinya over produksi, sehingga mengurangi kasus mati awal bagi tanaman kopi. Pohon pelindung yang sering digunakan pada perkebunan kopi adalah : Dadap ( Eurythrina lithosperma / Eurythrina subumbrans), Sengon laut ( Albizzia falcata), Lamtoro ( Leucaena glauca), dan Gamal (Glirisidia sp.) (Anonim, 1995). Penggunaan Gamal (Glirisidia sp.) sebagai tanaman penaung pada pertanaman kopi terbukti sangat bermanfaat, namun jenis ini memerlukan manajemen pemangkasan yang baik agar daunnya tidak banyak yang gugur pada musim kemarau (Sudarsianto, 2000). Namun demikian
penggunaan pohon pelindung juga mempunyai beberapa
kelemahan (Anonim, 1995) 1antara lain : 1.
Pohon pelindung akan merupakan pesaing bagi tanaman kopi dalam penyerapan hara dan air.
2.
Perkebunan kopi di Brazil dan Kenya yang mempunyai pohon pelindung mampu berproduksi dua kali setahun dan produktivitasnya lebih tinggi, namun umur tanaman tidak tahan lama, karena perakaran pohon pelindung merusak struktur Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
tanah, sehingga mudah terjadi erosi. Akibatnya masa produksi tanaman kopi menjadi lebih pendek.
III. METODOLOGI PENGKAJIAN a. Kerangka Pemikiran
Produktivitas kopi rakyat di Sulawesi Selatan masih rendah, yaitu 500-900 kg/ha/tahun, disebabkan teknologi produksi dan pasca panen di tingkat petani belum memadai. Guna meningkatkan produktivitas kopi diperlukan upaya perbaikan teknologi di tingkat petani.
Teknologi tersebut penerapannya harus cocok
dan sesuai untuk
dikembangkan menurut kondisi petani dan wilayah, serta dapat terus berkelanjutan. Teknik budidaya yang belum baik, pemeliharaan tanaman yang belum intensif, serta organisasi yang belum berkembang, merupakan kendala dalam upaya peningkatan produktivitas kopi rakyat. Pemeliharaan tanaman utama (kopi) dan tanaman penaung dalam bentuk manajemen pemangkasan yang baik dan terkontrol, merupakan salah satu teknik budidaya yang nyata bermanfaat dalam upaya peningkatan produksi. Teknologi pemangkasan
yang
baik
dan
teratur
mampu
memperbaiki
pertumbuhan
dan
perkembangan organ generatif tanaman kopi, merupakan salah satu upaya pengendalian hama yang efektif dan berwawasan lingkungan, dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi tanaman kopi. b. Tempat dan Waktu
Pengkajian pemangkasan pada tanaman kopi arabika dilaksanakan di desa Gandang Batu, kecamatan Mengkendek, kabupaten Tana Toraja. Wilayah ini merupakan lokasi pengembangan kopi Arabika yang cukup potensil di Sulawesi Selatan. Lokasi pengkajian memiliki tipe agroekologi dengan zonasi
yang sesuai untuk
pengembangan kopi arabika. Kegiatan dimulai pada bulan Januari sampai Desember 2003.
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
c. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang dibunakan antara lain : gunting pangkas, cangkul, parang, pupuk kandang kotoran ayam, EM4, meteran, hansd counter, dan ATK. d. Metodologi Pengkajian
Kajian dilaksanakan dengan pendekatan pola pengembangan sistem usahatani melibatkan
5 petani sebagai petani koperator, dengan luasan 2,5. Pengkajian
dilaksanakan di lahan petani, aplikasi teknologi oleh petani, dengan kawalan peneliti dan penyuluh. Sehingga kegiatan akan bersifat partisipatif dan bekerjasama antara petani, peneliti, dan penyuluh. Perlakuan yang diteliti disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Seluruh perlakuan diaplikasikan pada setiap petak pertanaman petani sebagai ulangan dengan skala luas masing-masing petak 0,5 ha.
dengan ulangan 5 kali, sehingga
dibutuhkan luasan pertanaman kopi sekitar 2,5 ha.
Teknologi yang dikaji adalah
teknologi pemangkasan yang meliputi : a. Pemangkasan berat, diikuti pangkasan ringan 2 kali setiap 3 bulan sekali + pemangkasan naungan 20 % (P1) b. Pemangkasan berat, dikuti pemangkasan ringan 1 kali pada 3 bulan setelah pangkasan berat + pemangkasan naungan 20 % (P2) c. Pemangkasan berat, diikuti pangkasan ringan 2 kali setiap 3 bulan sekali + pemangkasan naungan 40 % (P3) d. Pemangkasan berat, diikuti pangkasan ringan 1 kali pada 3 bulan setelah pangkasan berat + pemangkasan naungan 40 % (P4) e. Teknologi petani (P5) Disamping itu, juga diintroduksikan paket teknologi budidaya kopi arabika berupa pembuatan rorak, penggunaan pupuk organik limbah kopi dalam bentuk Bokashi dan sanitasi lingkungan.
Data agronomis yang diamati yaitu : jumlah cabang produktif,
panjang cabang produktif, jumlah dompolan/cabang, jumlah buah/dompolan.
Data
dianalisis menggunakan anova dan uji t. Selain itu juga dianalisis data mengenai respon petani terhadap paket teknologi budidaya kopi arabika anjuran. Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
IV. LINGKUP KEGIATAN a. Cakupan Kegiatan
Pengkajian mencakup kegiatan sebagai berikut : a. 1. Studi karakterisasi sumberdaya, sistem usahatani, dan keragaan teknologi budidaya tanaman kopi. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki oleh petani yang meliputi : pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga, pemilikan lahan/kebun, pola usahatani, eksistensi teknologi budidaya di tingkat petani, serta informasi lainnya yang diharapkan dapat menjadi data dukung pengkajian. Studi karakterisasi bersifat survai dalam bentuk wawancara terhadap 15 orang petani kopi anggota kelompok tani Buntu Rongko di desa Gandang Batu. Dengan metode purposive sampling dipilih 5 petani untuk dilibatkan langsung pada kegiatan pengkajian. Petani yang dipilih adalah petani yang inovatif, cepat tanggap dalam menerima teknologi anjuran. Disamping itu, petani lainnya dijadikan petani kontrol untuk pembanding.
Kegiatan penyuluhan
dan pelatihan petani dilaksanakan melalui pertemuan-pertemuan kelompok dan kunjungan ke hamparan pertanaman kopi. a. 2. Pengkajian pemangkasan pada tanaman kopi arabika, serta introduksi paket teknologi budidaya kopi arabika anjuran. b. Prosedur
Pelaksanaan pengkajian dilakukansecara bertahap dan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. Apresiasi dan konsultasi Penjelasan kepada instansi terkait tentang makna kegiatan, guna mendapat dukungan dan tanggapan serta masukan. Kegiatan ini dilakukan mulai dari tingkat propinsi, kabupaten sampai tingkat desa. 2. Penetapan Lahan dan Petani Koperator
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Lokasi pengkajian merupakan hamparan petani kopi produktif.
Luas unit
hamparan sekitar 2,5 ha. Petani terpilih adalah petani inovatif, cepat tanggap dalam menerima teknologi anjuran. 3. Penyuluhan dan Pelatihan Petani Penyuluhan dilakukan secara terpadu oleh peneliti, penyuluh, pemda, dan instansi terkait, secara periodik selama kegiatan berlangsung. Materi yang diberikan terutama teknik budidaya kopi arabika. 4. Penerapan Paket Teknologi 5. Monitoring dan evaluasi Selama kegiatan berlangsung dilakukan monitoring dan evaluasi oleh tim yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu. 6. Pengamatan dan Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan melalui monitoring secara berkala oleh peneliti/penyuluh/teknisi BPTP. 7. Temu Lapang Temu lapang akan dilakukan sebelum akhir kegiatan. Luaran kegiatan temu lapang adalah pemantapan penerapan teknologi dan umpan balik guna penyempurnaan teknologi. 8. Analisis data dan Pelaporan 9. Seminar hasil penelitian/pengkajian
V. HASIL PENGKAJIAN a. Karakteristik Umum
Tana Toraja merupakan salah daerah sentra pengembangan dan produksi kopi arabika di Sulawesi Selatan selain Enrekang dan Polmas.
Kiabupaten Tana Toraja
terletak di ujung utara bagian tengah propinsi Sulawesi Selatan, berada pada 1190 – 1200BT dan 20
–
30 LS atau berjarak
±
360 km dari kotamadya Makassar. Wilayah
kabupaten Tana Toraja terdiri dari 15 kecamatan, 292 desa/kelurahan (Dishutbun, 2001) dengan batas-batas : sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Luwu dan Mamuju, Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Enrekang, dan Pinrang, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Polmas. Daerah ini mempunyai luas wilayah 3.205,77 km2, dengan jumlah penduduk 391.465 jiwa dengan kepadatan 122,11 jiwa per km2. Ketinggian tempat bervariasi antara 300-2.889 m di atas permukaan laut (dpl). Topografi datar, landai, berbukit, dan bugunung-gunung dengan tingkat kemiringan 5-45 %. Kabupaten Tana Toraja terdiri atas 40 % pegunungan, 20 % dataran tinggi, 38 % dataran rendah, dan 2 % rawa-rawa dan sungai. Lahan pertanian didominasi oleh lahan kering seluas 299.420 ha, lahan sawah 21.157 ha (BPS, 1997).
Potensi lahan untuk pengembangan komoditas
perkebunan mencapai 24.187,92 ha. Sedangkan areal perkebunan khususnya tanaman kopi robusta dan kopi arabika hingga tahun 2001 masing-masing seluas 12.862,55 ha dan 15.010,57 ha (Dishutbun Tana Toraja, 2002). b. Kondisi Biofisik Lokasi Pengkajian
Pengkajian pengembangan sistem usahatani kopi arabika di Sulawesi Selatan dilaksanakan si desa Gandang batu, kecamatan Mengkendek. Daerah ini merupakan salah satu wilayah pengembangan kopi arabika dari 28 desa di kecamatan Mengkendek, kabupaten Tana Toraja.
Desa Gandang Batu berbatasan dengan desa Sillanan pada
sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Enrekang, sebelah barat berbatasan dengan desa Benteng Ambeso, dan sebelah timur berbatasan dengan desa Buntu Limbung. Desa ini berjarak ± 22 km dari pusat kota Makale atau berjarak 338 km dari kota Makassar. Topografi desa Gandang Batu umumnya bergunung dan berbukit dengan ketinggian tempat 900-1100 m dpl, serta kemiringan lahan 15 – 45 %. Jumlah penduduk desa Gandang Batu berdasarkan data terakhir tahun 2001 tercatat 1235 jiwa, terdiri dari 765 jiwa laki-laki dan 470 jiwa perempuan dengan 435 kepala keluarga (KK). Lahan pertanian di desa ini didominasi oleh lahan kering yaitu 1327 ha yang cukup potensil untuk pengembangan tanaman perkebunan, dan selebihnya berupa lahan sawah 105 ha. Luas pertanaman kopi arabika di desa Gandang Batu sampai dengan tahun 2001 tercatat 83 ha yang terdiri dari 80 ha tanaman menghasilkan (TM) dan 3 ha tanaman tua Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
(TT) (Dishutbun, 2002).
Berdasarkan data curah hujan 5 tahun terakhir (1998-2002)
rata-rata 1139 – 2387 mm/tahun dengan 13 hari hujan/bulan (Gambar 1). Sedangkan rata-rata curah hujan selama periode penelitian dari Januari 2003 sampai Desember 2003 adalah 110,08 mm/bulan, dengan rata-rata hari hujan 9,83 hari/bulan.
Agihan rata-rata
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sampai Mei dan terendah pada bulan Juni sampai September seperti terlihat pada Gambar 2. Suhu udara rata-rata 250 C dengan suhu tertinggi 300 C dan terendah 180 C, dengan kelembaban udara mencapai 88,36 %. Jenis tanah didominasi oleh mediteran, fodsolik merah kuning, dan regosol.
350 350
300 300
a j u h i r a h & ) m m ( n a j u H h a r u C
250
mm
hh
) m m ( n a j u H h a r u C
200
150
100
50
250
200
150
mm
hh
100
50
0
0 JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN JUL Bulan
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
JAN
FEB
MAR
APR
MAY
JUN
JUL
AUG
SEP
OCT
NOV
DEC
Bulan
Gambar 1. Data Curah Hujan Kecamatan Mengkendek Tahun 1998-2002
Gambar 2. Data Curah Hujan Selama Pengkajian (2003)
c. Karakteristik Petani
Pengambilan data karakteristik petani dilakukan melalui wawancara terhadap 10 petani yang mempunyai pertanaman kopi arabika. Ciri petani dibedakan menurut umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah anggota keluarga, luas pertanaman kopi, dan status kependudukan. Karakteristik petani kopi arabika di desa Gandang Batu dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 nampak sebagian besar petani berumur antara 20-40 tahun dengan tingkat pendidikan 80 % tamat SD, bahkan terdapat 10 % diantaranya tamat SLTA. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata petani kopi arabika di daerah pengkajian masih tergolong berusia produktif. Rata-rata tingkat pendidikan yang dimiliki menunjukkan Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
bahwa petani dapat membaca dan menulis, sehingga diharapkan mampu memahami, mengikuti, dan menguasai teknologi terutama yang berhubungan dengan usahatani kopi arabika. Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani sudah cukup lama menanam kopi arabika. Terdapat 50 % petani yang telah mengelola kopi arabika antara 11-16 tahun. Walau demikian tingkat produktivitas maksimum belum mampu dicapai.
Melalui
bimbingan dan penyuluhan yang intensif diharapkan dapat mendukung upaya penerapan teknologi produksi sampai ke tingkat petani. Tabel 1. Karakteristik Petani di desa Gandang Batu, kec. Mengkendek, kab. Tana Toraja, 2003. No Uraian Persentase 1. Umur (tahun) 20-35 35 36-50 35 > 50 30 2. Pendidikan (tahun) tidak tamat SD 20 tamat SD 50 tamat SLTP 20 tamat SLTA 10 3. Pengalaman berusahatani kopi (tahun) 5-10 25 11-16 50 > 16 25 4. Jumlah anggota keluarga (jiwa) 3-5 50 >5 50 5. Luas pertanaman kopi Arabika (ha) 0,25-1,00 20 > 1,00 80 Selanjutnya pada Tabel 1 nampak bahwa 80 % petani memiliki luas lahan lebih dari 1 ha. Pada kondisi demikian dibutuhkan curahan tenaga kerja yang cukup besar, untuk mengelola usahatani dengan baik. Namun pada kenyataannya angkatan kerja yang tersedia sangat terbatas.
Akibatnya pemeliharaan tanaman sangat kurang, sehingga
produksi maksimal sulit tercapai.
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
d. Keragaan Teknologi Petani
Keragaan teknologi budidaya kopi arabika meliputi :
persiapan tanam, pola
tanam, jarak tanam, pemeliharaan tanaman, panen dan pasca panen, dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 nampak bahwa terdapat 90 % petani melakukan penanaman kopi tanpa didahului dengan pengolahan tanah.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
sebagian besar (55 %) petani tidak menggunakan tanaman pelindung sementara ketika akan menanam kopi. Tanaman pelindung ditanam setelah tanaman kopi sudah tumbuh. Di lokasi pengkajian terdapat 3 jenis tanaman pelindung yaitu : gamal, dadap, dan lamtoro yang ditanam tidak beraturan. Kondisi ini menyebabkan pada sisi tertentu dalam suatu areal terdapat beberapa pohon pelindung, namun pada sisi lain dari kebun bahkan tidak ada pohon pelindung. Jenis kopi arabika yang diusahakan umumnya varietas Lini S 795, dengan jarak tanam 2 m x 2 m ata 2 m x 2,5 m. Sebagian petani (55 %) menanam kopi dengan pola tumpangsari atau ditanm bercampur dengan tanaman lain. Tanaman yang sering ditemui pada kebun petani selain kopi adalah : vanili, kakao, lada, dan cengkeh. Kegiatan konservasi lahan dan tanaman masih jarang dilakukan petani. Hanya 15 % petani yang membuat teras, padahal tingkat kemiringan lahan cukup besar. Belum ditemui petani yang membuat rorak sebagai tempat penampungan hasil pangkasan tanaman.
Hasil pangkasan langsung ditumpuk di sekitar daerah perakaran yang
dimaksudkan untuk mengurangi aliran permukaan dan berfungsi sebagai pupuk organik. Disamping itu tumpukan hasil pangkasan juga bermanfaat sebagai teras tunggal. Pemberian pupuk pada tanaman kopi jarang dilakukan.
Hanya 30 % petani yang
memupuk seraca rutin 6 bulan – 12 bulan sekali. Akan tetapi umumnya petani (60 %) sudah memanfaatkan penggunaan pupuk organik yang dikombinasi dengan pupuk kimia. Walaupun pupuk organik yang dimaksudkan adalah hasil dekomposisi hasil pangkasan tanaman kopi dan tanaman penaung yang membutuhkan waktu lama untuk dapat tersedia bagi tanaman.
Kurangnya penggunaan pupuk kimia diketahui karena harga pupuk saat
ini relatif tidak terjangkau oleh petani, sementara harga kopi dianggap masih sangat rendah. Pemangkasan yang bertujuan untuk pemeliharan dan pemangkasan produksi Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Tabel 2. Keragaan teknologi budidaya kopi arabika di desa Gandang Batu, kec. Mengkendek, kab. Tana Toraja, 2003 No. 1.
2. 3.
4.
Komponen Teknologi Persiapan Tanam a. Pengolahan tanah a. tanpa olah b. diolah b. Tanaman pelindung - sementara : ada tidak ada - tetap : Gamal Dadap Lamtoro c. Jarak tanam - (2,0 x 2,0 ) m - (2,5 x 2,5 ) m - (2,0 x 3,0 ) m Pola Tanam : - Monokultur - Tumpangsari/Polikultur Pemeliharaan tanaman a. Konservasi lahan dan tanaman a. terasering b. rorak c. tanpa konservasi b. Pemupukan - Frekuensi pemberian a. dipupuk sekali 6 bulan b. dipupuk sekali setahun c. jarang dipupuk - Jenis pupuk a. pupuk kimia b. pupuk organik c. kombinasi pupuk kimia dan organik c. Pemangkasan : - dipangkas rutin - jarang dipangkas - tidak dipangkas d. Pengendalian hama/penyakit a. kimia b. sanitasi c. tanpa pengendalian e. Penyiangan a. sering b. sekali-sekali c. tidak pernah Panen dan Pasca Panen a. Pemetikan buah panen kecil (lelesan) panen raya (pertangahan) panen hijau (racutan) b. Pengumpulan buah • dipisah digabung • c. Pengolahan buah
Persentase 90 10 45 55 40 40 20 55 35 10 45 55
15 85
5 25 70 35 25 60 20 60 20 5 25 70 25 60 15 60 100 75 65 35
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel • •
cara kering cara basah
100 0
< 200 200-400 >400
25 65 10
d. Produksi (kg/ha) • • •
sangat jarang dilakukan petani.
Diketahui hanya 20 % petani yang melakukan
pemangkasan secara rutin, 60 % memangkas tanaman tidaksesuai anjuran, bahkan terdapat 20 % petani yang tidak malakukan aktivitas pemangkasan. Akibatnya, di lapang banyak ditemui tanaman mati karena adanya kasus over bearing die back , yaitu matinya tanaman setelah mengalami pembuahan lebat tanpa diikuti yang pemeliharaan yang tepat, misalnya : pemupukan dan pemangkasan. Selanjutnya pada Tabel 2. nampak bahwa sangat sedikit petani yang menggunakan insektisida dari bahan kimia dalam upaya pengendalian hama dan penyakit. Sedangkan tindakan sanitasi hanya dilakukan oleh 25 % petani, selebihnya petani tidak mengambil tindakan nyata jika ada serangan hama dan penyakit. Tidak semua petani melakukan pemetikan buah pada panen pendahuluan (lelesan), biasanya petani menunggu sampai banyak buah yang berwarna merah (matang panen) untuk langsung panen raya. Umumnya panen berlangsung sampai 4 kali setiap 1-2 minggu sekali. Seleksi/pemisahan hasil panen antara buah hijau dan buah merah sudah dipaktekkan oleh 65 % petani. Penggabungan buah biasanya hanya terjadi pada buah hasil panen terakhir (racutan). Hal ini terpaksa dilakukan agar cabang-cabang produksi bersih dari buah lama untuk kemudian masuk ke stadium pembungaan selanjutnya. Seluruh petani pada lokasi pengkajian melakukan pengolahan buah dengan cara kering. Pengolahan dilakukan menggunakan alat prosesing hasil rakitan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember atau modifikasi petani setempat.
Dengan sistem budidaya yang
dipraktekkan petani, umumnya produktivitas yang mampu dicapai antara 200 dan 400 kg biji kering/ha, dan hanya 10 % petani yang mampu mencapi hasil di atas 400 kg/ha. Diakui oleh petani dengan perbaikan sistem produksi dan dengan budidaya yang lebih baik, maka produktivitas masih dapat ditingkat. Untuk pemasaran hasil, umumnya petani menghubungi pedagang atau sebaliknya, namun nilai jual produk masih dianggap terlalu Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
rendah oleh petani. . Pemasaran hasil melalui perusahaan pengelola mematok harga lebih tinggi, akan tetapi petani sering tidak mampu
memenuhi standar kualitas yang
diinginkan oleh perusahaan, seperti kebersihan, keseragaman biji, kadar air dan sebagainya. e. Komponen Pertumbuhan
Hasil analisis keragaan lebar tajuk dan diameter batang tanaman kopi, sebelum dan sesesudah pemangkasan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan lebar tajuk dan diameter batang pada pengkajian pemangkasan pada tanaman kopi arabika di desa Gandang Batu, 2003. Perlakuan ( P1 ) ( P2 ) ( P3 ) ( P4 ) ( P5 ) Rata-Rata
Lebar Tajuk ( cm ) Sebelum Sesudah 153,4 139,9 158,7 128,7 152,6 145,6 161,5 126,3 157,9 174,6 156,82 143,02
Diameter Batang ( mm ) Sebelum Sesudah 93,2 96,1 95,8 97,3 91,6 93,8 93,6 96,5 96,5 99,2 94,14 96,58
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum lebar tajuk tanaman kopi sebelum pemangkasan relatif sama. Perbedaan lebar tajuk pada tanaman kopi mulai terlihat setelah dilakukan pemangkasan.
Kanopi tanaman tanpa dipangkas
terlihat jelas lebih lebar (174,6 cm) dibandingkan dengan tanaman yang dipangkas ringan 1 kali maupun 2 kali setelah pemangkasan berat.
Demikian pula, nampak ada
kecenderungan pemangkasan pemeliharaan 2 kali setiap 3 bulan setelah pemangkasan berat, mempunyai tajuk yang lebih lebar (P1 = 139,9 cm dan P3 = 145,6 cm) dari pada lebar tajuk tanaman kopi (P2 = 128,7 cm dan P4 = 126,3 cm) yang dipangkas 1 kali setelah pemangkasan berat. Selanjutnya secara umum ada perbedaan lebar tajuk sebelum dan sesudah pemangkasan, dimana tajuk lebih sempit setelah dilakukan pemangkasan. Sedangkan diameter batang tidak memperlihatkan perbedaan yang jelas antar perlakuan, baik yang dipangkas ringan 1 kali maupun 2 kali, demikian pula sebelum dan setelah pemangkasan tanaman penaung dan tanaman kopi.
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Jumlah cabang produktif dan panjang cabang produktif tanaman kopi, sebelum dan sesudah pemangkasan disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan tanaman kopi membentuk cabang produktif jika tidak dipangkas (P5) nampak sangat minim (12,8), jika dibandingkan dengan jumlah cabang produktif pertanaman yang
dipangkas 1 kali dan 2 kali dikombinasi
penaung 20 % dan 40 %.
pemangkasan tanaman
Data pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata jumlah cabang produktif dari tanaman kopi dipangkas 1 kali maupun dipangkas 2 kali. Namun ada kecenderungan dengan melakukan pemangkasan tanaman kopi 2 kali akan menghasilkan cabang produktif lebih banyak dibandingkan dengan pemangkasan 1 kali, baik yang dikombinasi dengan pemangkasan tanaman penaung 20 % maupun 40 %. Selanjutnya hasil uji t pada Tabel 4. terlihat bahwa pembentukan cabang produktif
setelah dipangkas nyata lebih banyak dibandingkan
sebelum dipangkas. Tabel 4. Rataan Jumlah cabang produktif dan panjang cabang produktif pada pengkajian pemangkasan pada tanaman kopi arabika, desa Gandang Batu 2003. Perlakuan ( P1 ) ( P2 ) ( P3 ) ( P4 ) ( P5 ) Rata-Rata
Jumlah Cabang Produktif Sebelum Sesudah 12,6 22,2 10,7 18,4 11,2 23,6 9,9 19,8 11,4 12,8 11,16 21,00
Panjang Cabang Produktif (cm) Sebelum Sesudah 74,4 66,9 69,8 62,3 76,6 71,2 75,1 65,8 73,2 90,6 73,82 66,55
Data pada Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa laju pertambahan panjang cabang produktif pada pertanaman yang tidak dipangkas lebih tinggi (90,6 cm) jika dibandingkan dengan pertanaman yang dipangkas (66,55 cm). Selanjutnya, kombinasi pemangkasan tanaman kopi dan tanaman penaung
tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap
panjang cabang produktif. f. Komponen Hasil
Keragaan jumlah ruas produktif per cabang produktif dan jumlah buah per ruas produktif pada pengkajian pemangkasan tanaman kopi disajikan pada Tabel 5.
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Tabel 5 Rataan Jumlah dompolan/cabang produktif dan jumlah buah/dompolan pada pengkajian pemangkasan pada tanaman kopi arabika, desa Gandang Batu 2003. Perlakuan ( P1 ) ( P2 ) ( P3 ) ( P4 ) ( P5 ) Rata-Rata
Jumlah Ruas Prod/Cab. Prod. Sebelum Sesudah 7,5 13,6 6,2 11,8 6,9 16,3 6,6 12,4 7,0 6,2 6,84 13,53
Jumlah Buah/Ruas Produktif Sebelum Sesudah 9,5 22,3 10,7 19,4 11,4 24,6 10,6 17,6 9,9 9,3 10,42 20,98
Pada Tabel 5 nampak bahwa pemangkasan pemeliharaan tanaman kopi dan tanaman penaung, sangat berpengaruh terhadap pembentukan ruas produktif.
Ruas
produktif yang terbentuk nyata lebih banyak pada tanaman yang dipangkas, terutama pemangkasan tanaman kopi 2 kali dikombinasi dengan pemangkasan tanaman penaung 40 % yaitu P3 = 16,3 ruas per cabang produktif, jika dibanding dengan tanaman yang tidak dipangkas.
Demikian pula, jumlah ruas produktif nyata lebih banyak setelah
dilakukan pemangkasan dibandingkan sebelum pemangkasan.
Selanjutnya, rata-rata
jumlah buah per ruas produktif (Tabel 5) terlihat lebih banyak (20,98) pada tanaman yang dipangkas, terutama pada pemangkasan 2 kali jika dibanding dengan tanaman yang tidak dipangkas. Nampak, pemangkasan tanaman kopi 2 kali baik yang dikombinasi dengan pemangkasan tanaman penaung 20 % maupun 40 % akan membentuk buah lebih banyak masing-masing P1 = 22,3 buah dan P3 = 24,6 buah, jika dibandingkan dengan pemangkasan 1 kali (P2 = 19,4 buah dan P4 = 17,6 buah) g. Hubungan Komponen hasil dengan Daya Hasil Tanaman Kopi
Pada Tabel 6 nampak dengan rata-rata jumlah ruas produksi, jumlah buah per ruas produktif sebelum pemangkasan masing-masing 6,84 dan 8,42. Pada kondisi tersebut daya hasil tanaman berkisar 0,264 – 0,296 kg biji beras/pohon atau setara dengan 422,4 – 473,6 kg biji beras /ha atau rata-rata 0,279 kg biji beras/pohon setara dengan 445,8 kg/ha. Dengan meningkatnya jumlah ruas produktif dan jumlah buah setelah perlakuan pemangkasan seperti pada Tabel 5 diharapkan daya hasil dan produktivitas tanaman mampu pula ditingkatkan.
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Tabel 6. Hubungan komponen hasil dengan daya hasil tanaman kopi No.
Jumlah Ruas
Jlh. Buah/Ruas
Daya Hasil
1.
7,5
9,5
Kopi Kulit tanduk (lt/pohon) 0,71
2.
6,2
10,7
0,68
0,476
0,276
441,6
3.
6,9
11,4
0,65
0,455
0,264
422,4
4.
6,6
10,6
0,73
0,511
0,296
473,6
5.
7,0
9,9
0,66
0,462
0,268
428,8
6,84
10,42
0,686
0,480
0,279
445,8
Produktif/pohon
Kopi Beras (lt/pohon) 0,497
Kopi beras (kg/pohon) 0,289
Kopi Beras (Kg/ha) 462,4
Keterangan : - 1 lt kopi kulit tanduk = 0,7 lt kopi beras - 1 lt kopi beras = 0,58 kg kopi beras - Jarak tanam 2,5 m x 2,5 m = 1600 populasi/ha
h. Tanggapan petani terhadap paket teknologi anjuran
Penerapan paket teknologi sangat menentukan tingkat produktivitas yang dicapai. Semakin tinggi respon petani terhadap paket teknologi anjuran, maka harapan peningkatan produksi semakin tinggi pula. Tanggapan petani terhadap paket teknologi anjuran disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Respon petani terhadap paket teknologi budidaya anjuran dan harapan produksi yang dicapai, desa Gandang Batu, 2003. No. 1. 2. 3. 4.
Paket Teknologi Pemangkasan Peggunaan pupuk organik (Bokashi) Rorak Sanitasi lingkungan
Tingkat Adopsi (%) 25
Koperator 100
Non Koperator 45
25
100
25
25 25
100 100
25 50
Persentase Petani ( % )
Masalah Tenaga kerja kurang Belum mengetahui cara membuat tenaga kerja kurang Tenaga kerja kurang
Tabel 7. menunjukkan bahwa komponen teknologi sudah diterapkan sepenuhnya oleh petani koperator. Sebaliknya, petani non koperator dengan berbagai alasan belum mampu mengadopsi komponen teknologi secara utuh.
Praktek pemangkasan pada
tanaman kopi dan tanaman penaung hanya diterapkan oleh 45 % petani non koperator. Sebagian besar petani (55%) melakukan pemangkasan tidak sesuai anjuran. Umumnya Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
petani hanya memangkas terbatas pada wiwilan dan cabang liar lainnya. Penggunaan pupuk organik Bokashi belum memasyakat di tingkat petani, akibatnya hanya 25 % petani yang menerapkan. Selain belum mengetahui cara pembuatan bokashi, nampaknya petani masih sedang mengamati kondisi pertumbuhan tanaman yang diperlakukan dengan pupuk organik tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui prospek pemanfaatan bokashi di lokasi pengkajian cukup baik. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga pupuk buatan yang tidak diimbangi peningkatan dengan harga kopi. Biaya tenaga kerja yang cukup tinggi, serta kurangnya ketersediaan tenaga di lokasi pengkajian nampaknya menjadi alasan utama sehingga masih kurang petani (25 %) yang mampu mengadopsi teknologi pembuatan rorak.
Umumnya petani hanya membiarkan hasil pangkasan
tanaman berserakan disekitar perakaran yang kemudian melapuk dengan sendirinya. Selanjutnya sanitasi lingkungan (Tabel 7) masih kurang mendapat perhatian oleh petani non koperator dengan alasan kekurangan tenaga.
Hanya terdapat 50 % petani yang
sanggup mengelola kebersihan kebun terutama terhadap gangguan gulma dan sisa-sisa cabang dan ranting hasil pangkasan untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk organik. VI. PEMBAHASAN Karakteristik Sumberdaya, sistem usahatani, dan keragaan teknologi budidaya.
Tanaman kopi arabika merupakan jenis tanaman perkebunan yang memerlukan karakteristik lingkungan tumbuh tertentu terutama dalam hal iklim, tanah dan topografi. Agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, maka tanaman kopi menghendaki lingkungan dengan suhu 15 – 250 C dan sebaran curah hujan 1500-2.500 mm/tahun dengan periode kering 1-3 bulan (Willson, 1985 dan Mitchell, 1989). Ditambahkan oleh Maestri dan Barros (1977) bahwa suhu optimum yang lebih rendah 18-210 C. Suhu di atas 250 C mulai menghambat pertumbuhan karena laju fotosintetis bersih menurun. Kenyataan menunjukkan bahwa wilayah pengkajian di desa Gandang Batu, kecamatan Mengkendek, Tana Toraja didominasi oleh topografi berbukit dan gunung dengan ketinggian 900-1100 m dpl., kemiringan lahan 15-45 % dan type iklim A. mempunyai
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
suhu rata-rata 230 C dan suhu terendah 180 C. Berdasarkan kriteria tumbuh tampaknya lokasi pengkajian cukup sesuai untuk pengembangan kopi arabika. Pengembangan dan peningkatan produktivitas komoditas perkebunan terutama tanaman kopi arabika tidak terlepas dari peranan petani sebagai pengelola usahataninya. Petani sebagai pelaksana dalam pengorganisasian sumberdaya, sangat berperan pada suatu sistem usahatani terutama yang berhubungan dengan adopsi teknologi. Keuntungan optimal hanya dapat dicapai jika semua faktor produksi termasuk teknologi telah dialokasikan secara maksimal sehingga mampu mamberi manfaat yang sebaesarbesarnya. Umur petani, pendidikan, pengalaman berusahatani, sumberdaya yang dimiliki seperti : sumberdaya lahan, modal, ketersediaan tenaga kerja dan skill management sangat berperan dalam proses percepatan adopsi teknologi ke tingkat petani. Pada Tabel 1 tampak bahwa umur sebagian besar petani (70 %) berkisar antara 20-50 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata tamat Sekolah Dasar.
Berdasarkan umur dan tingkat
pendidikan, petani umumnya masih tergolong usia produktif, dapat membaca dan menulis. Selain itu, pengalaman berusahatani kopi sebagian besar petani mencapai 11-16 tahun. Pengalaman ini dapat dimanfaatkan petani sebagai pembanding dalam mengadopsi teknologi anjuran. Semua kondisi di atas diharapkan dapat mendukung proses percepatan adopsi teknologi, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani.. Pada Tabel 1 nampak pula bahwa 50 % petani mempunyai jumlah anggota keluarga 3-5 orang.
Kenyataan yang dihadapi di lapang bahwa
penerapan teknologi anjuran masih sulit dilakukan akibat kurangnya tenaga kerja. Hal ini menggambarkan bahwa angkatan kerja dalam setiap keluarga masih belum berimbang dengan kemampuan menggarap luas lahan yang sebagian besar (80 %) melebihi 1 ha. Nappu dkk., (2000) menyatakan bahwa, idealnya kebutuhan tenaga kerja pada setiap hektar areal kopi arabika berkisar 4-5 orang. Pada Tabel 2 terlihat bahwa umumnya petani tidak mempersiapkan pertanaman kopi dengan baik. Hanya 45 % petani menggunakan tanaman pelindung sementara saat akan menanam kopi, dan selanjutnya sudah tidak ada manajemen pohon pelindung yang baik. Pertanaman kopi yang ada saat ini didominasi varietas Lini S-795, ditanam dengan Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
jarak tanam 2 m x 2 m; 2 m x 2,5 m; dan 2 m x 3 m Terdapat 55 % petani menggunakan pola tumpangsari/polikultur dengan tanaman perkebunan lainnya seperti : vanili, lada, cengkeh, dan kakao.
Dengan penggunaan jarak tanam yang torgolong cukup rapat,
disertai dengan pola tanam tumpangsari/polikultur tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kopi, terutama dalam hal serapan hara, air dan udara. Pemeliharaan yang dilakukan sangat terbatas
Konservasi lahan dan tanaman hampir
tidak dilakukan. Terasering hanya dilakukan oleh 15 % petani, padahal umumnya petani membudidayakan kopi pada tanah-tanah miring. Hasil pengamatan di lokasi pertanaman petani, membuktikan bahwa sebagian besar top soil sudah mulai menipis. Pemupukan jarang dilakukan, demikian pula pemangkasan dan pengendalian hama dan penyakit, dengan alasan tenaga kerja kurang, biaya tenaga kerja cukup hinggi, dan harga pupuk yang mahal. Selanjutnya pada Tabel 2 juga tampak bahwa panen kopi dilakukan dengan cara rampasan. Dimana buah yang berwarna merah maupun hijau dipetik bersama-sama, terutama pada panen raya dan panen akhir. Pemisahan buah merah dan hijau, tetap dilakukan sesaat sebelum dijemur. Hal ini terutama dilakukan oleh kelompok tani yang akan menjual produknya ke pengelola kopi. Persyaratan standar mutu yang ditetapkan oleh pengelola Toarco Jaya di Tana Toraja nampak cukup mendidik petani untuk mulai memperhatikan kualitas produksi, terutama kematangan dan kebersihan. Seluruh petani di desa Gandang Batu mengolah kopi dengan cara kering dengan menggunakan alat pemisah kulit buah hasil rakitan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember.
Dengan
menggunakan teknologi konvensional dalam budidaya kopi arabika, kisaran produksi yang mampu dicapai oleh petani adalah 200-400 kg kopi beras/ha/tahun. Hasil kopi yang diperoleh umumnya dijual ke pedagang pengumpul dan sebagian lainnya menjual ke pengusaha/pengelola kopi. Komponen Pertumbuhan, Komponen Produksi, dan Introduksi Paket Teknologi
Pemangkasan tanaman kopi dan pemangkasan tanaman penaung sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan komponen produksi tanaman kopi. Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lebar tajuk (174,6 cm) dan diameter batang (99,2 mm) pada tanaman yang tidak mendapat perlakuan pemangkasan lebih besar dibandingken Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
dengan tanaman yang dipangkas.
Akan tetapi, tajuk tanaman cenderung lebih lebar
(139,9 cm dan 145,6 cm) pada tanaman yang dipangkas dua kali setelah pemangkasan berat dibandingkan lebar tajuk tanaman yang dipangkas satu kali setelah pemangkasan berat, masing-masing : 128,7 cm dan 126,1 cm. Selanjutnya hasil analisis terhadap diameter batang, tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata antara tanaman yang dipangkas dengan tanaman yang tidak dipangkas. Sejalan dengan lebar tajuk, nampak bahwa cabang yang terbentuk setelah pemangkasan rata-rata lebih pendek (66,55 cm) dibandingkan panjang cabang sebelum pemangkasan
(73,82
cm).
Cabang
tanaman
yang
tidak
diperlakukan
dengan
pemangkasan nyata lebih panjang dibandingkan cabang tanaman yang dipangkas. Data pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa, rata-rata panjang cabang tanaman yang dipangkas 2 kali setelah pemangkasan berat berturut-turut 66,9 cm (P1) dan 71,2 cm (P3) cenderung lebih panjang daripada cabang tanaman yang dipangkas hanya 1 kali setelah pemangkasan berat yaitu 62,3 cm (P2) dan 65,8 cm (P4). Sebaliknya jumlah cabang produktif (Tabel 4) yang terbentuk pada tanaman yang telah dipangkas lebih banyak dibandingkan dengan jumlah cabang pada tanaman yang tidak dipangkas. Disamping itu pemangkasan 2 kali pada tanaman kopi dihasilkan cabang yang lebih banyak (22,2 dan 23,6) dibandingkan dengan jumlah cabang pada perlakuan pemangkasan 1 kali (18,4 dan 19,8). Kondisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : pemangkasan berat yang dilakukan pada tanaman kopi pada prakteknya adalah menggunting/membuang cabangcabang primer dan cabang sekunder yang sudah tua, cabang yang terserang hama penyakit dan cabang yang tidak produktif lagi. Cabang-cabang tersebut adalah cabang plagiotrof yang arah pertumbuhannya kesamping sehingga jika dipangkas tentunya akan berpengaruh terhadap pajang cabang dan lebar tajuk tanaman.
Kenyataan di lapang,
setelah pemangkasan berat akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan cabangcabang ortotrof (cabang yang arah pertumbuhannya ke atas = wiwilan), cabang air, cabang balik dan sebagainya. Cabang-cabang tersebut tumbuh lebih aktif dan lebih banyak
memanfaatkan
menguntungkandan.
hasil
fotosintesis
pada
kondisi
lingkungan
yang
Jika tidak dipangkas akan berpengaruh negatif terhadap Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
perkembangan cabang produktif. Pemangkasan yang dilakukan secara berkala setiap 3 bulan setelah pemangkasan berat bertujuan untuk mengurangi daya saing cabang-cabang tersebut dalam hal pemanfaatan hara, air, dan udara. Dengan demikian cabang-cabang produktif yang disisakan akan berkembang dengan baik, sehingga pertumbuhannya bisa lebih panjang. Menurut Mawardi (1992), pada setiap ruas dapat dihasilkan antara 4-8 tunas ortotrof akibat pemangkasan tunas plagiotrof. Tunas ini tumbuh sangat aktif, jika tidak dihilangkan akan menghambat perkembangan cabang produktif. Hasil analisis pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah ruas produktif pada pertanaman yang dipangkas masing-masing : 13,6 (P1), 11,8 (P2), 16,3 (P3), dan 12,4 (P4) nyata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ruas produktif pada tanaman yang tidak dipangkas yiatu 6,2. Akan tetapi ruas produktif yang terbentuk relatif lebih banyak ( 16,3) jika tanaman kopi diperlakukan dengan 2 kali pemangkasan pemeliharaan setelah pemangkasan berat dikombinasi dengan pemangkasan tanaman penaung 40 %. Demikian pula dengan jumlah buah per ruas produktif yang terbentuk akan lebih banyak (22,3 dan 24,6) jika tanaman dipangkas 2 kali setelah pemangkasan berat dibandingkan dengan jumlah buah tanaman yang dipangkas 1 kali (19,4 dan 17,6) dan jumlah buah tanaman yang tidak dipangkas (9,3). Selanjutnya, hasil pengamatan pada Tabel 6 terlihat dengan rata-rata jumlah ruas produktif (6,84) dan jumlah buah per ruas produktif (10,42) maka daya hasil perkebunan rakyat tanpa pemangkasan dihasilkan 0,279 kg biji beras/pohon. Jika jarak tanam yang umum digunakan adalah 2,5 m x 2,5 m (populasi 1600 pohon/ha). Maka produktivitas kopi yang mampu dicapai petani adalah 0,279 kg x 1.600 = 445,8 kg biji beras/ha.
Dengan perlakuan pemangkasan, nampak terdapat
peningkatan jumlah cabang produktif (21,0), jumlah ruas produktif per cabang produktif (13,53), dan jumlah buah per ruas produktif (20,98). Pada kondisi demikian diharapkan kuantitas dan kualitas hasil juga dapat meningkat. Komponen hasil yang paling penting pada tanaman kopi adalah jumlah ruas produktif untuk pembungaan dan jumlah buah yang terbentuk. Ruas produktif merupakan seri mata tunas yang terdapat di antara tempat kedudukan daun dan cabang primer. Seri mata tunas yang terdapat pada cabang plagitrof dapat tumbuh menjadi tunas vegetatif atau kuncup bunga. Perlakuan pemangkasan berat Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
pada tanaman kopi, memberi lingkungan menguntungkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif. Seri mata tunas tumbuh menjadi wiwilan, cabang cacing, dan atau cabang balik.
Cabang-cabang ini perlu dipangkas karena dapat mengganggu
produksi bunga dan buah (Mawardi, 1992).
Pemangkasan pemeliharaan sesering
mungkin setelah pemangkasan berat ditujukan untuk membuang cabang-cabang tersebut agar persaingan dalam hal pemanfaatan assimilat menjadi kecil.
Dengan demikian
cabang produktif akan berkembang dengan baik, dan seri mata tunas dapat berdifferensiasi menjadi primordia bunga.
Pada awal pembentukan primordia bunga,
tanaman kopi memerlukan intensitas penyinaran yang cukup.
Diduga pemangkasan
tanaman penaung hingga 40 %, sudah cukup memenuhi kebutuhan cahaya dan bermanfaat memberi rangsangan cahaya terhadap pembentukan primordia bunga. Dijelaskan oleh Yahmadi (1979) bahwa intensitas cahaya yang terlalu sedikit, misalnya karena naungan yang terlalu rimbun akan menghambat pertumbuhan primordia bunga. Lebih lanjut Kumar dalam Mawardi (1992), naungan yang terlalu gelap akan merangsang pembentukan
gibberellin sehingga akan menghambat pembentukan bunga karena
pertumbuhan vegetatif lebih aktif. Tingkat produktivitas tanaman dipengaruhi oleh kemampuan menerapkan paket teknologi budidaya tanaman bersangkutan. Pada Tabel 7 nampak bahwa tidak semua petani mampu menerapkan komponen teknologi secara baik. Komponen pemangkasan hanya diadopsi oleh 45 % petani, selanjutnya secara berurutan masing-masing : penggunaan pupuk organik Bokashi, pembuatan rorak, dan sanitasi lingkungan diterapkan oleh 25 %, 25 %, dan 50 % petani.
Jika dilihat persentase petani non
koperator tanpa bimbingan intensif sudah mulai mengadopsi komponen teknologi anjuran, merupakan potensi untuk mengintroduksikan paket teknologi budidaya kopi arabika. Dengan bimbingan dan penyuluhan yang intensif diharapkan teknologi anjuran dapat diadopsi secara utuh oleh petani, sehingga upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani dapat dicapai.
VII. KESIMPULAN Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sumberdaya manusia dan sumber daya alam desa Gandang Batu, kecamatan Mengkendek, kabupaten Tana Tora cukup potensil mendukung upaya percepatan adopsi teknologi anjuran kopi arabika 2. Pemangkasan tanaman kopi dan tanaman pelindung, mampu memperbaiki pertumbuhan dan komponen produksi tanaman kopi.
Jumlah cabang produktif,
jumlah ruas produktif, dan jumlah bunga tanaman kopi yang dipangkas 2 kali setelah pemangkasan berat lebih banyak dibandingkan tanpa pemangkasan dan pemangkasan 1 kali setelah pemangkasan berat. VIII. PERSONALIA No.
Nama
Pendidikan
Disiplin Ilmu
Tugas Persiapan, Konsultasi, Penentuan lokasi dan petani, Pelaksanaan kegiatan di lapang, Temu Lapang, Analisis Data dan Pelaporan, Seminar Hasil
Alokasi Waktu (%)
1.
Syafruddin Kadir
S2
Agronomi
50
2.
Baso Aliem Lologau
S2
Entomologi
Penyuluhan dan Pelatihan Petani Monitoring/Evaluasi, Pengamatan dan Pengumpulan Data, pelaporan.
30
3.
A. Darmawidah. A
S1
Pasca Panen
Penyuluhan dan Pelatihan Petani Monitoring/Evaluasi, Pengamatan dan Pengumpulan Data
30
4.
Muslimin
S2
Sosek
Monitoring/EvaluasiPengamatan dan Pengumpulan Data, analisis data
40
5.
Jacob Biri
S1
Sosek
Penyuluhan dan Pelatihan Petani, Monitoring/Evaluasi, Pengamatan dan Pengumpulan Data, distribusi laporan
40
6.
PM/Teknisi
D3
Teknisi
Penyuluhan dan Pelatihan Petani, Monitoring/Evaluasi, Pengamatan dan Pengumpulan Data,
80
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
IX. ANGGARAN YANG DIALOKASIKAN JENIS PENGELUARAN
Volume
Biaya Satuan
Biaya
TOTAL
------------- ( Rp) ------------
GAJI/UPAH
_ HPP _ UHL _ TPL
60 OB 200 OH 22 OB
100000 10000 100000
6000000 2000000 2200000
Total Gaji Upah
10200000
BAHAN
_ ATK dan Komputer suplies _ Bahan Penelitian
1 Paket 1 Paket
1000000 7500000
1000000 7500000
Total Bahan
8500000
PERJALANAN
_ Perjalanan ke pusat _ Perjalanan ke lokasi
1 OP 85 OH
3700000 220000
3700000 18700000
Total Perjalanan
22400000
Lain-Lain
- Apresiasi - Penggandaan, jilid, Pelaporan, dokumnetasi, dll.
1 paket
1000000
1000000
1 paket
1500000
1500000
- Temu Lapang
1 paket
1500000
1500000
- Pengolahan Data
50 OH
10000
500000
- Eksploitasi Kendaran Roda 4
1 Unit
5000000
5000000
- Eksploitasi Kendaraan Roda 2
1 Unit
1000000
1000000
Total Lain-Lain
10500000
T O T A L
51600000
X. Jadwal Palang Tahun 2003
Jenis Kegiatan
Bulan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1. Persiapan/Apresiasi dan konsultasi 2. Penentuan lokasi dan petani kooperator 3. Penyuluhan dan Pelatihan Petani 4. Penerapan Paket tek. 5. Monitoring/Evaluasi 6. Pengamatan dan Pengumpulan Data 7. Temu Lapang 8. Analisis Data dan
X X X
X
X
X
X
X X X
X
X X X
X X X
X X X
X X X X X
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Pelaporan 9. Seminar Hasil Penelitian 10. Distribusi Laporan
X X
XI. DAFTAR PUSTAKA
AEKI, 1996. Realisasi ekspor kopi Indonesia, Tahun kopi : 1980/81-1994/1995. Warta AEKI, Jakarta, No. 47, hal 13. Anonim, 1995. Budidaya tanaman kopi. Aksi Agraris Kanisius, Yogyakarta, hal 120. Disbun Sul-Sel, 1999. Statistik perkebunan tahun 1998. Dinas Perkebunan Propinsi Dati I Sulawesi Selatan 63 hal. Ditjenbun, 1996. Statis perkebunan Indonesia 1995-1997. Kopi. Perkebunan RI, Jakarta, 89 hal.
Direktorat Jendral
-------------, 1997. Program pengembangan kopi arabika. Pertemuan Teknis dan Kemitraan Kopi Arabika 1997/1998 di Ujung Pandang, tanggal 23-25 Juli 1997, 12 hal. Hulupi, R. dan S. Mawardi, Bahan tanaman kopi arabika dan robusta serta pengenalan varietas kopi arabika dan klon kopi robusta. Bahan Pelatihan Teknik Budidaya dan Pengolahan Kopi, Buku I . Pusat Penelitian Perkebunan Jember, 13 hal. Mawardi, S., 1992. Botani Kopi. Bahan pelatihan teknik budidaya dan pengolahan kopi. Buku I, Pusat Penelitian Perkebunan Jember. 61 hal. Nappu, M.B., B.A. Lologau, A. Darmawidah, A., J. Biri, dan G. Aidar, 2000. Pengkajian sistem usahatani kopi organik. Laporan Hasil Pengkajian T.A. 1999/2000 (belum diterbitkan). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kendari, 41 hal. Nur, AM., dan Soenarjo, 1990. Usaha peningkatan produksi dan mutu kopi. Dalam : Darwis, S.N. dkk. (ed). Prosiding Temu Tugas Perkebunan dan Tanaman Industri Lingkup Prop. Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Pujianto, 1996. Status bahan organik tanah pada perkebunan kopi dan kakao di Jawa timur. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 12 (2). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Assosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Jember, 147 hal. Sudarsianto, 2000. Teknik perbanyakan dan manajemen pemangkasan pohon penaung Ramayana (Cassia spectabilis). Warta Puslikoka 16 (1) . Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia. Jember, 64 hal. Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Tandisau, P., B. Pattang, dan P.S. Tangitimbang, 1999. Pengkajian sistem usaha pertanian kakao berbasis ekoregional lahan kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kendari. Wibawa, A., 1996. Pengelolaan bahan organik di perkebunan kopi dan kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 12 (2). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Assosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Jember, 147 hal. Wilson, K.C., 1985. Climate and soil pp.97-107. In : M.N. Clifford & K.C. Wilson. Coffee : botany, biochemistry and produktion of beans and baverage. Croom Helm Ltd. Wiryadiputra, 1996. Uji terap pengendalian hama bubuk buah kopi menggunakan jamur Beauvaria di Sulawesi Selatan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 12 (2). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Assosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Jember, 147 hal. Yahmadi, M., 1972. Budidaya dan pengolahan kopi. Jember, 99 hal.
Balai Penelitian Perkebunan
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL
DEPARTEMEN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) SULAWESI SELATAN Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar 90242, Sulawesi Selatan - Indonesia Tlp. 0411-556449, FAX 0411-554522 WebSite : http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id e-mail:
[email protected] CS BPTP SUL-SEL On-line Yahoo Messenger & Google Talk, id : li nksulawesi, csbptpsulsel, wmbptpsulsel
Lampiran 1. Hasil analisis kandungan hara Bokashi dan hara tanah di lokasi pengkajian sebelum aplikasi pupuk, 2003. No. 1.
2.
3.
4.
Uraian Bahan Organik (%) - C - N - C/N pH : - air - KCl Bray : - P2O5 - K2O Tekstur : - pasir - debu - liat
Kandungan Hara Lokasi Pengkajian Bokashi 2,02 0,10 20,2
23,9 1,68 14,93
5,2 4,5
8,2 8,2
5 4
1,24 1,12
12 49 39
-
Hak Cipta © KSPP (Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian) BPTP SULSEL